• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. KAUL KETAATAN DALAM KONGGREGASI

D. KETAATAN MENURUT KONSTITUSI KONGGREGASI

1. Ketaatan Sebagai Kaul

Dalam konstitusi Carmelite Missionaries (art. 41a) dinyatakan bahwa: ”Sebagai pengikut Kristus, yang taat sampai mati untuk melaksanakan kehendak Bapa-Nya, kita melakukan suatu persembahan secara total dari kehendak kita sebagai suatu kurban kepada Allah dan pelayanan kepada Gereja. Dengan demikian kita membiarkan Allah membimbing hidup kita pada penyelenggaraan-Nya”.

Ketaatan merupakan kesediaan untuk tunduk kepada hukum atau perintah atau menerima pernyataan yang dikemukakan oleh pimpinan sebagai hal yang benar. Hanya Allah yang mempunyai kekuasaan yang tinggi dan mutlak. Dalam menjalankan kehendak Bapa-Nya, Kristus ”taat sampai mati” (Flp 2:8; Ibr 5:8), dan dengan demikian memberikan kepada kita contoh sempurna tentang ketaatan penuh kasih (Yoh 15:10).

KV II menegaskan bahwa dengan kaul ketaatan hendaknya kaum religius atas dorongan Roh Kudus dan dalam iman mematuhi para pemimpin yang mewakili Allah. Hendaknya melalui mereka itu para religius dituntun untuk melayani semua saudara dalam Kristus, seperti Kristus sendiri demi kepatuhan-Nya terhadap Bapa dan melayani para saudara-Nya dan meyerahkan nyawa-Nya sebagai tebusan bagi banyak orang (PC,14).

Francisco Palau dalam melaksanakan karya kerasulannya selalu patuh pada peraturan-peraturan yang berlaku baik di biara maupun negara. Ia pun selalu mendengarkan bisikan dan dorongan Roh Kudus melalui keheningan doa untuk menjadi taat kepada pemimpin negara maupun pemimpin Gereja. Pengalaman hidup yang dialaminya selama masa-masa pencarian akan kekasihnya yakni ”Gereja”, ia juga taat kepada imam-imam paroki yang meminta pertolongan dari padanya untuk mengobarkan kembali cara hidup Kristiani bukan saja kepada orang-orang yang tinggal dekat paroki di mana Francisco Palau bertugas melainkan kepada mereka yang tinggal jauh dari paroki. Bagi Francisco Palau dengan menaati pemimpin atau rekan-rekan imamnya merupakan wakil Allah sendiri yang hadir di dunia ini.

Dalam suratnya kepada Sr. Magdalena Calafell, Francisco Palau menasehati para susternya bahwa dalam memilih pembimbing rohani ketaatan merupakan suatu pengorbanan yang sangat berkenan kepada Allah dan hal itu dapat dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Francisco Palau melalui pembimbing rohani mereka dapat menentukan suatu keputusan atas nama Allah hal-hal yang harus diikuti oleh para suster,

menurutnya para suster tidak tahu tujuannya. Hanya Allah saja yang tahu dan Dia akan menyampaikan melalui suara ketaatan ke mana para suster akan pergi (Letters, 87,1:1242).

Dalam kehidupannya Francisco Palau selalu dan senantiasa mengutamakan kehendak Bapa dari pada kehendaknya sendiri. Dari pengalaman hidupnya Francisco Palau sungguh berjuang dan siap berkorban demi terlaksananya kehendak Allah bagi dirinya. Francisco Palau adalah seorang biarawan Karmelit sejati. Situasi politik akibat revolusi Spanyol menuntutnya untuk menerimakan tahbisan imamat sebagai seorang imam diosis. Untuk melaksanakan apa yang dikehendaki Allah, Francisco Palau harus mengalami berbagai penderitaan dalam mencari dan menemukan yang dicintainya yakni ”Gereja”. Francisco Palau diusir dari biaranya akibat pergolakan politik di Spanyol yang menghancurkan tembok biara dan kehidupan komunitas menjadi kacau. Muncul kelompok-kelompok orang yang tak dikenal menyerang dan membakar biara-biara di Barcelona. Francisco Palau bersama rekan-rekannya harus mengungsi. Selama mengungsi di waktu malam Francisco Palau membuktikan dirinya tabah dan menunjukkan betapa ia siap menjadi martir daripada meninggalkan kehidupan membiaranya (TCAG, 1997:15).

Francisco Palau mempersembahkan hidupnya dengan kerelaan hati yang besar untuk menepati apa saja yang dituntut oleh panggilannya di dalam situasi konkret. Pada waktu itu Francisco Palau belum menyadari makna keterusirannya dari hidup di biara yang begitu lama. Ternyata hal itu

merupakan penyelenggaraan Ilahi. Jalan Allah yang akan menuntunnya ke arah karya melalui titian yang penuh misteri, yang membuatnya tidak mempunyai kesempatan menjalani hidup yang layak di dalam Kongregasi Karmel Santa Teresa (TCAG, 1997:18).

Bagi Francisco Palau itu merupakan bentuk pengorbanan yang ia persembahkan kepada Tuhan dan Gereja yang sangat ia cintai. Hal ini merupakan penyelenggaraan Tuhan bagi dirinya dengan menjadi seorang imam diosis dan berkarya untuk melayani umat di keuskupan Montauban. Namun dari lubuk hatinya yang terdalam ia adalah seorang biarawan Karmelit. Berkat ketaatannya ia di beri tanggungjawab untuk mewartakan Kabar Gembira Tuhan di keuskupan Montauban.

Francisco Palau dikenal sebagai pengkotbah dan misionaris, pemimpin rohani, katekis, penulis, exorcist, wartawan dan pendiri kongregasi. Sebagai pengkotbah dan misionaris Francisco Palau memandang karya pembaharuan Kristenisasi Spanyol dan Eropa sebagai karya aseli evangelisasi. Francisco Palau mempergunakan bermacam-macam pendekatan karya kerasulan. Pertama; karena terdesak oleh keadaan, Francisco Palau membaktikan diri pada karya tradisional, seperti berkotbah, mengajar, doa pujian, novena, dan perayaan-perayaan ibadah. Pelayanan sakramen menjadi tujuan pokok dalam kegiatan kerasulannya (TCAG, 1997:54).

Sebagai katekis Francisco Palau bekerja demi pembaharuan, khususnya dengan cara mendirikan ”Sekolah Keutamaan” di Barcelona. Francisco Palau menggunakan pendekatan terpadu yang revolusioner. Program-programnya

mencakup katekese dasar atau pengajaran agama bagi anak-anak dan orang dewasa dari aneka ragam lingkup. Francisco Palau tidak membatasi kegiatan mengajar agama pada waktu itu hanya di sekolahnya. Karya evangelisasi yang dilaksanakannya di Ibiza sebagian besar dipusatkan pada katekese. Perayaan-perayaan bulan Mei sebagai bentuk penghormatan kepada Bunda Maria sebagai sarana pendalaman iman, metode-metodenya ia jelaskan di dalam sebuah buku kecil yang ditulisnya yang diberi judul ”Bulan Maria” (1861-1862) (TCAG, 1997:55).

Sebagai penulis Francisco Palau menulis banyak, hasil dari pemikirannya sendiri, dan mendapatkan tempat terhormat di antara tulisan-tulisan mengenai kehidupan agama dan rohani pada abad ke-19 di Spanyol. Kadar tulisannya memang tidak sama, pemikirannya perlu dibaca di dalam konteks dan diartikan sesuai dengan keadaan dan situasi pada masa itu. Tulisan-tulisannya antara lain: Pergulatan Jiwa dengan Allah, Hidup Menyepi, Bulan Maria, Sekolah Keutamaan Perlu Dipertahankan, Gereja Allah dibentuk oleh Roh Kudus, Surat-Surat dan Hubunganku Dengan Gereja (TCAG, 1997:56).

Francisco Palau dipandang oleh banyak orang sebagai seorang exorcist, sebab pekerjaan yang ia lakukan demi orang-orang yang tersisih. Hal ini sangat memerlukan keberanian dalam menghadapi bahaya. Franscisco Palau melakukan pelayanan ini di Santa Cruz de Valcarca, Barcelona karena ia merasa terpanggil oleh semangat Elia dan Karmel. Pelayanannya kepada Gereja tidak dapat dibimbangkan. Di jaman sekarang, pelayanan yang ia

lakukan tersebut paling baik diinterpretasi sebagai pelayanan terhadap orang-orang yang tersisihkan oleh masyarakat (TCAG, 1997:58).

Dasar ketaatan yang dikehendaki oleh Francisco Palau bagi para suster CM adalah ketaatan yang ditunjukkan oleh Yesus di salib dengan melakukan kehendak Bapa-Nya. Sebagaimana tertulis dalam surat Ibrani (5:8-9): ”Sekalipun Ia adalah anak Allah Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya, dan sesudah mencapai kesempurnaan-Nya, Yesus sendirilah yang menjadi pokok yang abadi bagi semua orang yang taat kepada-Nya”. Itulah ketaatan yang dilakukan oleh Yesus dengan mempercayakan diri-Nya kepada Bapa secara sungguh yang ditandai oleh cinta kasih sejati.

Taat merupakan tuntutan dari dalam diri manusia yang harus berhadapan dengan situasi hidup yang juga merupakan jalan untuk dapat berkembang dalam hidup. Penghayatan kaul ketaatan diwujudkan dalam perutusan dan persaudaraan yang penuh dengan kerendahan hati dan kegembiraan. Ketaatan menuntut kemauan untuk mendengarkan sesama saudara baik pimpinan, sesama suster juga sesama manusia di sekitar kita serta bersedia untuk terus menerus mengadakan pembaharuan diri dan terbuka terhadap tuntutan situasi. Untuk dapat melaksanakan semuanya itu perlu pengosongan diri dengan semangat rela berkorban. Maka sebagai seorang religius perlu disadarkan kembali untuk tetap menyadari diri orang yang berkaul ketaaatan sebagai wujud penyerahan dirinya secara total kepada Allah.

Ketaatan merupakan pengosongan diri di hadapan Allah yang dilaksanakan dengan penuh iman dan penuh kasih. Para suster Carmelite Missionaries mengucapkan kaul ketaatannya untuk mengikatkan diri pada kongregasi demi penghayatan Injil sebagaimana ditulis dalam konstitusi (Konst, art. 45) yang mengatakan:

”Kita disadarkan bahwa iman dan kasih sebagai penopang ketaatan religius dan bahwa ’ketaatan akan memelihara kita dalam damai dan persatuan’. Untuk itu, hendaknya kita menerima dengan patuh keputusan terakhir dari pemimpin dalam hal-hal yang mempengaruhi kita, baik secara individu maupun komunitas. Kita juga tahu bahwa ’menjadi taat berarti mengikuti suatu jalan keselamatan’ dan sesungguhnya kita akan selalu siap-sedia untuk melakukan pelayanan dan pekerjaan yang diminta dari kita untuk dikerjakan”.

Kongregasi Carmelite Missionaries sebagai salah satu ordo ketiga Karmel St. Teresa, berusaha hidup mengikuti ketaatan Yesus Kristus melalui ketaatan Bto. Francisco Palau, OCD. Dasar ketaatan yang dihayati dan dimaknai adalah ketaatan Yesus yang telah menyerahkan kehendak-Nya pada kehendak Bapa yang dikaitkan dalam ketaatan Bto. Francisco Palau dan dituangkan dalam konstitusi kongregasi sebagai pedoman dan arah hidup para suster CMdi seluruh dunia.

Para suster Carmelite Missionaries dengan kaul ketaatannya diharapkan mampu menghayati cara hidup dengan penuh iman dan kasih. Ketaatan religius akan memelihara para suster untuk hidup dalam damai dan persatuan, serta mampu melihat kehadiran dan campur tangan Allah dalam diri seorang pemimpin. Oleh karena itu, menjadi taat berarti terbuka bagi rahmat dan kehendak Allah melalui kesediaan diri kita dalam melakukan pelayanan dan pekerjaan yang diminta dari setiap pribadi.

Dalam penyerahan diri seutuhnya kepada Tuhan, para suster CM rela melepaskan kehendak sendiri dan siap berkorban bagi semua orang yang membutuhkan. Penyerahan diri kepada Tuhan merupakan wujud kesetiaan kita kepada-Nya. Dalam mewujudkan kesetiaan itu, tentu akan mengalami tantangan dan kesulitan. Sering kali kita merasa kering, tak bergairah dan merasa ditinggalkan oleh Tuhan. Namun apakah kita masih mampu untuk setia kepada Tuhan. Di sinilah kesetiaan dan ketaatan seorang Carmelite Missionaries ditantang. Sebagai pengikut Francisco Palau yang selalu taat pada kehendak Allah, hendaknya kita pun senantiasa mencari dan melaksanakan kehendak Allah dalam berbagai peristiwa dan pengalaman hidup kita sehari-hari.

2. Ketaatan Kepada Pemimpin

Para suster Carmelite Missionaries diarahkan pada penyerahan secara total pada kehendak Allah sebagai kurban kepada-Nya demi pelayanan Gereja. Penyerahan kepada kehendak Allah diwujudkan melalui pemimpin sebagai wakil Allah sebagaimana ditulis dalam konstitusi (art. 41b).

Hal di atas ditekankan lagi dalam konstitusi (art. 43a) mengatakan bahwa:

”Ketaatan dan otoritas merupakan aspek yang saling melengkapi dari keterlibatan kita dalam korban Kristus akan diri-Nya. Para suster yang kepadanya dipercayakan dengan kekuasaan, hendaknya menguasainya dalam roh pelayanan persaudaraan di komunitas dan dengan demikian tunjukkan kepada para suster bahwa pada setiap pribadi hendaknya setia untuk menjadi taat meskipun suatu ketika ketaatan itu sendiri menuntut suatu pengorbanan secara nyata dari diri kita”.

Bagi para suster Carmelite Missionaries ketaatan merupakan ketaatan buta yang dilaksanakan dengan rendah hati, penuh kegembiraan, sederhana, tidak menunda-nunda, tanpa alasan pribadi dan tanpa kontradiksi dengan keputusan pemimpin dan para suster lain. Para suster diajak untuk memaknai ketaatan pada setiap orang sebagaimana mereka menaati Tuhan. Dengan demikian baik pemimpin maupun para suster lain di komunitas adalah juga wakil Allah bagi setiap pribadi (Legacy, 673: 252, CV, pelajaran. 23;51:323).

Para pengikut Francisco Palau baik pada waktu itu maupun masa sekarang hendaknya taat kepada seorang pemimpin sebagai wakil Allah yang hadir di tengah-tengah mereka. Melalui pemimpin Allah menghendaki sesuatu yang patut ditaati oleh setiap anggotanya.

Dokumen terkait