• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

B. Gambaran Umum Kurs Nilai Tukar

Kinerja nilai tukar rupiah pada tahun 2007 cukup fluktuatif Grafik 4.5 . Nilai tukar rupiah yang fluktuatif disebabkan oleh melemahnya daya beli di beberapa negara tujuan ekspor utama. Selain Jepang, Amerika sudah mulai mengalami perlambatan daya beli sehingga menekan jumlah dana investasi di negara kita. Berkurangnya dana investasi kita secara tidak langsung memberikan gambaran bahwa terjadi aliran modal asing keluar.

Grafik 4.5

commit to user

115 Sumber : Bank Indonesia, data diolah, 2011

Secara umum nilai tukar rupiah cenderung stabil mulai dari awal tahun 2008 hingga bulan September 2008. Dukungan dari neraca perdagangan yang surplus dan kebijakan makroekonomi yang hati-hati turut mendukung stabilnya nilai tukar rupiah. Namun, rupiah mulai tertekan atau terdepresiasi akibat dari banyaknya jumlah uang yang beredar pada triwulan III 2008 Grafik 4.7.

Grafik 4.6

Pergerakan Nilai Tukar Tahun 2008

Sumber : Bank Indonesia, data diolah, 2011

Melemahnya harga komoditas menyebabkan kinerja ekspor menurun dan penawaran mata uang asing ikut tertekan yang dibarengi dengan penurunan IHSG.

commit to user

116 Di lain sisi, kenaikan impor yang disebabkan oleh permintaan domestik ikut andil dari terjadinya depresiasi rupiah. Pelemahan nilai tukar rupiah yang dimulai karena sentimen negatif akibat krisis keuangan global tahun 2008 memberikan efek larinya modal domestik ke luar negeri sehingga rupiah terdepresiasi. Pelemahan nilai tukar rupiah sejalan dengan pelemahan IHSG yang tertekan pada triwulan IV 2008 sebesar lebih dari 50% jika dibandingkan dengan level awal tahun 2008.

Fluktuatifnya nilai tukar rupiah pada tahun 2008 dipicu oleh krisis keuangan di Amerika, jatuhnya harga komoditas dan melambatnya ekonomi global. Nilai tukar rupiah sebenarnya sudah mulai terdepresiasi pada kuartal pertama tahun 2008 walaupun tidak terlalu terasa pada perekonomian nasional saat itu. Tekanan terhadap rupiah juga dipicu oleh harga minyak yang semakin melambung sehingga investor memilih menempatkan asetnya di instrumen yang lebih aman. Tekanan terhadap IHSG juga mulai terasa karena terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi di berbagai negara. Permintaan asing yang menurun menyebabkan emiten yang bergerak di bidang ekspor mengalami tekanan pada proyeksi keuntungan mereka sehingga menyebabkan harga saham menurun seperti yang terjadi pada emiten sektor pertambangan dan perkebunan.

Tekanan yang paling dirasakan terhadap rupiah dimulai pada triwulan III tahun 2008. Efek kepanikan dari krisis global yang memiliki episentrum di Amerika mulai terasa. Para investor mulai khawatir sehingga memindahkan dana investasinya dari emerging market. Pergerakan nilai tukar pada tahun 2008 juga

commit to user

117 dipengaruhi oleh resiko investasi di Indonesia. Persepsi mengenai resiko investasi di negara-negara berkembang mulai meningkat sejalan dengan terjadinya krisis keuangan global dan perlambatan pertumbuhan ekonomi negara maju. Persepsi negatif yang menyebabkan depresiasi rupiah ini akhirnya mengubah alur investasi para investor untuk meletakkan instrumen investasinya ke tempat yang lebih aman selain dikarenakan terjadinya keketatan likuditas di pasar internasional.

Ketidakpastian yang masih tinggi mendorong pelaku pasar valas menahan dolar AS yang dimiliki sehingga mengakibatkan keketatan likuiditas di pasar valas domestik (Bank Indonesia, 2010:25). Keketatan pasar valas semakin meningkat karena pada saat bersamaan counterparty risk antar pelaku pasar, terutama dengan bank-bank asing, juga meningkat. Kondisi tersebut mengakibatkan volume perdagangan pasar valas pada triwulan I 2009 menjadi semakin tipis dari rata-rata sekitar 2.799 miliar dolar AS setap bulan menjadi 1.323 miliar dolar AS (Bank Indonesia, 2010:25).

Secara keseluruhan, ketidakpastian dan persepsi risiko di pasar valas tersebut mengakibatkan rupiah pada triwulan I 2009 masih mendapat tekanan cukup besar. Nilai tukar rupiah sempat mencapai titik terendah pada level Rp12.020 per dolar AS pada awal Maret 2009 disertai peningkatan volatilitas.

Grafik 4.7

commit to user

118 Sumber : Bank Indonesia, data diolah, 2011

Perkembangan buruk rupiah pada triwulan I 2009 direspon oleh Bank Indonesia dengan kebijakan stabilisasi nilai tukar secara terukur melalui upaya menjaga kecukupan likuiditas di pasar valas domestik yang dibarengi dengan penurunan suku bunga deposito oleh perbankan nasional . Respons kebijakan tersebut dapat menahan peningkatan ekspektasi depresiasi yang berlebihan, di tengah meningkatnya ketidakpastian.

Faktor fundamental berupa neraca transaksi berjalan yang mencatat surplus juga menahan pelemahan rupiah lebih dalam. Saat bersamaan, sentimen positif di pasar keuangan global yang mulai terjadi pada pertengahan akhir Maret 2009 juga dapat mengurangi tekanan pelemahan rupiah untuk keseluruhan triwulan I 2009. Pemulihan ekonomi global yang mulai terasa pada tahun 2009 ikut andil dalam meredam depresiasi nilai tukar. Dengan berbagai perkembangan

commit to user

119 tersebut, pelemahan nilai tukar rupiah pada triwulan I 2009 sebesar 5,7%, atau relatif lebih rendah dibandingkan dengan periode triwulan akhir tahun 2008 yang mencatat pelemahan sebesar 15,5%. Perkembangan itu juga diikut oleh penurunan volatilitas nilai tukar rupiah.

Nilai tukar rupiah mulai kembali pada tren menguat sejak triwulan II 2009 ditopang perbaikan persepsi risiko terhadap emerging market dan kondisi fundamental domestik yang tetap terjaga. Optimisme akan pemulihan ekonomi global yang disertai dengan terjaganya kondisi fundamental domestik mendorong terus naiknya pasokan valas dari investor asing di pasar keuangan domestik.

Penguatan nilai rupiah sejalan dengan menguatnya IHSG sepanjang tahun 2009. Penguatan nilai rupiah mengakibatkan impor semakin murah. Dengan penguatan nilai tukar rupiah, industri Indonesia yang memiliki kecenderungan mengimpor barang modal merasakan manfaat apreasiasi. Akibatnya adalah penguatan IHSG karena dengan impor barang modal tersebut maka output produksi mereka meningkat sehingga proyeksi keuntungan meningkat yang pada akhirnya mengangkat harga saham . Selain itu, neraca transaksi berjalan yang tetap surplus semakin mendukung tren penguatan rupiah. Berbagai perkembangan tersebut mengakibatkan rupiah ditutup pada level Rp9.425 pada akhir tahun 2009 atau terapresiasi 18,4% dibandingkan dengan akhir Maret 2009. Secara keseluruhan tahun 2009, level rupiah akhir tahun 2009 menguat 15,7% dibandingkan dengan level akhir tahun 2008 (Bank Indonesia, 2010:43).

commit to user

120 Meskipun dalam tren menguat, perkembangan rupiah masih mendukung daya saing produk ekspor Indonesia.

Grafik 4.8

Pergerakan Nilai Tukar Tahun 2010

Sumber : Bank Indonesia, data diolah, 2011

Selama tahun 2010, nilai tukar rupiah menguat cukup signifikan terutama disebabkan oleh derasnya aliran masuk modal asing. Pergerakan nilai tukar rupiah juga ditopang oleh keseimbangan interaksi permintaan dan penawaran valuta asing di pasar domestik serta fundamental perekonomian domestik yang kuat. Nilai tukar rupiah mulai mengalami apresiasi sejak awal tahun dan mencapai level Rp 9.081 per dolar AS atau menguat secara rata-rata sebesar 3,8% dibandingkan dengan akhir tahun 2009 (Bank Indonesia, 2011:3). Penguatan yang signifikan juga terjadi di IHSG dimana pada tahun 2010 tepatnya pada bulan Desember berhasil mencetak rekor tertingginya. Penguatan ini

commit to user

121 mengindikasikan bahwa dengan adanya pelemahan kurs nilai tukar IHSG tidak tertekan. Apabila negara yang mata uangnya terdepresiasi namun tidak mengalami pelemaham IHSG maka negara tersebut dapat dikatakan negara berbasis ekspor.

Di awal tahun 2010 pergerakan rupiah sempat mengalami gejolak, sebagai dampak dari krisis fiskal di Yunani yang sempat menimbulkan sentimen risk aversion (penghindaran resiko) aset negara-negara emerging markets. Namun, optimisme pemulihan global, komitmen penyelamatan (bailout) ECB (European Central Bank) dan IMF terhadap Yunani, serta peningkatan peringkat utang Indonesia mampu menutupi sentimen negatif terkait Yunani tersebut, sehingga rupiah kemudian mengalami penguatan yang cukup tajam dari level Rp 9.400 per dolar AS di awal Februari 2010 ke level di bawah Rp 9.000 per dolar AS memasuki Mei 2010 (Bank Indonesia, 2011:16).

Di awal Juni 2010, krisis fiskal di Yunani akhirnya meluas ke krisis PIIGS dan sempat menimbulkan guncangan luar biasa di pasar keuangan global. Perilaku risk aversion yang memuncak di triwulan ini mendorong nilai tukar kembali ke level Rp 9.400 per dolar AS. Namun, seiring dengan meredanya kekhawatiran pelaku pasar, yang ditopang oleh berlanjutnya pemulihan ekonomi dunia, semakin lebarnya selisih suku bunga antara negara-negara maju dan negara-negara emerging markets, serta perbaikan kondisi prospek Indonesia, rupiah kembali bergerak stabil dengan kecenderungan menguat di akhir triwulan II 2010.

commit to user

122 Selanjutnya nilai tukar rupiah bergerak stabil dengan kecenderungan penguatan di paruh kedua 2010. Apresiasi nilai tukar rupiah tersebut terjadi sejalan dengan berlanjutnya aliran dana ke kawasan Asia di tengah melimpahnya likuiditas global akibat kebijkan moneter longgar serta perbedaan respons kebijakan antara negara-negara maju dan negara-negara emerging markets. Aliran dana asing yang deras ikut masuk ke pasar modal dalam negeri sehingga IHSG ikut terangkat. Untuk ikut berinvestasi pada pasar modal maka para pemain asing harus menukarkan mata uang asingnya ke dalam bentuk rupiah. Alasan ini juga menyebabkan cadangan devisa kita meningkat yang dibarengi dengan penguatan IHSG selama tahun 2010.

Apresiasi nilai tukar rupiah memiliki pengaruh yang positif terhadap IHSG pada tahun 2010. Meski diwarnai dengan berbagai koreksi, penguatan nilai tukar rupiah juga tidak terlepas dari prospek dolar AS yang sedang mengalami tekanan depresiasi. Dari sisi domestik, solidnya fundamental ekonomi dan prospek pencapaian Investment Grade Indonesia yang membaik menjadi faktor penarik bagi aliran modal masuk. Aliran modal kembali gencar membanjiri pasar negara-negara emerging markets yang kali ini dipicu oleh kuatnya ekspektasi terhadap rendahnya suku bunga kebijakan negara maju dan peluncuran quantitative easing tahap dua oleh Federal Reserve (Bank Sentral Amerika). Perkembangan yang diutarakan terakhir tersebut mendorong sentimen depresiasi dolar AS sehingga para investor asing beralih mengalokasikan dana investasinya ke negara-negara emerging market.

commit to user

123 C. Gambaran Umum Variabel Suku Bunga Deposito 3 Bulan

Pada tahun 2007 suku bunga cenderung mengalami penurunan. Suku bunga deposito 3 bulan mengalami penurunan seiring dengan kebijakan perbankan nasional untuk mengelola dana yang lebih murah yaitu tabungan. Deposito disebut sebagai dana mahal karena memberikan bunga yang lebih besar daripada tabungan. Pada tahun 2007, suku bunga deposito mengalami total penurunan sebesar 30% lebih. Ini mengindikasikan 2 hal, yang pertama adalah berlebihnya minat masyarakat pada instrument deposito sehingga suku bunga tertekan dan yang kedua adalah kebijakan perbankan untuk mengelola dana murah dalam rencana strategis pertumbuhan perbankan nasional.

Grafik 4.9

Pergerakan Suku Bunga Deposito Tahun 2007

commit to user

124 Pada awal tahun 2008, suku bunga deposito cenderung turun. Penurunan suku bunga deposito ini disebabkan oleh likuiditas perbankan semakin menipis. Tekanan terhadap likuiditas perbankan ini terjadi karena pertumbuhan kredit sebesar 29,5% atau setara 308 triliun rupiah melebihi pertumbuhan dana deposito yang hanya tumbuh sebesar 242,6 triliun rupiah (Bank Indonesia, 2009:117). Akibatnya adalah banyak bank yang menjual SBI (Sertifikat Bank Indonesia) untuk memenuhi kebutuhan likuiditasnya. Untuk mengurangi tekanan pada likuiditas perbankan, Bank Indonesia (BI) menurunkan giro wajib minimum. Keadaan ini memicu penurunan tingkat suku bunga tabungan dan deposito karena dana yang mulai berlimpah.

Grafik 4.10

Pergerakan Suku Bunga Deposito Tahun 2008

commit to user

125 Namun , efek dari krisis tahun 2008 tidak begitu terasa terhadap perbankan nasional karena sifatnya yang konservatif. Perbankan di Indonesia pada umumnya memperoleh dana melalui deposito yang kemudian dialokasikan pada surat utang pemerintah. Perbankan di Indonesia dilarang menginvestasikan dananya pada sekuritas atau instrument investasi yang beresiko tinggi seperti saham (Bank Indonesia, 2009:110).

Kenaikan tingkat suku bunga deposito perbankan mulai terjadi secara perlahan pada triwulan IV 2008. Ini menyebabkan tekanan pada IHSG karena para investor mengalihkan dananya apabila ada imbal hasil yang lebih menarik. Kenaikan suku bunga deposito akan menyebabkan investor di pasar modal mengalihkan instrumen investasi mereka pada portofolio jenis saham dan lainnya.

Rendahnya pertumbuhan DPK dipengaruhi oleh strategi penggalangan dana murah perbankan. Pertumbuhan DPK yang melambat pada semester I-2008 antara lain dipengaruhi oleh penurunan suku bunga dan kebijakan beberapa bank besar pada awal tahun 2008 untuk mengurangi dana mahal berupa deposito. Namun, seiring dengan peningkatan suku bunga untuk mengatasi tekanan inflasi pada pertengahan tahun 2008, minat masyarakat untuk menyimpan uangnya di bank kembali meningkat. Peningkatan ini menekan investasi masyarakat di jenis saham yang pada tahun 2008 cukup rentan akan krisis global sehingga menekan IHSG. Krisis keuangan global yang semakin mencuat pada September 2008 direspons dengan peningkatan jumlah simpanan yang dijamin Pemerintah pada

commit to user

126 Oktober 2008 sehingga menambah kepercayaan masyarakat terhadap perbankan, sehingga DPK kembali meningkat pada akhir 2008 (Bank Indonesia, 2009:118).

Kondisi pasar uang yang relatif ketat mendorong perbankan untuk lebih agresif dalam memobilisasi dana masyarakat. Sejak akhir Juli 2008, perbankan cenderung bersaing menarik nasabah utama yang memiliki dana besar dengan menawarkan suku bunga deposito yang tinggi. Suku bunga deposito 3 bulan yang ditawarkan mengalami kenaikan lebih dari 3% yaitu dari level 7,8% pada Juli 2008 ke level 11,6% pada Desember 2008. Kondisi tersebut terus berlanjut hingga akhir tahun sejalan dengan masih tingginya premi likuiditas di pasar uang, yang mencapai puncaknya pada November 2008 akibat permasalahan yang menimpa salah satu bank lokal. Sejalan dengan kenaikan BI Rate pada periode Mei-Oktober 2008, rata-rata tertimbang suku bunga deposito tenor 1-12 bulan mengalami peningkatan. Kenaikan tersebut terus berlanjut pada periode turunnya BI Rate pada penghujung tahun 2008 (Grafik 4.11).

Grafik 4.11

Pergerkana Suku Bunga Deposito dan BI Rate

commit to user

127 Masih berlanjutnya kenaikan suku bunga deposito tersebut di tengah penurunan BI Rate merupakan imbas lanjutan dari kondisi likuiditas perbankan yang sempat mengetat sejak pertengahan tahun 2008. Keketatan likuiditas tersebut mengakibatkan perbankan berupaya untuk mendapatkan dana yang lebih besar dari masyarakat. Upaya tersebut tercermin pada lonjakan yang cukup signifkan pada suku bunga deposito tertinggi (prime rate) yang ditawarkan oleh perbankan, khususnya untuk tenor jangka pendek yaitu 1 dan 3 bulan. Kenaikan suku bunga deposito tertinggi terjadi pada kelompok Bank Asing dan Campuran serta Bank Persero. Sementara itu, kelompok BPD merespons lebih moderat, sesuai dengan karakteristk BPD yang lebih konservatf karena memiliki sumber pendanaan yang lebih permanen dari Pemerintah Daerah. Akibat dari peningkatan suku bunga deposito ini adalah menurunnya IHSG karena masyarakat lebih memilih deposito untuk berinvestasi.

Grafik 4.12

Pergerakan Suku Bunga Deposito Tahun 2009

commit to user

128 Perkembangan suku bunga deposito pada tahun 2009 menunjukkan trend yang menurun. Kondisi ini disebabkan oleh masih tingginya spread antara suku bunga deposito dan suku bunga kredit. Diharapkan dengan penurunan suku bunga deposito dapat menekan suku bunga kredit. Potensi penurunan suku bunga deposito sebenarnya telah muncul pada tahun 2008. Penurunan suku bunga deposito perbankan merupakan lanjutan kebijakan perbankan nasional untuk mengumpulkan dana murah (tabungan) daripada deposito.

Seiring dengan perlambatan ekonomi dunia, pertumbuhan kredit yang mulai melambat ikut memberikan tekanan pada suku bunga deposito. Sikap kehati-hatian perbankan nasional memaksa penurunan suku bunga deposito 3 bulan lebih dari 200 bps (basis poin) sejak akhir tahun 2008.

Suku bunga deposito yang terus menurun pada tahun 2009 juga dipengaruhi oleh krisis global. Namun, penurunan suku bunga deposito ini berbanding terbalik dengan kinerja IHSG yang semakin mengkilap di tahun 2008. Penurunan suku bunga deposito 3 bulan ini tampaknya menyebabkan para investor mengalihkan instrumen investasinya ke pasar modal karena dianggap memberika return yang lebih besar. Kenaikan suku bunga deposito secara umum akan menekan IHSG karena kecenderungan investor memilih portofolio yang lebih menguntungkan. Sedangkan penurunan suku bunga akan menyebabkan investor memilih saham di pasar modal sebagai sarana investasinya.

commit to user

129 Kinerja suku bunga deposito yang terus turun selama tahun 2009 mengindikasikan bahwa sektor riil sedang bekerja dengan kucuran dana perbankan di tahun-tahun sebelumnya. Suku bunga yang terus menurun juga mengindikasikan bahwa suku bunga kredit ikut menurun karena hubungan keduanya adalah positif. Tahun 2009 merupakan tahun yang cukup berat bagi perekonomian Indonesia karena krisis keuangan global masih terasa. Namun, dengan turunnya suku bunga deposito yang berbarengan dengan suku bunga kredit, maka kinerja perusahaan akan semakin mengkilat. Pertumbuhan kinerja perusahaan disebabkan karena biaya untuk mendapatkan modal semakin menurun sehingga profit perusahaan (emiten) dapat dimaksimalkan. Efek dari kenaikan profit pada emiten akan berimbas pada penguatan IHSG.

Unsur pembiayaan perbankan yang didominasi oleh kredit korporasi akan memacu IHSG apabila terjadi penurunan suku bunga deposito. Namun spread suku bunga deposito dan kredit semakin membesar selama tahun 2009 karena krisis keuangan global yang menekan biaya resiko kredit.

Grafik 4.13

commit to user

130 Sumber : Bank Indonesia, data diolah, 2011

Penurunan suku bunga deposito pada tahun 2010 menyebabkan investor mengalihkan instrumen investasinya. Dengan pemulihan ekonomi global yang terus berlanjut, penurunan suku bunga deposito diharapkan dapat menurunkan suku bunga kredit untuk memacu sektor riil. Diharapkan nantinya, apabila sektor riil berjalan, akan dapat mengangkat pendapatan masyarakat dan perusahaan sehingga bisa berinvestasi pada pasar modal.

DPK (Dana Pihak Ketiga) pada tahun 2010 tetap tumbuh dan ditopang oleh pertumbuhan dana dari deposito. Deposito pada tahun 2010 tumbuh sebesar 18,6% dari akhir tahun 2009 yang hanya sebesar 9,34% (Bank Indonesia, 2011:19). Pertumbuhan ini mengindikasikan bahwa terjadi kelebihan dana di masyarakat sehingga sebagian masyarakat menyimpan dananya pada instrumen investasi semacam deposito. Walau suku bunga deposito turun, namun minat masyarakat untuk menyimpan dana investasinya di deposito terus meningkat sepanjan tahun dikarenakan oleh prospek pemulihan ekonomi global.

Suku bunga deposito yang terus turun selama tahun 2010 disebabkan oleh prospek ekonomi global yang semakin membaik. Berbeda dengan suku bunga deposito, IHSG malah menunjukkan performa yang menunjukkan selama tahun 2010. Banyak arus modal asing yang masuk terutama ke dalam pasar modal berhasil mengangkat IHSG mencapai poin tertinggi sepanjang sejarah yaitu pada Desember 2010.

commit to user

131 D. Gambaran Umum Variabel Indeks Nikkei

Indeks Nikkei pada tahun 2007 mengalami tekanan yang tidak terlalu berarti. Terbukti bahwa indeks Nikkei mengalami pergerakan hanya pada level 15.000-17.000. Tekanan ini tidak begitu terasa pada pasar modal domestik Jepang. Pada awal tahun hingga pertengan tahun yaitu Juni 2007, indeks Nikkei terus mengalami peningkatan kinerja seiring dengan stabilnya harga komoditas sebagai bahan baku industri Jepang. Namun mulai dari bulan Juni 2007, indeks Nikkei mengalami tekanan sampai akhir tahun 2007 karena terjadi fase awal krisis keuangan di Amerika yang melemahkan daya beli masyarakatnya.

Grafik 4.14

Pergerakan Suku Bunga Deposito Tahun 2007

Sumber : Bank of Japan, data diolah, 2011

Perekonomian Jepang sebagai kekuatan ekonomi nomor 2 di dunia sangat berhubungan dengan perekembangan pasar keuangan internasional. Pada triwulan

commit to user

132 I 2008 indeks Nikkei mengalami tekanan yang tidak begitu besar terkait dengan melemahnya indeks di Amerika dan Eropa (Bank of Japan, 2008:5). Tekanan ini dikarenakan ECB (European Central Bank) dan Bank Sentral negara-negara di Eropa menaikkan tingkat suku bunga. Kenaikan tingkat suku bunga ini menyebabkan para pemain pasar modal di indeks Nikkei melarikan dananya ke luar negeri.

Tekanan yang terjadi pada triwulan I 2008 juga dikarenakan adanya kenaikan harga komoditas di pasar dunia. Harga komoditas yang naik antara lain adalah gas alam dan minyak bumi dimana 2komoditas ini sangat vital bagi perekonomian Jepang. Kenaikan harga komoditas menekan pemerintah Jepang untuk menaikkan harga jual energi kepada pihak industri sehingga menimbulkan sedikit shock pada indeks Nikkei (Bank of Japan, 2008:9).

Pergerakan indeks Nikkei dibarengi dengan penurunan nilai mata uang Jepang yaitu yen terhadap dollar Amerika. Yen mengalami depresiasi dari awal tahun secara perlahan dan fluktuatif hingga berada pada level 107-108 yen per dollar Amerika pada triwulan I tahun 2008 (Bank of Japan, 2008:5).

commit to user

133 Grafik 4.15

Pergerakan Indeks Nikkei Tahun 2008

Sumber : Bank of Japan, data diolah, 2011

Keterkaitan antara perekonomian Jepang dan Amerika adalah sangat signifikan karena Amerika merupakan negara tujuan ekspor nomor 1 bagi Jepang. Oleh karena itu, ketika perekonomian Amerika mengalami perlambatan akibat dari krisis keuangan yang berada pada fase awal maka indeks Nikkei pun ikut tertekan. Konsumsi pribadi dan investasi di Amerika yang mengalami penurunan ikut menekan Indeks Nikkei. Selain itu, pemain asing yang selama ini mendominasi investasi pasar modal di Jepang turut melarikan danaya dengan alasan kekeringan likuditas dan krisis keuangan global.

Namun, dibalik tekanan tersebut, indeks Nikkei sempat mengalami penguatan pada Maret hingga Mei 2008 karena kinerja ekspor negara Jepang masih surplus. Emiten yang terdaftar di indeks Nikkei sebagian besar adalah

commit to user

134 perusahaan berorientasi sebagai pengekspor. Artinya adalah bahwa apabila ekspor meningkat maka profit perusahaan masih terjaga dan dapat memberikan sentiment positif terhadap indeks domestiknya. Walaupun pertumbuhan ekspor terkesan pelan, namun pasar masih bisa menyerap hasil industri negara jepang. Salah satu indikatornya adalah bahwa emiten di sektor teknologi masih mampu mengekspor mesin-mesin ke negara eropa dan Amerika sebagai pangsa pasar terbesar (Bank of Japan, 2008:13).

Namun krisis keuangan yang mulai terjadi di Amerika akibat kasus subprime mortage mengakibatkan perlambatan ekonomi dunia. Indeks Nikkei ikut mengalami tekanan. IHSG pun tidak luput dari kejadian ini. Tercatat bahwa indeks Nikkei mengalami penurunan lebih dari 45% dari awal tahun 2008 hingga

Dokumen terkait