• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Dalam dokumen Teknologi Pangan dan yang id (Halaman 31-37)

PENERAPAN REGULASI PANGAN BERSTANDAR PADA MIE INSTAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG 2012

Membandingkan produk BerSNI dan produk Non berSNI, dengan Kriteria SNI Produk yang kami gunakan dalam perbandingan ini dengan dua produk yang berbeda yang telah memiliki nomer SNI dan produk yang belum ada SNI yang di bandingkan dengan ketentuan SNI yang telah di tetapkan.

Produk non-SNI dengan jenis produk mie instan kering dengan merk “Mie Sedaap sambal goreng” yang dalam kemasan produk belum tercantumnya kode nomer SNI dengan jenis produk bihun dengan merk “Super Bihun” yang telah memiliki dan dicantumkanya di kemasan dengan nomer kode SNInya yaitu 01-2975-1992. Dari kedua produk tersebut merupakan salah satu jenis makanan terpopuler di Indonesia yang di

sebut Mie. Dilihat dari bahan dasarnya, Mie dapat dibuat dari berbagai macam jenis tepung, seperti pada umumnya digunakan dengan tepung terigu, tepung beras, tepung kanji, tepung jagung, dll.

Mie Instan

Mie pada umumnya terbuat dari tepung terigu. Tepung terigu berfungsi membentuk struktur mie, sumber protein dan karbohidrat. Kandungan protein utama tepung terigu yang berperan dalam pembuatan mie adalah gluten. Gluten dapat dibentuk dari gliadin(prolamin dalam gandum) dan glutenin. Protein dalam tepung terigu untuk pembuatan mie harus dalam jumlah yang cukup tinggi supaya mie menjadi elastis dan tahan terhadap penarikan sewaktu proses produksinya. Bahan-bahan lain yang digunakan antara lain air, garam, bahan pengembang, zat warna, bumbu, dan telur. (Widiantoko,2010).

Fungsi penggunaan bahan

Air berfungsi sebagai media reaksi antara gluten dan karbohidrat, melarutkan garam, dan membentuk sifat kenyal gluten. Pati dan gluten akan mengembang dengan adanya air. Air yang digunakan sebaiknya memiliki pH antara 6- 9, hal ini disebabkan absorpsi air makin meningkat dengan naiknya pH. Makin banyak air yang diserap, mie menjadi tidak mudah patah. Garam berperan dalam memberi rasa, memperkuat tekstur mie, meningkatkan fleksibilitas dan elastisitas mie serta mengikat air. Garam dapat menghambat aktivitas enzim protease dan amilase sehingga mie tidak bersifat lengket dan tidak mengembang secara berlebihan. Putih telur akan menghasilkan suatu lapisan yang tipis dan kuat pada permukaan mie. Lapisan tersebut cukup efektif untuk mencegah penyerapan minyak sewaktu digoreng dan kekeruhan saus mie sewaktu pemasakan. Lesitin pada kuning telur merupakan pengemulsi yang baik, dapat mempercepat hidrasi air pada terigu, dan bersifat mengembangkan adonan.

Persyaratan mutu mie instant, SNI 01-3551-2000, meliputi keadaan (tekstur, aroma, rasa, warna normal/dapat diterima); benda asing tidak ada; keutuhan min. 90% b/b; kadar air (proses penggorengan maks. 10,0% b/b, proses pengerigan maks. 14,5% b/b); kadar protein (M\i dari terigu min. 8,0%, mi dari bukan terigu min. 4,0% b/b) bilangan asam maks. 2 mg KOH/g minyak; cemaran logam (Pb maks. 2,0 mg/kg, Hgmaks 0,05 mg/kg); As maks. 0,5 mg/kg; cemaran mikroba (ALT maks. 0,05 mg/kg);salmonella negatif per 25 g, kepang maks. 1,0 x 10 3koloni/g).

Bihun

Bihun berbahan baku tepung beras yang melalui proses ekstrusi sehingga menjadi lempengan seperti benang. Menurut SNI 01-2975-1992,bihun adalah produk pangan kering yang dibuat dengan beras dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan pangan yang diizinkan dan berbentuk khas bihun. .Berikut standar mutu bihun berdasarkan SNI 01-2975-1992:

No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan

1. Keadaan a. bau b. rasa c. warna Normal Normal Normal

2. Benda asing Tidak boleh ada

3. Daya tahan Tidak hancur jika

direndam dengan air panas suhu kamar selama 10 menit 4. Air %b/b Maks 13 5. Abu %b/b Maks 1 6. Protein (N x 6,25) %b/b Min 4 7. Pemutih dan pematang Sesuai SNI 01-0222-1995 8. Cemaran logam a. Timbal (Pb) mg/kg Maks 1.0

b. Tembaga (Cu) c. Seng (Zn) d. Raksa (Hg) mg/kg mg/kg mg/kg Maks 10.0 Maks 40.0 Maks 0.005 9. Arsen (As) - -

10. Cemaran mikroba Koloni/gram Maks 1.0 x 106

10.1 Angka lempeng

total

APM/gram Maks 10

10.2 E.coli Koloni/gram Maks 1.0 x 104

Uji coba sederhana mutu kedua produk 1.Pengamatan Kemasan dan Organoleptik

Mie atau bihun dikatakan berkualitas apabila mampu memenuhi selera maupun harapan konsumen terhadap produk mie tersebut. Kualitas mie dapat dilihat dengan melakukan evaluasi sensori mie. Secara umum evaluasi mie mencakup 4 hal utama yaitu (Widjatmono, 2004):

 Tekstur

Tekstur yang disukai adalah kenyal dan sedikit keras tetapi mempunyai gigitan yang empuk dan permukaan yang halus. Terdapat beberapa parameter pengujian: kekenyalan, kelengketan, kekerasan, elastisitas,kehalusan permukaan, daya tahan putus.

 Warna

Warna yang disukai adalah: warna putih atau krem untuk mie kering, sedangkan untuk mie instant adalah kuning cerah. Di Filipina dan Amerika selatan menyukai yang warnanya agak kecoklatan.

Aroma yang tidak disukai adalah tepung mentah, berjamur/apek, dan aroma tengik, dan warna umnya pada mie instan dan bihun normal khas masing-masing.

 Rasa

Rasa yang tidak disukai adalah: rasa adonan mentah, rasa tepung,rasa alkali /bersabun, rasa tengik.Ada beberapa hal yang digunakan untuk menyatakan kualitas mie yang ideal, dalam Kusrini (2008) menyatakan bahwa kualitas mie yang ideal adalah kenyal, elastis,halus permukaannya, bersih, dan tidak lengket.

Pada kedua produk yang kami amati, keduanya dikemas secara rapat dan tidak ada kecacatan kemasan. Selain itu dikemasan dicantumkanya nama perusahaan produsen yaitu PT Kuala Pangan untuk “Super Bihun” dan PT. Karunia Alam Segar untuk “Mie Sedaap instan”. Pada kode produksi keduanya belum di temukan kode produksi di kemasan, tetapi kode kadarluarsa telah tercantum.

Untuk criteria empat parameter diatas kedua produk telah sesuai dengan SNI. 2. Uji Derajat Keutuhan

Daya patah adalah sifat fisik yang berhubungan dengan tekanan untuk mematahkan produk. Daya patah mie atau bihun menggambarkan ketahanan mie/ bihun selama penanganan produksi terutama terhadap perlakuan mekanis (Kusrini,2008).

Dari uji perendaman dengan air hangat selama sekitar 10 menit, kedua produk tersebut masih utuh, dan tidak hancur. Dimana kadar air yang rendah akan mampu bertahan lebih kuat dari kehancuran dan lebih keras dan kuat.

4. Uji Daya Tahan Bihun

Secara fisik, bihun memiliki tekstur yang keras sebelum dimasak dan akan menjadi lebih lunak jika setelah dimasak. Hal ini dimungkinkan karena rongga-rongga di

dalam bihun digantikan dengan minyak. Akibatnya bihun memiliki tekstur yang lebih lunak (Kusrini, 2008).

Secara singkat kami amati, kedua produk sebelum dimasak, strukturnya keras dengan warna putih pada bihun dan krem pada mie instan, setelah dimasak dengan direndam pada air hangat menjadi lebih lunak dan air rendaman menjadi keruh. Air rendaman tersebut akibat zat-zat pengotor pada produk tersebut.

5. Daya Serap Air

Rasio pengembangan sangat dipengaruhi oleh kemampuan mie dalam menyerap air. Nilai rasio pengembangan yang terlalu tinggi tidak diinginkan karena semakin tinggi rasio pengembangan maka granula pati akan mudah pecah dan menyebabkan kebocoran amilosa. Semakin tinggi hidrasi mie kering maka semakin besar pula nilai rasio pengembangan mie kering (Kusrini, 2008). Gelatinisasi terjadi pada tahap pengukusan (steaming) pada pembuatan mie. Semakin tinggi derajat gelatinisasi maka mie akan memiliki waktu pemasakan yang lebih rendah (semakin instant) (Widjanarko, 2008). Menurut Whistler, et al (1997), suhu gelatinisasi tidak disebutkan secara spesifik melainkan biasa disebutkan dengan cara kisaran suhu. Hal ini dikarenakan tidak semua granula pati mengembang di waktu yang sama. Granula pati yang berukuran besar akan tergelatinisasi terlebih dahulu dibandingkan granula pati yang berukuran lebih kecil. Kandungan amilosa Pada proses pembuatan mie ada beberapa hal yang harus diperhatikan seperti ketersediaan air (Aw), kadar air, dan proses gelatinisasi. Makanan yang dikeringkan atau kering bekukan, yang mempunyai kestabilan pada penyimpanan, biasanya rentang kandungan airnya sekitar 5 sampai 15% (DeMan, 1997).

Dalam dokumen Teknologi Pangan dan yang id (Halaman 31-37)