• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis dampak kenaikan harga beras terhadap pola konsumsi beras rumah tangga di Cipinang, Jakarta Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis dampak kenaikan harga beras terhadap pola konsumsi beras rumah tangga di Cipinang, Jakarta Timur"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

BERBAGAI JENIS KOMPOS PADA BEBERAPA JENIS TANAH

Oleh

ANITA SARI

A24102087

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

ANITA SARI

.

Pengikatan Bahan Organik Setelah Penambahan Berbagai Jenis Kompos pada Beberapa Jenis Tanah. Di bawah bimbingan SUDARSONO dan DARMAWAN

.

Kadar bahan organik di dalam tanah secara umum tidak lebih dari 3 atau 5 persen, tetapi pengaruhnya sangat penting bagi tanah. Oleh karena itu kadar bahan organik tanah perlu dipertahankan dan ditingkatkan. Bahan organik di dalam tanah terdapat dalam tiga bentuk yaitu bebas, berikatan dengan fraksi liat, serta berikatan dengan Al dan Fe. Kemampuan tanah dalam mengikat bahan organik berbeda-beda pada setiap jenis tanah, dalam hal ini terkait dengan tipe dan kadar liat, serta kadar Al dan Fe. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan tanah dalam mengikat bahan organik, dimana kemampuan tersebut sangat bervariasi pada berbaga i jenis tanah dan untuk mengetahui hubungan antara sumber bahan organik yang berbeda dengan kemampuan tanah mengikat bahan organik tersebut.

Contoh tanah yang digunakan yaitu Andosol dari Ciapus, Latosol dari Darmaga, Latosol dari Sindang Barang, tanah Podsolik dari Jasinga, dan tanah Mediteran dari Jonggol. Contoh tanah diambil dari dua kedalaman teratas pada setiap jenis tanah. Kompos residu tanaman yang digunakan berupa hasil panen yaitu kedelai, kacang tanah dan kacang hijau. Penentuan kadar bahan organik menggunakan metode Walkley & Black.

Hasil penelitian menunjukkan setelah penambahan kompos terjadi peningkatan bahan organik yang terikat pada setiap jenis tanah. Besarnya peningkatan bahan organik yang terikat selama masa inkubasi 2 bulan bervariasi antar dan pada setiap jenis tanah. Secara umum, kadar bahan organik yang terikat pada masa inkubasi 2 bulan lebih tinggi dibandingkan masa inkubasi 1 bulan. Berdasarkan hasil penelitian, kompos kedelai memberikan peningkatan bahan organik yang terikat maksimum untuk mencapai kapasitas tanah.

(3)

ANITA SARI. Bonding of Organic Matter after Addition of Various Types of Compost into Various Types of Soil. Under supervision SUDARSONO and DARMAWAN

In general, soil organic matter content is about 3 to 5 percent, but it’s influence is very important to soil. Therefore, soil organic matter should be maintained and increased. There are three forms of organic matter in soil, i.e. free, bond to clay, and also bond to Al dan Fe. Soil ability to bond organic matter determined by clay type and content, and also Al and Fe content. The objectives of this research were to study of various soil types bonding of organic matter and to know the relationship between different organic matter sources with the soil ability to bond the organic matter.

Soil samples that were used consisted of Andosol from Ciapus, Latosol from Darmaga, Latosol from Sindang Barang, Podsolik soil from Jasinga, and Mediteran soil from Jonggol. The samples of soil was taken from two depth of upper parts of each type of soil. Composts were made of crop residues of soybean, peanut, and green peas. The soil organic matter content was determined by Walkley & Black method.

(4)

BERBAGAI JENIS KOMPOS PADA BEBERAPA JENIS TANAH

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor.

Oleh

ANITA SARI

A24102087

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

(5)

Nama : ANITA SARI NRP : A24102087

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr Ir Sudarsono, MSc. Dr Ir Darmawan, MSc. NIP. 130 607 618 NIP. 131 879 335

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr Ir Supiandi Sabiham, M. Agr NIP. 130 422 698

(6)

Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 29 Desember 1985 dari pasangan Bapak Sunaryo dan Ibu Zubaedah. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.

(7)

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan YME atas berkat, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini dengan baik. Skripsi dengan judul Pengikatan Bahan Organik Setelah Penambahan Berbagai Jenis Kompos pada Beberapa Jenis Tanah, ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanian di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada Prof. Dr Ir Sudarsono, MSc. dan Dr Ir Darmawan, MSc. selaku pembimbing skripsi atas bantuan, bimbingan, nasehat dan masukan- masukan yang menambah pengetahuan penulis serta Ir Anang Sutisna Yogaswara selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan kepada penulis. Pada kesempatan ini juga penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada :

1. Kedua orang tua tersayang, kakak, dan adik atas kesabaran, kasih sayang dan dukungannya.

2. Ibu Oktori K. Zaini, SE, Ibu Yani Maryani, Pak Kasmun dan Pak Maspadin yang banyak membantu dalam analisis di laboratorium.

(8)

5. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-per satu, yang telah ikut serta membantu demi kelancaran penelitian dan penulisan skripsi ini.

Bogor, Januari 2007

(9)

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

PENDAHULUAN Latar Belakang ………... 1

Tujuan ………... 2

TINJAUAN PUSTAKA Bahan Organik Tanah ………... 3

Dekomposisi Bahan Organik Tanah ... 4

Pengaruh Bahan Organik Tanah ... 7

Bentuk-bentuk Bahan Organik ………... 7

Kompos dan Faktor- faktor yang Mempengaruhi Pengomposan ... 10

Sifat Umum Beberapa Jenis Tanah... Andosol …………...………. 12

Latosol ………... 12

Tanah Podsolik ………. 13

Tanah Mediteran ……….. 14

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ………... 15

Bahan ………... 15

Metode ………... 16

HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Bahan Organik pada Berbagai Jenis Tanah Sebelum Penambahan Kompos Berdasarkan Masa Inkubasi ... 18

(10)

Kadar Bahan Organik yang Terikat pada Berbagai Jenis Tanah Setelah Penambahan Kompos Berdasarkan Jenis Kompos ... 30 Ratio Liat/C-organik dan Al-dd/C -organik ... 32

DAFTAR TABEL

KESIMPULAN ... 34 DAFTAR PUSTAKA ……….... 35

(11)

DI CIPINANG, JAKARTA TIMUR

Oleh :

NINA TAMA SARI

A14103129

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA BERAS

TERHADAP POLA KONSUMSI BERAS RUMAH TANGGA

DI CIPINANG, JAKARTA TIMUR

Oleh :

NINA TAMA SARI

A14103129

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar

Sarjana Pertanian

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(13)

RINGKASAN

NINA TAMA SARI. Analisis Dampak Kenaikan Harga Beras Terhadap Pola Konsumsi Beras Rumah Tangga di Cipinang, Jakarta Timur. Di Bawah Bimbingan BAYU KRISNAMURTHI.

Beras merupakan komoditi pangan utama sebagian besar masyarakat Indonesia. Bagi masyarakat dengan pangan utama beras, biasanya belum merasa puas apabila belum mengkonsumsi beras (nasi) sehingga hal tersebut secara nyata akan meningkatkan permintaan terhadap beras. Tingginya tingkat konsumsi beras per kapita dan laju pertumbuhan penduduk yang naik setiap tahunnya akan menyebabkan ketergantungan beras yang cukup besar. Kebutuhan konsumsi beras di Indonesia dapat dipenuhi dengan cara memproduksi sendiri ataupun mengimpor beras dari pasar internasional.

Peningkatan produksi beras nasional yang lebih kecil dibandingkan dengan peningkatan laju pertumbuhan penduduk setiap tahunnya disebabkan oleh laju peningkatan produktivitas usaha tani padi yang semakin kecil. Sehingga ketersediaan beras nasional tidak dapat mencukupi kebutuhan konsumsinya. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya defisit untuk konsumsi beras pada tahun 2006 dan 2007 yaitu musim kemarau yang panjang sehingga menyebabkan musim tanam padi yang biasanya dimulai Oktober menjadi mundur, pada akhirnya panen raya yang diprediksi dapat menutupi kebutuhan beras tertunda. Permintaan beras yang cukup tinggi tidak dapat dipenuhi oleh pemerintah sehingga terjadi kelangkaan beras di pasar. Dan pada akhirnya harga beras menjadi tinggi karena permintaan akan beras tidak dapat dipenuhi oleh persediaan beras nasional.

Mayoritas penduduk Indonesia memilih beras sebagai bahan pangan pokoknya. Sehingga ketersediaan beras perlu dijaga dengan baik karena masyarakat sangat sensitif terhadap isu mengenai beras dan hal ini terkait erat dengan harga (Lastry, 2006). Untuk rumah tangga dengan pendapatan yang tetap, kenaikan harga beras tentu saja akan berdampak negatif terhadap pola konsumsinya sehingga mempengaruhi tingkat kesejahteraan rumah tangga pada umumnya (Arifin, 1994).

Penelitian ini mengkaji perubahan pola konsumsi beras pada rumah tangga setelah kenaikan harga beras dan faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti pendapatan, pendidikan, selera, kelas sosial dan karakteristik konsumen lainnya. Konsumen rumah tangga dikelompokkan berdasarkan kelas sosial yang ada di masyarakat sebagai dasar segmentasi. Pengelompokkan ini dilakukan untuk memudahkan peneliti karena besarnya keragaman karakteristik dan sumberdaya yang terdapat dalam rumah tangga. Rumah tangga yang dikelompokkan berdasarkan kelas sosial diduga akan membentuk pola konsumsi tertentu sesuai dengan kelas sosialnya.

(14)

oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal merupakan pengaruh yang berasal dari rumah tangga yaitu pendapatan rumah tangga, jumlah konsumsi beras, jumlah pembelian beras dan kelas sosial. Faktor eksternal adalah pengaruh yang berasal dari luar lingkungan rumah tangga, yaitu harga beras. Apabila harga beras mengalami peningkatan, perubahan pola konsumsi beras rumah tangga dapat dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal yang membentuk pola konsumsi beras.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi perubahan pola konsumsi beras sebagai akibat kenaikan harga beras di tingkat rumah tangga Jakarta Timur dan mengidentifikasi faktor- faktor yang mempengaruhi perubahan pola konsumsi beras tersebut. Penelitian ini berguna untuk mengetahui perubahan pola konsumsi beras rumah tangga dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Bagi pengambil kebijakan, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi tambahan dalam menentukan kebijakan dan pengambilan keputusan di masa yang akan datang dalam upaya mengatasi masalah beras. Bagi penulis, penelitian ini dapat dijadikan sebagai proses belajar dan sebagai sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh. Bagi pembaca, dapat menjadi bahan acuan untuk penelitian selanjutnya.

Lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive) yaitu di beberapa perumahan Jakarta Timur. Metode pengolahan dan analisis data yang digunakan adalah melalui metode analisis deskriptif, metode chi-square dan model regresi logistik. Responden merupakan ibu rumah tangga yang mengkonsumsi beras sebagai makanan pokoknya sebesar 100 orang dengan lokasi pengambilan sampel pada beberapa perumahan di Jakarta Timur yang dianggap dapat mewakili masing- masing kelas sosial.

Berdasarkan hasil uji Chi-Square dapat disimpulkan terdapat perubahan pola konsumsi beras pada rumah tangga di Jakarta Timur. Perubahan pola konsumsi setelah kenaikan harga beras terlihat nyata hanya pada perubahan jenis beras yang dikonsumsi dan frekuensi pembelian beras. Penurunan kualitas beras yang dikonsumsi setelah kenaikan harga beras banyak dilakukan oleh rumah tangga kelas bawah dan menengah. Rumah tangga kelas atas tidak mengalami perubahan jenis beras karena tingginya daya beli yang mereka miliki. Perubahan jenis beras tersebut dipengaruhi oleh pendapatan rumah tangga dan jumlah konsumsi beras. Hasil uji dengan model regresi logit diperoleh bahwa semakin tinggi pendapatan yang diperoleh rumah tangga maka peluang rumah tangga untuk mengubah jenis beras yang dikonsumsi cenderung kecil.

(15)

besar untuk mengubah frekuensi pembeliannya dibandingkan dengan rumah tangga kelas atas.

(16)

Judul : Analisis Dampak Kenaikan Harga Beras Terhadap Pola Konsumsi Beras Rumah Tangga di Cipinang, Jakarta Timur

Nama : Nina Tama Sari NRP : A14103129

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Bayu Krisnamurthi, MS NIP. 131 846 869

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019

(17)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA BERAS TERHADAP POLA KONSUMSI BERAS RUMAH TANGGA DI CIPINANG, JAKARTA TIMUR” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU.

Bogor, Desember 2007

(18)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 14 November 1984. Penulis

merupakan anak ke-dua dari dua bersaudara pasangan Bapak Hasan Basri

Harahap dan Ibu Darmawaty Purba.

Jenjang pendidikan penulis dilalui dengan penuh semangat dan perjuangan

yang keras namun tanpa hambatan yang berarti. Penulis menyelesaikan

pendidikan di Sekolah Dasar Swasta Krishna Jakarta tahun 1997, lalu melanjutkan

ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 62 Jakarta dan lulus pada tahun

2000. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Umum

Negeri 54 Jakarta.

Pada tahun 2003 penulis melanjutkan studinya di Institut Pertanian Bogor

(IPB) melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) pada Program

Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian. Selama menjadi mahasisiwa,

penulis aktif dalam kegiatan dan kepanitian di kampus dan organisasi khusus

(19)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul

skripsi ini adalah “Analisis Dampak Kenaikan Harga Beras Terhadap Pola Konsumsi Beras Rumah Tangga di Cipinang, Jakarta Timur”. Adapun skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada

Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Bogor.

Beras merupakan makanan pokok hampir seluruh masyarakat Indonesia.

Pada saat terjadi defisit antara kebutuhan dan produksi beras maka yang terjadi

adalah kenaikan harga beras. Kenaikan harga bahan pangan ini pada akhir tahun

2006 cukup membuat masyarakat resah dan khawatir. Oleh karena itu,

pemahaman sepenuhnya akan dampak kenaikan harga beras terhadap pola

konsumsi beras rumah tangga penting untuk dianalisis.

Penulis menyadari skripsi ini belum sempurna dan masih banyak terdapat

kekurangan dan kesalahan yang perlu mendapat perbaikan. Dengan segala

kerendahan hati, penulis memohon maaf apabila dalam penulisan skripsi ini

terdapat kesalahan dan kekhilafan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan

menambah pengetahuan bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkannya.

Bogor, Desember 2007

(20)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dengan segala

dukungan dan bantuan yang penulis peroleh, dalam kesempatan ini

perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Bayu Krisnamurthi, MS, selaku dosen pembimbing akademik dan

skripsi yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis

dalam proses penulisan skrip si ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.

2. Dr. Ir. Harianto, MS, selaku dosen penguji utama atas masukan dan saran

untuk penyempurnaan skripsi ini.

3. Dra. Yusalina, MS, selaku dosen penguji komisi pendidikan atas ketelitian

dan perhatian yang diberikan untuk perbaikan dalam tata cara penulisan.

4. Para dosen di lingkungan Fakultas Pertanian yang telah memberikan ilmu

sebagai bekal penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Kakakku, Riski Haruna Maya Santy dan seluruh keluarga besarku atas doa,

dukungan dan semangatnya.

6. Arief Rahman, Panji Pratama, Anggun Wahyuningsih dan Eko Restu, terima

kasih untuk semua waktu yang telah kita lalui bersama selama di IPB. Tanpa

kalian langit Bogor tak’kan pernah seindah ini.

7. AGB boys (Adhan, Anin, Faisal, Idham, Jurist, Medy, Om, Pipin, Pram,

Rama, Tatang) dan AGB gals (Aini, Ana, Ance, Ayu, Budew, Dai, Endah,

Lusi, Gilda, Merry, Nova, Rosma, Santi, Yayah, Yeyen), terima kasih atas

saran, informasi, masukan dan ilmu yang telah membantu penulis dalam

(21)

8. Sahabat-sahabatku di Jakarta, Dian Ramadhania, Desy Tri Cakrie, Fernando

Pardamean, Fidya Tryanti, Ihsan Hadad, Indra Onggo dan Vina Hasnawaty,

terima kasih atas semangat dan motivasinya. Semoga kelak kita menjadi

orang-orang yang sukses.

9. Staf IPB, khususnya Mas Hamid dan Mas Pian, terima kasih atas kerelaan dan

kesediaannya untuk membantu penulis dalam kelancaran proses penyelesaian

skripsi ini.

10. Teman-teman IPB dan pihak-pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu

persatu oleh penulis, terima kasih.

Akhir kata penulis mendedikasikan seluruh goresan skripsi ini sebagai baktiku

untuk kedua orang tuaku, Papa Hasan Basry Harahap dan Mama Darmawaty

Purba. Ini bukan akhir, tapi ini adalah sebuah tanda bahwa tidak ada yang tidak

(22)

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR... i UCAPAN TERIMA KASIH... ii DAFTAR ISI... iv 1.2 Perumusan Masalah... 8 1.3 Tujuan Penelitian... 13 1.4 Kegunaan Penelitian... 13 1.5 Ruang Lingkup Penelitian... 13

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Beras ... 15 2.2 Konsumen... 17 2.3 Perilaku Konsumen ... 18 2.4 Teori Permintaan... 20 2.5 Pola Konsumsi... 23 2.6 Konsumsi Rumah Tangga ... 24 2.7 Kelas Sosial ... 27 2.8 Hasil Penelitian Terdahulu ... 31 2.9 Kerangka Pemikiran Operasional... 34

III. METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian... 39 3.2 Jenis dan Sumber Data ... 39 3.3 Metode Pengumpulan Data ... 40 3.4 Metode Pengambilan Sampel... 40 3.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 43 3.5.1 Metode Analisis Deskriptif ... 43 3.5.2 Uji Chi-Square ... 44 3.5.3 Model Regresi Logit ... 45 3.6 Definisi Operasiona l ... 48

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

(23)

4.2.3 Jenis Beras... 61 4.2.4 Frekuensi Pembelian Beras ... 65 4.2.5 Jumlah Pembelian Beras ... 69 4.2.6 Tempat Pembelian Beras ... 71

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan... 74 5.2 Saran ... 75

(24)

DAFTAR TABEL

Nomor...Halaman 1. Rata-rata Konsumsi Komoditas Pangan Indonesia Tahun 2005 ... 2 2. Konsumsi Beras Rumah Tangga di Indonesia Tahun 1999-2006 ... 3 3. Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga per kapita sebulan

menurut Jenis Pengeluaran (%) Tahun 1999-2006... 4 4. Permintaan dan Penyediaan Beras Nasional Tahun 1999-2007 ... 5 5. Perkembangan Rata-rata Bulanan Harga Beras September 2006

sampai Mei 2007... 7 6. Jumlah Penduduk DKI Jakarta Tahun 2005 ... 51 7. Karakteristik Umum Responden Berdasarkan Kelas Sosial... 54 8. Rata-rata Harga Beras yang dibeli Responden Berdasarkan

Kelas Sosial (Rp/kg) ... .. 55 9. Persentase Perubahan Pola Konsumsi Rumah Tangga Setelah

Kenaikan Harga Beras ... .. 56 10. Perubahan Frekuensi Konsumsi Beras (per hari) ... 58 11. Perubahan Jumlah Responden yang Mengkonsumsi Pangan Lain... 60 12. Perubahan Jumlah Konsumsi Beras (per hari)... 61 13. Perubahan Jenis Beras yang Dikonsumsi ... 62 14. Hasil Analisis Regresi Logit Perubahan Jenis Beras yang

Dikonsumsi... 64 15. Perubahan Frekuensi Pembelian Beras per Bulan... 66 16. Hasil Analisis Regresi Logit Perubahan Frekuensi Pembelian

(25)

DAFTAR GAMBAR

(26)

DAFTAR LAMPIRAN

(27)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pangan merupakan kebutuhan dasar yang paling esensial bagi manusia

untuk mempertahankan hidup. Manusia sebagai makhluk hidup, tanpa pangan

tidak mungkin dapat melangsungkan hidup dan bermasyarakat. Tidak dapat

dipungkiri lagi bahwa sejak dulu hingga nanti pun manusia memerlukan bahan

pangan untuk bertahan hidup. Pangan telah menjadi kebutuhan primer manusia

yang harus dipenuhi sebelum memenuhi kebutuhan hidup lainnya seperti sandang,

papan dan pendidikan.

Beras merupakan salah satu komoditas pangan yang sangat strategis bagi

Indonesia dan sering menjadi komoditas politik1. Hal ini disebabkan

keberadaannya sebagai bahan pangan pokok bagi hampir seluruh bangsa

Indonesia. Mengkonsumsi beras terkait erat dengan budaya makan dan citra status

sosial di masyarakat. Masyarakat yang mengkonsumsi beras dinilai memiliki

status sosial lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat yang mengkonsumsi

sumber karbohidrat lain seperti jagung, ubi- ubian atau sagu.

Sifat beras yang mudah diolah dan sesuai dengan budaya konsumsi

masyarakat menyebabkan ketergantungan terhadap beras sangat tinggi (Lastry,

2006). Akibatnya, seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk maka

kebutuhan beras di Indonesia akan terus meningkat. Rata-rata konsumsi beras per

kapita per tahunnya mencapai 116,95 kg, sangat tinggi dibandingkan konsumsi

1 Anton Apriyantono. Beras, Komoditas Penuh Tantangan. Harian Seputar Indonesia 18 Desember

(28)

per kapita per tahun tanaman pangan lainnya. Tabel 1 menyajikan rata-rata

konsumsi komoditas pangan di Indonesia.

Tabel 1. Rata-rata Konsumsi Komoditas Pa ngan Indonesia Tahun 2005 (kilogram/kapita/tahun)

No. Komoditas Pangan Jumlah Konsumsi

1 Beras 116,95

2 Jagung 3,32

3 Ketela Pohon 15,04

4 Ayam 4,07

5 Daging 1,81

6 Telur 6,12

7 Susu 1,41

8 Ikan 18,58

9 Sayuran 50,78

10 Buah 31,74

11 Kedelai 7,78

12 Gula 9,90

Sumber : Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), 2006

Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi beras di

Indonesia tinggi. Jumlahnya merupakan proporsi terbesar dari konsumsi jenis

pangan lain. Konsumsi beras per kapita per tahun yang tinggi menyebabkan total

konsumsi beras secara nasional semakin meningkat dari tahun ke tahun. Secara

umum, konsumsi beras per kapita per tahun di Indonesia cenderung menurun

dengan adanya diversifikasi pangan sebagai dampak dari perubahan pendapatan

dan status sosial. Penurunan tersebut tidak diikuti dengan penurunan pada total

konsumsi beras secara nasional. Hal ini disebabkan jumlah penduduk yang

meningkat setiap tahunnya. Data konsumsi beras per kapita per tahun di Indonesia

(29)

Tabel 2. Konsumsi Beras Rumah Tangga di Indonesia Tahun 1999-2006

Tahun Jumlah Penduduk

(000 jiwa)

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa mulai tahun 1999 konsumsi beras

per kapita cenderung mengalami penurunan. Pada Tahun 1999, konsumsi beras

per kapita per tahunnya sebesar 165,02 kg dan turun hingga 139,15 kg pada tahun

2007. Penurunan yang cukup besar ini seharusnya mendorong penurunan total

konsumsi beras secara nasional. Kenyataannya, total konsumsi beras nasional

masih tetap tinggi. Hal ini disebabkan pertambahan jumlah penduduk setiap

tahunnya. Rata-rata pertambahan jumlah penduduk sebesar 1,01 persen setiap

tahun menyebabkan kebutuhan konsumsi beras juga meningkat, sehingga total

konsumsi beras nasional tetap tinggi. Dapat disimpulkan bahwa peningkatan total

konsumsi beras nasional didorong oleh pertambahan jumlah penduduk.

Beras sebagai bahan pangan pokok, merupakan komoditi yang inelastis

terhadap perubahan harga2. Naik atau turunnya harga beras akan berpengaruh

relatif sangat kecil terhadap perubahan permintaan beras. Hal ini disebabkan

orang tidak akan secara signifikan menambah atau mengurangi konsumsinya

terhadap beras, walaupun harga berfluktuasi. Konsumsi beras juga relatif tidak

2 Martin Manurung. Mengupas Tuntas Masalah Beras. Artikel 21 Februari 2007

(30)

sensitif terhadap perubahan pendapatan3. Peningkatan pendapatan seseorang tidak

akan meningkatkan kuantitas beras tetapi lebih pada meningkatkan kualitas beras

yang dikonsumsi. Dengan demikian, proporsi pengeluaran untuk beras cenderung

berbanding terbalik dengan tingkat kesejahteraan seseorang. Semakin tinggi

tingkat kesejahteraan seseorang, proporsi pengeluaran untuk beras cenderung

semakin kecil, dan sebaliknya. Tabel 3 menyajikan perubahan pola konsumsi

rumah tangga selama periode 1999-2006 menurut jenis pengeluarannya.

Tabel 3. Komposisi Pe ngeluaran Rumah tangga per Kapita sebulan menurut Jenis Pengeluaran (%) Tahun 1999-2006

Jenis Komoditas 1999 2002 2003 2004 2005 2006 Sumber : www.bps.go.id (download tanggal 17 Januari 2008)

Tabel 3 menunjukkan bahwa selama periode 1999-2005 proporsi

pengeluaran untuk makanan mengalami penurunan, yaitu dari 62,94 persen

menjadi 51,37 persen pada tahun 2005. Dan pada tahun 2006, proporsi

pengeluaran untuk makanan menga lami peningkatan menjadi 53,01 persen.

Adanya perubahan pola konsumsi pada tahun 2006 dengan peningkatan proporsi

pengeluaran untuk makanan khususnya padi-padian (beras) memberikan indikasi

penurunan kesejahteraan masyarakat dengan adanya pengorbanan masya rakat

3 Daniel Perwira dkk. Konsumsi Beras Sebagai Ukuran Sederhana Kesejahteraan Masyarakat Mei

(31)

untuk mengurangi konsumsi bukan makanan agar kuantitas dan kualitas beras

yang dikonsumsi tidak turun terlalu tajam. Perubahan pola konsumsi tersebut juga

terjadi karena adanya penurunan standar hidup secara drastis akibat meningkatnya

harga-harga kebutuhan rumah tangga, sehingga rumah tangga akan memberikan

prioritas utama pada pengeluaran untuk makanan.

Ketersediaan beras dapat memberi pengaruh besar terhadap ketahanan

pangan nasional suatu bangsa. Ketersediaan beras yang cukup, baik kualitas

maup un kuantitas akan memberikan pengaruh positif pada pembangunan suatu

negara. Hal ini mendorong pemerintah untuk memenuhi kebutuhan beras dalam

negeri dengan berbagai cara, seperti mendorong produksi dalam negeri atau

melalui perdagangan dunia (impor). Di Indonesia, sebagian besar konsumsi beras

dipenuhi oleh produksi dalam negeri. Tabel 4 menyajikan jumlah permintaan beras

untuk konsumsi dan produksi beras nasional tahun 1999-2007.

Tabel 4. Permintaan dan Penyediaan Beras Nasional Tahun 1999-2007

Tahun

1999 28.808.419 33.462.096 (4.653.677)

2000 29.393.160 30.129.328 (736.167)

2001 28.578.703 28.438.055 140.648

2002 29.161.432 29.717.737 (556.306)

2003 29.528.379 30.198.735 (670.356)

2004 30.633.260 29.698.277 934.983

2005 30.668.730 30.502.334 166.396

2006 30.840.811 30.898.438 (57.627)

2007* 31.221.681 31.295.517 (73.836)

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2006

* Angka Ramalan (ARAM) II BPS, 2007

Produksi beras untuk konsumsi dari tahun 1999 sampai tahun 2007

(32)

beras nasional yang terus meningkat setiap tahunnya. Pada Tabel 4 menunjukkan

hanya pada tahun 2001, 2004 dan 2005 Indonesia memiliki surplus beras.

Berdasarkan angka ramalan II Badan Pusat Statistik 2007, jumlah produksi beras

untuk konsumsi adalah 31,22 juta ton, sedangkan perkiraan untuk konsumsi

langsung sebesar 31,29 juta ton. Dengan demikian, terjadi kekurangan beras

sebesar 70 ribu ton.

Musim kemarau yang panjang pada tahun 2006 menyebabkan musim

tanam padi terlambat dua sampai tiga bulan. Selain itu, penurunan produktivitas

usaha tani akibat dari pengaturan distribusi sarana produksi yang tidak berjalan

dengan baik, mengakibatkan persediaan beras pada bulan Januari dan Februari

2007 mengami penurunan dibandingkan dengan produksi padi pada tahun 2006.

Penurunan produksi beras yang terjadi menyebabkan kelangkaan beras di pasar

tidak dapat dihindari. Akibatnya, kenaikan harga beras terjadi pada akhir tahun

2006.

Pada akhir November 2006, harga beras mengalami kenaikan yang tinggi

dan cukup meresahkan masyarakat, terutama karena harga beras melambung tinggi

dan belum pernah terjadi dalam kurun waktu lima tahun terakhir4. Berdasarkan

data BPS, harga beras mulai mengalami kenaikan sejak akhir November 2006.

Harga beras untuk jenis IR-64 mengalami kenaikan dari Rp. 5.193 per kg menjadi

Rp. 5.450 per kg pada minggu pertama Desember5. Kenaikan ini merupakan

kenaikan rata-rata nasional, sehingga harga beras yang terjadi di kota-kota tertentu

dapat lebih tinggi dari harga rata-rata. Tabel 5 menyajikan perkembangan harga

pangan pokok di Indonesia. Berdasarkan Tabel 5, harga beras jenis IR-I di DKI

4 Nofie Iman. Beras Sebagai Sumber Kemiskinan. http://wordpress.com/tag/ekonomi-mikro/ (14

(33)

Jakarta mulai mengalami peningkatan pada November 2006 dan mencapai harga

tertinggi pada bulan Maret sebesar Rp. 6.377 per kg. Dan kemudian berangsur

turun hingga Rp.5.326 per kg pada Maret 2007.

Tabel 5. Perkembangan Rata-rata Bulanan Harga Beras September 2006 sampai Mei 2007 Sumber : Departemen Perdagangan, 2006

Kebutuhan akan beras yang tinggi jika tidak diimbangi dengan

peningkatan produksi beras yang tinggi maka akan menimbulkan kekurangan

dalam ketersediaan beras di pasar. Jika upaya untuk meningkatkan produksi beras

nasional tidak ada maka akan menimbulkan masalah antara kebutuhan dan

ketersediaan beras dengan kesenjangan yang semakin melebar. Apabila kebutuhan

untuk mengkonsumsi beras semakin tinggi dan tidak diikuti oleh ketersediaan

beras maka harga beras di pasar akan mengalami kenaikan. Harga beras yang

melonjak tinggi mengakibatkan perubahan dalam pola konsumsi beras. Sebagian

masyarakat menghendaki adanya pasokan dan harga beras yang stabil, tersedia

(34)

terjangkau. Oleh karena itu, ketersediaan beras baik kualitas maupun kuantitas

harus dijaga dengan baik.

Dampak dari kenaikan harga beras terlihat nyata pada masyarakat miskin.

Data BPS menunjukkan 23 persen pengeluaran rumah tangga miskin (gakin)

dialokasikan untuk beras. Proporsi pengeluaran beras dalam konsumsi rata-rata

nasional hanya sekitar 16 persen. Sementara untuk masyarakat kelas atas tidak

lebih dari 5 persen6. Dengan demikian, semakin tinggi pendapatan semakin tidak

terasa dampak kenaikan harga beras. Hal ini menyebabkan pengetahuan mengenai

perubahan pola konsumsi beras pada rumah tangga diperlukan untuk melihat

seberapa besar pengaruh kenaikan harga beras terhadap pola konsumsi rumah

tangga berdasarkan kelas dan status sosial.

1.2 Perumusan Masalah

Pentingnya peranan beras dalam kehidupan rakyat dan perekonomian

Indonesia tidak dapat dipungkiri lagi. Beras merupakan suatu komoditi yang

bersifat strategis dan bahan pangan pokok bagi hampir seluruh masyarakat

Indonesia. Harga beras dipengaruhi oleh ketersediaannya di pasar. Harganya akan

naik jika ketersediaannya berkurang. Upaya pemenuhan kebutuhan beras untuk

masyarakat di Indonesia tidak hanya mendapat tantangan dari bertambahnya

jumlah penduduk tetapi juga dari semakin meningkatnya pendapatan dan

berubahnya pola konsumsi. Oleh karena itu, pemerintah tidak hanya menekankan

kebijaksanaannya untuk memperbesar produksi, tetapi juga disertai dengan

mengkampanyekan diversifikasi pangan. Untuk masyarakat dengan penghasilan

(35)

rendah, kebutuhan akan kalori dan protein relatif dapat dipenuhi dengan

mengkonsumsi beras sebagai pangan pokok. Hal ini disebabkan kandungan

protein dan kalori yang terdapat pada beras lebih besar dibandingkan dengan

bahan pangan lainnya seperti jagung atau ketela pohon. Beras dapat menghasilkan

kalori 68,6 persen dan protein 68,7 persen yang diperlukan oleh tubuh, sedangkan

jagung hanya menghasilkan 13,7 persen kalori dan 20 persen protein (Arifin,

1994).

Beras dikonsumsi oleh konsumen baik konsumen individu, konsumen

rumah tangga maupun konsumen usaha jasa. Permintaan terhadap beras meliputi

konsumsi di dalam rumah, di luar rumah, konsumsi makanan hasil industri

pengolahan dan kebutuhan beras untuk cadangan rumah tangga. Beberapa

golongan konsumen di atas, rumah tangga adalah konsumen beras yang paling

besar. Rumah tangga ditempatkan sebagai konsumen terbesar karena rumah

tangga terdiri dari beberapa individu, sehingga jumlah yang dikonsumsi adalah

kumulatif dari kebutuhan per kapita masing- masing individu tersebut. Kebutuhan

beras rumah tangga terdiri dari kebutuhan untuk konsumsi langsung dan untuk

sediaan minimum (Lastry, 2006).

Rumah tangga sebagai konsumen berasal dari latar belakang etnis dan

budaya, ekonomi serta status sosial yang berbeda. Faktor budaya dan ekonomi

merupakan variabel-variabel yang dapat mempengaruhi pembentukan sikap dan

perilaku konsumen. Perbedaan tersebut menyebabkan timbulnya sikap dan

perilaku yang berbeda dalam mengkonsumsi barang dan jasa. Keanekaragaman

(36)

Kota Jakarta adalah ibukota Negara Republik Indonesia yang disebut juga

kota metropolitan, dengan penduduk yang sangat padat serta terdapat berbagai

aktivitas baik dibidang pemerintahan, perekonomian, dan pendidikan.

Sebagaimana halnya kota metropolitan pengaruh adanya budaya luar dalam iklim

globalisasi, teknologi serta informasi yang tiada batas, sangat cepat berkembang

seiring laju perkembangan dan dampak yang dapat ditimbulkannya. Jakarta Timur

sebagai salah satu kotamadya DKI Jakarta memiliki populasi dengan tingkat

kepadatan penduduk terbesar (Lampiran 1) dan memiliki struktur masyarakat

yang beraneka ragam. Keragaman tersebut meliputi suku bangsa, latar belakang

pendidikan dan pekerjaan, budaya serta tingkat perekonomian yang tercermin

dalam kehidupan masyarakat sehari- hari. Keanekaragaman sosial budaya tersebut

membentuk perilaku dan kebiasaan yang beragam di masyarakat, sehingga

struktur konsumsi masyarakat juga beranekaragam khususnya untuk konsumsi

beras. Oleh karena itu, hal ini menarik untuk diamati dan dikaji lebih mendalam.

Kenaikan harga beras yang terjadi saat ini disebabkan pemerintah tidak

memiliki persediaan beras dalam jumlah yang cukup untuk mengatasi kelangkaan

beras yang sedang terjadi, khususnya pada kondisi dimana iklim kurang

mendukung (musim kemarau yang lebih panjang pada tahun 2006 mengakibatkan

berkurangnya persediaan beras di bulan Januari dan Februari 2007). Peningkatan

produksi padi yang kecil diakibatkan semakin sempitnya areal persawahan,

kelangkaan pupuk dan masalah teknis lainnya, menjadi penyebab utama

berkurangnya persediaan beras yang ada di Bulog.

Mayoritas penduduk Indonesia memilih beras sebagai bahan pangan

(37)

masyarakat sangat sensitif terhadap isu mengenai beras dan hal ini terkait erat

dengan harga (Lastry, 2006). Untuk rumah tangga dengan pendapatan yang tetap,

kenaikan harga beras tentu saja akan berdampak negatif terhadap pola

konsumsinya sehingga mempengaruhi tingkat kesejahteraan rumah tangga pada

umumnya (Arifin, 1994).

Penelitian ini mengkaji seberapa besar perubahan pola konsumsi beras

pada rumah tangga setelah kenaikan harga beras dan faktor-faktor yang

mempengaruhinya seperti pendapatan, pendidikan, selera, kelas sosial dan

karakteristik konsumen lainnya. Konsumen rumah tangga dikelompokkan

berdasarkan kelas sosial yang ada di masyarakat sebagai dasar segmentasi.

Pengelompokkan ini dilakukan untuk memudahkan peneliti karena besarnya

keragaman karakteristik dan sumberdaya yang terdapat dalam rumah tangga.

Rumah tangga yang dikelompokkan berdasarkan kelas sosial diduga akan

membentuk pola konsumsi tertentu sesuai dengan kelas sosialnya.

Pendapatan merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi

seseorang atau rumah tangga dalam melakukan konsumsi. Indikator pendapatan

dapat dicerminkan dari kesejahteraan suatu rumah tangga. Jika rumah tangga

sejahtera maka pendapatan diperkirakan tinggi sehingga mereka lebih

mengutamakan mengkonsumsi pangan yang banyak mengandung protein dan

mengurangi konsumsi karbohidrat seperti beras. Namun untuk rumah tangga

dengan pendapatan rendah, konsumsi lebih diutamakan pada pangan yang

mengandung karbohidrat.

Selera konsumen akan berpengaruh pada jenis beras yang dikonsumsi,

(38)

tangga kelas menengah diperkirakan akan mengkonsumsi beras jenis kualitas

sedang, yang harganya pun relatif lebih tinggi dibandingkan dengan jenis kualitas

rendah. Jika akhir-akhir ini harga beras semakin tinggi maka rumah tangga kelas

atas diperkirakan tidak akan mengurangi konsumsi beras maupun menurunkan

kualitas beras yang dikonsumsi.

Pola konsumsi penduduk berubah dari waktu ke waktu dan antara daerah

satu dengan daerah lainnya tergantung kepada selera, pendapatan dan lingkungan.

Pada akhirnya, pola konsumsi menentukan seberapa besar jenis barang tertentu

harus disediakan dan bagaimana distribusinya, terutama dalam hal makanan agar

harganya tidak terguncang.

Pada saat terjadi defisit antara kebutuhan dan produksi beras maka yang

terjadi adalah kenaikan harga beras yang akan memberatkan masyarakat,

khususnya masyarakat menengah ke bawah. Oleh karena itu, pemahaman

sepenuhnya akan dampak kenaikan harga beras terhadap pola konsumsi penting

untuk dianalisis.

Berdasarkan uraian di atas maka pembahasan penelitian ini akan dibatasi

atas beberapa pokok permasalahan, yaitu :

1. Bagaimana perubahan pola konsumsi beras sebagai akibat kenaikan harga

beras di tingkat rumah tangga Jakarta Timur.

2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi perubahan pola konsumsi beras

(39)

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dilakukan sebelumnya, maka

tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi perubahan pola konsumsi beras sebagai akibat kenaikan

harga beras di tingkat rumah tangga Jakarta Timur.

2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan pola konsumsi

beras akibat kenaikan harga beras pada rumah tangga di Jakarta Timur.

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian mengenai Analisis Dampak Kenaikan Harga Beras Terhadap

Pola Konsumsi Beras Rumah Tangga berguna untuk mengetahui perubahan pola

konsumsi beras pada rumah tangga setelah harga beras mengalami kenaikan dan

faktor- faktor yang mempengaruhinya. Bagi pengambil kebijakan khususnya

pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi tambahan

dalam menentukan kebijakan dan pengambilan keputusan di masa yang akan

datang dalam upaya mengatasi masalah beras. Bagi penulis, penelitian ini dapat

dijadikan sebagai proses belajar yang akan memberi banyak tambahan ilmu dan

pengetahuan dan juga sebagai sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang telah

diperoleh selama mengikuti kuliah. Bagi pembaca, dapat menjadi bahan acuan

untuk penelitian selanjutnya.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada pola konsumsi beras rumah tangga secara

(40)

pasar. Penelitian ini hanya memperhitungkan jumlah konsumsi beras di dalam

rumah saja, sedangkan untuk konsumsi beras di luar rumah tidak diperhitungkan.

Perubahan pola konsumsi beras pada rumah tangga hanya meliputi frekuensi dan

jumlah konsumsi beras, jenis beras, frekuensi dan jumlah pembelian beras serta

(41)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Beras

Beras menempati urutan pertama dalam jenis bahan makanan yang

dikonsumsi oleh penduduk Indonesia, walaupun konsumsinya semakin menurun.

Penurunan konsumsi ini dapat diakibatkan oleh peningkatan kesejahteraan rakyat.

Semakin tinggi pendapatan maka porsi pengeluaran akan bergeser dari

pengeluaran untuk makanan ke pengeluaran untuk bukan makanan. Selain itu

pendapatan yang meningkat tidak menyebabkan peningkatan konsumsi

karbohidrat, tetapi beralih ke pemenuhan protein, seperti daging, ayam, susu,

telur, dan sebagainya. Dengan demikian, dapat disimpulkan proporsi pengeluaran

untuk beras dalam total pengeluaran untuk makanan di tingkat perkotaan maupun

nasional secara seragam dipengaruhi oleh harga beras dan pendapatan konsumen.

Berdasarkan Suryana (2003), secara umum penduduk Asean, khususnya

Philipina, Malaysia, Thailand, dan Indonesia menyenangi rasa nasi dari beras

dengan kandungan amilosa medium (20-25%), sedangkan Jepang dan Korea

menyenangi beras dengan kadar amilosa rendah (13-25%). Kandungan amilosa ini

mempengaruhi rasa nasi secara keseluruhan sebesar 65 persen. Amilosa adalah

rangkaian dari unit- unit gula (glukosa) yang menyusun molekul- molekul besar

dari pati beras. Semakin kecil kadar amilosa beras, semakin lekat (pulen)

nasinya.Oleh karena itu, beras ketan praktis tidak ada amilosanya (0-9%). Selain

itu, kandungan amilosa mempengaruhi sifat pemekaran volume beras, dan

cepatnya nasi mengeras setelah dimasak. Semakin tinggi kadar amilosanya maka

(42)

dingin. Beras dengan amilosa rendah biasanya menghasilkan nasi dengan sifat

tidak kering, teksturnya pulen, tidak menjadi keras setelah dingin, rasanya enak

dan nasinya mengkilap.

Aroma pada beras ternyata dipengaruhi oleh suhu dan udara. Apabila

beras disimpan pada suhu diatas 15ºC, setelah 3-4 bulan akan mengalami

perubahan aroma dan rasa. Suhu gudang di Indonesia biasanya lebih tinggi dari

15ºC, sehingga menyebabkan terjadinya kerusakan aroma yang mempengaruhi

rasa beras. Semakin lama beras disimpan, semakin menurun rasa dan aroma

nasinya (Suryana, 2003).

Identifikasi beras dapat dilakukan dengan melihat pada keragaan dan sifat

fisik beras, antara lain dilihat dari warna. Warna beras yang berbeda-beda diatur

secara genetik. Beberapa warna beras yang tersedia di pasar antara lain :

1. Beras “biasa” berwarna putih agak transparan yang umumnya dikonsumsi

oleh masyarakat dan mendominasi pasar beras.

2. Beras merah

3. Beras hitam

4. Beras ketan

5. Beras ketan hitam

Beras yang paling banyak tersedia di pasar adalah beras “biasa” yang

dapat diidentifikasi melalui jenis, kemasan dan harga. Jika dilihat dari segi harga,

beras terdiri dari beberapa jenis yang biasanya dijadikan sebagai patokan terhadap

kualitasnya. Beras dengan harga yang mahal biasanya memiliki kualitas yang baik

dan menghasilkan rasa nasi yang lebih enak. Di pasar dikenal beras dengan

(43)

kualitas super. Beras juga dapat dibedakan dari merek yang dipasarkan, karena

merek sebagai simbol dapat mencerminkan identitas jenis produk dalam hal ini

beras. Identifikasi melalui merek hanya bisa dilakukan apabila beras sudah

dikemas dan diberi label. Beberapa merek beras yang banyak beredar dan diminati

oleh masyarakat diantaranya; IR-64, Setra Ramos, Cianjur, Rojolele dan Pandan

Wangi.

Beras dapat pula dibedakan berdasarkan tekstur nasi yang dihasilkan

antara lain pulen, sedang dan pera. Beras pulen biasanya dikonsumsi oleh

masyarakat yang didominasi oleh suku Sunda sedangkan beras pera lebih disukai

dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat yang berasal dari daerah Sumatera.

Perbedaan preferensi tersebut disebabkan oleh latar belakang budaya dan etnis

yang sudah terbentuk di dalam masyarakat (Lastry, 2006).

2.2 Konsumen

Pengertian konsumen berdasarkan masyarakat awam sebagai orang yang

membeli dan mengkonsumsi barang dan jasa yang diproduksi dan dipasarkan oleh

produsen untuk pemenuhan kebutuhan. Pemerintah Indonesia mendefinisikan

konsumen secara spesifik di dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen

Nomor 8 tahun 1999 sebagai setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang

tersedia bagi masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga atau orang lain

maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

(44)

1. Konsumen akhir (final customer) adalah setiap rumah tangga atau individu

yang membeli produk atau jasa untuk memenuhi kebutuhan sendiri atau

dikonsumsi langsung.

2. Konsumen organisasi (organizational customer) adalah organisasi,

perusahaan, pedagang, pemerintah dan lembaga non profit yang membeli

barang atau jasa untuk diproses lebih lanjut hingga menjadi produk akhir.

Tipe konsumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsumen akhir (final

customer).

2.3 Perilaku Konsumen

Setiap konsumen memiliki perilaku yang berbeda dan selalu berubah dari

waktu ke waktu sesuai dengan proses pembelajaran yang mereka terima. Ada

banyak hal yang dapat kita pelajari dan analisis dari perilaku konsumen dalam

mengkonsumsi barang dan/atau jasa.

Engel, Blackwell dan Miniard (1994) mendefinisikan perilaku konsumen

sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi dan

menghabiskan produk dan atau jasa termasuk proses keputusan yang mendahului

dan menyusuli tindakan ini. Sumarwan (2002) menyimpulkan definisi dari

perilaku konsumen adalah semua kegiatan, tindakan serta proses psikologis yang

mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli,

menggunakan, menghabiskan produk dan jasa setelah melakukan hal- hal di atas

atau kegiatan mengevaluasi. Teori perilaku konsumen mencoba menerangkan

(45)

alat-alat pemuas kebutuhan yang dapat berupa barang-barang ataupun jasa-jasa

konsumsi.

Perilaku konsumen dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain pengaruh

lingkungan, perbedaan individu serta proses psikologis. Pengaruh lingkungan

yang dimaksud antara lain budaya, kelas sosial, pengaruh pribadi, keluarga dan

situasi. Selanjunya perbedaan individu terdiri dari sumberdaya konsumen,

motivasi dan keterlibatan, pengetahuan, sikap, kepribadian dan gaya hidup serta

demografi. Proses psikologis yang mempengaruhi dalam perilaku konsumen

antara lain pengolahan informasi, pembelajaran, perubahan dan sikap atau

perilaku. Faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi proses pengambilan

keputusan yang terdiri dari beberapa tahap yaitu ; pengenalan kebutuhan,

pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian dan kepuasan

terhadap hasil. Hubungan kausal antara perilaku konsumen dan faktor- faktor yang

mempengaruhinya disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Model Perilaku Pengambilan Keputusan Konsumen dan Faktor- faktor yangiMempengaruhinya

Sumber : Engel et. al, 1994

Proses keputusan :

Pengenalan kebutuhan

Pencarian informasi

Evaluasi Alternatif

Pembelian

• Pengaruh situasi

Perbedaan Individu :

• Sumberdaya Konsumen

• Motivasi dan Keterlibatan

• Pengetauan

• Sikap

(46)

2.4 Teori Permintaan

Permintaan seseorang atau masyarakat terhadap suatu barang dipengaruhi

oleh banyak faktor. Diantara banyaknya faktor- faktor tersebut yang dianggap

paling penting adalah sebagai berikut (Lipsey,1995) :

1. Harga barang itu sendiri

2. Harga barang lain yang berkaitan erat dengan barang tersebut

3. Pendapatan rumah tangga

4. Distribusi pendapatan dalam masyarakat

5. Citarasa masyarakat

6. Jumlah penduduk

7. Ramalan keadaan di masa mendatang

Faktor-faktor tersebut akan sulit jika diteliti secara bersamaan. Oleh sebab

itu, didalam analisa ekonomi dianggap permintaan suatu barang terutama

dipengaruhi oleh harga barang itu sendiri dan dianggap faktor-faktor lain tidak

berubah “cateris paribus”. Selanjutnya, kita bisa memisalkan harga adalah

konstan kemudian menganalisa bagaimana permintaan suatu barang dipengaruhi

oleh faktor lainnya. Berdasarkan inilah dapat diketahui bagaimana permintaan

suatu barang akan berubah apabila pendapatan, harga barang lain, citarasa dan

faktor lainnya mengalami perubahan.

1. Harga barang itu sendiri

Hukum permintaan menjelaskan hubungan antara permintaan suatu barang

dengan harganya. Hukum permintaan pada hakekatnya merupakan suatu hipotesa

(47)

permintaan terhadap barang tersebut, sebaliknya semakin tinggi harga suatu

barang, semakin sedikit permintaan atas barang tersebut”.

2. Harga-harga barang lain

Kaitan antara suatu barang dengan barang lain dapat dibedakan menjadi

dua yaitu barang tersebut merupakan barang pengganti (subtitusi) atau barang

tersebut merupakan barang pelengkap (komplementer). Barang pengganti ialah

barang lain yang dapat menggantikan fungsi suatu barang, jika harga barang

tersebut turun maka barang yang digantikannya akan mengalami penurunan di

dalam permintaan. Barang pelengkap ialah barang yang jika digunakan

bersama-sama dengan barang lainnya maka akan menambah kepuasan penggunanya,

kenaikan atau penurunan permintaan barang pelengkap selalu seiring dengan

permintaan dari barang yang dilengkapinya.

3. Pendapatan rumah tangga

Pendapatan rumah tangga merupakan faktor yang sangat penting di dalam

menentukan corak permintaan terhadap berbagai jenis barang. Perubahan dalam

pendapatan selalu menimbulkan perubahan ke atas permintaan suatu barang.

Dengan pendapatan yang tinggi rumah tangga akan memiliki pilihan barang untuk

dikonsumsi lebih banyak sehingga lebih leluasa memilih barang yang akan

dikonsumsinya.

4. Distribusi pendapatan

Distribusi pendapatan dalam masyarakat dapat mempengaruhi corak

permintaan dari berbagai jenis barang. Sejumlah pendapatan masyarakat yang

tertentu besarnya akan menimbulkan corak permintaan masyarakat yang berbeda

(48)

tingkatan kelas sosial masyarakat, golongan masyarakat kelas atas tentunya akan

memiliki pola permintaan barang yang berbeda dengan golongan masyarakat

kelas menengah dan bawah.

5. Citarasa masyarakat

Citarasa mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap keinginan

masyarakat untuk membeli barang-barang. Pendidikan merupakan salah satu

indikator yang mempengaruhi citarasa seseorang, orang yang berpendidikan tinggi

akan memiliki citarasa yang berbeda dengan orang yang berpendidikan rendah.

Pendidikan bukan merupakan satu-satunya indikator yang mempengaruhi citarasa

seseorang. Pekerjaan, umur, daerah tempat tinggal, anggota keluarga, etnis

merupakan faktor- faktor lain yang dapat mempengaruhi citarasa seseorang.

6. Jumlah penduduk

Pertambahan penduduk tidak dengan sendirinya mnyebabkan

pertambahan permintaan. Akan tetapi, biasanya pertambahan penduduk diikuti

oleh perkembangan dalam kesempatan kerja. Dengan demikian, lebih banyak

orang yang menerima pendapatan dan akan menambah daya beli masyarakat.

Penambahan daya beli ini akan menambah permintaan.

7. Ramalan keadaan di masa mendatang

Perubahan-perubahan yang diramalkan mengenai keadaan masa yang akan

datang dapat mempengaruhi permintaan. Ramalan para konsumen bahwa

harga-harga akan menjadi bertambah tinggi di masa depan akan mendorong mereka

membeli lebih banyak pada masa sekarang ini, untuk menghemat pengeluaran

(49)

2.5 Pola Konsumsi

Sebagai dasar dari model konsumsi adalah fungsi permintaan yang

diturunkan dari fungsi utilitas dengan pendapatan sebagai faktor pembatas. Selain

itu permintaan setiap komoditi ditentukan oleh komoditi lain, sehingga terjadi

kombinasi yang memberikan utilitas maksimal. Dengan demikian tingkah laku

konsumen dapat diterangkan dengan pendekatan fungsi kepuasan (Bilas dalam

Nurmansyah, 2006).

Pendapat Lipsey et. al (1995) tentang konsumen yang dihadapkan pada

pendapatan yang terbatas, konsumen tidak dapat membeli semua barang dan jasa

yang diinginkan, akan tetapi berusaha untuk memaksimumkan kepuasaannya dari

pemakaian barang dan jasa, kemudian konsumen akan mengubah pola

pengeluaran dan menyesuaikannya sehingga akan memperoleh kepuasan

maksimal atau konsumen berada pada keseimbangan. Tindakan menggunakan

komoditi, baik barang maupun jasa untuk memuaskan kebutuhan menurut Lipsey

et. al (1995) disebut konsumsi.

Pola konsumsi merupakan refleksi dari kebiasaan makan suatu masyarakat

yang sangat dipengaruhi oleh budaya, termasuk pengetahuan dan sikap terhadap

pangan (Departemen Pertanian, 1993). Menurut Pratiwi (2002), pola konsumsi

masyarakat ditentukan oleh beberapa faktor, seperti kondisi geografi, agama,

tingkat sosial ekonomi, pengetahuan akan pangan dan gizi, serta ketersediaan

pangan. Menurut Kamus Istilah Ketahanan Pangan, pola konsumsi didefinisikan

sebagai susunan makanan yang mencakup jenis dan jumlah bahan makanan

rata-rata per orang per hari yang umum dimakan/dikonsumsi penduduk dalam waktu

(50)

dikonsumsi, termasuk jumlah, jenis, keragaman dan frekuensi konsumsinya

(Cameron and Stavern dalam Predesha, 2004).

Berdasarkan beberapa pengertian teoritis, pola konsumsi pangan secara

umum menggambarkan bagaimana sikap dan tingkah laku konsumen terhadap

produk pangan itu sendiri. Pola konsumsi tercermin dari kualitas dan kuantitas

produk yang dikonsumsi serta frekuensi yang terbentuk dari kebiasaan khususnya

kebiasaan makan. Pola konsumsi pangan dapat diamati melalui frekuensi

konsumsi, jumlah konsumsi, jenis pangan, frekuensi pembelian, jumlah setiap kali

pembelian, dan tempat pembelian.

2.6 Konsumsi Rumah Tangga

Pengertian rumah tangga adalah seseorang atau sekelompok orang yang

mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik, dan biasanya mereka melakukan

kegiatan konsumsi makan secara bersama-sama dalam satu dapur (BPS, 2006).

Pola pengeluaran rumah tangga dapat digunakan sebagai indikator tingkat

kesejahteraan masyarakat di suatu daerah. Rumah tangga membayar pengeluaran

terutama dari pendapatannya, dan besar pengeluaran konsumsi tersebut ditentukan

oleh tingkat pendapatannya. Dalam melakukan konsumsi, rumah tangga akan

memenuhi kebutuhan konsumsi yang paling mendesak terlebih dahulu yaitu

kebutuhan pangan lalu sandang (pakaian) dan papan (tempat tinggal). Setelah

ketiga kebutuhan tersebut terpenuhi, rumah tangga akan terus berusaha

memuaskan kebutuhan lainnya, seperti sarana transportasi, sarana komunikasi

(51)

untuk bentuk-bentuk konsumsi diatas, biasanya rumah tangga melakukan saving

(menabung) untuk cadangan dana kebutuhan yang tidak terduga.

Pola pengeluaran rumah tangga secara garis besar dibagi menjadi dua

bagian, yaitu penge luaran untuk makanan dan pengeluaran untuk bukan makanan.

Tarik-menarik antara kedua bagian pengeluaran tersebut mencerminkan keadaan

pendapatan masyarakat. Meningkatnya pendapatan masyarakat akan menurunkan

proporsi pengeluaran makanan. Dengan kata lain, peningkatan pendapatan per

kapita diharapkan dapat menurunkan proporsi pengeluaran makanan sehingga

pengeluaran dapat beralih ke sektor bukan makanan, seperti sandang, papan,

sarana transportasi, sarana komunikasi dan lainnya. Dengan meningkatnya

proporsi pengeluaran untuk bukan makanan maka diharapkan kesejahteraan

masyarakat meningkat.

Telah disadari bahwa pertumbuhan tingkat pendapatan masyarakat yang

merupakan akibat dari pertumbuhan ekonomi akan mempengaruhi tingkat

pengeluaran. Di negara berkembang kenaikan pendapatan akan berpengaruh besar

pada peningkatan konsumsi rumah tangga, terutama konsumsi pangan untuk

memenuhi tingkat kecukupan gizi. Tingginya proporsi konsumsi makanan

berkaitan erat dengan rendahnya persentase pembagian pendapatan yang diterima

oleh sebagian besar masyarakat. Oleh karena itu, pola pengeluaran konsumsi

rumah tangga suatu daerah merupakan salah satu indikator untuk menilai tingkat

kesejahteraan masyarakat.

Pada dasarnya setiap manusia untuk mempertahankan hidupnya akan

mendahulukan kebutuhan-kebutuhan pokok seperti pangan, sandang dan papan.

(52)

seperti kesehatan, pendidikan, rekreasi, pesta dan sebagainya. Apabila seseorang

atau suatu rumah tangga berpenghasilan sangat rendah, maka hampir seluruh

penghasilannya akan digunakan untuk menutup keperluan pangan saja. Keadaan

ini akan berlainan sekali pada mereka yang mempunyai penghasilan tinggi, karena

untuk memenuhi kebutuhan pangannya mereka hanya memerlukan sebagian kecil

saja dari seluruh penghasilannya. Selain sudah tercukupi kebutuhan gizinya juga

tercukupi kenikmatannya. Kelebihan dari penghasilannya digunakan untuk

memenuhi keinginan yang lain termasuk pengeluaran yang bersifat mewah dan

umumnya dalam porsi yang relatif besar. Hal ini sesuai dengan Hukum Engel

yang menyebutkan bahwa rumah tangga berpendapatan rendah akan

mengeluarkan sebagian besar pendapatannya untuk membeli kebutuhan pokok.

Sebaliknya, rumah tangga dengan pendapatan tinggi hanya akan membelanjakan

sebagian saja dari total pengeluaran untuk kebutuhan pokoknya.

Makanan merupakan kebutuhan manusia untuk hidup sehingga sebesar

apapun pendapatan seseorang ia akan tetap berusaha untuk memenuhi kebutuhan

pangannya. Seseorang atau rumah tangga akan terus menambah konsumsi

makanannya sejalan dengan bertambahnya pendapatan, namun sampai batas

tertentu penambahan pendapatan tidak lagi menyebabkan bertambahnya jumlah

makanan yang dikonsumsi, karena pada dasarnya kebutuhan manusia akan

mempunyai titik jenuh. Apabila neraca kuantitas kebutuhan pangan seseorang

sudah terpenuhi maka lazimnya ia akan mementingkan kualitas atau beralih pada

pemenuhan kebutuhan bukan makanan. Dengan demikian, ada kecenderungan

semakin tinggi pendapatan seseorang semakin berkurang persentase pendapatan

(53)

2.7 Kelas Sosial

Kelas sosial adalah bentuk lain dari pengelompokan masyarakat ke dalam

kelas atau kelompok yang berbeda. Kelas sosial akan mempengaruhi jenis produk,

jenis jasa, dan merek yang dikonsumsi konsumen. Menurut Sumarwan (2002)

kelas sosial adalah pembagian masyarakat ke dalam kelas-kelas yang berbeda atau

strata yang berbeda. Sedangkan Engel et. al (1994) mendefinisikan kelas sosial

sebagai pengelompokan orang yang sama dalam perilaku mereka berdasarkan

posisi ekonomi mereka di dalam pasar. Sistem kelas sosial menggolongkan

keluarga atau rumah tangga, bukan konsumen sebagai individu karena semua

anggota keluarga menggambarkan persamaan dalam nilai- nilai yang dianut,

penggunaan pendapatan bersama dan daya beli yang sama. Kelas sosial akan

mempengaruhi apa yang dibeli dan dikonsumsi oleh seorang konsumen atau

sebuah keluarga. Bila suatu kelompok besar keluarga kira-kira sama dalam

peringkat dan jelas berbeda dengan keluarga lain, maka mereka membentuk suatu

kelas sosial.

Stratifikasi kelas sosial yang terjadi di dalam masyarakat berguna untuk

mengembangkan dan melestarikan identitas sosial kolektif di dalam dunia yang

dicirikan oleh ketidaksamaan ekonomi yang mudah menyebar. Identitas sosial

dicapai dengan menetapkan batas-batas interaksi di antara manusia dari status

yang tidak sama. Engel et. al (1994) mengemukakan pendapat Gilbert dan Kahl

bahwa ada sembilan variabel yang menentukan status atau kelas sosial seseorang,

kesembilan variabel tersebut digolongkan ke dalam tiga kategori, yaitu sebagai

(54)

1. Variabel ekonomi. Pekerjaan, pendapatan dan kekayaan mempunyai

kepentingan kritis karena apa yang orang kerjakan untuk nafkah tidak hanya

untuk menentukan berapa banyak yang harus dibelanjakan oleh keluarga,

tetapi juga sangat penting dalam menentukan kehormatan yang diberikan

kepada anggota keluarga. Kekayaan biasanya adalah hasil dari akumulasi

pendapatan masa lalu. Dalam bentuk tertentu seperti pemilikan perusahaan

atau saham dan obligasi, kekayaan adalah sumber pendapatan masa datang

yang memungkinkan keluarga mempertahankan kelas sosialnya dari generasi

ke generasi.

2. Variabel interaksi. Prestise pribadi, asosiasi, dan sosialisasi adalah inti dari

kelas sosial. Prestise pribadi adalah sentimen di dalam pikiran orang yang

mungkin tidak selalu mengetahui bahwa hal itu ada di sana. Seseorang yang

mempunyai prestise lebih tinggi apabila orang lain menghormati mereka.

Asosiasi adalah variabel yang berkenaan dengan hubungan sehari- hari.

Seseorang mempunyai hubungan sosial yang erat dengan orang yang suka

mengerjakan hal- hal yang sama seperti yang mereka kerjakan, dengan cara

yang sama dan dengan siapa mereka merasa senang. Sosialisasi adalah proses

dimana individu belajar keterampilan, sikap dan kebiasaan untuk

berpartisipasi di dalam kehidupan komunitas bersangkutan.

Penelitian-penelitian sosiologis menyimpulkan bahwa perilaku dan nilai- nilai kelas

sosial dipelajari secara dini di dalam siklus kehidupan.

3. Variabel politik. Kekuasaan, kesadaran kelas dan mobilitas adalah penting

untuk mengerti aspek politik dari sistem stratifikasi. Kekuasaan adalah

(55)

orang lain. Kesadaran kelas mengacu pada tingkat dimana orang di dalam

suatu kelas sosial sadar akan diri mereka sebagai kelompok tersendiri dengan

kepentingan politik dan ekonomi bersama. Mobilitas dan suksesi adalah

konsep kembar yang berhubungan dengan stabilitas atau instabilitas sistem

stratifikasi. Suksesi mengacu kepada proses anak-anak yang mewarisi posisi

kelas orang tua mereka. Mobilitas mengacu pada proses pergerakan naik atau

turun yang berhubungan dengan orang tua mereka. Apabila mobilitas naik

terjadi, ada kemungkinan konsumen akan belajar seperangkat perilaku

konsumsi yang baru meliputi produk dan merek yang konsisten dengan status

baru mereka.

Tahap selanjutnya yang perlu diketahui adalah apa saja yang dapat

menentukan kelas dan status sosial seseorang atau keluarga dalam sebuah sistem

sosial. Berdasarkan penelitian diperoleh bahwa keluarga dimana seseorang

dibesarkan adalah faktor penting dalam menentukan status sosial. Berikut ini akan

dijabarkan faktor- faktor yang menentukan kelas dan status sosial seseorang di

masyarakat menurut Sumarwan (2002), yaitu :

1. Pekerjaan. Analisis konsumen mempertimbangkan pekerjaan sebagai

indikator tunggal terbaik mengenai kelas sosial. Pekerjaan yang dilakukan

oleh konsumen sangat mempengaruhi gaya hidup mereka dan merupakan

satu-satunya basis terpenting untuk menyampaikan prestise, kehormatan dan

respek.

2. Prestasi pribadi. Status seseorang dapat dipengaruhi oleh keberhasilannya

yang berhubungan dengan status orang lain di dalam pekerjaan yang sama

(56)

pengejaran yang berhubungan dengan pekerjaan. Walaupun pendapatan

bukanlah indikator yang baik untuk keseluruhan kelas sosial, pendapatan

dapat berfungsi sebagai ukuran prestasi pribadi di dalam suatu pekerjaan.

3. Pemilikan. Pemilikan adalah simbol keanggotaan kelas, tidak hanya jumlah

pemilikan tetapi sifat pilihan yang dibuat. Keputusan pemilikan terpenting

yang mencerminkan kelas sosial suatu keluarga adalah pilihan dimana untuk

tinggal. Hal ini mencakup jenis rumah dan lingkungan tetangga. Produk dan

merek kerap berusaha agar ditempatkan sebagai simbol status, yaitu sebagai

produk yang digunakan oleh kelas menengah atau kelas atas.

4. Interaksi. Analisis interaksi sosial menyatakan seseorang akan merasa senang

apabila me reka berada bersama dengan orang lain yang memiliki nilai dan

perilaku yang sama. Keanggotaan kelompok dan interaksi dianggap sebagai

determinan utama dari kelas sosial seseorang.

5. Kesadaran kelas. Kelas sosial seseorang ditunjukkan sampai jangkauan

tertentu dengan seberapa sadar orang tersebut akan kelas sosial di dalam suatu

masyarakat. Individu yang sadar akan perbedaan kelas lebih mungkin berasal

dari kelas yang lebih tinggi, walaupun individu dari kelas sosial yang lebih

rendah mungkin lebih sadar akan realitas kelas sosial secara keseluruhan.

6. Orientasi nilai. Nilai adalah kepercayaan bersama mengenai bagaimana orang

harus berperilaku sehingga akan menunjukkan kelas sosial dimana seseorang

termasuk didalamnya. Ketika sekelompok orang berbagi seperangkat

keyakinan bersama yang abstrak yang mengorganisasi dan menghubungkan

banyak sifat spesifik, adalah mungkin untuk menggolongkan individu di

(57)

Menurut Sumarwan (2002), masyarakat Indonesia secara tidak disadari

sering mengelompokan masyarakat ke dalam beberapa kelas, misalnya kelas

bawah, kelas menengah, dan kelas atas. Tiga kelas tersebut yang paling banyak

disajikan di dalam berbagai media. Namun, sampai saat ini belum ada studi yang

mendalam apa kriteria bagi ketiga kelas tersebut. Kelas sosial sebenarnya

menggambarkan suatu konsep yang kontinus, yaitu suatu penggolongan kelas dari

yang paling rendah sampai yang paling atas. Engel et. al (1994) mengelompokkan

konsumen menjadi enam kelas sosial, yaitu : atas-atas, atas-bawah,

menengah-atas, menengah-bawah, bawah-atas dan bawah-bawah. Untuk memudahkan

penelitian, pembagian kelas tersebut disederhanakan menjadi beberapa strata,

yaitu kelas bawah, kelas menengah dan kelas atas.

2.8 Hasil Pene litian Terdahulu

Perilaku konsumen terhadap produk dan jasa selalu berkembang sehingga

telah banyak dilakukan penelitian sebelumnya antara lain oleh Suryana (2003),

Pradesha (2004) dan Lastry (2006).

Suryana (2003) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang

mempengaruhi perilaku konsumen dalam proses keputusan pembelian beras

domestik dan impor di Kecamatan Bojong Tengah berdasarkan kelas sosial.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi

konsumen dalam pembelian beras domestik dan impor. Konsumen dibagi ke

dalam tiga kelas sosial yaitu kelas atas, menengah dan bawah. Pengolahan data

dengan analisis faktor menghasilkan bahwa terdapat tiga komponen utama yang

(58)

beras dan mengkonsumsi beras domestik dan impor. Hasil penelitian

menunjukkan perbedaan kelas sosial mengakibatkan perbedaan perilaku

konsumen dalam hal preferensi, cara berpikir, dan pengambilan keputusan.

Hasil penelitian menunjukkan variabel yang mempengaruhi responden

kelas bawah dalam memutuskan untuk membeli beras adalah keragaman jenis

beras di toko, perolehan informasi dari penjual, dapat membeli dengan cara

berhutang, lokasi penjual dan daya tahan beras. Variabel yang dominan pada kelas

menengah adalah rasa beras, kepulenan beras, daya tahan beras dan kenyamanan

lokasi pembelian. Sedangkan variabel yang mempengaruhi konsumen kelas atas

yaitu beragam jenis beras yang dijual, pengetahuan tentang beras, kemasan beras,

iklan beras dan keutuhan butir beras.

Pradesha (2004) melakukan penelitian mengenai perubahan pola konsumsi

beras rumah tangga setelah dihapuskannya tunjangan beras secara natura pada

konsumen pegawai negeri sipil Badan Ketahanan Pangan, Departemen Pertanian.

Berdasarkan surat keputusan (SK) Presiden No. 9 tahun 1982 diberlakukan

tunjangan beras secara natura yang diperuntukan bagi PNS dan TNI/Polri. Pada

tahun anggaran 2000, kebijakan tersebut diganti menjadi kebijakan dalam bentuk

uang. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perubahan pola konsumsi beras

akibat terjadinya perubahan kebijakan tersebut. Pola konsumsi beras dilihat dari

frekuensi konsumsi, jumlah konsumsi beras, kualitas beras, frekuensi dan lokasi

tempat pembelian beras.

Hasil analisis menunjukkan bahwa penghapusan kebijakan tunjangan

beras dalam bentuk natura secara keseluruhan tidak mengubah seluruh pola

Gambar

Tabel 1. Rata-rata Konsumsi Komoditas Pangan Indonesia Tahun 2005
Tabel 2. Konsumsi Beras Rumah Tangga di Indonesia Tahun 1999-2006
Tabel 3. Komposisi Pengeluaran Rumah tangga per Kapita sebulan menurut
Tabel 4. Permintaan dan Penyediaan Beras Nasional Tahun 1999-2007
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat ketersediaan pangan pokok (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani

Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga di Kota Bogor (Studi Kasus Rumah Tangga Pengojeg Pengguna Kredit Motor)”. Kenaikan harga BBM merupakan topik yang sangat menarik karena

Tujuan penelitian ini adalah: (1) mendeskripsikan karakteristik rumah tangga yang mengkonsumsi beras di Kota Kayu Agung Kabupaten Ogan Komering Ilir pasca

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana tingkat konsumsi beras rumah tangga Kelurahan Namo Gajah Kecamatan Medan Tuntungan di Kota Medan dan

Data Konsumsi Beras Rumah Tangga Kelurahan Namo Gajah Kecamatan Medan Tuntungan Di Kota Medan. Uruta Umur Jumlah Pendapata Pendidika Pengeluara Jenis

Selain itu, penduduk diharapkan melakukan perubahan pola konsumsi air bersih rumah tangga sebagai upaya penghematan air dengan mengurangi frekuensi mencuci pakaian bagi penduduk

pengaruh yang berasal dari luar lingkungan rumah tangga, yaitu harga beras.. Apabila harga beras mengalami peningkatan, perubahan pola

Dampak kenaikan harga minyak tanah terhadap penggunaan gas elpiji untuk keperluan rumah tangga di Desa Su- ngai Alam mengalami perubahan ka- rena masyarakat banyak yang beralih