• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Kompetensi Guru Kelas di SD Wilayah III

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Hasil Penelitian

1. Gambaran Kompetensi Guru Kelas di SD Wilayah III

Pelaksanaan standar kompetensi guru selama penelitian berlangsung pada proses pembelajaran memperlihatkan kemampuan seorang guru dalam menerapkan aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dianut dalam pelaksanaan profesi sebagai guru. Standar kompetensi guru merupakan suatu ukuran yang ditetapkan sebagai

bentuk kelayakan guru menjalankan tugasnya yang disesuaikan dengan latar belakang pendidikan sesuai bidang keahlian yang diampu.

Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian, pelaksanaan standar kompetensi guru terlaksana sesuai dengan standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru. Adapun rincian setiap standar kompetensi pada saat pengamatan yang berlangsung dalam proses pembelajaran sebagai berikut:

a. Kompetensi pedagogik yang terdiri dari aspek: (1) menguasai karakteristik peserta didik, (2) pengembangan kurikulum, (3) memahami dan mengembangkan potensi, (4) komunikasi dengan peserta didik, (5) penilaian dan evaluasi.

b. Kompetensi kepribadian yang terdiri dari aspek: (1) bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial dan kebudayaan nasional, (2) menunjukkan pribadi yang dewasa dan teladan, (3) etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru

c. Kompetensi sosial yang terdiri dari aspek: (1) bersikap inklusif, bertindak obyektif, serta tidak diskriminatif, (2) Komunikasi dengan sesama guru, tenaga pendidikan, orang tua peserta didik, dan masyarakat

d. Kompetensi profesional yang terdiri dari aspek: (1) penguasaan materi struktur konsep dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu, (2) mengembangkan keprofesian melalui tindakan reflektif.

Dalam penelitian ini, peneliti telah menetapkan 5 orang guru kelas yang sudah sertifikasi dan mengajar di kelas III dan VI sebagai informan penelitian dengan alasan bahwa guru kelas yang mengajar di kelas III dan VI baru satu tahun mengimplementasikan pembelajaran kurikulum 2013.

Berdasarkan hasil pengamatan peneliti yang dilakukan selama tiga kali pertemuan atau tatap muka terhadap masing-masing informan, peneliti menemukan gambaran yang cukup signifikan dan meyakinkan bahwa guru kelas di SD Wilayah III Kecamatan Ujungbulu Kabupaten Bulukumba memiliki tingkat kompetensi yang sesuai dengan standar yang dibutuhkan oleh peserta didik. Temuan ini didasarkan dari hasil kegiatan observasi sebelum, selama, dan setelah proses pembelajaran berlangsung.

Dalam mengungkap fakta di lapangan selain melakukan pengamatan, peneliti juga mengambil data dengan melakukan wawancara mendalam terhadap informan penelitian. Adapun hasil wawancara dari pertanyaan yang diajukan peneliti kepada JN (38 tahun) guru kelas VI SDN 3 Kasimpureng terkait komponen kompetensi pedagogik guru dalam membedakan karakteriktik peserta didik, beliau menjawab dengan lugas, bahwa:

Strategi yang saya lakukan untuk membedakan karakteristik dari setiap peserta didik di kelas yaitu mencatat dan menggunakan informasi tentang karakteristik peserta didik untuk membantu proses pembelajaran. Karakteristik ini terkait dengan aspek fisik, intelektual, sosial, emosional, moral, dan latar belakang sosial budaya. Hasil catatan itu saya jadikan referensi untuk mengenali secara spesifik setiap siswa saya agar dalam penentuan starategi, metode dan model pembelajaran yang diterapkan kepada peserta didik dalam kegiatan pembelajaran dapat menjangkau dari setiap perbedaan yang dimiliki peserta didik (wawancara, tanggal, 21 Oktober 2019).

Lain halnya dengan apa yang dikemukakan oleh MS (47 tahun) guru kelas VI SDN 2 Terang-Terang saat wawancarai oleh peneliti satu hari setelah peneliti mewawancarai JN (38 tahun) dengan pertanyaan yang sama, akan tetapi MS (47 tahun) memiliki jawaban yang berbeda, bahwa:

Strategi yang saya lakukan untuk membedakan karakteristik dari setiap peserta didik di kelas yaitu mengajukan pertanyaan kepada setiap peserta didik tentang keadaan kehidupan keluarga, lingkungan tempat tinggal, pekerjaan orang tua, teman bermain ketika pulang dari sekolah. Jawaban dari pertanyaan itu saya jadikan referensi untuk mengenali secara spesifik setiap siswa saya agar dalam penentuan starategi, metode dan model pembelajaran (wawancara, tanggal, 22 Oktober 2019).

Jawaban dari MS (47 tahun) tersebut senada dengan apa yang diungkapkan oleh HT (52 tahun) guru kelas III SDN 3 Kasimpureng, HS (40 tahun) guru kelas VI SDN 24 Salemba, dan BR (55 tahun) guru kelas VI SDN 1 Teran-Terang ketika ditanya oleh peneliti dalam waktu yang bersamaan pada saat mereka menghadiri kegiatan KKG sewilayah III Kecamatan Ujungbulu bahwa:

Untuk mengenali karaktristik setiap peserta didik yaitu mengajukan pertanyaan kepada setiap peserta didik tentang keadaan kehidupan keluarga, lingkungan tempat tinggal, pekerjaan orang tua, teman bermain ketika pulang dari sekolah. Jawaban dari pertanyaan itu saya jadikan referensi untuk mengenali secara spesifik setiap siswa saya agar dalam penentuan starategi, metode dan model pembelajaran (wawancara, tanggal, 22 Oktober 2019).

Setelah peneliti menemukan jawaban yang cukup meyakinkan dari seluruh informan yang menjadi informan penelitian terkait strategi mereka dalam membedakan karakteriktik peserta didik, maka pada saat itu pula peneliti mengajukan pertanyaan lanjutan kepada JN (38 tahun) terkait

strategi yang dilakukan agar kemampuan belajar peserta didik sesuai dengan tingkat usia yang dimiliki. Menurut JN (38 tahun), bahwa:

Agar kemampuan belajar peserta didik sesuai dengan tingkat usia yang dimiliki yaitu melakukan penyusunan klaster dari setiap peserta didik, kegiatan ini dimulai sejak awal masuk di sekolah atau pada saat penerimaan siswa baru. Di sekolah kami ada tata tertib penerimaan siswa baru yaitu berusia minimal 6 tahun dari setiap siswa yang mendaftar. Jadi apabila usianya belum cukup 6 tahun sesuai tanggal yang telah ditetapkan, maka peserta didik tersebut belum bisa diterima (wawancara, tanggal, 22 Oktober 2019).

Pertanyaan kepada JN (38 tahun) tersebut juga diajukan kepada informan yang lain dalam dalam waktu yang bersamaan bahwa bagaimana cara mereka untuk mengukur kemampuan belajar peserta didik sesuai dengan tingkat usia yang dimiliki, dengan serentak mereka menjawab bahwa, cara yang dilakukan oleh JN (38 tahun) juga mereka terapkan karena sudah menjadi aturan dalam penerimaan peserta didik baru.

Sehingga peneliti menganggap bahwa jawaban yang disampaikan oleh informan sudah memenuhi standar kompetensi guru terkait strategi yang dilakukan agar kemampuan belajar peserta didik sesuai dengan tingkat usia yang dimiliki.

Kemudian peneliti mengajukan pertanyaan kepada seluruh informan mengenai proses penyusunan silabus dan RPP, apakah pada saat mereka menyusun telah mengikuti urutan materi pembelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran atau belum. Akan tetapi semua informan yang ditanya menjawab dengan jawaban yang sama bahwa pada saat mereka menyusun silabus dan RPP senantiasa mengikuti urutan materi

pembelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran karena menurut mereka bahwa sebelum meyusunan silabus dan RPP terlebih dahulu menyiapkan segalah dokumen kurikulum, baik buku guru, buku siswa, dan sumber belajar lainnya yang berkaitan dengan penyusunan silabus dan RPP tersebut.

Setelah pertanyaan yang berkaitan dengan strategi penyusunan silabus dan RPP sudah terjawab dengan runtut. peneliti kembali melajutkan pertanyaannya. Adapun pertanyaan peneliti adalah terkait dengan strategi guru dalam mengidentifikasi potensi peserta didiknya.

Pertanyaan ini pertama kali diajukan kepada JN (38 tahun), kemudian beliau menjawab, bahwa:

Untuk mengidentifikasi potensi peserta didik dapat saya lakukan dengan mengenali ciri-ciri keberbakatan dan kecenderungan minat dari peserta didik tersebut. Dari ciri-ciri keberbakatan dan kecenderungan minat peserta didik itu saya menarik kesimpulan bahwa siswa tersebut memiliki bakat dan minat dibidang ini, dari temuan itu menjadi tolak ukur penetapan strategi pembelajaran yang relevan dari setiap potensi peserta didik (wawancara, tanggal, 22 Oktober 2019).

Setelah JN (38 tahun) menjawab pertanyaan terkait strategi guru dalam mengidentifikasi potensi peserta didiknya, selanjutnya peneliti kembali bertanya kepada MS (47 tahun) dengan pertanyaan yang sama.

Beliau mengungkapkan, bahwa:

Untuk mengidentifikasi potensi peserta didik dapat dia lakukan dengan cara mengidentifikasi kepribadiannya. Dengan mengidentifikasi kepribadiannya dengan melihat ciri-cirinya yaitu realistik, penyelidik, seni, sosial, suka usaha, dan tidak mau berubah, dari ciri-ciri tersebut maka potensi peserta didik dapat ditentukan (wawancara, tanggal, 22 Oktober 2019).

Jawaban dari MS (47 tahun) tersebut sedikit berbeda dengan jawaban yang disampaikan oleh JN (38 tahun), namun pada dasarnya memiliki esensi yang sama yaitu senantiasa melihat ciri-ciri bakat yang mereka temukan sehingga menjadi cikal bakal dalam mengenali potensi peserta didik. Kemudian peneliti kembali bertanya kepada HS (40 tahun) terkait strategi guru dalam mengidentifikasi potensi peserta didiknya, dan yang bersangkutan menjawab bahwa:

Untuk mengidentifikasi potensi peserta didik dapat dilakukan dengan cara mengenali ciri-ciri keberbakatan, kecenderungan minat, dan mengenali kepribadiannya melalui ciri-ciri yang nampak pada setiap peserta didik (wawancara, tanggal, 22 Oktober 2019).

Jawaban dari HS (40 tahun) sejalan dengan jawaban yang diungkapkan oleh JN (38 tahun), sehingga peneliti menganggap bahwa apa yang telah dipaparkan oleh informan sudah dapat mengungkap esensi pokok dari pertanyaan yang diajukan yang berbungan dengan strategi guru dalam mengidentifikasi potensi peserta didik.

Dengan terjawabanya pertanyaan-pertanyaan peneliti terkait kompotensi pedagogik guru, peneliti masih melanjutkan pertanyaannya sebagai pertanyaan lanjutan yang lebih mendalam. Adapun pertanyaan peneliti adalah terkait masalah bentuk kegiatan pembelajaran yang dapat menumbuhkan kerja sama yang baik antar peserta didik. Pertanyaan ini ditujukan kepada BR (55 tahun), adapun jawaban dari beliau, bahwa:

Untuk meningkatkan kerja sama siswa perlu diajarkan keterampilan sosial. Hal ini dikarenakan dengan keterampilan sosial nilai-nilai dalam kerja sama akan terinternalisasi dalam diri siswa dengan cara pembiasaan. Keterampilan sosial yang harus dimiliki siswa untuk meningkatkan kemampuan kerja sama siswa. untuk mengoordinasi

setiap usaha demi mencapai tujuan kelompok, siswa harus: Saling mengerti dan percaya satu sama lain, berkomunikasi dengan jelas dan tidak ambigu, Saling menerima dan mendukung satu sama lain, mendamaikan setiap perdebatan yang sekiranya melahirkan konflik.

meningkatkan kerja sama dalam proses belajar mengajar, guru harus bisa memperhatikan hal-hal sebagai berikut: toleransi, tanggungjawab dan saling menghargai (wawancara, tanggal, 23 Oktober 2019).

Jawaban dari BR (55 tahun) terkait masalah bentuk kegiatan pembelajaran yang dapat menumbuhkan kerja sama yang baik antar peserta didik diperkuat oleh JN (38 tahun), bahwa:

Untuk menumbuhkan kerja sama yang baik antar peserta didik, maka guru harus lihai dalam menentukan bentuk keterampilan yang cukup efektif, begitu pula dengan informan lainnya menjawab dengan seragam bahwa keterampilan yang paling relevan adalah keterampilan sosial (wawancara, tanggal, 23 Oktober 2019).

Dari adanya jawaban yang diutarakan oleh JN (38 tahun) tersebut, maka peneliti menganggap bahwa guru di SD Wilayah III Kecamatan Ujungbulu sudah memiliki tingkat pemahaman yang cukup memadai terkait bagaimana menumbuhkan kerja sama yang baik antar peserta didik.

Kemudian peneliti kembali mengajukan pertanyaan kepada MS (47 tahun) terkait penyusunan alat penilaian yang sesuai dengan tujuan pembelajaran untuk mencapai kompetensi tertentu seperti yang tertulis dalam RPP. Adapun jawaban dari MS (47 tahun), bahwa:

Dalam menyusun alat penilaian yang sesuai dengan tujuan pembelajaran untuk mencapai kompetensi tertentu seperti yang tertulis dalam RPP. Senantiasa memperhatikan dan menganalisis kompetensi dasar dari muatan pelajaran yang diajarkan. Kemudian hasil analisis tersebut dihubungkan dengan indikator pencapaian kompetensi selanjutnya menyusun alat penilaian yang relevan (wawancara, tanggal, 23 Oktober 2019).

Setelah MS (47 tahun) mengungkapkan jawabannya terkait penyusunan alat penilaian dengan tujuan untuk mencapai kompetensi tertentu, peneliti kembali bertanya kepada HT (52 tahun) yang pada saat itu duduk berdampingan dengan MS (47 tahun) pada saat menghadiri kegiatan KKG. Adapun jawaban dari pertanyaan yang diajukan oleh peneliti kepada HT (52 tahun), bahwa:

Dalam menyusun alat penilaian yang sesuai dengan tujuan pembelajaran untuk mencapai kompetensi tertentu seperti yang tertulis dalam RPP. Saya menganalisis kompetensi dasar dari muatan pelajaran yang diajarkan dan indicator yang telah disusun kemudian memperhatikan tingkat kemampuan peserta didik dengan senantiasa mengedepankan asas manfaat dan berkeadilan (wawancara, tanggal, 23 Oktober 2019).

Dari jawaban yang dikemukakan oleh HT (52 tahun), sudah dapat menggambarkan bahwa guru kelas yang sertifikasi dan mengajar di kelas III dan VI memiliki kemampuan dalam menyusun alat penilaian guna untuk mengukur ketercapaian kompetensi tertentu dari setiap muatan pelajaran yang diajarkan.

Kemudian Peneliti mengajukan pertanyaan kepada HS (40 tahun) terkait pemanfaatan hasil penilaian sebagai bahan penyusunan rancangan pembelajaran yang akan dilakukan selanjutnya. Pertanyaan ini masih berkaitan dengan pertanyaan sebelumnya yaitu penyusunan alat penilaian, namun untuk pertanyaan ini terkait dengan pemanfaatan hasil penilaian sebagai bahan penyusunan rancangan pembelajaran yang akan dilakukan selanjutnya. Dari pertanyaan tersebut ditemukan jawaban, bahwa:

Pemanfaatan hasil penilaian tentunya menjadi acuan untuk menyusun rancangan pembelajaran agar supaya pembelajaran selanjutnya lebih bermakna dan semakin mengarah ke percepatan pencapaian kompetensi dasar dari muatan pelajaran yang telah ditetapkan (wawancara, tanggal, 23 Oktober 2019).

Jawaban dari HS (40 tahun) tersebut juga dibenarkan oleh JN (38 tahun) namun sedikit ditambahkan, bahwa:

Selain yang diungkapkan oleh HS (40 tahun), saya juga memanfaatkan hasil penilaian sebagai bahan evaluasi untuk melakukan perbaikan apabila masih dianggap kurang, dan sebagai bahan untuk pengayaan kalau dianggap sudah cukup bagus (wawancara, tanggal, 23 Oktober 2019).

Jawaban tersebut juga dibenarkan oleh informan lainnya bahwa mereka melakukan apa yang telah diungkapkan oleh HS (40 tahun) dan JN (38 tahun), dengan demikian maka peneliti berkeyakinan bahwa seluruh informan yang menjadi informan penelitian memanfaatkan hasil penilaian sesuai dengan ketentukan yang telah ditetapkan.

Oleh karena itu, dengan terjawabnya seluruh pertanyaan kompetensi pedagogik, maka peneliti berkeyakinan bahwa: guru kelas III dan VI di SD Wilayah III Kecamatan Ujungbulu Kabupaten Bulukumba memiliki kompetensi pedagogik yang sesuai dengan standar kompetensi guru yang telah ditetapkan.

Setelah kegiatan wawancara terkait komponen kompetensi pedagogik dilaksanakan, maka peneliti selanjutnya mengajukan pertanyaan tentang komponen kompetensi kepribadian. Dalam kompetensi kepribadian ini terdiri dari beberapa pertanyaan. Adapun pertanyaan adalah mengenai cara guru dalam mengembangkan

kerjasama dengan teman sejawat tanpa memperhatikan perbedaan yang ada. Pertanyaan ini pertama kali diajukan kepada JN (38 tahun). Adapun jawaban beliau, bahwa:

Dalam rangka mengembangkan kerjasama dengan teman sejawat tanpa memperhatikan perbedaan yang ada. Beliau senantiasa berdiskusi dalam segala hal, dan tidak saling memojokkan, bahkan saling mendukung dalam melakukan suatu kerja sama. Dan apabila ada perbedaan pandangan mereka saling menghargai dan menganggap perbedaan dari setiap individu itu adalah rahmat dan suatu bentuk kekayaan pengetahuan yang harus dihormati bersama. Justru menurutnya bahwa dengan adanya perbedaan itu menjadi suatu penyemangat buat mereka untuk senantiasa menjaga kebersamaan dan keharmonisan mereka dalam bergaul dilingkungan kerja mereka (wawancara, tanggal 23 Oktober 2019).

Hal senada juga diungkapkan oleh informan lainnya bahwa apa yang telah dijelaskan oleh JN (38 tahun) mereka juga lakukan. Karena mereka menganggap bahwa untuk menjaga kebersamaan itu niscaya harus ada sikap saling menghargai dan menghormati satu sama lainnya agar tercipta suasana rukun, harmonis, tentram, dan damai.

Mendengarkan jawaban tersebut, maka peneliti menganggap bahwa seluruh informan senantiasa mengembangkan kerjasama dengan teman sejawat tanpa memperhatikan perbedaan yang ada.

Kemudian peneliti kembali mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan penampilan dan sikap guru terhadap orang tua, peserta didik agar guru senantiasa dihormati dan dihargai. Pertanyaan ini ditujukan kepada BR (55 tahun). Adapun jawaban dari beliau adalah, bahwa:

Hal-hal yang biasa beliau perlihatkan atau tampilkan sehingga orang tua peserta didik dan peserta didik senantiasa menghormati dan menghargainya adalah senantiasa menunjukkan perilaku yang menunjukkan keteladan seperti: disiplin waktu, berpakain rapi dan sopan, santun dalam berbicara baik kepada siswa maupun kepada orang tua siswa, ramah dalam bergaul dengan orang tua siswa, dan saling menghormati dan menghargai sama sama lainnya (wawancara, tanggal 22 Oktober 2019).

Jawaban dari BR (55 tahun) tersebut dibenarkan oleh informan lainnya bahwa apabila kita mau dihormati dan dihargai oleh orang tua peserta didik dan peserta didik, maka terlebih dahulu kita harus menghormati dan menghargai mereka. Sehingga tercipta hubungan yang harmonis antar warga sekolah dan orang tua peserta didik.

Kemudian peneliti mengajukan pertanyaan kepada seluruh informan terkait pemenuhan jam mengajar di kelas. Pertanyaan ini dijawab seragam bahwa mereka senantiasa memenuhi jam mengajar di kelas, karna merupakan persyaratan dalam menerima tunjangan serifikasi.

Setidaknya mereka harus melakukan tatap muka dengan peserta didik minimal 24 jam perminggu sebagai jam wajib sebagai guru sertifikasi.

Selain jam wajib tersebut mereka juga mengajar diluar jam wajib guna untuk memenuhi jam kerja sebagai pegawai negeri sipil yaitu 37,5 jam perminggu.

Setelah mendengarkan jawaban atas pertanyaan yang diajukan peneliti kepada seluruh informan terkait pemenuhan jam mengajar di kelas, maka peneliti menganggap bahwa guru kelas di SD Wilayah III Kecamatan Ujungbulu Kabupaten Bulukumba termasuk guru yang sangat disiplin dan berdedikasi yang cukup tinggi.

Kemudian peneliti kembali bertanya kepada informan yang menyangkut masalah rasa bangga dengan profesinya sebagai guru.

Pertanyaan ini diajukan kepada seluruh informan secara serentak, karena pada saat itu mereka duduk berdekatan ketiga selesai mendengarkan materi KKG yang disampaikan oleh nara sumber. Kesempatan itu dimanfaatkan oleh peneliti untuk mengajukan pertanyaan yang tidak terlalu membutuhkan jawaban yang cukup panjang, maka peneliti bertanya kepada mereka terkait rasa bangga dengan profesinya sebagai guru dan mereka pun menjawab bahwa: mereka bangga menjadi seorang guru, dengan alasan yang beragam. JN (38 tahun) beralasan bahwa dia bangga menjadi guru, karena guru merupakan suatu profesi yang mulia.

HT (52 tahun) beralasan bahwa dia bangga menjadi guru, karena profesi guru adalah dapat mencerdaskan anak bangsa dan merupakan amal jariyah. MS (47 tahun) beralasan bahwa dia bangga menjadi guru, karena profesi guru merupakan cita-cita beliau sejak kecil dan ingin mengangkat harkat dan martabat manusia. HS (39 tahun) beralasan bahwa dia bangga menjadi guru karena profesi guru merupakan profesi yang dapat mengubah pradaban manusia. Dan BR (55 tahun) merasa bangga menjadi guru karena menurutnya bahwa guru yang sesungguhnya adalah hambah Allah yang termasuk golongan yang paling cepat masuk surga, allahu alam.

Berdasarkan jawaban yang dikemukakan oleh informan terkait kompetensi kepribadian guru tersebut, maka peneliti menganggap bahwa

guru kelas di SD wilayah III Kecamatan Ujungbulu memiliki kompetensi kepribadian yang cukup memadai.

Setelah pertanyaan terkait kompetensi kepribadian selesai, peneliti kembali mengajukan pertanyaan tentang komponen kompetensi sosial.

Kompetensi sosial adalah kemampuan guru dalam berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah.

Pertanyaan kompetensi sosial kepada JN (38 tahun) terkait strategi guru dalam memperlakukan peserta didik secara adil. Jawaban JN (38 tahun), bahwa:

Strategi yang saya ambil dalam memperlakukan peserta didik secara adil yaitu Sebagai upaya pembentukan peserta didik yang cerdas, maka ada beberapa serangkaian proses yang perlu ditempuh. saya mempertimbangkan dan merencanakan desain pembelajaran dengan matang terkait itu metode pembelajaran, media pembelajaran, teknik pembelajaran sampai memberikan penilaian terhadap kinerja peserta didik selama proses pembelajaran. Dalam memberikan penilaian yang baik atas kinerja peserta didik dalam pembelajaran, saya tentu perlu meninjaunya dari berbagai aspek, baik itu dalam ranah kognitif, afektif maupun psikomotor peserta didik. Dalam memberikan penilaian juga, saya perlu memegang prinsip objektif dan adil. Objektif berarti dalam memberikan penilaian saya melihat dari fakta dan data di lapangan tanpa ada intervensi dari pihak manapun, serta tanpa ada politik kepentingan didalamnya. Adil sendiri bermakna proposional yang artinya bisa menempatkan sesuatu pada tempatnya (wawancara, tanggal, 22 Oktober 2019).

Pertanyaan tersebut juga diajukan peneliti kepada MS (47 tahun).

Namun beliau memiliki jawaban yang berbeda dengan apa yang telah dikemukakan oleh JN (38 tahun). Saudara MS (47 tahun) mengungkapkan, bahwa:

Dalam memperlakukan peserta didik secara adil, dia menghilangkan rasa egoisme pada dirinya, dalam melakukan suatu penilaian beliau tetap mengacu pada apa yang menjadi fakta dilapangan dan senantiasa berprasangka positif dalam segala hal, baik dalam perencanaan pembelajaran, proses pembelajaran, dan pada kegiatan penilain hasil belajar. Dari semua rangkaian proses belajar tersebut dia melihat secara obyektif (wawancara, tanggal 22 Oktober 2019).

Hal senada juga diungkapkan oleh HT (52 tahun), HS (39 tahun) dan BR (55 tahun) bahwa mereka memiliki jawaban yang mirip dengan apa yang diungkapkan oleh JN (38 tahun) dan MS (47 tahun).

Bahwa dalam memperlakukan peserta didik mereka mengacu pada prinsip objektif dan adil sebagai landasan dalam menentukan sikap dan menilai kinerja peserta didik. Independensi dan kebijaksanaan seorang guru juga menjadi pondasi kokoh bagi guru yang ingin menjadikan objektif dan adil sebagai prinsip penilaiannya (wawancara, tanggal 22 Oktober 2019).

Selanjutnya peneliti mengajukan pertanyaan kedua komponen kompetensi sosial kepada informan terkait informasi yang dimiliki guru tentang kemajuan, kesulitan, dan potensi peserta didik kepada sesama guru, tenaga pendidikan, orang tua peserta didik, dan masyarakat. Dan dari lima orang informan yang menjadi informan penelitian memberikan jawaban yang sama bahwa mereka memiliki informasi tentang kemajuan, kesulitan, dan potensi peserta didik kepada sesama guru, tenaga pendidikan, orang tua peserta didik, dan masyarakat.

Setelah pertanyaan kompetensi sosial selesai, peneliti langsung mengajukan pertanyaan komponen kompetensi profesional. Adapun pertanyaan sebagai berikut:

Pertanyaan kompetensi profesional kepada seluruh informan adalah masalah penyusunan pembelajaran. Mengenai penyusunan perangkat pembelajaran ini menurut peneliti sangat penting untuk ditanyakan karena banyak opini yang berkembang dalam lingkungan pendidikan bahwa, kebanyakan guru hanya mencopy paste perangkat pembelajarannya dari teman se profesinya tanpa melakukan perbaikan terhadap sistematika dan isi dari perangkat pembelajaran tersebut.

Bahkan ironisnya lagi, ada juga guru yang tidak membuat perangkat pembelajaran sama sekali hanya memesan atau membeli dari orang-orang yang bukan berprofesi sebagai guru yaitu orang-orang penyedia jasa penyusunan perangkat pembelajaran. Dengan demikian maka peneliti mengajukan pertanyaan terkait dengan hal tersebut. Dan seluruh informan yang ditanya menjawab, bahwa: Mereka menyusun materi

Bahkan ironisnya lagi, ada juga guru yang tidak membuat perangkat pembelajaran sama sekali hanya memesan atau membeli dari orang-orang yang bukan berprofesi sebagai guru yaitu orang-orang penyedia jasa penyusunan perangkat pembelajaran. Dengan demikian maka peneliti mengajukan pertanyaan terkait dengan hal tersebut. Dan seluruh informan yang ditanya menjawab, bahwa: Mereka menyusun materi