Tanaman kelapa sawit (Elaesis Guineses Jacq)
merupakan tumbuhan tropis golongan palma yang termasuk dalam family palawija. Kelapa sawit biasanya mulai berbuah pada umur tiga sampai empat tahun dan buahnya menjadi masak lima sampai enam bulan setelah penyerbukan. Proses
pemasakan buah kelapa sawit dapat dilihat dari perubahan warna kulit buahnya, dari hijau pada buah muda menjadi merah jingga waktu buah telah masak. Pada saat itu, kandungan minyak pada daging buahnya telah maksimal. Jika terlalu matang, buah kelapa sawit akan lepas dari tangkai
tandannya.hal ini disebut dengan istilah membrondol (Fauzi dkk, 2008).
Klasifikasi botani kelapa sawit adalah sebagai berikut (Hadi, 2004):
Divisio : Tracheophyta Subdivisio : Pteropsida Kelas : Angiospermae
Sub Kelas : Monocotiledonae Ordo : Cocodae
Genus : Elaeis
Spesies :Elaeis guineensis Jaccq (kelapa sawit Afrika)
Menurut Hutahean (2008), tanaman sawit yang
dibudidayakan di Indonesia ada banyak jenisnya. Varietas tanaman tersebut dapat dibedakan berdasarkan tebal-tipisnya cangkang (endocarp) dan warna buah. Berdasarkan tebal tipisnya cangkang (endocarp), dikenal tiga varietas tanaman kelapa sawit. Yaitu (Sarumaha, 2008):
a. Dura
sangat tebal antara 2-8 mm, dan terdapat lingkaran sabut pada bagian luar cangkang. Daging buah relative tipis sekitar 20-65%, dan kandungan minyak pada buah rendah.
4
b. Psifera
Jenis Psifera memiliki tempurung yang tipis, biji yang kecil, daging buah yang tebal, tidak mempunyai cangkang, intinya kecil namun kandungan minyak dalam buah tinggi. Tanaman ini tidak bisa digunakan untuk penggunaan komersil tapi jenis ini sering disebut sebagai tanaman betina yang steril. Melalui persilangan antara lain jenis dura dan psifera, dihasilkan jenis ketiga yaitu jenis Tenera.
c. Tenera
Merupakan persilangan antara Dura sebagai pohon ibu dengan Psisfera sebagai pohon bapak. Tenera
bertempurung tipis dan inti buah sekitar 60-90%, ketebalan cangkang antara 0,5-4 mm
Berdasarkan warna kulit, terdapat tiga varietas kelapa sawit, yaitu sebagai berikut (Simanjuntak, 2010): a. Nigrescens
Warna kulit buah kehitaman saat masih muda berubah menjadi jingga kemerahan jika sudah tua/masak. b. Virescens
Warna kulit hijau saat masih muda dan berubah menjadi jingga kemerahan jika sudah tua/masak, namun masih meninggalkan sisa-sisa warna hijau. c. Albescens
Warna kulit keputih-putihan saat masih muda dan berubah menjadi kekuning-kuningan jika sudah tua/masak.
5
II.2 Komposisi Kelapa Sawit
Komposisi rata-rata buah kelapa sawit matang dan segar dapat dilihat pada table II.1
Tabel II.1 Nilai Konversi Kelapa sawit
Bagian Buah Jumlah (%) Dihitung dari 100 % Daging buah Biji Daging buah: air minyak ampas Minyak sawit Minyak sawit Biji: tempurung inti (kernel) Inti (dikeringkan dengan udara)
Minyak sawit Air Ampas (serat) 58 – 62 37 – 43 36 – 40 46 – 50 13 – 15 77 – 82 28.5 – 29.5 78 – 82 17 – 23 6 – 6.5 29 27 8 30 Buah sawit Buah sawit Daging buah Daging buah Daging buah
Daging buah (berat kering) Berat buah matang segar Berat biji
Berat biji
Berat buah matang segar Berat buah matang segar Berat buah matang segar Berat buah matang segar Berat buah matang segar (Pahan,2010)
II.3 Minyak Sawit
Minyak sawit mentah (CPO atau Crude Palm Oil)
merupakan minyak nabati yang dihasilkan dari pengolahan buah kelapa sawit. Minyak sawit ini berwarna kuning. Beberapa criteria minyak sawit yang diperlukan adalah memiliki warna yang pucat dan rasa bau yang enak, dapat disimpan dalam jangka yang lama. Selain itu juga mudah dimurnikan dan tingkat pembentukan asam lemak bebas (ALB) yang dihasilkan rendah (Iyung, 1997 dalam Hutahean, 2008).
Proses pengolahan minyak sawit meliputi : penerimaan
buah, perebusan, pengepresan, pemurnian dan pengolahan biji. CPO yang dihasilkan disimpan dalam tangki-tangki
penampungan dan siap untuk mengalami proses pengilahan lebih lanjut sampai dihasilkan minyak murni dan hasil olahan lainnya. Minyak sawit mentah pada tangki sebelum diolah pada proses selanjutnya dianalisa terlebih dahulu kadar air dan kotorannya (Hutahaean, 2008).
II.4 Proses Produksi Minyak Sawit
II.4.1. Penerimaan Tandan Buah Segar (TBS) Sebelum diolah pada PKS, tandan buah segar (TBS) yang berasal dari kebun pertama kali diterima di stasiun penerimaan buah untuk ditimbang di jembatan timbang (Weight Bridge). Setelah penimbangan maka selanjutnya TBS ditampung sementara di penampungan buah (loading ramp) yang fungsinya adalah menampung buah,
mengurangi kotoran yang berupa pasir dan sampah melalui luncuran yang dibuat miring memudahkan pengisian TBS ke pengisian lori perebusan (Fauzi, 2004) II.4.2. Perebusan (Sterilisasi)
Setelah proses penerimaan, kemudian dilakukan perebusan dalam tangki dengan tujuan untuk memudahkan perontokan buah dari tandannyadan melunakkan daging buah sehingga memudahkan pengempaan. Salah satu faktor yang mempengaruhi lamanya proses perebusan adalah tingkat kematangan TBS yang direbus. Perebusan yang terlalu lama dapat menurunkan kadar minyak dan pemurnian kernel. Sebaliknya, perebusan dalam waktu yang terlalu pendek menyebabkan semakin banyak buah yang tidak rontok dari tandannya. Tujuan perebusan adalah (Pahan, 2010): 1. Merusak enzim lipase yang menstimulir
2. Mempermudah pelepasan buah dari tandan dan inti dari cangkang
3. Memperlunak daging buah sehingga memudahkan proses penebahan
4. Untuk mengkoagulasikan (mengendapkan) protein sehingga memudahkan pemisahan minyak.
II.4.3. Penebahan Buah
Proses penebahan bertujuan untuk melepaskan dan memisahkan buah kelapa sawit dari tandannya. Alat penebahan buah yang umum digunakanadalah thresser hopper yang berbentuk silinder. Pada sekeliling silinder dipasang besi kanal yang bertindak sebagai saringan dan besi siku yang berfungsi sebagai sudut sudut dalam 7
sangkar. Buah lepas akan masukmelalui kisi-kisi dan ditampung di screw conveyor, kemudian oleh elevator dibawa ke distributing conveyor untuk didistribusikan ke tiap-tiap unit digester. Tandan buah kosong hasil
perontokan yang tidak mengandungbuah diangkut ke tempat pembakaran dan digunakan sebagai bahan bakar di incenerator atau digunakan sebagai pupuk tanaman. (Sipayung, 1997).
II.4.4 Pengadukan
Tujuan pengadukan adalah untuk memutuskan ikatan struktur jaringan buah dan membuka sel-sel yang
mengandung minyak serta melepaskandinding buah dari bijinya sehingga pengempaan serabut menjadi lebih mudah. Pengadukan buah dilakukan dalam digester dengan mengalirkan uap panas melalui mantel, bertujuan untuk memanaskan buah yang sedang diproses. Menurut Pahan (2010), untuk menghasilkan pengadukan yangbaik, suhu pencampuran di dalam digester harus selalu dijaga pada suhu 85-95 °C agar minyak yang dihasilkan tida k menjadi kental.
II.4.5. Pengempaan (Pressing)
Proses pengempaan bertujuan untuk mengeluarkan minyak dan cairan dari kelapa sawit. Alat yang digunakan adalah alat press berulir ganda(double screw press). Hasil yang diperoleh dari pengempaan kemudian diproses lebih lanjut menjadi CPO. Ampas kempa diolah lebih lanjut untuk mendapatkan inti sawit (kernel). Proses
pengempaan biji kelapa sawit dapat berupa ekstraksi yang bertujuan mengambil minyak dari massa adukan
(Simanjuntak, 2010).
II.4.6. Pemurnian dan Penjernihan Minyak
Stasiun terakhir dalam tahapan proses pengolahan minyak kelapa sawit kasar adalah unit penjernihan minyak, dimana pada unit ini terjadi prosespemisahan minyak dengan air dan kotoran yang dilakukan dengan sistem pengendapan, sentrifugal dan penguapan.Menurut
Ketaren (1986), minyak kasar dialirkan dari tangki penjernihan kemudian disaring di dalam penyaring 8
sentrifugal. Dari penyaring sentrifugal, minyak yang telah dijernihkan dipompakan kedalam tangki penimbunan, sedangkan air dan kotoran dikembalikan ke dalamtangki pengendapan.
Proses pada tahap ini bertujuan untuk memperoleh minyak sebanyak-banyaknya dan menghasilkan CPO dengan kadar asam lemak bebas, kadar air dan kadar kotoran yang sesuai dengan standard. Minyak sawit yang masih kasar mengalami pengolahan lebih lanjut. Setelah melalui pemurnian atau klarifikasi yang bertahap, maka akan diperoleh minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/ CPO) (Pahan, 2010).
II.5 Pemurnian Minyak Sawit
Minyak sawit yang keluar dari tempat pemerasan atau pengepresan masih berupa minyak sawit kasar karena masih mengandung kotoran berupa partikel-pertikel dari tempurung dan serabut non oil solid (NOS). Untuk mendpatkan minyak CPO yang memenuhi standar mutu yang disyaratkan maka dilakukan proses pemurnian yang dilakukan di stasiun pemurnian minyak.
Pada dasarnya mekanisme dari proses pemurnian
berat atau gaya sentrifugal. Selama proses pemurnian
berlangsung temperature yang ideal untuk memudahkan proses pemurnian adalah 90° - 95°C. Temperatur yang terlal u rendah akan menyulitkan dalam proses pemisahan antara minyak dengan air sludge, sedangkan temperature yang terlalu tinggi akan menyebabkan mutu minyak yang dihasilkan kurang baik (Hutahean,2008).
Keberhasilan dari proses pemisahan atau pemurnian
minyak ini merupakan factor yang sangat menentukan terhadap produksi Crude Oil baik secara kuantitas maupun secara
kualitas. Proses pemurnian diawali dari hasil pressan ke
desanding tank melalui Crude Oil Gutter, kemudian dialirkan ke Vibre Screen dan kemudian ditampung di Crude Oil Tank di Stasiun Pressing. Crude Oil dari Crudge Oil Tank di pompakan 9
ke stasiun pemurnian ditampung di distribusi tank untuk dilakukan proses penjernihan lebih lanjut (Simanjuntak,2010). II.5.1 Tujuan Pemurnian
Tujuan dari pemurnian minyak kasar adalah agar
mendapatkan minyak dengan kualitas kadar air 0,2 % dan kotoran 0,04 % , sehingga dapat dipasarkan dengan harga yang layak (Pasaribu, 2004).
Minyak kasar yang diperoleh dari hasil pengempaan akan disalurkan menuju saringan getar (vibrating screen) untuk disaring, agar kotoran berupa serabut kasar tersebut disalurkan
ketangki penampungan minyak kasar (crude oil tank). Minyak kasar yang terkumpul di crude oil tank (COT) dipanaskan hingga 90° - 95° C. Menaikkan temperatur minyak sangat pen ting, artinya yaitu untuk memperbesar perbedaan berat jenis (BJ) antara minyak, air dan lumpur, sehingga sangat membantu saat proses pengendapan. Selanjutnya minyak dari crude oil tank dikirim ke tangki pengendap (vertical clarifier tank)
(Swastha,2000). 10
11
BAB III METODE PELAKSANAAN