• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. KETAATAN DALAM HIDUP BERKOMUNITAS

B. SPIRITUALITAS KAUL KETAATAN

1. Gambaran Komunitas

a. Menurut Injil

Komunitas Injili adalah komunitas yang dibentuk untuk mewartakan Kabar Gembira dengan berpola pada komunitas Yesus Kristus bersama para murid-Nya. Darminta (1997:56) dalam bukunya “Yesus mendidik para murid-Nya menyatakan bahwa” … Yesus membentuk komunitas para murid, dengan tujuan agar mereka dalam kelompok menjalankan misi Yesus (Mat 10:1-8) dalam jiwa persahabatan (Mat 10:12). Di dalam komunitas oleh Yesus, dididik dan dibentuk, untuk menghayati kesatuan dan persekutuan antar mereka sebagai kekuatan untuk mewartakan dan membangun komunitas Kerajaan Allah sampai pada kepenuhannya pada akhir zaman.

Dalam kebersamaan dan solidaritas terhadap siapapun, para murid diharapkan menjadi pribadi yang sungguh merdeka agar mampu melayani, terutama bagi mereka yang lemah, miskin, tersingkir dan difabel di tengah masyarakat dan siap untuk memberi hidup bagi mereka (Mrk 19:35-43). Yesus membentuk para murid sebagai komunitas hamba yang taat, dalam membagi apa yang mereka miliki untuk kebahagiaan orang lain. Di samping itu Yesus mengajak para murid untuk hidup menurut nilai-nilai Kerajaan Allah, bukan melawan Allah, tetapi mencintai, menghormati dan mengabdi pada-Nya. Yesus menginginkan agar kelompok para murid-Nya tidak diperbudak keinginan mencari sukses, tetapi terlebih dan terutama menjadi pembawa Kabar Gembira, bukan sekedar pembawa Kitab Suci. Membangun diri sendiri menjadi Injil ialah tugas sepanjang hidup para murid dahulu dan

sekarang. Yesus tidak menuntut dari para murid-Nya hal-hal yang belum mereka cerna dan mengerti (Yoh 16:12-13). Para murid pun diajak untuk membangun komunitas beriman secara benar, yaitu saling melayani (Mat 18:1-5), tidak saling memberi batu sandungan (Mat 18:6-11), bahkan justru mencari yang hilang dan menjauh (Mat 18:12-14), memberi sumbangan demi kebaikan sesama (Mat 18:15-20) dan memberi pengampunan tanpa batas (Mat 18:21-35).

Para suster Carmelite Missionaries, meneladan pola komunitas Yesus Kristus yang tinggal bersama dengan para murid-Nya. Dalam komunitas, para suster hidup dalam persekutuan dan setia untuk berkumpul berdoa serta merayakan Ekaristi bersama. Persekutuan yang dibangun berdasarkan cita-cita yang sama untuk mencapai tujuan yang sama atas dasar iman yang sama yaitu beriman pada Yesus Kristus. Dengan demikian untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan peraturan untuk disepakati bersama.

b. Menurut Pendiri

Menurut Beato Francisco Palau, komunitas merupakan suatu kenangan akan komunitas Kristiani perdana (Kis 2:42; 4:32). Dalam suratnya kepada para suster di Lérida dan Aytona (Letters, 7, 2-3:1053-1054) dituliskan bahwa dalam hidup berkomunitas hendaknya para suster hidup sehati sejiwa yang digerakkan oleh roh yang satu dan sama. Komunitas merupakan persatuan dan persaudaraan yang menghasilkan misteri persatuan Gereja. Francisco Palau mau menegaskan bahwa dalam komunitas Carmelite Missionaries yang

paling utama adalah, hidup dalam cinta kasih, menjadi hamba dan pelayan bagi orang lain. Menjadi pelayan berarti menjadi hamba bagi semua, hal itulah yang menjadi puncak kesempurnaan dalam hidup berkomunitas (Letters, 99, 6: 1269).

Francisco Palau menggambarkan komunitas sebagai Sekolah Keutamaan, di mana melalui hidup bersama dalam persaudaraan komunitas, para suster akan mempraktekan keutamaan-keutamaan kristiani sebagaimana yang diajarkan oleh Yesus Kristus sendiri. Melalui keutamaan-keutamaan yang dipraktekannya demi kebaikan dan keselamatan sesama (Letters, 6,4; 2006:1051). Hidup berkomunitas akan tercipta dengan baik jika setiap anggota, hidup dalam persekutuan yang ditarik oleh rantai cinta Allah, sehingga komunitas dapat hidup dalam damai sebagai satu keluarga (Leters, 7:2,3; 2006:). Ketaatan buta dalam hidup berkomunitas, menurut Francisco Palau artinya menjadi rendah hati, bersikap taat/patuh, selalu siap sedia, sederhana, tidak memberi banyak alasan, tanpa mempertahankan pendapat sendiri, tidak menentang kepada suster pemimpin dan saling mengasihi.

Para suster Carmelite Missionaries dipanggil untuk menjadi saksi dan tanda persaudaraan dan persatuan dalam perbedaan di tengah dunia. Komunitas Carmelite Misionaries menyatakan kasihnya melalui aneka pelayanan. Berawal dari berbagai pelayanan yang telah dilakukan oleh Francisco Palau, para suster Carmelite Missionaries terlibat aktif dalam berbagai kegiatan kerasulan yang sangat dibutuhkan oleh Gereja dewasa ini.

c. Menurut Konstitusi

Dalam Konstitusi (art. 58) dikatakan, komunitas suster-suster Carmelite Missionaries berkeyakinan bahwa Yesus Kristus hadir dan tinggal di tengah-tengah komunitas untuk memberi hidup dan membuat setiap anggota komunitas menjadi kuat. Hendaknya dalam hidup bersama para suster bertekun dalam ajaran Injil, terbuka akan kehadiran-Nya terutama dalam perayaan Ekaristi sebagai pusat dan sumber hidup persaudaraan, dalam doa, serta persekutuan semangat yang sama. Hal ini dapat dicapai melalui meditasi akan Sabda Allah, doa-doa pribadi, sharing bersama dalam komunitas, agar setiap anggota komunitas memperoleh kekuatan untuk bertumbuh di dalam panggilan dengan gembira dan penuh harapan (PC, 15).

Maka dalam Konstitusi (art. 59) dinyatakan bahwa:

Hidup berkomunitas memiliki kegembiraan dan kesulitan. Sadar akan kelemahan dan kedosaan, hendaknya kita selalu siap sedia untuk meminta dan memohon pengampunan agar dapat membantu para suster lebih bijaksana dalam melakukan koreksi persaudaraan.

Dengan demikian sebagai orang-orang yang terpanggil dan dipilih Allah untuk tinggal bersama dalam komunitas persaudaraan hendaknya para suster memiliki nilai-nilai Injili sebagaimana yang diajarkan oleh Tuhan Yesus Kristus, seperti: belaskasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran. Asas dan dasar ketaatan ialah cinta akan Sabda Allah yang menjadi daging dan tinggal diantara manusia, disalibkan, wafat dan bangkit demi keselamatan manusia. Hal ini dapat diwujudkan dalam hidup sebagai biarawati Carmelite Missionaries dengan mengikrarkan kaul ketaatan. Setiap anggota kongregasi perlu belajar dari komunitas Yesus dan para murid-Nya,

berusaha menghidupkan cita-cita Injil dalam karya dan pelayanan demi keselamatan manusia dan kemuliaan Allah.

d. Anggota Komunitas

Dalam hidup berkomunitas, setiap anggota komunitas diberi kesempatan untuk membangun hubungan, baik rohani maupun manusiawi dalam memberi tanggapan kepada pemimpin. Kitab Hukum Kanonik (Kan. 630§5) menegaskan para anggota komunitas hendaknya menghadap para pemimpin dengan kepercayaan; kepada mereka anggota dapat membuka hatinya dengan bebas dan sukarela. Namun para pemimpin dilarang untuk memaksa dengan cara apapun kepada para anggotanya membuka hatinurani kepada mereka.

Dalam KTHB dan LHK (2008:15f) dikatakan bahwa para pemimpin mempunyai tugas ikut menjaga supaya rasa keimanan dan komunio menggereja tetap hidup di tengah umat yang mengakui dan mengagumi keajaiban Allah. Membangun komunitas persaudaraan merupakan salah satu tugas pokok hidup bakti. Setiap anggota komunitas dipanggil untuk membaktikan diri terdorong oleh kasih yang sama yang telah dicurahkan Tuhan dalam hati mereka. Maka dasar cinta anggota komunitas kepada pembesar ialah cinta mereka kepada Allah sendiri. Sebab anggota sekomunitas itu adalah sahabat sekaligus saudara, sehingga para anggota dapat terbuka untuk saling menerima anggota lain yang mempunyai latar belakang dan budaya yang berbeda dalam membangun komunitas.

Dengan demikian Konstitusi Carmelite Missionaries (art. 50, 51) menegaskan bahwa dalam hidup berkomunitas hendaknya setiap anggota saling mengerti satu sama lain, menerima setiap perbedaan dan saling membantu dalam memikul beban yang dialami oleh setiap anggota komunitas. Setiap anggota komunitas mempunyai tanggungjawab bersama dalam mengembangkan telenta dan bekerjasama dalam merencanakan dan melaksanakan proyek komunitas. Setiap suster dalam komunitas berkewajiban untuk menghargai setiap usahanya dalam mengembangkan kemampuan dan kreativitas demi terwujudnya komunitas persaudaraan.

Dokumen terkait