• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

1.2 Perumusan Masalah

Pentingnya peranan beras dalam kehidupan rakyat dan perekonomian Indonesia tidak dapat dipungkiri lagi. Beras merupakan suatu komoditi yang bersifat strategis dan bahan pangan pokok bagi hampir seluruh masyarakat Indonesia. Harga beras dipengaruhi oleh ketersediaannya di pasar. Harganya akan naik jika ketersediaannya berkurang. Upaya pemenuhan kebutuhan beras untuk masyarakat di Indonesia tidak hanya mendapat tantangan dari bertambahnya jumlah penduduk tetapi juga dari semakin meningkatnya pendapatan dan berubahnya pola konsumsi. Oleh karena itu, pemerintah tidak hanya menekankan kebijaksanaannya untuk memperbesar produksi, tetapi juga disertai dengan mengkampanyekan diversifikasi pangan. Untuk masyarakat dengan penghasilan

rendah, kebutuhan akan kalori dan protein relatif dapat dipenuhi dengan mengkonsumsi beras sebagai pangan pokok. Hal ini disebabkan kandungan protein dan kalori yang terdapat pada beras lebih besar dibandingkan dengan bahan pangan lainnya seperti jagung atau ketela pohon. Beras dapat menghasilkan kalori 68,6 persen dan protein 68,7 persen yang diperlukan oleh tubuh, sedangkan jagung hanya menghasilkan 13,7 persen kalori dan 20 persen protein (Arifin, 1994).

Beras dikonsumsi oleh konsumen baik konsumen individu, konsumen rumah tangga maupun konsumen usaha jasa. Permintaan terhadap beras meliputi konsumsi di dalam rumah, di luar rumah, konsumsi makanan hasil industri pengolahan dan kebutuhan beras untuk cadangan rumah tangga. Beberapa golongan konsumen di atas, rumah tangga adalah konsumen beras yang paling besar. Rumah tangga ditempatkan sebagai konsumen terbesar karena rumah tangga terdiri dari beberapa individu, sehingga jumlah yang dikonsumsi adalah kumulatif dari kebutuhan per kapita masing- masing individu tersebut. Kebutuhan beras rumah tangga terdiri dari kebutuhan untuk konsumsi langsung dan untuk sediaan minimum (Lastry, 2006).

Rumah tangga sebagai konsumen berasal dari latar belakang etnis dan budaya, ekonomi serta status sosial yang berbeda. Faktor budaya dan ekonomi merupakan variabel-variabel yang dapat mempengaruhi pembentukan sikap dan perilaku konsumen. Perbedaan tersebut menyebabkan timbulnya sikap dan perilaku yang berbeda dalam mengkonsumsi barang dan jasa. Keanekaragaman ini banyak ditemukan pada konsumen rumah tangga di kota Jakarta.

Kota Jakarta adalah ibukota Negara Republik Indonesia yang disebut juga kota metropolitan, dengan penduduk yang sangat padat serta terdapat berbagai aktivitas baik dibidang pemerintahan, perekonomian, dan pendidikan. Sebagaimana halnya kota metropolitan pengaruh adanya budaya luar dalam iklim globalisasi, teknologi serta informasi yang tiada batas, sangat cepat berkembang seiring laju perkembangan dan dampak yang dapat ditimbulkannya. Jakarta Timur sebagai salah satu kotamadya DKI Jakarta memiliki populasi dengan tingkat kepadatan penduduk terbesar (Lampiran 1) dan memiliki struktur masyarakat yang beraneka ragam. Keragaman tersebut meliputi suku bangsa, latar belakang pendidikan dan pekerjaan, budaya serta tingkat perekonomian yang tercermin dalam kehidupan masyarakat sehari- hari. Keanekaragaman sosial budaya tersebut membentuk perilaku dan kebiasaan yang beragam di masyarakat, sehingga struktur konsumsi masyarakat juga beranekaragam khususnya untuk konsumsi beras. Oleh karena itu, hal ini menarik untuk diamati dan dikaji lebih mendalam.

Kenaikan harga beras yang terjadi saat ini disebabkan pemerintah tidak memiliki persediaan beras dalam jumlah yang cukup untuk mengatasi kelangkaan beras yang sedang terjadi, khususnya pada kondisi dimana iklim kurang mendukung (musim kemarau yang lebih panjang pada tahun 2006 mengakibatkan berkurangnya persediaan beras di bulan Januari dan Februari 2007). Peningkatan produksi padi yang kecil diakibatkan semakin sempitnya areal persawahan, kelangkaan pupuk dan masalah teknis lainnya, menjadi penyebab utama berkurangnya persediaan beras yang ada di Bulog.

Mayoritas penduduk Indonesia memilih beras sebagai bahan pangan pokoknya. Sehingga ketersediaan beras perlu dijaga dengan baik karena

masyarakat sangat sensitif terhadap isu mengenai beras dan hal ini terkait erat dengan harga (Lastry, 2006). Untuk rumah tangga dengan pendapatan yang tetap, kenaikan harga beras tentu saja akan berdampak negatif terhadap pola konsumsinya sehingga mempengaruhi tingkat kesejahteraan rumah tangga pada umumnya (Arifin, 1994).

Penelitian ini mengkaji seberapa besar perubahan pola konsumsi beras pada rumah tangga setelah kenaikan harga beras dan faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti pendapatan, pendidikan, selera, kelas sosial dan karakteristik konsumen lainnya. Konsumen rumah tangga dikelompokkan berdasarkan kelas sosial yang ada di masyarakat sebagai dasar segmentasi. Pengelompokkan ini dilakukan untuk memudahkan peneliti karena besarnya keragaman karakteristik dan sumberdaya yang terdapat dalam rumah tangga. Rumah tangga yang dikelompokkan berdasarkan kelas sosial diduga akan membentuk pola konsumsi tertentu sesuai dengan kelas sosialnya.

Pendapatan merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi seseorang atau rumah tangga dalam melakukan konsumsi. Indikator pendapatan dapat dicerminkan dari kesejahteraan suatu rumah tangga. Jika rumah tangga sejahtera maka pendapatan diperkirakan tinggi sehingga mereka lebih mengutamakan mengkonsumsi pangan yang banyak mengandung protein dan mengurangi konsumsi karbohidrat seperti beras. Namun untuk rumah tangga dengan pendapatan rendah, konsumsi lebih diutamakan pada pangan yang mengandung karbohidrat.

Selera konsumen akan berpengaruh pada jenis beras yang dikonsumsi, terutama bagi rumah tangga kelas menengah dan kelas atas. Kelompok rumah

tangga kelas menengah diperkirakan akan mengkonsumsi beras jenis kualitas sedang, yang harganya pun relatif lebih tinggi dibandingkan dengan jenis kualitas rendah. Jika akhir-akhir ini harga beras semakin tinggi maka rumah tangga kelas atas diperkirakan tidak akan mengurangi konsumsi beras maupun menurunkan kualitas beras yang dikonsumsi.

Pola konsumsi penduduk berubah dari waktu ke waktu dan antara daerah satu dengan daerah lainnya tergantung kepada selera, pendapatan dan lingkungan. Pada akhirnya, pola konsumsi menentukan seberapa besar jenis barang tertentu harus disediakan dan bagaimana distribusinya, terutama dalam hal makanan agar harganya tidak terguncang.

Pada saat terjadi defisit antara kebutuhan dan produksi beras maka yang terjadi adalah kenaikan harga beras yang akan memberatkan masyarakat, khususnya masyarakat menengah ke bawah. Oleh karena itu, pemahaman sepenuhnya akan dampak kenaikan harga beras terhadap pola konsumsi penting untuk dianalisis.

Berdasarkan uraian di atas maka pembahasan penelitian ini akan dibatasi atas beberapa pokok permasalahan, yaitu :

1. Bagaimana perubahan pola konsumsi beras sebagai akibat kenaikan harga beras di tingkat rumah tangga Jakarta Timur.

2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi perubahan pola konsumsi beras tersebut.

Dokumen terkait