• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Responden .1 Pengguna Jalan

SIMPULAN DAN SARAN

DAFTAR PUSTAKA

5.4 Karakteristik Responden .1 Pengguna Jalan

Dalam menilai kerusakan jalan yang mengakibatkan bertambahnya waktu tempuh dan konsumsi BBM kendaraan telah dilakukan pengamatan terhadap 67 orang sampel pengguna jalan. Komposisinya 11 pengendara kendaraan roda 4 dan 56 pengendara roda 2. Beberapa variabel yang diamati diantaranya, jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, jarak yang ditempuh, lama waktu tempuh, frekuensi

menggunakan jalan dalam sebulan serta pendapatan responden untuk kendaraan roda dua maupun roda empat. Sebaran jumlah jenis kelamin responden dan tingkat pendidikan menurut jenis kendaraan dapat dilihat pada Tabel 6. Sebagian besar responden yang diwawancarai adalah berjenis kelamin laki-laki karena memang pada kenyataanya yang lebih banyak mengendarai kendaraan didaerah Cipatujah adalah laki-laki. Persentase pengendara laki – laki dengan perempuan adalah 94% berbanding 6%.

Tabel 6 Jenis Kelamin, Pendidikan Responden

Roda 2 Roda 4 Jenis Kelamin

Laki - Laki 52 11 94%

Perempuan 4 0 6%

Pendidikan

Pendidikan tertinggi D III S 1

pendidikan terendah SD SD

≤ SMP 32 4 54%

SMA 18 3 31%

≥ DIII 6 4 15%

Sumber : Data primer (2012)

Kategori Jenis Kendaraan %

Tingkat pendidikan responden dikelompokkan menjadi tiga kelas tingkatan. Kelas pendidikan SMP kebawah, SMA dan DIII keatas. Rata-rata responden berpendidikan SMP kebawah dengan persentase 54%, dan SMA 31 % dan lebih dari DIII sebanyak 15 %. Dapat disimpulkan bahwa pendidikan responden relatif rendah. Rendahnya pendidikan responden di Kecamatan Cipatujah salah satunya disebabkan kurangnya lembaga sekolah, seperti SMA baru didirikan beberapa tahun terakhir dan lokasinyapun berada di ibukota kecamatan sehingga sulit diakses oleh responden. Pengakuan beberapa responden bahwa banyak penduduk tidak sanggup melanjutkan sekolah ke jenjang lebih tinggi dari SMP, ini juga disebabkan faktor ekonomi yang kurang memadai sehingga memaksa banyak responden harus putus sekolah.

Variabel usia juga diamati pada responden pengguna jalan. Secara umum usia responden masih berada pada usia produktif dan dewasa. Tabel 7 menunjukkan usia, dimana rata-rata usia responden adalah 36 tahun untuk responden pengendara kendaraan roda dua dan 42 tahun untuk responden kendaraan roda empat. Tingginya usia produktif tentunya menunjukkan semakin

tinggi nilai kehilangan waktu tempuh dalam perjalanan yang dialami oleh responden.

Tabel 7 Tingkat Umur Responden

Roda 2 Roda 4

Umur Rata - Rata 36 42

Umur tertua (tahun) 49 50

Umur termuda (tahun) 21 32

Jumlah Responden 56 11

Sumber : Data primer (2012)

Kategori Jenis Kendaraan

Jenis pekerjaan, responden pengguna jalan cukup bervariasi penyebarannya dapat dilihat pada Tabel 8. Ini menandakan pemanfaatan jalan ini sangat vital untuk beragam kegiatan masyarakat. Pekerjaan responden pengguna jalan di Kecamatan Cipatujah antara lain pengusaha, pedagang, PNS/ swasta, petani padi sawah, penyadap kelapa, nelayan, buruh, tukang ojeg dan lain-lain.

Tabel 8 Jenis Pekerjaan Responden Pengguna Jalan

Roda 2 Roda 4 Pengusaha/ Pedagang 1 3 6% PNS/ Swasta 7 4 16% Petani/Penyadap kelapa 15 0 22% Nelayan 11 0 16% Buruh 5 0 7% Supir/ T. ojeg 4 4 12% Lain - Lain 13 0 19% Jumlah Responden 56 11 100%

Sumber : Data primer (2012)

Kategori Jenis Kendaraan %

arkan hasil survei pekerjaan terbanyak adalah petani dan penyadap

endapatan dapat dilihat dari Tabel 9 berikut ini, dengan membagi pada

Berdas

kelapa dengan persentase sebanyak 22%, selanjutnya nelayan 16%, pegawai negeri dan pegawai swasta sebanyak 16% sedangkan supir dan tukang ojeg sebanyak 12% dan yang berprofesi sebagai pengusaha serta masing-masing sebanyak 6%.

Tingkat p

tiga kelas tingkat pendapatan. Pendapatan responden sebagian besar masih kurang dari Rp.1.500.000/ bulan atau bisa dikategorikan rendah. Nilai ini terutama untuk responden pengendara sepeda motor dengan jumlah mencapai 50%. Responden yang memiliki pendapatan sedang dengan nilai Rp.

1.500.000-2.500.000/bulan sebanyak 30%. Terakhir, responden yang berpendapatan tinggi diatas 2.500.000/ bulan sebanyak 19% dan didominasi oleh pengendara kendaraan roda empat. Pendapatan yang lebih tinggi untuk pengendara kendaraan roda empat sangat lazim, karena harga dan perawatan kendaraan roda empat relatif lebih tinggi sehingga hanya responden berpendapatan cukup tinggi yang dapat memiliki kendaraan roda empat. Responden pengendara kendaraan roda empat memiliki rata-rata pendapatan Rp. 2.913.000/bulan atau dapat dikatakan responden yang memiliki tingkat kehidupan lebih mapan, dibandingkan dengan pengendara kendaraan roda dua dengan pendapatan Rp.1.360.000/ bulan.

Tabel 9 Klasifikasi Pendapatan Responden Pengguna Jalan Dalam Rupiah

Kategori Tingkat Jenis Kendaraan

Pendapatan Roda 2 Roda 4

500000 – 1500000 Rendah 34 0

1500000 – 2500000 Sedang 15 5

>2500000 Tinggi 7 6

Jumlah Responden 5 6 11

Sumber : Data primer (2012) 5.4.2 Nelayan

Berdasarkan pengamatan dan wawancara yang dilakukan di PPI Pamayangsari kecamatan Cipatujah, diperoleh karakteristik sosial ekonomi responden nelayan seperti tertera pada Tabel 10 berikut.

Tabel 10 Karakteristik Responden Nelayan

Inisial Responden Umur (Tahun) Pendidikan

A 27 S B 47 C 40 D 45 E 30 S Jumlah Res MP SD SD SD MP ponden 5

Sumber : Data primer (2012)

nden rata-rata masih pada kisaran umur produktif, dimana umur tertua Respo

adalah 47 tahun dan termuda 27 tahun. Tingkat pendidikan responden secara umum adalahrendah, dan mayoritas berpendidikan sekolah dasar. Dari kelima responden, responden yang berprofesi sebagai nelayan tangkap tidak memiliki pekerjaan lain selain nelayan. Hal ini disebabkan karena pekerjaan sebagai nelayan tangkap membutuhkan waktu satu malam untuk melaut.

BAB VI

POLA EKSTRAKSI AKTUAL DAN ANALISA EKONOMI PENAMBANGAN PASIR BESI

6. 1 Pola Ekstraksi Aktual Pasir Besi Kabupaten Tasikmalaya

Kegiatan eksplorasi dan eksploitasi pasir besi di Kabupaten Tasikmalaya berada di sejumlah titik, antara lain di Desa Ciheras dan Cikawungading, Kecamatan Cipatujah, serta Desa Kalapagenep dan Cimanuk, Kecamatan Cikalong. Kegiatan eksploitasi pasir besi sebenarnya sudah ada sejak tahun 2000 di Desa Cimanuk yang hanya berupa tambang rakyat untuk memenuhi kebutuhan bahan bangunan. Baru pada tahun 2007 penambangan dengan melibatkan perusahaan atau badan usaha mulai diizinkan. Sebagian besar pengusahaan pertambangan pasir besi di wilayah Kabupaten Tasikmalaya merupakan IUP operasi produksi Pasir Besi yang diberikan kepada badan usaha, melalui Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Tasikmalaya.Disamping penambangan berizin juga terdapat 44 kelompok usaha pertambangan pasir besi tanpa izin dengan luasan dibawah 1.000 m2, dimana setiap kelompok terdiri dari rata-rata 10 orang.

Izin penambangan pasir besi hingga saat ini telah dikeluarkan terhadap 25 perusahaan.Sebanyak 25 perusahaan tersebut tidak semuanya aktif beroperasi, beberapa perusahaan berhenti beroperasi setelah cadangan habis walaupun izin pertambangan belum berakhir. Sebagian perusahaan hanya aktif pada beberapa tahap penambangan, dan menyerahkan beberapa tahapan operasional lainnya kepada pihak lain. Hal ini menyalahi status izin usaha pertambangan yang dikeluarkan dinas kabupaten. Pelanggaran tersebut seperti pada kegiatan penambangan dilakukan oleh pihak lain, namun kegiatan pengolahan dan pencucian pasir besi dilakukan sendiri oleh perusahaan pemegang izin.

6.1.2 Tahapan Kegiatan Ekstraksi Pasir Besi

Kegiatan penambangan pasir besi memiliki beberapa tahapan, tahap persiapan, meliputi perizinan (aspek legalitas), kegiatan eksplorasi, penyusunan

dokumen AMDAL/UKL-UPL, kajian kelayakan tambang (feasibility study)

kegiatan penambangan/operasi p meliputi mobilisasi peralatan,

pembuatan pasan

lapisan tanah pucuk d penggalian (digging),

engangkutan ke stockpile dan pengolahan (sorting, reduksi, pencucian dan dari lokasi pengo

i tambang terbuka lebih mudah dalam meningkatkan produksi pasir besi.

abupaten

ba

roduksi,

sarana pendukung, pembersihan lahan (land clearing), pengu an tanah penutup (overburden),

p

pemurnian), pengangkutan (hauling) dari lokasi stockpile ataupun

lahan ketempat pemasaran. Tahap penutupan/pasca tambang, perencanaan pengelolaan lingkungan, perencanaan kegiatan reklamasi yang meliputi rehabilitasi, revegetasi.

6.1.3 Sistem Tata Cara Penambangan

Sistem penambangan yang digunakan dalam penambangan pasir besi di area Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi yang ada di Kabupaten

Tasikmalaya adalah tambang terbuka (Open Pit Mining/Surface Mining).

Pertimbangan yang mendasari adalah yaitu kondisi endapan pasir besi meliputi penyebaran lapisan endapan yang berbentuk relatif datar karena ciri khas dari sifat pengendapan mineral tersebut yang berupa endapan placer. Biaya produksi untuk operasional tambang terbuka relatif lebih murah namun memiliki dampak lingkungan yang lebih besar dibandingkan tambang bawah tanah. Dari segi teknolog

Penambangan terbuka ini dilakukan dengan sistem gali (digging) dan menimbun bekas galian (back filling) pada area bekas bukaan tambang untuk mengurangi penyempitan area. Pengupasan lapisan tanah penutup, baik top soil, overburden maupun interburden dilakukan secara bertahap dan dibuang pada disposal area atau ditimbun kembali pada area yang sudah digali.

6.1.4 Tahapan Kegiatan Penambangan a. Persiapan

Kegiatan ini merupakan kegiatan tambahan yang bertujuan mendukung kelancaran kegiatan penambangan. Pada dasarnya pemegang IUP di K

Tasikmalaya melakukan aktivitas pembangunan sarana dan prasarana seperti jalan tam ng dan stockpile penampungan sementara hasil konsentrat pasir besi. Kegiatan penambangan endapan pasir besi pada area IUP dimulai dari satu front penambangan pada setiap pit dan dilanjutkan ke pit yang lain pada setiap blok penambangan.

b. Pembersihan Lahan (Land Clearing)

Pembersihan lapangan (land clearing) dimaksudkan untuk membersihkan daerah yang akan ditambang dari semak-semak, pepohonan dan tanah maupun bongkah-bongkah batu yang menghalangi pekerjaan-pekerjaan selanjutnya. Pembersihan lapangan ini dapat dilakukan menggunakan tenaga manusia dengan menggunaan peralatan manual seperti kapak, gergaji, cangkul dan lain-lain, maupun dengan peralatan mekanis seperti bucket wheel excavator (bwe), cutting

head excavator dan penggaru (ripper)

nga setelah penambangan

Tanah Penutup (Stripping Overburden)

ngan berakhir.

c. Pengupasan Tanah Pucuk

Tanah pucuk merupakan tanah yang memiliki kandungan unsur organik yang tinggi untuk tanaman. Kegiatan pengupasan harus dilakukan dengan hati-hati dan hasil pengupasan tanah pucuk seharusnya terpisah dengan tanah galian lainnya. Tanah pucuk yang subur (humus) harus ditimbun ditempat tertentu, lalu ditanami rerumputan dan semak-semak untuk mengurangi erosi, sehingga nantinya dapat digunakan lagi untuk reklamasi lahan bekas tambang. Tanah pucuk biasanya disebarkan kembali setelah pit ditimbun dengan tanah penutup. Keadaan aktual beberapa perusahaan penambangan pasir besi tidak memperlakukan tanah pucuk sebagaimana mestinya. Tanah pucuk ditumpuk dibiarkan saja tanpa ditanami kacang-kacangan atau tanaman penutup, sehingga sebagian tererosi pada saat hujan dan menyebabkan kandungan unsur haranya diperkirakan juga banyak yang hanyut saat hujan. Pada akhirnya saat blok penambangan telah selesai ditambang, menyebabkan kekurangan tanah penutup dan tanah pucuk. Kondisi ini menyebabkan sebagian lubang dibiarkan menga

berakhir.

d. Pengupasan

Pengupasan tanah penutup (stripping overburden) dilakukan pada bawah lereng dengan arah ke lereng yang lebih dalam sampai batas lapisan pasir besi dengan mengikuti kontur daerah penambangan. Penggalian tanah penutup ini dilakukan tergantung kedalaman sumberdaya pasir besi. Rata-rata kedalaman tanah penutup hanya sampai 2 meter. Setelah dikupas tanah pucuk dipindah kelokasi yang tidak mengandung pasir besi untuk dijadikan material backfilling setelah penamba

Gambar 5 Proses penambangan pasir besi yang menyebabkan eksternalitas

e. Proses Penambangan Pasir Besi

Idealnya lokasi aktivitas penambangan dan pengolahan dilakukan berada jauh dari sempadan pantai/ sungai serta pemukiman penduduk. Aktivitas penambangan pasir besi dilakukan secara mekanis menggunakan alat berat berupa

excavator. Pada dasarnya cara penambangan yang berwawasan lingkungan (good

kaidah konservasi. Salah satunya pola penambangan seharusnya dilakukan pada gumuk pasir yang berada dibelakang garis pesisir (

mining practice), hasuslah efisien dan mengikuti kaidah –

back dune) yang memiliki lebar 200-400 meter,

sedangkan diarea front dune yang mengarah kelaut dibiarkan tidak dilakukan penambangan karena akan merusak lingkungan.Kegiatan penambangan seharusnya juga tidak dilakukan pada area konservasi. Ilustrasi penambangan yang tidak mengikuti kaidah konservasi terutama pada daerah sempadan pantai dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Ilustrasi kondisi gumuk pasir penambangan pasir besi Kabupaten Tasikmalaya

Pada Gambar 6 bagian atas adalah kondisi stabil, jika ditambang akan merubah struktur pantai menjadi Gambar 6 bagian bawah. Akibatnya kerusakan dapat berupa abrasi dan hilangnya fungsi sempadan pantai sebagai penahan abrasi. Hal ini juga sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku bahwa area pantai yang berjarak 100 meter dari titik pasang tertinggi harus dicadangkan untuk kegiatan konservasi. Tetapi kenyataannya pada saat penelitian kegiatan penambangan dan proses pencucian material pasir besi hanya beberapa meter dari

bibi ya

i n keselamatan daerah pantai Kabupaten

Tasik

ed 0,8 m3 atau kapasitas munjung 1,2 m3. r pantai, selain menyalahi aturan yang berlaku, kenyataan ini sangat berbaha bag kelestarian ekosistem perikanan da

malaya yang rawan terjadi gelombang tsunami.

f. Penanganan Material (Material Handling)

Penanganan materian merupakan satuan operasi yang tercakup dalam penggalian atau pemindahan tanah/batuan selama penambangan. Pada siklus operasi penambangan, terdapat dua operasi utama yaitu pemuatan (loading) dan pengangkutan/transportasi (Hauling). Penanganan material pada tambang sangat tergantung pada pemilihan dan jenis alat pemuatan dan pengangkutan yang akan

digunakan. Pemuatan (Loading) merupakan kegiatan atau pekerjaan yang

dilakukan untuk mengambil dan memuat material ke dalam alat angkut, atau ke suatu tempat penampungan material (stockpile) ataupun ke dalam suatu alat pengatur aliran material (hopper, bin, feeder). Alat muat yang dipakai backhoe dengan kapasitas bucket Heap

g. Pengangkutan (Hauling)

Serangkaian pekerjaan yang dilakukan untuk mengangkut material dari tempat penggalian ke tempat penimbunan (stockpile) dan pemurnian, alat yang digunakan adalah truk jungkit (dump truck) dengan kapasitas 5-6 m3 dengan tahapan pemuatan-pengangkutan-penuangan-kembali kosong. Beberapa lokasi penambangan tidak secara langsung merupakan lokasi pemurnian, tapi berjarak sekitar 500 meter hingga 2 km ketempat pencucian yang pada umumnya berada ditepi pantai atau sungai.

h. Reklamasi dan Rehabilitasi Lahan

dimulai dari tahap awal operasi penambangan, sehingga kegiatan pengupasan lahan atau pen

apa penyimpangan dalam UP Kabupaten Tasikmalaya. Penyi

nggalian Perencanaan kegiatan reklamasi lahan bekas tambang seharusnya

gambilan pasir dapat terkait dengan sistem reklamasi. Dimana pada tahap ini telah harus dilakukan pemisahan lapisan tanah pucuk (top soil) dengan kedalaman sekitar 0 -30 Cm dan lapisan bawah permukaan (sub soil) kedalaman 30 – 200 cm. Tanah lapisan top soil disimpan pada lokasi sementara karena akan digunakan pada untuk menutup lubang-lubang bekas galian saat reklamasi.

Penutupan kembali menggunakan tanah (top soil) yang telah dipersiapkan yaitu tanah pindahan saat awal kegiatan pengupasan lapisan pucuk. Manfaatnya disamping tetap menjaga tingkat kesuburan tanah, juga memperbaiki tingkat kemiringan tanah sehingga dapat normal kembali sesuai kestabilan lereng. Sayangnya pada saat implementasi terjadi beber

kegiatan ekstraksi pasir besi oleh pemegang I

mpangan itu terjadi pada beberapa tahap kegiatan ekstrasi pasir besi, diantaranya adalah seperti ulasan berikut ini :

a. Pengolahan dan Pemurnian

Proses pengolahan dan pemurnianpasir besi menghasilkan endapan lumpur bercampur dengan air laut yang akan menimbulkan padatan terlarut. Penambangan pasir besi yang diikuti dengan pemurnian skala besar dan terus menerus dalam periode waktu yang cukup lama akan berdampak nyata terhadap perubahan kualitas lingkungan terutama lingkungan perairan. Penurunan kualitas lingkungan perairan yang cepat juga dipicu oleh aktivitas yang menyalahi aturan serta proses pemulihan kembali kondisi lahan dan lingkungan bekas pe

pasi besi yang buruk. Hal ini ber rdampak kepada lingkungan fisik perairan yang keruh dan mengalami pendangkalan sehinggamempengaruhi biota perairan dan habitatnya. Beberapa parameter hasil uji kualitas air di area produksi perusahaan penambangan pasir besi dapat dilihat pada Tabel 11 berikut ini.

Tabel 11 Hasil Pengukuran Beberapa Variabel Kualitas Air

No Parameter Satuan Baku Mutu

Lokasi PT P Lokasi PT Q Fisika 1 < 30 25,7 24,7 2 Suhu Celcius TSS mg/l < 50 1100 20 3 TDS mg/l - 21,8 66,8 Kimia 4 NH3N mg/l 0,06 <0.03 0,06 5 BOD mg/l 12 150 3 6 COD mg/l 25 178 <5

Sumber. Data sekunder Dinas LH Kab. Tasikmalaya (2012)

Beberapa variabel kualitas air seperti TSS terlihat sangat tinggi terutama di areal PT. P. Variabel lainnya seperti BOD dan COD juga melebihi ambang batas, kem

raw kedalam hover, kemudian raw isemprot dengan air bertekanan tinggi meng

ungkingan hal ini disebabkan proses pencucian pasir besi menggunakan

magnetic separator.Tingginya angka BOD dan COD salah satunya disebabkan

penggunaan senyawa kimia dalam proses operasional magnetic separator pada saat pencucian, berupa pelumas dan bahan bakar yang tumpah selama operasional pencucian.

Proses pemurnian bertujuan menghilangkan bagian-bagian yang tidak diinginkan dan meningkatkan kualitas kemurnian pasir besi yang akan diproduksi. Proses pencucian dimulai dengan pengumpan

material yang didalam hover d

gunakan pompa untuk membersihkan kotoran yang melekat. Hasil cucian tersebut kemudian dialirkan kedalam magnetic separator untuk memisahkan mineral logamnya. Pencucian ini bisa dilakukan hingga dua atau tiga kali tergantung kandungan Fe yang diinginkan. Pada tahap selanjutnya mineral logam tersebut dilewatkan ke magnetic separator pasir besi dan ditampung didalam bak konsentrat untuk dilakukan pembilasan dengan air yang bersih. Tailing bekas cucian akan mengalir secara gravitasi menuju kekolam tailing. Semua aktivitas

pengusahaan penambangan pasir besi di Kecamatan Cipatujah melakukan proses pengolahan/ pemurnian yang menghasilkan konsentrat pasir besi, akan tetapi pelaksanaannya, kegiatan pengolahan/ pemurnian pasir besi ini dilakukan pada lokasi berada pada sempadan sungai dan pantai. Dimana air hasil pencucian pada proses pengolahan/ pemurnian pasir besi tidak dilakukan pengolahan dan langsung dibuang ke sungai atau laut. Perusahaan penambangan juga tidak menyediakan kolam pengendapan untuk memisahkan padatan dengan air. Hal ini sangat merusak fungsi pantai dan sungai, sehingga pantai dan sungai mengalami kekeruhan dan pendangkalan akibat sedimentasi peningkatan kandungan padatan terlarut (Total Suspended Soil). Proses pemurnian pasir besi yang menggunakan

magnetic separator tidak lepas dari penggunaan bahan pelumas dan bahan bakar

sebagai masukan magnetic separator. Sebagian dari bahan pelumas dan bahan bakar juga terkadang larut dengan air, sehingga menyebabkan terganggunya kehidupan biota sungai dan laut yang secara tidak langsung akan mengganggu

egia

k tan nelayan dalam menangkap ikan.

Gambar 7 Proses pemurnian pasir besi menggunakan magnetic separator

b. Pengangkutan Hasil Tambang

Kegiatan pengangkutan/ penjualan hasil pengolahan pasir besi berupa konsentrat, dilakukan melalui jalur darat menggunakan truk kapasitas 7-8 ton, mulai dari tempat penimbunan sementara (stockpile) disekitar lokasi tambang hingga menuju pelabuhan Cilacap untuk pengeksporan ke luar negeri seperti Cina dan India. Pola pengangkutan/ penjualan konsentrat melalui ruas jalan lintas Jawa Barat Selatan – Cikalong – Cimerak – Parigi – Kalipucang – Cilacap, dan ruas

jalan lintas Kota Tasikmalayayaitu Cipatujah – Kota Tasikmalaya – Cilacap.Kondisi jalan yang landai menuju pelabuhan Cilacap diperkirakan turut mendorong pengangkutan pasir besi yang melebihi kapasitas kendaraan. Hasil survei terhadap 4 perusahaan menunjukkan volume angkut truk yang melebihi kapasitas angkut yang diizinkan. Distribusi jumlah volume angkut kendaraan pada tiap-tiap perusahaan dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Volume Angkut Pasir Besi Per Ritase

Nama Perusahaan Volume Angkut/ Rit (ton) Jumlah Rit/ Hari

P 10 10 -20

Q 8 15

R 10 50-70

S 10 10 -20

Sumber. Data primer (2012)

Volume angkut pasir besi terendah tercatat pada PT. Q yaitu 8 ton, sedangkan perusahaan lainnya mengangkut hingga 10 ton untuk setiap rit.Volume angkut berlebih inilah yang akhirnya menyebabkan kerusakan infrastruktur jalan dan gangguan fungsi jalan.

Gambar 8 Jalan rusak di Cipatujah Gambar 9 Truk pengangkut pasir

besi

c. Kerusakan Lingkungan

Penambangan pasir besi dengan lokasi penggalian dan pemurnian berada diwilayah sempadan sungai atau pantai, tentunya akan mengganggu fungsi pantai dan sungai. Penggalian yang tidak terkendali akan mengakibatkan perubahan morfologi pantai, bergesernya garis pantai, abrasi pantai hingga intruisi air laut. Sementara pengusahaan pertambangan pasir besi yang jauh dari pantai tetapi dekat pemukiman tentunya akan mengganggu dengan dibiarkannya lubang-lubang

galian menganga begitu saja pada saat eksploitasi selesai dilakukan. Pola ekstraksi dan pemurnian yang tidak berada dalam satu lokasi (onsite) juga menyebabkan tanah penutup dan tailing tidak dapat digunakan dalam proses backfilling. Selain tailing yang dibuang langsung ke sungai dan laut, tanah-tanah pucuk dan penutup yang tidak diperlakukan sesuai aturan AMDAL justru hanyut menuju sungai atau laut, sehingga menggangu kehidupan biota air diperairan sungai maupun pantai.

6.2 Analisis Ekonomi Penambangan Pasir Besi