• Tidak ada hasil yang ditemukan

Wawancara ketiga dilakukan dengan cara focus group discussion (FGD). FGD dilakukan agar para informan saling bertukar informasi dan menyatakan pendapatnya. FGD dibuka dengan menontonkan tayangan Jodha Akbar episode 193 dan 310.

Gambar 4.7 Jodha memikirkan rakyat yang miskin Sumber: Olahan Peneliti, 2015

Episode 193 merupakan kisah mengenai pemilihan kepala ratu dalam kerajaan. Jodha diceritakan memilih dirinya sendiri dalam pemilihan kepala ratu karena ia memikirkan rakyatnya yang miskin dan membutuhkan keadilan.

Gambar 4.8 Jodha membebaskan Haibar Sumber: Olahan Peneliti, 2015

Sedangkan episode 310 bercerita tentang Jodha melepaskan Haibar dari hukuman yang sudah ditetapkan oleh Jalal. Tanpa sepengetahuan Jalal, Jodha melepaskan tahanan, yaitu raksasa Haibar.

Kedua episode ini dipilih oleh informan karena menunjukkan pribadi Jodha yang bertolak belakang, yaitu menurut pada perintah Jalal dan bertindak diluar perintah Jalal. Setelah menonton tayangan tersebut, perserta FGD saling berdiskusi mengenai pertanyaan yang diajukan oleh peneliti.

Diskusi dibuka mengenai apakah yang dimaksud tentang gender. Ningsih mengatakan bahwa gender adalah jenis kelamin. Namun, pada saat itu Gaby dan Tono menjelaskan pada Ningsih bahwa gender adalah sesuatu yang berbeda dari jenis kelamin. Gaby mengatakan bahwa gender adalah peran yang melekat dengan stereotipe, sedangkan Tono mengatakan gender adalah hal yang membedakan antara perempuan dan laki - laki. Gaby melihat gender seorang laki - laki sebagai sosok yang lebih kuat dari perempuan, selalu bekerja, sedangkan perempuan selalu di rumah. Ningsih juga setuju dengan apa yang dikatakan Gaby. Tono mengatakan dahulu perempuan diaggap tidak sepadan dengan laki - laki.

Menurut Ningsih, perbedaan dari gender akan mempengaruhi image perempuan dalam sehari - harinya. Ningsih memeberi contoh misalnya seorang perempuan yang gagal dalam karirnya maupun pendidikan akan selalu berpikir bahwa pada akhirnya seorang perempuan akan berada di dapur dan di rumah. Hal tersebut juga disetujui oleh Gaby, ia tidak setuju dengan stereotipe yang ada. Namun baik Gaby dan Ningsih tidak ada yang dirugikan. Tono menggambarkan laki - laki harus menjadi yang utama, perempuan tidak boleh menjadi pemimpin misalnya mejadi gembala di gereja. Tono mengatakan perempuan adalah pihak yang dirugikan.

Media massa tidak menggambarkan keadilan sepenuhnya bagi Gaby. Sebab Gaby menyontohkan banyak iklan - iklan yang menggambarkan perempuan bekerja di rumah, harus merawat anak. Tidak sepenuhnya seperti yang ada dalam kehidupan nyata sehari - hari. Dalam media massa laki - laki digambarkan sebagai sosok yang berkerja di luar. Tetapi menurut Gaby ada pula laki - laki yang merawat anak di rumah dalam kehidupan nyata. Sedangkan menurut Ningsih dan Tono, media massa sudah menggambarkan keadilan dan kesetaraan. Meskipun Ningsih mengatakan laki - laki digambarkan sebagai sosok yang kuat, siap menolong bagi kaum yang lemah,

suka mengganggu perempuan karena kuat dan perempuan digambarkan sebagai sosok yang mendapat pertolongan, tetapi ada juga yang menggambarkan perempuan bekerja. Tidak semua laki - laki digambarkan bekerja dan perempuan di rumah.

Bagi Tono secara umum peran laki - laki adalah kepala keluarga, imam. Menurut Ningsih, peran laki - laki adalah bertanggung jawab atas keluarga, mengayomi istri dan anak, memberi kasih sayang, memberi motivasi, memberi jalan keluarm dan memberi saran serta masukkan saat dalam masalah. Sedangkan menurut Gaby peran utama laki - laki adalah melindugi perempuan, mencari nafkah, dan menjadi kepala keluarga. Di satu sisi, peran utama perempuan menurut Gaby adalah membantu laki - laki, memberi masukkan dan mengarahkan ke arah yang benar, demikian juga yang dikatakan Ningsih. Tono mengatakan peran utama perempuan adalah menjadi manager rumah tangga, sebagai penolong bukan perongrong.

Dalam serial film Jodha Akbar, Jodha digambarkan sebagai sosok yang tidak egois dan selalu punya rasa kasihan menurut Gaby. Bagi Tono Jodha merupakan istri yang idea bagi raja, Jodha tidak cantik tetapi menarik, beriman, memiliki prinsip kenbenaran, memiliki kasih, tegas, dan berani. Nigsih mengatakan Jodha memiliki inner beauty yang dijelaskan oleh Tono. Namun, bagi Ningsih Jodha seringkali tidak memberi kesempatan pada suaminya. Jodha juga mengambil keputusan tanpa sepengetahuan suaminya karena rasa kemanusiaan yang terlalu tinggi sehingga memakai cara sendiri tanpa berunding. Gaby dan Ningsih tidak setuju dengan sosok Jodha yang demikian. Gaby dan Ningsih sepakat bahwa Jodha harusnya berdiskusi dahulu sebelum mengambil keputusan dan memberi kesempatan pada suaminya untuk bertindak.

Peran gender perempuan dalam Jodha Akbar dilihat Tono sebagai istri yang baik dan sepadan. Bagi Gaby peran gender digambarkan sebagai istri yang tunduk pada suaminya, sering memberi masukkan, bernegosiasi untuk mencapai keputusan. Ningsih berpendapat peran gender digambarkan sebagi penolong, pendamping suami, menghormati keputusan yang diambil suami. Tono setuju bahwa posisi laki - laki dan perempuan sepadan dan sejajar. Tetapi berbeda dengan Gaby yang mengatakan

bahwa laki - laki dan perempuan sebagiknya tidak sejajar. Namun di dalam kehidupan sehari - hari mereka menjalani kesejajaran dalam kehidupan persahabatan.

Dua dari informan tidak terlalu memahami mengenai kebudayaan India. Hanya informan kedua yaitu Tono yang sedikit memahami mengenai kebudayaan India. Tono mengerti sebab ia pernah bertemu langsung dengan orang India yang bercerita kepadanya. Sedangkan Gaby dan Ningsih hanya mengerti kebudayaan India dari tayangan Jodha Akbar yang mereka tonton. Gaby dan Ningsih melihat kebudayaan India sebagai kebudayaan yang seluruh keputusan pemerintahan diambil oleh raja dan rakyat tunduk. Raja memiliki peran besar dalam perkembangan India. Setelah berdiskusi dengan Tono, Ningsih menambahkan India memiliki ciri khas sendiri dalam mempertahankan budayanya. Sebab menurut Tono India berpegang teguh pada adat dan kepercayaan serta memiliki banyak dewa untuk disembah.

Bila dibandingkan dengan film Amerika, Hollywood, ketiga informan sepakat bahwa perfilman di India dan Amerika menggambarkan perempuan yang sama. Penggambaran tersebut antara lain perempuan sebagai pahlawan, tidak selalu dibawah laki - laki,kuat, tidak terus digambarkan lemah, masih dihargai. Tono mengatakan perempuan walaupun tidak disetarakan namun tetap dilibatkan. Berbeda dengan tanggapan ketiga informan mengenai penggambaran perempuan di film Indonesia.

Dalam film atau sinetron Indonesia, baik Gaby, Ningsih, dan Tono mengatakan hal yang serupa. Perempuan dalam tayangan di Indonesia digambarkan sebagai tokoh yang tertindas, menangis terus, seseorang yang lemah, dijajah, bisa dibuat semaunya, dan biasanya laki - laki yang kebanyakan menjajah. Seharusnya menurut Gaby, perempuan digambarkan tidak selalu lemah. Ningsih menambahkan pernggambaran perempuan yang demikian harus diubah menjadi perempuan yang kuat dan memiliki pengaruh. Sedangkan menurut Tono harusnya digambarkan sebagai sosok ibu yang memegang peranan dalam satu rumah tangga.

Sebagai perempuan Gaby dan Ningsih memberi pendapat mengenai peran gender yang ada dalam diri mereka. Menurut Gaby, ia menggambarkan peran

gendernya sebagai perempuan yang suka ikut kepanitiaan dan perempuan yang juga bisa memimpin. Menurut Ningsih, ia menggambarkan peran gender perempuannya sebagai istri yang ikut membantu suami mencukupi nafkah untuk keluarga agar kehidupannya lebih sejahtera.

Dokumen terkait