• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.2. Teori Konflik

Sebelum mengurai tentang teori konflik, terlebih dahulu kita mengurai arti konflik tersebut. Konflik berasal dari kata kerja Latin yaitu configere yang mengandung arti saling memukul. Sementara secara sosiologis konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih, dimana satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Selanjutnya, Gunawan wiradi yang di acu dalam catatan ringkas Ridha Wahyuni Penelitian Mengenai Konflik Agraria (2013:1) berpendapat bahwa konflik selalu menjadi pusat perhatian dalam ilmu-ilmu sosial, berskala luas dan dampaknya juga luas.

Dilihat dari dampak konflik yang terjadi, para ahli telah mengemukakan jenis-jenis konflik yang timbul dalam masyarakat. Salah satunya menurut Wirawan (2010) yang di acu oleh Yumi dkk (2012:8) mengemukakan beberapa jenis konflik ditinjau dari berbagai aspek:

1. Aspek subyek yang terlibat dalam konflik

a. Konflik personal adalah konflik yang terjadi dalam diri seseorang karena harus memilih dari sejumlah alternatif pilihan;

b. Konflik interpersonal adalah konflik yang terjadi antar personal dalam suatu organisasi, dimana pihak-pihak dalam organisasi saling bertentangan;

c. Konflik of interest berkembang dari konflik interpersonal dimana para individu dalam organisasi memiliki interest yang lebih besar dari interest organisasi, sehingga mempengaruhi aktivitas organisasi.

2. Aspek substansi konflik

a. Konflik realistis yaitu konflik dimana isu ketidak sepahaman/ pertentangan terkait dengan substansi/obyek konflik sehingga dapat didekati dari dialog, persuasif, musyawarah, negosiasi ataupun voting;

b. Konflik non realistis adalah konflik yang tidak ada hubungan dengan substansi/obyek konflik, hanya cenderung mau mencari kesalahan lawan baik dengan cara kekuasaan, kekuatan, agresi/paksaan.

3. Aspek keluaran

a. Konflik konstruktif yaitu konflik dalam rangka mencari danmendapatkan solusi;

b. Konflik destruktif yaitu konflik yang tidak menghasilkan atau tidak berorientasi pada solusi, mengacaukan, menang sendiri dan hanya saling menyalahkan.

4. Aspek bidang kehidupan

Konflik bidang kehidupan antara lain bidang ekonomi, termasuk SDA merupakan konflik yang terjadi lebih dipicu oleh keterbatasan sumber daya alam, manusia cenderung berkembang dan terjadi perebutan atas akses ke sumber ekonomi, perebutan penguasaan atas sumber-sumber eknomi dan dapat saja memicu konflik-konflik bidang kehidupan lainnya yaitu konflik sosial, politik dan budaya.

Pada sumber yang sama, sumber konflik menurut Suporahardjo (2000) adalah adanya perbedaan, dan perbedaan tersebut bersifat mutlak yang artinya secara obyektif memang berbeda. Perbedaan tersebut dapat terjadi pada tataran antara lain: (1) perbedaan persepsi; (2) perbedaan pengetahuan;(3) perbedaan tata nilai; (4) perbedaan kepentingan; dan (5) perbedaan pengakuan hak kepemilikan (klaim).

Lebih lanjut berbicara mengenai teori konflik, menurut Marx yang di acu oleh Janu Murdiatmoko (2000:39) konflik bermula ketika dalam masyarakat terdapat dua kelompok kelas yaitu kelas yang mempunyai kepentingan untuk mempertahankan sistem sosial dan kelas yang mempunyai kepentingan untuk mengubahnya. Dalam hal ini berkaitan dengan kaum borjuis sebagai yang mempertahankan dan kaum ploletar yang ingin mengubah. Ketegangan yang terjadi antar dua kelas ini menurut Marx menyangkut sistem produksi yang terjadi pada saat itu. Munculnya kesadaran dalam diri kaum ploletar yang menyangkut ekploitasi terhadap diri mereka mendorong terbentuknya gerakan sosial besar. Gerakan ini memunculkan konflik antara dua kelas yang saling bertikai. Sejalan

dengan penjelasan Marx di atas, Dahrendrof yang di acu oleh Lasarus Jemahat (2011:74) berkesimpulan bahwa konflik yang terjadi dalam masyarkat dikarenakan adanya perbedaan otoritas, kepentingan dan wewenang antara kelompok superordinat dan subordinat. Dimana kelompok superordinate selalu mempertahankan status sosial sedangkan subordinat cenderung iangin mengubahnya .

Coser yang di acu oleh Novri Susan (2009:54) memberikan perhatian terhadap asal muasal konflik tersebut yang bersumber pada keagresifan atau permusuhan dalam diri orang. Perilaku permusuhan inilah yang menyababkan masyarakat mengalami konflik. Selain itu, Coser membedakan dua tipe dasar konflik yaitu konflik realistis dan non realistis. Konflik realistis menurut Coser memiliki sumber yang konkret atau bersifat material, seperti perebutan sumber ekonomi atau wilayah. Sedangkan konflik nonrealistis didorong oleh keinginan yang tidak rasional dan cenderung bersifat ideologis, konlik seperti ini biasanya terjadi antar agama, antaretnis dan lain sebagainya.

Salah satu pengertian konflik dikemukakan oleh Johnson dan Dunker (1993) yang di acu oleh Mitchell (2000) konflik adalah pertentangan antara banyak kepentingan, nilai, tindakan atau arah serta merupakan bagian yang menyatu sejak kehidupan ada. Karenanya konflik merupakan sesuatu yang tidak terelakkan yang dapat bersifat positif atau bersifat negatif.

2.2.1. Faktor-faktor Konflik

1. Perbedaan individu yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.

Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur. 2. Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk

pribadi-pribadi yang berbeda.

Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.

3. Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda.

Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda.

4. Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada.

Dokumen terkait