• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1.1. Feminisme

Feminisme dan perempuan merupakan kesan yang muncul ketika membicarakan gender. Padahal keduanya hanya merupakan bagian dari gender itu sendiri. Berbicara feminism artinya membicarakan ideologi (bukan wacana) karena bersifat gabungan dari proses kegiatan mata, hati dan tindakan yaitu dengan menyadari, melihat, mengalami, adanya penindasan, hegemoni, diskriminasi, dan penindasan yang terjadi pada perempuan, mempertanyakan, menggugat, dan mengambil aksi untuk mengubah kondisi tersebut. Lihat Arimbi Heroepoetri dan R. Valentina, Percakapan Tentang Feminisme VS

Neoloberalisme, Jakarta: DebtWATCH, 2004, halaman 5-6. Dinamakan gerakan feminism (women) oleh karena adanya ketidakadilan yang dialami oleh perempuan. Tetapi kemudian makna feminism mengalami perluasan sesuai perkembangan zaman yaitu bukan hanya membela perempuan yang tertindas tetapi siapa saja yang mengalami ketidakadilan baik laki-laki meupun perempuan.

Istilah feminisme sering menimbulkan prasangka, hal ini pada dasarnya lebih disebabkan oleh kurangnya pemahaman mengenai arti feminisme yang sesungguhnya. Pandangan bahwa feminis datang dari barat adalah salah, tetapi istilah feminis dan konseptualisasi mungkin datang dari Barat bisa dibenarkan. Dari sisi etimologis, feminisme pada dasarnya adalah paham mengenai wanita. Namun, feminisme juga mengandung unsur gerakan. Dikatakan gerakan lantaran tujuan feminisme dimaksudkan supaya pengalaman, identitas, cara berpikir dan bertidak dilihat sama seperti kaum pria. Inilah yang dapat kita lihat dari gerakan feminisme dewasa ini yang menuntut kesetaraan di bidang politik, sosial, ekonomi, pendidikan dan budaya.

Catatan sejarah kaum perempuan telah memberikan sebuah kenyataan bahwa sejak dahulu perempuan menjadi anggota masyarakat yang lemah, tidak berdaya, bahkan menjadi yang ke-2 setelah kaum lelaki. Berbagai bentuk diskriminasi dan perlakuan yang tidak adil kerap diterima dalam kehidupan mereka. Diskriminasi dalam keluarga yang lebih mengutamakan lelaki, diskrimisnasi lingkungan, tidak adanya hak politik, permasalahan ekonomi dan lain sebagainya adalah beberapa wujud nyata dari posisi perempuan yang tidak menguntungkan. Berangkat dari kenyataan tersebut, muncullah beberapa gerakan-gerakan perempuan dengan isu anti diskriminasi. Gerakan kaum perempuan

dengan isu emansipasi dan persamaan hak serta penghapusan segala bentuk diskriminasi menjadi tuntutan mereka. Tuntutan inilah yang menjadi sebuah dasar dari gerakan perempuan pada saat ini yang lebih dikenal dengan istilah feminisme yang dalam PESADA (2010:2).

Selanjutnya, dalam memahami feminisme itu sendiri terdapat tiga istilah yang sering membingungkan yaitu Feminine, Feminist dan Feminism. Menurut Toril Moi (1985), Feminine diartikan sebagai kumpulan atribut yang ditujukan kepada jenis kelamin perempuan dan ini menjadi pusat kritik para peminist. Kamla Basin (1986) mengartikan feminist sebagai orang yang percaya mengenai adanya ketidak adilan terhadap perempuan dan berusaha melakukan sesuatu untuk meneranginya Sedangkan Rosemarie Tong (1989) mengartikan feminism sebagai segenap teori dan perspektif yang menjelaskan mengenai penindasan terhadap perempuan, mencari penyebabnya dan segenap konsekensinya serta menawarkan strategi untuk membebaskan perempuan dari penindasan tersebut dalam PESADA dvv Internasional (2009:17).

Munculnya gerakan kaum perempuan saat ini bermula dari gerakan perjuangan kaum perempuan yang disebut dengan feminisme pada awal abad ke-19. Tokoh yang paling terkenal pada gerakan kaum perempuan gelombang pertama pada saat itu adalah Mary Wollstencraft dengan bukunya Vindication of the Right of Women. Selanjutnya gerakan perempuan mulai meluas, sekitar tahun 60-an muncul pula gerakan kaum perempuan gelombang kedua dengan tokohnya Betty Friedan dan diterbitkannya buku dengan judul The Feminine Mystique yang

tersebut memunculkan teori-teori feminis. Dalam feminism terdapat empat aliran utama feminis, yaitu:

1. Feminis Liberal

Feminisme liberal bermula dari teori politik liberal dimana manusia secara individu menjunjung tinggi, termasuk didalamnya nilai otonomi, nilai persamaan dan nilai moral yang tidak boleh dipaksakan, tidak diindoktrinasikan dan bebas memiliki penilaian sendiri. Dasar pemikiran dari munculnya feminis liberal ini berawal dari kepercayaan bahwa sumber penindasan terhadap perempuan berakar dari hambatan hukum adat yang menghalangi kaum perempuan memasuki dunia publik. Menurut Humm (1992:181) feminis liberal ini bertujuan untuk mencapai kesetaraan secara hukum, politis dan sosial bagi perempuan. Selain itu, para feminis liberal beranggapan bahwa tujuan dari pembebasan perempuan adalah kesetaraan seksual dan keadilan gender.

Feminisme liberal sebagai turunan teori politik liberal, pada mulanya menentang diskriminasi perempuan dalam perundang-undangan, misalnya persamaan hak pilih, perceraian dan harta benda. Akan tetapi, feminisme liberal menolak teori liberal tradisional yang menyatakan bahwa hak adalah suatu pemberian yang didasarkan pada kemampuan rasio atau akal, sehingga yang rasionya rendah tidak pantas menerima hak. Reaksi keras diajukan feminisme liberal, bahwa ketidakmamupuan atau rasio disebabkan oleh lingkungan pendidikan yang seksis dan melestarikan ideologi gender. Hal ini jelas akan menghalangi semangat perempuan untuk berkompetisi pengembangan pemikiran rsionya. Dengan demikian

feminis liberal bertujuan ingin menciptakan struktur ekonomi dan politik yang adil dan menuntut adanya kesempatan yang sama bagi laki-laki dan perempuan dalam kancah politik.

2. Feminis Radikal

Aliran ini muncul setelah WF2 (adanya penindasan pada kaum perempuan dari sisi gender yang menimbulkan polemik dari kaum perempuan secara teknis.) Dalam analisis Wollstonecraft (1972, dalam A Vindication of The Rights of Woman) mengasumsikan bahwa hal yang membedakan laki dan perempuan dari sagi nalar dan moral. Salah satu aliran didalam feminisme ini adalah Feminis Radikal. Feminis radikal yang lahir pada era 60-70an pada dasarnya mempunyai 3 pokok pikiran sebagai berikut:

a) Bahwa perempuan mengalami penindasan, dan yang menindas adalah laki-laki. Kekuasaan laki-laki ini harus dikenali dan dimengerti, dan tidak boleh direduksi menjadi kekuasaan kapitalis, misalnya.

b) Bahwa perbedaan gender yang sering disebut maskulin dan feminin sepenuhnya adalah konstruksi sosial atau diciptakan oleh masyarakat, sebenarnya tidak atas dasar perbedaan alami perempuan dan laki-laki. Maka yang diperlukan adalah penghapusan peran perempuan dan laki-laki yang diciptakan oleh masyarakat di atas tadi.

c) Bahwa penindasan oleh laki-laki adalah yang paling utama dari seluruh bentuk penindasan lainnya, di mana hal ini menjadi suatu pola penindasan.

3. Feminis Sosialis

Sebuah faham yang berpendapat "Tak Ada Sosialisme tanpa Pembebasan Perempuan. Tak Ada Pembebasan Perempuan tanpa Sosialisme". Feminisme sosialis berjuang untuk menghapuskan sistem pemilikan. Lembaga perkawinan yang melegalisir pemilikan pria atas harta dan pemilikan suami atas istri dihapuskan seperti ide Marx yang menginginkan suatu masyarakat tanpa kelas, tanpa pembedaan gender.

Feminisme sosialis muncul sebagai kritik terhadap feminisme Marxis. Aliran ini hendak mengatakan bahwa patriarki sudah muncul sebelum kapitalisme dan tetap tidak akan berubah jika kapitalisme runtuh. Kritik kapitalisme harus disertai dengan kritik dominasi atas perempuan. Feminisme sosialis menggunakan analisis kelas dan gender untuk memahami penindasan perempuan. Ia sepaham dengan feminisme marxis bahwa kapitalisme merupakan sumber penindasan perempuan. Akan tetapi, aliran feminis sosialis ini juga setuju dengan feminisme radikal yang menganggap patriarkilah sumber penindasan itu. Kapitalisme dan patriarki adalah dua kekuatan yang saling mendukung. Seperti dicontohkan oleh Nancy Fraser di Amerika Serikat keluarga inti dikepalai oleh laki-laki dan ekonomi resmi dikepalai oleh negara karena peran warga negara dan pekerja adalah peran maskulin, sedangkan peran sebagai

konsumen dan pengasuh anak adalah peran feminin. Agenda perjuangan untuk memeranginya adalah menghapuskan kapitalisme dan sistem patriarki. Dalam konteks Indonesia, analisis ini bermanfaat untuk melihat masalah-masalah kemiskinan yang menjadi beban perempuan.

4. Feminis Marxis

Aliran ini memandang masalah perempuan dalam kerangka kritik kapitalisme. Asumsinya sumber penindasan perempuan berasal dari eksploitasi kelas dan cara produksi. Teori Friedrich Engels dikembangkan menjadi landasan aliran ini status perempuan jatuh karena adanya konsep kekayaaan pribadi (private property). Kegiatan produksi yang semula bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sendri berubah menjadi keperluan pertukaran (exchange). Laki-laki mengontrol produksi untuk exchange dan sebagai konsekuensinya mereka mendominasi hubungan sosial. Sedangkan perempuan direduksi menjadi bagian dari property. Sistem produksi yang berorientasi pada keuntungan mengakibatkan terbentuknya kelas dalam masyarakat borjuis dan proletar. Jika kapitalisme tumbang maka struktur masyarakat dapat diperbaiki dan penindasan terhadap perempuan dihapus. Kaum Feminis Marxis, menganggap bahwa negara bersifat kapitalis yakni menganggap bahwa negara bukan hanya sekadar institusi tetapi juga perwujudan dari interaksi atau hubungan sosial. Kaum Marxis berpendapat bahwa negara memiliki kemampuan untuk memelihara kesejahteraan, namun disisi lain, negara bersifat kapitalisme yang menggunakan sistem perbudakan kaum wanita sebagai pekerja.

Dokumen terkait