• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.4 Analisis dan Intepretasi Data

4.4.3 Kepemimpinan Perempuan

Elemen selanjutnya adalah mengenai kepemimpinan. Peneliti akan menggabungkan elemen strategi, dominasi dan pengambilan keputusan dalam pembahasan ini. Konsep kepemimpinan dimunculkan lebih intensif oleh Gaby. Gaby menggambarkan tayangan Jodha Akbar dalam konteks kepemimpinan. Gaby mengatakan dengan pemimpin yang mau berubah menjadi lebih baik dan pemimpin yang mengerti rakyatnya, hal ini merujuk pada sosok pribadi Jalal.

Elemen strategi dimunculkan Gaby dalam pertanyaan informan melihat sosok Jodha. Ia menganggap Jodha adalah sosok perempuan yang memikirkan apa yang orang lain tidak pikirkan dan pintar dalam segala hal. Jawaban tersebut dimasukkan oleh peneliti kedalam subtema strategi. Hal ini menarik karena hanya diungkapkan oleh Gaby dan tidak pada informan yang lain.

Dalam pertanyaan mengenai pendapat informan mengenai perempuan yang mengambil keputusan, Gaby menjawab tidak boleh. Sebab menurut Gaby, perempuan hanya boleh memberi nasihat dan mengarahkan saja, tidak boleh mengambil keputusan.

" Nope. Menurutku pemimpin itu cuma boleh satu. pemimpin itu ga boleh dua atau lebih. Soale ketika pemimpin itu dua atau lebih pasti

meskipun udah suami istripun udah deket, pasti aku punya pemikiran sendiri kamu punya pemikiran sendiri. Ketika kita sama - sama punya wewenang yang sama untuk ambil keputusan ujung - ujunge pasti kita bentrok dan sendiri - sendiri."

Hal tersebut juga diperkuat oleh Gaby ketika ditanya mengenai perempuan yang ideal ia menjawab perempuan ideal adalah perempuan yang tidak selalu mengambil keputusan.

Namun dalam ketika ditanya mengenai pendapat informan tentang perempuan yang ikut campur dalam pengambilan keputusan, Gaby menjawab tidak masalah dan hal tersebut baik karena akan membantu suaminya asalkan keputusan itu benar. Pertanyaan pertama dilakukan pada wawancara pertama dan pertanyaan kedua dilakukan pada wawancara kedua.

" Gak masalah. Justru kalau pendapate dee gak bener kayak pingin ditampar ae. Tapi kalau pendapate dia bener dan baik itu justru bisa membantu suaminya."

Pada wawancara kedua juga, Gaby mengatakan perempuan tidak apa - apa mengambil keputusan karena hal tersebut adalah hasil dari emansipasi wanita.

"Maksudnya wanita itu juga punya hak untuk ambil keputusan, punya hak untuk memimpin."

Konsep dominasi Gaby ada dalam pertanyaan mengenai laki -laki yang ideal. Ia mengatakan laki - laki yang ideal adalah yang dapat melindungi perempuan dan memiliki gaji lebih besar dari perempuan. Sebab menurut Gaby, perempuan akan meremehkan laki - laki ketika perempuan memiliki pendapatan yang lebih besar dari laki - laki.

"Laki - laki itu haruse punya gaji yang lebih besar dari istrie. Ga boleh istri. Soale kalau istri yang punya gaji lebih besar, pastilah istri itu anggep remeh suamine."

Di sisi lain menurut Gaby, laki - laki tidak dapat melakukan semua hal sesuai dengan keinginannya, terkadang harus mendengarkan apa yang dikatakan istrinya. Maksudnya adalah laki - laki tidak mendominasi rumah tangga seutuhnya. Dalam hal

ketundukan, menurut Gaby memang perempuan harus tunduk pada suami dalam artian menghormati suaminya seperti yang dikatakan dalam Alkitab.

Peneliti mengintepretasikan jawaban Gaby berbeda - beda sebab salah satunya dipengaruhi oleh agama. Gaby memiliki kebingungan yang sama dengan mamanya, yaitu ia ingin untuk mengambil keputusan namun di dalam kitab suci nasrani dituliskan bahwa perempuan harus tunduk pada suaminya "Efesus 5:22 Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan".

Data serupa juga ditemukan dalam jawaban Ningsih. Pada pertanyaan mengenai pendapat perempuan yang mengambil keputusan, Ningsih mengatakan tidak apa - apa karena memiliki tujuan yang baik. Apabila perempuan salah dalam mengambil keputusan tidak apa - apa karena hal tersebut manusiawi. Di sisi lain, Ningsih tidak setuju bila perempuan ikut campur dalam mengambil keputusan secara terus menerus. Menurut Ningsih, Jodha adalah contoh yang tidak baik dalam mencampuri urusan Jalal dalam pengambilan keputusan. Ningsih mengatakan Jodha mendikte Jalal untuk mengambil keputusan. Perempuan hanya memberi masukan dan pandangan.

"Tidak harus ikut cuuampuur terus juga ndak. Memberi masukan, pandangan. Tapi ojo didekte maksude koyok Jodha ojok dekte Jalal"

Namun, jawaban Ningsih konsisten ketika ditanya mengenai batasan perempuan. Ia menjawab perempuan tidak boleh mendikte suaminya, tidak boleh egois, dan memberi kesempatan kepada suaminya terlebih dahulu untuk mengambil keputusan. Ningsih mencontohkan ketika Jodha ikut camput ketika menyelamatkan Salim. Ningsih juga mengaitkan dengan kepercayaan Jodha pada kemampuan Jalal.

"Seharusnya dia melihat dulu Jalal itu melaksanakan tugase yoopo. Hasile yoopo. Baru diambil tidakan. Kuwi gak. Jalal durung bertindak dee wes muelok - melok. Gegabah, ga sabaran. Seharusnya berilah kesempatan kepada Jalal untuk melakukan. Kalau hasilnya ga memuaskan Jodha baru ngekei masukkan. Karena dia ga memberi kesempatan kuwi akhrnya ya itulah manusia kadang kita tidak

memberi kesempatan untuk melakukan tugasnya terlebih dahulu. Dadi tidak mudah percaya kemampuan seseorang."

Ningsih lebih menempatkan perempuan diposisi yang lebih tinggi dan sejajar dengan laki - laki. Bila dalam teori dijelaskan dominasi adalah dikuasai oleh yang kuat, maka menurut Ningsih perempuan yang seharusnya mendominasi sebab Ningsih mengatakan perempuan sebagai penolong haruslah lebih kuat dari yang ditolong.

"Sebenarnya istri itu penolong. Namanya penolong sebenarnya istri lebih kuat dari suami. Kalau kita menolong orang lain berarti kita lebih kuat dari orang yang ditolong. Semboyan dikatakan istri adalah penolong bagi suami. Sebenarnya istri lebih kuat. Memang secara fisik kuatan laki - laki. Tapi pada dasarnya ndak. Lebih kuat perempuan karena perempuan menjadi penolong. Kalau orang menjadi penolong mesti kuat."

Perempuan dan laki - laki tidak berada dalam posisi sejajar hanya dalam mengambil keputusan. Selebihnya menurut Ningsih laki - laki dan perempuan berada dalam posisi yang sejajar. Jika pada jaman dahulu perempuan tunduk karena takut pada laki - laki tetapi pada jaman ini perempuan tunduk karena hormat.

Tono memunculkan elemen pengambilan keputusan pada pertanyaan mengenai batasan perempuan. Ia menjawab perempuan atau istri boleh memutusan asalkan ia terlebih dahulu memberitahu kepada suami. Tono bersikap negotiated dalam hal perempuan yang mengambil keputusan dalam rumah tangga.

"Saya rasa tentang pengambilan keputusan saja. Boleh memutuskan tapi harus beritahu. Jangan sampai terus memutuskan tapi saya ndak tahu. Itu saya paling ga suka. Jadi boleh lakukan apa saja tapi paling ndak saya bisa kasih pandangan lah."

Hal ini konsisten pada pertanyaan - pertanyaan berikutnya, jawaban Tono cukup konsisten. Misalnya pada pertanyaan mengenai pendapat perempuan yang mengambil keputusan dan perempuan yang ikut campur dalam pengambilan keputusan. Tono tetap menganggap tradisi mengenai perempuan yang tidak boleh mengambil keputusan adalah hay yang kolot dan harus ditinggalkan, namun perempuan tidak boleh mengubah keputusan suami dengan seenaknya. Tono juga

menjawab perempuan tidak apa - apa ikut campur dalam mengambil keputsan asalkan mengerti permasalahannya dan harus ada komunikasi yang baik agar tidak salah paham, seperti yang terjadi dalam Jodha Akbar dalam episode menyelamatkan Salim.

Menurut Tono, laki - laki memiliki peran dan tanggung jawab terhadap keseluruhan dalam rumah tangga. Baik istri maupun anak adalah tanggung jawab dari laki - laki, berhasil tidaknya suatu rumah tangga juga berada ditangan laki - laki.

" Wah keseluruhan. Istri itu juga tanggung jawab penuh suami. Tegaknya rumah tangga ini berhasil tidaknya juga peran utama laki - laki... Karena seorang bapak itu imam kan. Istri bisa baik dan tidak itu peranan jadi seorang suami "

Dengan demikian secara jelas Tono menggambarkan adanya dominasi dalam gender perempuan dan laki - laki di sebuah rumah tangga. Demikian juga dalam pengambilan keputusan dalam rumah tangga yang sebelumnya sudah dijelaskan oleh peneliti.

Menurut Young (dalam Kartono, 2003 yang dikutip oleh Nauli) pengertian kepemimpinan yaitu bentuk dominasi yang didasari atas kemampuan pribadi yang sanggup mendorong atau mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu yang berdasarkan penerimaan oleh kelompoknya, dan memiliki keahlian khusus yang tepat bagi situasi yang khusus. Menurut peneliti, pengambilan keputusan berkaitan dengan konsep dominasi antara perempuan dan laki - laki. Dominasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai penguasaan oleh pihak yang lebih kuat terhadap yang lebih lemah (di bidang politik, militer, ekonomi, perdagangan, olahraga, dsb).

Menurut Bhasin, subordinasi adalah posisi yang diletakkan di bawah atau didudukkan di dalam sebuah posisi yang inferior di hadapan orang lain atau menjadi tunduk terhadap kontrol atau otoritas orang lain (Bhasin. 2001. p.63). Kedudukan perempuan dalam posisi inferior dijelaskan oleh masing - masing informan dalam situasi pengambilan keputusan. Sehingga, peneliti mengintepretasikan bahwa penonton memaknai peran gender sebagai sebuah subordinasi dalam pengambilan keputusan.

Melihat posisi perempuan dan laki - laki yang ada dalam Jodha Akbar Gaby tidak setuju bila perempuan dan laki - laki harus sejajar, tidak seperti Ningsih yang lebih setuju bila perempuan dan laki - laki sejajar. Berbeda dari keduanya, Tono tidak mengatakan sejajar atau tidak, ia mengatakan perempuan dan laki - laki adalah sepadan. Namun dalam kehidupan keseharian ketiga informan posisi laki - laki selain di dalam rumah tangga adalah sejajar antara laki - laki dan perempuan. Peneliti menyimpulkan bahwa ketika dalam area persahabatan laki - laki dan perempuan memiliki kedudukan yang sejajar, namun tidak lagi sejajar ketika masuk dalam area rumah tangga. Hal ini melahirkan sebuah subordinasi dalam kehidupan rumah tangga.

Mengenai konsep kepemimpinan Gaby berada dalam posisi oppositional karena ia tidak setuju bila Jodha ikut ambil keputusan. Seharusnya hanya memberi masukkan saja. Sedangkan, Ningsih berada dalam posisi negotiated ketika perempuan dalam mengambil keputusan. Hal ini disebabkan karena latar belakang keluarga Ningsih yang didominasi oleh ayahnya. Ibu Ningsih tidak memiliki pendidikan akademik yang terlalu tinggi, sehingga hanya mengikuti perkataan dari ayahnya. Tetapi dalam kehidupan rumah tangga Ningsih cenderung demokrasi. Biasanya ia dan suaminya akan bermusyawarah terlebih dahulu dalam mengambil keputusan. Sama halnya dengan Ningsih, Tono berada dalam posisi negotiated sebab ia setuju bila perempuan memimpin namun atas sepengetahuan laki - laki. Tono berada dalam posisi tersebut karena ia memiliki latar belakang rumah tangga yang demikian. Menurut Linda ketika Jodha dan Jalal gagal dalam misi penyelamatan Salim diakibatkan oleh tidak adanya partnership yang baik. Hal tersebut juga muncul karena ada tention atau ketegangan dalam diri Jodha sebagai seorang perempuan. Ketegangan juga tergambarkan dari seluruh perempuan yang ada di dalam serial film Jodha Akbar. Misalkan dalam diri Ruqaiyah, Maham Anga dan diri Jodha sendiri. Ketika diperhadapkan dengan masalah global dan domestik perempuan - perempuan yang ada dalam Jodha Akbar cenderung akan mengalami tention dalam diri mereka. Namun laki - laki dalam Jodha Akbar digambarkan sudah bisa untuk membedakan

dengan baik masalah domestik dan global, misalnya Jalal. Ada conflict of interest yang ada dalam diri masing - masing perempuan dalam Jodha Akbar.

"Ada pola yang berbeda dalam menunjukkan pola kepemimpinan Jodha dan kepemimpinan Jalal. Bagaimana dia memanage kepemimpinan yang ada conflict of interest-nya. Bagi Jodha ada masalah dalam conflict of interest sedangkan bagi Jalal clear hal itu. Bahwa siapapun tidak peduli, asalkan dia melanggar peraturan. Dalam perempuan di Jodha Akbar conflict of interest-nya cukup tinggi."

Dokumen terkait