• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

11. Keluarga adalah kelompok yang terdiri dari dua atau lebih orang yang berhubungan melalui darah, perkawinan, atau adopsi dan tinggal bersama.

4.2 Analisis Perubahan Pola Konsumsi Beras

4.2.4 Frekuensi Pembelian Beras

Perubahan frekuensi pembelian beras dapat dilihat pada Tabel 15. Responden kelas bawah lebih sering melakukan pembelian beras dibandingkan dengan kelas sosial yang lain. Hal ini disebabkan perilaku pembelian responden yang membeli beras dalam jumlah sedikit karena rendahnya daya beli yang mereka miliki. Setelah harga beras mengalami kenaikan, frekuensi pembelian beras oleh responden kelas bawah sebanyak satu kali dalam sebulan mengalami penurunan sebesar 15 persen sedangkan responden yang membeli beras setiap hari mengalami kenaikan sebesar 17,5 persen. Hal ini diduga disebabkan harga beras yang terlalu tinggi sehingga responden kelas bawah tidak dapat membeli beras dalam jumlah besar dan lebih memilih untuk membeli beras secara eceran. Peningkatan frekuensi pembelian satu kali dalam sebulan terjadi pada responden kelas menengah dan atas masing- masing sebesar 10 persen dan lima persen. Hal ini diduga dilakukan karena responden khawatir harga beras akan semakin tinggi di masa yang akan datang. Sehingga untuk mengurangi resiko kenaikan harga beras, responden lebih memilih membeli beras dalam jumlah besar untuk mencukupi kebutuhannya selama satu bulan.

Tabel 15. Perubahan Frekuensi Pembelian Beras per Bulan

Kelas Sosial

Kelas Bawah Kelas Menengah Kelas Atas

Total Frekuensi

Pembelian

Beras Sebelum Setelah Sebelum Setelah Sebelum Setelah Sebelum Setelah

1 kali 11 5 22 26 13 14 46 45

2 kali 7 2 11 2 7 6 25 10

3 kali 1 3 3 6 0 0 4 9

4 kali 5 7 0 2 0 0 5 9

30 kali 16 23 4 4 0 0 20 27

Secara keseluruhan, perubahan frekuensi pembelian beras sebanyak tiga kali, empat kali dan 30 kali dalam sebulan meningkat sebesar lima persen, empat persen dan tujuh persen, diikuti dengan berkurangnya jumlah responden yang membeli beras 1 kali dan 2 kali dalam sebulan yaitu sebesar satu persen dan 15 persen. Setelah kenaikan harga beras perubahan frekuensi pembelian beras terlihat nyata, hal ini ditunjukkan dari nilai ?-value yang diperoleh melalui uji Chi-Square yaitu 0,032 lebih kecil dari nilai a (0,05). Dapat disimpulkan bahwa kenaikan harga beras berdampak signifikan terhadap frekuensi pembelian beras.

Perubahan yang nyata pada frekuensi pembelian beras per bulan ini diakibatkan oleh berbagai faktor yang dapat dijelaskan melalui persamaan logistik (Tabel 16). Hasil pendugaan terhadap fungsi peluang logit dengan variabel- variabel bebas menghasilkan nilai log-likelihood sebesar -55,220 dengan nilai statistik G sebesar 11,732 yang signifikan pada a = 0,019. Hal ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan model tersebut cukup baik, artinya terdapat paling sedikit satu variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap perubahan frekuensi pembelian beras per bulan rumah tangga di Jakarta Timur.

Tabel 16 menunjukkan variabel- variabel yang mempengaruhi perubahan frekuensi pembelian beras yaitu harga beras, jumlah pembelian beras per frekuensi dan dummy kelas sosial. Hasil pendugaan peluang dengan regresi logit

diperoleh variabel yang signifikan pada a (0,05) yaitu dummy kelas sosial, sedangkan harga beras dan jumlah pembelian tidak signifikan.

Tabel 16. Hasil Analisis Regresi Logit Perubahan Frekuensi Pembelian per bulan

Predictor Coef SE Coef Z P Odds

Ratio Constant -6,59576 3,52004 -1,87 0,061 Pberas 0,000519 0,0004182 1,24 0,215 1,00 Jmlh Pembelian -0,02052 0,0203152 -1,01 0,312 0,98 D1 (kelas bawah) 3,57767 1,75302 2,04 0,041* 35,79 D2 (kelas menengah) 3,23507 1,31532 2,46 0,014* 25,41

Variabel Value Count Log-Likelihood = -55,220

Y 1 30 (event) G = 11,732; DF = 4;

0 70 P-Value = 0,019

Total 100

Variabel harga beras tidak signifikan pada taraf nyata α (0,05) dengan nilai koefisien positif. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi harga beras maka perubahan frekuensi pembelian beras akan meningkat. Berdasarkan nilai

odds ratio harga beras sebesar 1,00 disimpulkan bahwa dengan meningkatnya harga beras maka peluang terjadinya perubahan frekuensi pembelian beras pada rumah tangga lebih besar 1,00 kali dibandingkan peluang rumah tangga untuk tidak berubah.

Hal ini menggambarkan kenyataan dimana ketika harga beras meningkat maka akan terjadi perubahan pada frekuensi pembelian beras oleh rumah tangga. Kondisi ini berlaku pada rumah tangga kelas bawah dan menengah, sedangkan rumah tangga kelas atas dengan pendapatan dan daya beli yang tinggi perubahan tidak terlalu signifikan. Responden kelas menengah khawatir jika di kemudian hari harga beras akan semakin tinggi, sehingga rumah tangga pada kelas ini mengurangi frekuensi pembelian berasnya per bulan. Pembelian beras sekali dalam sebulan merupakan frekuensi pembelian yang paling banyak dilakukan oleh

responden kelas menengah, hal ini dilakukan untuk menghindari risiko apabila harga beras akan semakin meningkat. Berbeda dengan responden kelas menengah, apabila terjadi kenaikan harga beras maka responden kelas bawah akan lebih sering melakukan pembelian beras. Keterbatasan sumberdaya ekonomi menyebabkan responden kelas bawah hanya mampu membeli beras dalam jumlah sedikit setelah kenaikan harga beras.

Variabel jumlah pembelian memiliki nilai koefisien negatif, yang berarti jika jumlah pembelian beras meningkat maka perubahan frekuensi pembelian cenderung kecil. Berdasarkan nilai odds ratio sebesar 0,98 disimpulkan bahwa jika terjadi peningkatan jumlah pembelian beras maka peluang terjadinya perubahan frekuensi pembelian oleh rumah tangga lebih besar 0,98 kali dari peluang untuk tidak berubah. Semakin banyak beras yang dibeli maka semakin rendah peluang responden untuk mengubah frekuensi pembelian beras. Kondisi ini menggambarkan bahwa rumah tangga yang membeli beras dalam jumlah besar adalah rumah tangga dengan pendapatan dan daya beli yang tinggi, sehingga ketika harga beras naik maka mereka tidak mengubah pola pembelian berasnya. Banyak sedikitnya jumlah pembelian beras yang dilakukan responden tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan frekuensi beras. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai ?-value yang lebih besar dari α (0,05).

Variabel yang berpengaruh nyata pada taraf nyata α (0,05) dengan nilai koefisien positif yaitu dummy kelas sosial (D1 dan D2). Untuk variabel D1 arah hubungan yang positif dari variabel ini terhadap variabel respon memberi arti bahwa rumah tangga dengan kelas sosial bawah cenderung untuk mengubah frekuensi pembelian beras ketika harga beras meningkat. Hubungan variabel kelas

sosial terhadap perubahan jenis beras yang dikonsumsi dijelaskan oleh nilai odds ratio yakni sebesar 35,79. Hal ini berarti peluang terjadinya perubahan frekuensi pembelian beras pada rumah tangga kelas bawah akan meningkat 35,79 kali dibandingkan dengan rumah tangga kelas atas. Variabel D2 dengan nilai koefisien positif menunjukkan bahwa rumah tangga kelas menengah cenderung untuk mengubah frekuensi pembelian berasnya ketika harga beras naik. Nilai odds ratio

sebesar 25,41 memberi arti bahwa peluang rumah tangga kelas menengah untuk mengubah frekuensi pembelian berasnya lebih besar 25,41 kali dibandingkan dengan rumah tangga kelas atas. Hal ini berarti rumah tangga kelas bawah dan menengah cenderung akan mengubah frekuensi pembelian berasnya dibandingkan dengan rumah tangga kelas atas.

Dokumen terkait