• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Umum Kegiatan Penambangan Kecamatan Cipatujah .1 Morfologi Bebatuan Pembentuk Pasir Besi di Lokasi Penelitian

SIMPULAN DAN SARAN

DAFTAR PUSTAKA

5.3 Gambaran Umum Kegiatan Penambangan Kecamatan Cipatujah .1 Morfologi Bebatuan Pembentuk Pasir Besi di Lokasi Penelitian

Endapan pasir yang terdapat didaerah Kabupaten Tasikmalaya adalah

endapan Placer Mekanisa dengan mineral utama adalah magnetic( Fe3O4),

Hematite (Fe2O3), dan Ilmenit (FeTiO3). Batuan asal dari endapan ini

dipegunungan-pegunungan sebelah utara Pantai Selatan Pulau Jawa. Andesit ini merupakan batuan beku dari lelehan magma diorite yang umumnya berwarna kelabu. Akibat proses pelapukan dan erosi, maka batuan andesit tersebut akan lapuk dan hancur, kemudian dibawa kearah pantai melalui aliran sungai. Selama ditransformasikan juga terjadi proses pemisahan antara mineral berat dan mineral ringan. Daerah ini mempunyai topografi dengan elevasi berkisar 0-25 meter diatas permukaan laut. Arus laut yang kuat menyebabkan mineral-mineral tersebut akan terhempas kepantai dan terakumulasi membentuk endapan pasir besi.

5.3.2Institusional Penambangan Pasir Besi

Penambangan pasir besi sebenarnya telah dimulai semenjak awal tahun 2000an. Pada awalnya penambangan hanya bersifat tambang rakyat dan sekedar memenuhi permintaan bahan bangunan. Kondisi ini berubah, dan puncaknya pada tahun 2011 isu penambangan pasir besi di Kabupaten Tasikmalaya sudah menjadi isu nasional akibat dari kerusakan lingkungan dan kerusakan infrastruktur jalan. Beberapa permasalahan mencuat akibat kegiatan penambangan pasir besi. Turunnya daya dukung lingkungan akibat rendahnya kesadaran pengelolaan lingkungan. Hal ini tercermin pada kegiatan reklamasi dan rehabilitasi lahan bekas tambang belum dilakukan secara optimal dan tidak memperhatikan ketentuan yang tertuang dalam dokumen lingkungan (AMDAL/UKL – UPL). Pada tahapan penambangan banyak kegiatan penambangan yang dilakukan di kawasan yang tidak diperbolehkan (kawasan lindung) seperti sempadan pantai dan sungai. Praktek seperti ini sangat tidak sesuai dengan kaidah-kaidah penambangan yang baik dan benar. Sistem pengangkutan dengan memanfaatkan jalan umum, juga menyebabkan terjadinya kerusakan infrastruktur jalan akibat pengangkutan hasil tambang yang melebihi batas tonase angkutan yang diperbolehkan.

Secara administrasi para pemegang IUP operasi produksi tidak menyampaikan pelaporan-pelaporan dan dokumen yang diperlukan yang menjadi kewajibannya. Hal ini menyebabkan proses penambangan tidak terawasi oleh pemerintah, baik secara operasional maupun administrasi. Akibatnya banyak terjadi penyimpangan yang menyebabkan beragam tuntutan oleh masyarakat mengharapkan ditutupnya kegiatan penambangan pasir besi. Dewan perwakilan rakyat Kabupaten Tasikmalaya menanggapi permasalahan ini dengan

mengeluarkan surat dari Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tasikmalaya Nomor 170/1600/DPRD tanggal 27 Juni 2011 perihal Pernyataan Sikap DPRD Kabupaten Tasikmalaya yang mendorong Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya agar segera menertibkan kegiatan pertambangan pasir besi. Suratini isinya berkaitan dengan :

• Penataan ulang proses perizinan pertambangan, kegiatan penambangan,

wilayah pertambangan.

• Penghentian sementara pemrosesan perizinan pertambangan mineral logam

baik baru maupun perpanjangan.

• Perencanaan pembangunan instalasi pengolahan dan pemurnian.

• Penertiban dan penghentian kegiatan penambangan pasir besi tanpa izin

(Ilegal Mining).

Kemudian di tingkat provinsi juga dikeluarkannya Peraturan Gubernur Nomor 31 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pengelolaan Pertambangan Mineral Logam Besi yang berisi :

• Sebagai pengganti Peraturan Gubernur Nomor 19 Tahun 2006, yang

disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan terbaru (UU No. 4/2009, PP 22 dan 23 Tahun 2010);

• Perubahan penamaan dari “pasir besi” menjadi “mineral logam besi”.

• Kewajiban penyiapan instalasi pengolahan dan pemurnian;

• Pelarangan kegiatan penambangan pada :sempadan pantai, sempadan sungai, lepas pantai/bawah permukaan laut

• Pengaturan tentang pengangkutan dan penjualan terutama yang menggunakan infrastruktur pemerintah provinsi.

• Pemegang IUP wajib berperan serta melaksanakan pemeliharaan jalan

provinsi, jalan kabupaten/kota dan jalan desa yang dilalui.

Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya berupaya melakukan pembenahan tata kelola kegiatan pertambangan pasir besi di Kabupaten Tasikmalaya. Kebijakan tersebut diantaranya menerbitkan moratorium (penghentian sementara) berupa penghentianpemrosesan dan penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi dan Operasi Produksi melalui Instruksi Bupati Tasikmalaya Nomor 2 Tahun 2011 tanggal 10 Mei 2011 tentang Penangguhan Penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di wilayah Kabupaten Tasikmalaya. Penghentian sementara tersebut meliputi kegiatan konstruksi, penambangan, pengangkutan dan penjualan. Pencabutan/pembatalan IUP terhadap IUP-IUP yang bermasalah baik secara

administrasi, teknis dan termasuk IUP yang dokumen lingkungannya dinyatakan tidak berlaku/kadaluarsa dan rekomendasi lingkungannya dicabut. Tindakan tegas juga dilakukan berupa penertiban dan penindakan hukum terhadap para penambang tanpa izin (PETI).

5.3.3 Dampak Ekonomi Penambangan Pasir Besi

a. Serapan Tenaga Kerja

Keberadaan suatu aktivitas ekonomi tentunya akan berdampak pada terbukanya lapangan pekerjaan baru. Penambangan pasir besi selain berdampak negatif juga berdampak positif terhadap penyerapan tenaga kerja di Kecamatan Cipatujah. Proses penambangan dan pencucian pasir besi yang sederhana menyebabkan pekerjaan tidak harus dikerjakan oleh pekerja dengan keahlian khusus. Secara garis besar pada tahap penambangan pasir besi membutuhkan 10-15 orang/ hari pekerja kasar untuk menambang hingga 100-130 m3. Pada proses pencucian pasir besi juga membutuhkan 8-10 orang tenaga buruh kasar/hari. Pada umumnya pekerja ini dibayar sebanyak Rp.40.000-50.000/ hari.

b. Pajak Desa

Biaya yang dibayarkan untuk kas desa adalah rutin untuk setiap tonase pasir besi yang dihasilkan. Besarnya pajak yang diterima oleh desa sangat tergantung kepada negosiasi antara kepala desa dengan perusahaan penambangan pada saat kontrak awal dilakukan. Sebagai contoh di Desa Cikawungading, perusahaan pasir besi harus membayar uang pembangunan desa sebesar Rp.50.000 untuk setiap tonase pasir besi yang dihasilkan.

5.3.4 Dampak Lingkungan

Keberadaan kegiatan penambangan tidak akan pernah luput dari kerusakan lingkungan yang diakibatkannya. Begitu juga dengan kegiatan penambangan pasir besi di Kecamatan Cipatujah. Pada setiap tahapan penambangan sebenarnya telah ada standar operasional yang harus diterapkan agar kerusakan lingkungan dapat diminimalisasi. Akan tetapi penyimpangan dalam praktek dilapangan sering terjadi karena kurangnya kesadaran dan pengawasan pihak berwenang. Misalnya, pada tahapan pengupasan tanah pucuk, dimana tanah yang mengandung humus tinggi harus ditempatkan pada bidang lahan yang aman dari erosi dan ditanami tanaman penutup. Kenyataannya perusahaan penambangan tidak melakukan

prosedur seperti ini, sehingga proses erosi tanah humus ini tidak terhindarkan saat hujan terjadi. Ini berdampak terhadap pendangkalan sungai dan hilangnya sumber tanah saat pasca tambang.

Proses pencucian pasir besi yang tidak berada pada lokasi penambangan,

menyebabkan adanya tahapan pengangkutan pasir besi menuju washing plant

yang melalui jalan umum. Proses pengangkutan melalui jalan umum juga dilakukan pada saat penjualan hasil tambang. Pengangkutan ini menyebabkan rusaknya ruas jalan dan meningkatnya volume debu akibat lalu lintas truk pengangkut pasir besi. Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak puskesmas Kecamatan Cipatujah saat penelitian, lalu lintas truk meningkatkan masyarakat penderita penyakit gangguan saluran pernafasan dan iritasi mata.

Pada proses pencucian yang membutuhkan banyak air, mengharuskan perusahaan melakukan pembendungan sungai untuk menjamin pencucian pasir besi berjalan lancar. Pembendungan sungai ini akan menyebabkan beberapa lahan pertanian akan kekurangan air terutama pada musim kemarau. Kegiatan pencucian pasir besi juga tidak dilengkapi dengan proses pengolahan limbah yang benar, seperti menyediakan instalasi pengolahan air limbah maupun kolam pengendapan. Hasilnya, limbah hasil pencucian dibuang langsung ke sungai maupun laut sehingga menyebabkan perairan tercemar dan terganggunya kehidupan biota perairan sungai maupun laut.

Pada tahap akhir penambangan, beberapa perusahaan tidak melakukan kegiatan reklamasi, sehingga lubang-lubang bekas galian dibiarkan menganga. Lubang-lubang ini pada saat hujan akan menggenang dan memicu bersarangnya nyamuk. Jika tidak segera ditutup maka perkembangan sarang nyamuk tersebut menyebabkan berbagai penyakit seperti malaria dan cikungunya. Tentunya kondisi ini sangat membahayakan kesehatan masyarakat, terutama yang mereka yang tinggal dekat dengan lokasi penambangan.

Dalam jangka panjang kegiatan penambangan pasir besi dikawasan pesisir juga dapat merubah struktur gumuk pasir disepanjang pantai. Struktur gumuk pasir yang labil karena hilangnya penyangga alami dapat menimbulkan potensi abrasi yang lebih besar bahkan memicu dampak tsunami yang lebih dahsyat. Semakin meningkatnya luas penambangan pada daerah berhutan dan lahan

pertanian juga berakibat pada menurunnya keanekaragaman hayati dan berkurangnya ketahanan pangan masyarakat.

5.3.5 Dampak Sosial

Pada umumnya disetiap daerah pertambangan terjadinya konflik antara perusahaan pertambangan dengan pihak disekitarnya adalah hal hampir tidak dapat dihindari. Apalagi kegiatan penambangan pasir besi di Kabupaten Tasikmalaya telah menyebabkan kerusakan pada fasilitas umum seperti jalan dan gangguan pada sektor perikanan. Berdasarkan pengamatan saat penelitian, walaupun tidak terjadi konflik yang anarkis, namun telah terjadi beberapa aksi demonstrasi masyarakat nelayan menuntut ditutupnya kegiatan penambangan pasir besi. Tuntutan ini menyusul berkurangnya tangkapan nelayan akibat air laut yang tercemar limbah pencucian pasir besi. Aksi demonstrasi lainnya adalah ketidakpuasan masyarakat akibat rusaknya ruas jalan akibat truk pengangkut pasir besi yang melebihi daya dukung jalan.

Konflik lainnya berhubungan dengan penyerobotan lahan yang mengandung mineral pasir besi. Hal ini terutama terjadi pada izin usaha pertambangan lahan

milik perhutani. Banyaknya kelompok-kelompok preman yang mem-backing

perusahaan penambangan pasir besi, menyebabkan kegiatan penambangan dapat terus beroperasi walaupun status kepemilikan lahan belum jelas, keadaan ini disebabkan lemahnya penegakan hukum oleh aparat. Konflik lahan juga sulit dicegah pada pertambangan yang dilakukan oleh rakyat. Biasanya masyarakat melakukan penambangan pasir besi secara ilegal pada lahan milik perhutani dan sempadan sungai. Pengawasan penambangan ilegal ini sulit dilakukan karena masyarakat menebang beberapa sisi hutan dan lahan secara berkelompok dan berpencar.

5.4 Karakteristik Responden