• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tahun 2000, MUI mengubah asas menjadi Islam, menyusul keputusan MPR di bawah Amien Rais yang mengoreksi kebijakan asas tunggal Pancasila. Sejak itu MUI lebih mengambil jarak terhadap kekuasaan dan menyatakan sikap lebih membela kepentingan Islam dengan formulasi khadim al-ummah yang berarti menjadi pelayan umat (Majelis Ulama Indonesia, 2000, 12-15). Seiring transformasi MUI, sejumlah ormas fundamentalis-radikal mencoba melakukan penetrasi, mendesak bergabung dalam MUI. Baru pada tahun 2005 MUI bersikap lunak. Sebagai payung besar Islam, MUI merangkul tokoh-tokoh serta ormas-ormas fundamental radikal dalam rangka moderasi sekaligus memberi arahan agar semua ormas dapat berjalan di dalam koridor Islam. Bersama dengan akomodasi tokoh-tokoh radikal, di dalam MUI sendiri duduk tokoh-tokoh berpandangan konservatif. Pertemuan arus konservatif dan arus radikal membawa perubahan-perubahan mendasar dalam kultur institusi MUI.

2.1 Tokoh-Tokoh Konservatif Berpengaruh

Konservatif sesungguhnya merujuk pada semangat mempertahankan kemurnian ajaran atau puritanisme. Sebutan konservatif untuk ulama memang debatable sekaligus problematis. Sebagai “pengawal” agama, ulama memang harus memelihara kemurnian ajaran. Pada titik itu, pemahaman dan pandangan-pandangan ulama diterima publik secara beragam. Apa yang menurut kalangan tertentu moderat, oleh kalangan lain dianggap konservatif atau justru progresif liberal. Lebih problematis lagi karena tokoh yang disebut

25Hard power merupakan metode penanganana terorisme atau lebih luas radikalisme melalui pendekatan militerisitik atau pendekatan keamanan sedangkan soft poweradalah model pendekatan persuasif sosial, politik, ekonomi dan budaya.

konservatif dalam isu-isu tertentu justru sangat moderat bahkan progresif dalam isu-isu lainnya. Mereka umumnya ulama sepuh yang pandangan-pandangannya berpengaruh di dalam MUI.

Din Syamsuddin. Dalam The 500 Most Influential Muslims in The World yang diterbitkan The Royal Islamic Strategic Studies Centre (RISSC), Din Syamsuddin terposisi pada urutan 35 dari 500 tokoh Islam dunia paling berpengaruh. Ia disebut sebagai tokoh yang membawa Muhammadiyah ke jalur lebih konservatif dengan penegasan pada ijtihad dan hadits (Esposito: 2009). Terpilihnya Din dalam Muktamar ke 45 Muhammadiyah juga disebut-sebut sebagai kemenangan kaum konservatif (Bush dan Rachman, 2014). Din juga dipersepsikan sebagai tokoh konservatif atas reaksinya terhadap sejumlah persoalan yang melibatkan prinsip-prinsip Islam. Pasca serangan Al-Qaeda, 11 September 2001, Din menyatakan sikap keras terhadap Amerika hingga memberi andil bagi meluasnya radikalisme di Indonesia (Hefner, 2002). Ia juga memiliki peran dalam dukungan pengesahan Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) tahun 2003 dan Rancangan Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi (RUU APP) tahun 2008. Menjelang pilpres 2004 Din sangat keras menolak capres perempuan.

Tetapi Din Syamsuddin tidak sepenuhnya konservatif. Ia dalam beberapa isu justru sangat progresif. Ulil Abdalah, tokoh JIL (Jaringan Islam Liberal) yang sering berseberangan pandangan dengan kelompok konservatif menyebut Din sejak awal memang moderat bahkan progresif, terlihat antara lain dalam sikapnya menolak fatwa sesat Sy’ah dan fatwa haram bunga bank.26 Sebuah sumber di lingkup MUI mengatakan bahwa di masa mudanya Din Syamsuddin sesungguhnya adalah seorang NU moderat. Sejak menyeberang ke Muhammadiyah, pandangan-pandangan moderatnya semakin kuat.27

Perubahan Din Syamsuddin dibenarkan Frans Magniz Suseno. Din menurutnya, sejak lama telah mengambil sikap terbuka dan moderat. Sejak menjadi Ketua Muhammadiyah tahun 2005, Din bersikap lebih terbuka terhadap Amerika dan berbicara positip mengenai keturunan Tiong Hoa. Din juga membangun komunikasi dengan komunitas Budha dan banyak mendukung pembangunan gereja-gereja. Din memberikan perkembangan positip di dalam Muhammadiyah, khususnya di tahun-tahun terakhir Amien Rais.28

Sejumlah kalangan menghubungkan transformasi Din Syamsuddin dengan sosoknya yang sangat politis dan fasih memanfaatkan isu-isu Islam. Secara politis, persepsi publik terhadap Din Syamsuddin memang berubah. LSI (Lembaga Survey Indonesia) yang merilis hasil survey tahun 2008 memperlihatkan sentimen publik pada sosok Din yang semakin positip. LSI bahkan mengumumkan bahwa Din pantas mendampingi SBY sebagai cawapres. SBY sendiri pernah melempar signal menggandeng Din menjadi cawapres (Tempo, 26 April 2009). Megawati juga menyebut salah satu calon wakilnya untuk bertarung dalam pilpres 2009 adalah Din (Tempo, 2 November 2008).

Ma’ruf Amin. Ia merupakan kyai kharismatik dengan akar pesantren yang kuat serta sangat konsern pada metode dan khazanah pemikiran Islam klasik. Ia juga politisi yang fasih memainkan isu-isu Islam di ranah negara. Dengan kharisma seperti ini Ma’ruf Amin sering dipandang konservatif meski tidak radikal. Konservatisme Ma’ruf Amin, menurut Ahmad Su’adi lebih dimaksudkan sebagai figur yang fiqih yang berjuang sedapat

26Wawancara dengan Ulil Absahara Abdala, tokoh Jaringan Islam Liberal (JIL).

27Seperti disampaikan dalam wawancara dengan Dr. Mafri Amir, Wakil Ketua Komisi Kerukunan Antar Umat Beragama MUI.

mungkin agar prinsip Islam diakomodasi negara. Meski demikian pandangan Ma’ruf Amin tidak dalam kerangka mengislamkan negara.29

Tetapi Ma’ruf Amin disebut sebagai pihak yang paling bertanggungjawab atas fatwa-fatwa MUI. Sepanjang Ma’ruf Amin menduduki jabatan Ketua Komisi Fatwa, Wahid Institute mengeritik MUI kurang toleran terhadap isu-isu plural dan hak-hak minoritas (Republika.co.id. 22 Januari 2014). Sekjen Indonesian Committee of Religions for Peace (ICRP) Thoephilus Bella, juga menyebut Ma’ruf Amin mengabaikan semangat pluralisme dengan mengeluarkan fatwa haram umat Islam mengucapkan Salam Natal. Dalam pro kontra Ahmadyah, ia berpandangan bahwa Ahmadiyah “menyimpang dari hukum dan standar cara berpikir,”menganjurkan Ahmadiyah dibubarkan (Tribunnews.com, 18 Februari 2011) dan menulis surat kepada SBY untuk pembubaran Ahmadiyah (Tempo, 22 Juni 2008).Ma’ruf Amin memiliki peran penting dalam desakan pengesahan RUU Sisdiknas tahun 2003 dan RUU APP tahun 2008.

Meski disebut konservatif, Ma’ruf Amin dalam sejumlah isu terlihat moderat. Dalam pro kontra tilawah berlanggam Jawa yang dipromosikan kelompok Islam Nusantara, Ma’ruf Amin yang biasanya sangat menjaga prinsip-prinsip Islam dan berseberangan dengan tren liberal, tidak mempersoalkan langgam yang digunakan sejauh tajwid dan makharijul (huruf) benar dan tidak mengubah makna. Ia juga sangat positip menerima wacana Islam Nusantara, meski dalam waktu hampir bersamaan ia disebut terlalu konservatif menyikapi isu Gafatar, LGBT (Lesby, Gay, Bisexual, Transgender) dan busana halal.30

Yunahar Ilyas. Mempertegas pernyataan Nurcholis Madjid semasa hidup bahwa Muhammadiyah telah berhenti menjadi organisasi pembaharu, Dawam Rahardjo mengatakan bahwa fenomena itu antara lain dipengaruhi padangan sejumlah tokoh, di antaranya Yunahar Ilyas.31Dalam hal fatwa sesat Ahmadyah, Yunahar Ilyas termasuk salah satu pendukung keras. Tetapi ia menolak disebut berpandangan konservatif. Guru Besar IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini menegaskan bahwa dari sisi aqidah ia menolak liberalisme, konservatisme, dan relativisme agama; .tetapi dari sisi muamalat, ia menyatakan menerima perubahan dan mengakui adanya relativitas modernisasi. Islam, menurutnya, memberikan prinsip itu.32

Amidhan Shabera. Ia salah satu tokoh yang nyaring mempertahankan prinsip bahwa usia perempuan menikah sesuai syariah adalah 16 tahun dan karena itu menolak niat PBNU merevisi usia minimal perempuan menikah menjadi 18 tahun. UU Perkawinan No. 1 Tahun 1997 yang menetapkan usia minimal perempuan menikah 16 tahun, menurutnya sudah sesuai fiqih.33Ia juga merupakan salah satu petinggi MUI yang

29Dr. Ahmad Su’adi, Direktur Ekseskutif Wahid Institute, melihat bahwa pandangan yang sama diperlihatkan Ma’ruf Amin dalam NU. Sejumlah pemikirannya dalam forum NU masih mencerminkan karakternya yang konservatif.

30Menurut Ulil Abdalah, Ma’ruf Amin memiliki peran dalam fatwah sesat Gafatar sehingga kelompok ini menjadi sasaran persekusi. Ma’ruf Amin juga mengusulkan agar ada label halal untuk produk-produk non makanan seperti sepatu, baju. Sementara dalam kedudukannya sebagai Roys Am PBNU ia mengusulkan undang-undang untuk mendiskriminasi orang-orang LGBT. 31Adhian Hussaini, Yunahar Ilyas dan juga Godwill Zubair yang merupakan tokoh pentolan paham fundamentalisme disebut memiliki pengaruh terhadap fundamentalisme Muhammdyah.

http://muhammadiyahstudies.blogspot.co.id/2010/11/membaca-shofan-membaca-masa-depan.html 32http://nasional.inilah.com/read/detail/644221/yunahar-ilyas-bantah-konservatif

33UU Perlindungan Anak mensyaratkan usia minimum perkawinan bagi perempuan 18 tahun dan BKKBN menyarankan usia tahun. Ketua Umum PBNU, KH Saiq Aqil Siraj mengusulkan revisi

mendorong parlemen mengesahkan RUU APP di tengah gelombang protes kalangan minoritas (Hidayatullah.com, 25 September 2009). Tahun 2012, ia mengeritik sejumlah pejabat negara yang menghadiri peringatan kemerdekaan Israel di Singapura.34

Mendukung sikap MUI menolak pagelaran Miss World di Indonesia, Ketua Bidang Perekonomian dan Produk Halal MUI ini mengatakan bahwa penyelenggaraan Miss World merupakan budaya barat yang sekuler, liberal dan kapitalis.35 Amidhan juga menganjurkan umat Muslim tidak mengucapkan Salam Natal dan tidak ikut merayakan ritual Natal.36

Seperti semua yang lain, Amidhan juga tidak sepenuhnya konservatif. Beberapa pandangannya sangat moderat. Menyikapi kasus pelecehan al-Qur’an oleh umat Kristen Amerika tahun 2010, Amidhan meminta umat Islam tidak merespon tindak perobekan Al-Quran itu secara anarkis.37 Di tengah pro kontra pemimpin non Muslim, Amidhan memiliki pandangan sangat moderat bahkan progresif. Menurutnya, kalau umat Muslim dihadapkan pada dua pilihan dimana salah satunya adalah calon pemimpin Muslim tapi zalim dan satunya lagi calon pemimpin non-Muslim yang memang terbukti adil, Amidhan menganjurkan umat Muslim memilih pemimpin adil.38

2.2 Tokoh-tokoh Radikal

Radikal dimaksudkan sebagai pandangan dan cara berpikir linear, antiplural dan berpotensi meniadakan yang lain. Radikal juga dimaksudkan sebagai ideologis, merujuk pada semangat menentang demokrasi dan menggantinya dengan Islam. Dalam hal ini tokoh-tokoh radikal kerap disebut garis keras. Dalam website MUI, terlihat sejumlah tokoh berpandangan radikal menduduki posisi penting dalam kepengurusan periode 2005-2010.39

Husein Umar. Ia masuk jajaran dewan penasihat MUI. Husein adalah mantan Ketua DDII,40organisasi dakwah bentukan Muhammad Natsir yang konsern memperjuangkan penerapan syariah. Ia kerap menegaskan bahwa medan dakwah harus dilihat sebagai medan pertarungan ideologi. Dalam berbagai kesempatan ia mengeritik fenomena memudarnya komitmen ideologis para ulama. Husein merupakan salah satu tokoh yang amat mengkhawatirkan bahaya Kristenisasi. Kekhawatiran ini menjelaskan mengapa ia sangat getol memperjuangkan pengesahan UU Sisdiknas 2003 selain aktif dalam perjuangan pengesahan UU Pornografi 2008.41

usia minimal perempuan menikah menjadi 18 tahun dengan alasan batasan 16 tahun sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan jaman dikaitkan dengan ekses negatif yang ditimbulkan terhadap kaum perempuan yang menikah di bawah usia 18 tahun. Usia 21 tahun sebagaimana diusulkan BKKBN dinilai terlalu terlambat.

34https://kabarnet.in/2012/05/01/pengkhianat-sejumlah-tokoh-indonesia-hadiri-hut-israel/

35http://ahmad.web.id/sites/riforri/riforri/2013/09/ekspor-dangdut-vs-impor-miss-world.html

36http://ainuttijar.blogspot.co.id/2012/12/natal-pengamanan-hingga-kontroversi.html

37http://ftp.unpad.ac.id/koran/korantempo/korantempo_2010-09-13.

38http://indonesia.ucanews.com/2012/08/08/mui-umat-islam-boleh-pilih-pemimpin-non-muslim/

39Dalam SK No. 435a/MUI/IX/2005 dan Kep-435b/MUI/IX/2005 mereka diangkat sebagai pejabat MUI. Adhian Hussaini masuk MUI lebih awal, yaitu sekitar tahun 2000, atas undangan Sekretaris Jendral MUI saat itu, Din Syamsuddin (Ichwan, 2014).

40Bersama sayap konservatifnya yakni KISDI yang didirikan tahun 199an, DDII menarik perhatian dengan demonstrasi gencarnya melawan kebijakan Israel terhadap Palestina, serangan Serbia terhadap Bosnia dan isu-isu sejenisnya. Kegeraman KISDI terutama ditujukan kepada media dan lembaga Indonesia yang kebanyakan dimiliki kaum Kristen yang ia tuduh menghina Islam atau tidak cukup peka terhadap sudut pandang Islam. Lihat (Bruinessen, 2014: 80).

41 http://hizbut-tahrir.or.id/2007/04/01/ketua-ddii-kh-husein-umar-ulama-kita-banyak-yang-pragmatis/

Adhian Hussaini. Ia masuk MUI sebelum 2005, juga dari latar ormas DDII. Adhian Hussaini adalah tokoh penting INSISTS (Institute for The Study of Islamic Thought and Civilization),42sebuah lembaga kajian yang didirikan oleh Syed Naquib Al-Attas, lulusan ISTAC (Institute for Islamic Thought and Civilization)di Malaysia. INSISTS dimana Hussaini bergabung memiliki minat tinggi dalam “Islamisasi ilmu pengetahuan” dan gigih menentang “orientalisme” serta dugaan konspirasi Barat.43 Di tengah perdebatan tentang Perda syariah, Hussaini melontarkan pernyataan mengejutkan. Ia berpendapat bahwa daripada memperlihatkan fobia terhadap Islam, lebih baik orang Kristen dan penganut agama lainnya memperjuangkan hukum agamanya sendiri (Republika, 15 Juni 2006; Antara News, 25 July 2006). Adhian Hussaini yang dikenal anti dialog,44 dipercaya menduduki jabatan sebagai Wakil Ketua Komisi Hubungan Antar Agama MUI Pusat.

Selain Hussaini, Muhammad al-Khattath juga memainkan peran sentral. Ia adalah tokoh penting HTI yang kemudian menjadi pemimpin terkemuka FUI (Forum Umat Islam). Muhammad al-Khattath adalah tokoh yang bersama Ketua Komisi Fatwa MUI, KH Ma’ruf Amin, menandatangani maklumat “perang terhadap segala bentuk pornografi dan pornoaksi yang merusak akhlak bangsa”. Maklumat ini mendasari aksinya sebagai koordinator perlawanan terhadap majalah “pria internasional” Playboy, ketika edisi Indonesianya terbit perdana pada April 2006. Oleh MUI, ia didapuk sebagai Wakil Sekretaris Komisi Dakwah.

Ahmad Cholil Ridwan juga direkrut MUI sebagai Ketua Bidang Seni dan Budaya. Alumni Universitas Islam Madinah, Arab Saudi ini mengharamkan umat Islam memberi hormat kepada bendera dan menyanyikan lagu kebangsaan yang menurutnya bertentangan dengan tauhid. Menurut Cholil Ridwan, hanya Allah yang boleh diagungkan. Memberi hormat kepada bendera merupakan perbuatan bid’ah, syirik, maksiat dan kafir (Voa Islam, edisi 109 18 Maret-1 April 2011). Cholil juga menegaskan bahwa untuk sementara, umat Islam bisa memanfaatkan demokrasi dan Pancasila. Kelak, Pancasila dan Demokrasi dapat ditanggalkan dan diganti dengan syariah Islam.45

Ismail Yusanto adalah juru bicara HTI. Ia gencar menyerukan umat Islam untuk bersatu dan mengembalikan kehidupan Islami dengan jalan menegakkan khilafah Islamiyah. Ia juga menegaskan bahwa HTI menolak demokrasi, karena demokrasi berarti kedaulatan di tangan rakyat sementara HTI meyakini kedaulatan di tangan Allah. Memperkirakan momentum berdirinya khilafah sebagaimana dicita-citakan HTI, Direktur SEM Intitute (Shyariah and Economic Management Institute) ini merujuk laporan konferensi NIC (National Intelligence Council) 2005 yang memuat pernyataan analis Barat bahwa Khilafah bisa berdiri tahun 2020 (Eramuslim.com, 26 Juni 2011). Ismail Yusanto dipercaya MUI sebagai Wakil Ketua Komisi Penelelitian dan Penembangan MUI.

42INSISTS berbeda dari INSIST (Indonesian Society for Social Transformation), sebuah LSM pembangunan dan

advokasi yang condong ke kiri (Bruinessen, 2014: 85). 43www.insistnet.com

44Narasumber MUI (3) menyatakan bahwa sepanjang menjadi Wakil Ketua Komisi Hubungan Antar Agama MUI, Adhian Hussani menolak masuk ke rumah ibadat agama lain dan enggan memenuhi rapat-rapat yang menghadirkan perwakilan agama lain

45http://www.voa-islam.com/read/indonesiana/2011/06/06/15146/khcholil-ridwandemokrasi pancasila-sebagai-tumpangan-sementara/#sthash.exh0pXAM.dpuf

Amin Djmaluddin yang dipercaya sebagai anggota Komisi Penelitian dan Pengembangan MUI, dengan keras menyerang Ahmadiyah yang disebutnya sebagai pembajak Qur’an (2000). Ia juga mengecam Ahmadiyah baik faksi Lahore maupun Qadian sebagai penoda Islam (2007). Ia mengumumkan bahwa Ahmadiyah adalah pengkhianat Islam dan Mirza Ghulam Ahmad disebutnya sebagai pendusta dan pengkhianat (2010). Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam (LPPI) yang dipimpinnya merupakan penyerang utama minoritas Ahmadyah. Tahun 2005, LPPI bergabung bersama FPI melakukan serangan fisik terhadap kompleks bangunan Ahmadiyah di Parung, Bogor (Bruinessen, 2014: 76).

Selain tokoh, arus kedua ini cukup berpengaruh karena menyertakan ormas dan forum yang disebut radikal bergabung di bawah payung MUI. Di antara 60-an (69-70) ormas yang bergabung, Front Pembela Islam (FPI), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan Majelis Mujahiddin Indonesia (MMI) memiliki pengaruh kuat karena tokoh-tokohnya “bersuara keras” dalam MUI. MUI juga mengakomodasi forum-forum yang pertemuan-pertemuannya menghadirkan FPI, HTI, MMI, di antaranya FUI (Forum Ukhuwah Islamyah) FUI (Forum Umat Islam), FUUI (Forum Ulama Umat Islam) dan KUII (Kongres Umat Islam Indonesia).

3.TEMUAN DAN PEMBAHASAN