GAMBARAN UMUM
4.2 Pelaksanaan Program Simpan Pinjam untuk Kelompok Perempuan (SPP PNPM ) di Desa Gunung Menyan
4.2.1 Gambaran Umum Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan di Desa Gunung Menyan
Program SPP PNPM di Desa Gunung Menyan telah dilaksanakan dari tahun 2004 dengan memberikan dana pinjaman kepada peserta program yang tergabung dalam kelompok-kelompok perempuan. Kelompok-kelompok tersebut sengaja dibentuk berdasarkan tempat tinggal ketika akan mengikuti Program SPP PNPM dengan ketentuan bahwa mereka telah saling mengenal satu sama lain. Tujuannya adalah agar ketua dari setiap kelompok mudah menagih pembayaran cicilan setiap bulannya dan mudah mengontrol anggota peserta program mereka. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa masih terdapat beberapa anggota dalam satu kelompok tidak saling mengenal satu sama lain dan memiliki tempat tinggal yang berjauhan.
Pinjaman SPP PNPM pada prinsipnya berbeda dengan pinjaman uang di bank. Pada segi penerimaan pinjaman di bank diberikan secara perorangan, sedangkan pada SPP PNPM pinjaman diberikan secara berkelompok. Resiko yang didapatkan dari meminjam uang di bank hanya ditanggung oleh peminjam saja, sedangkan pada SPP PNPM resiko peminjaman akan ditanggung oleh semua anggota yang tergabung dalam satu kelompok (tanggung renteng). Resiko dalam
mendapatkan pinjaman SPP PNPM yang ditanggung bersama ini mengakibatkan terjadinya suatu “distribusi tanggung jawab”, dimana anggota kelompok tidak merasa khawatir jika melanggar aturan dan mereka berpikir perbuatan mereka yang melanggar aturan adalah tanggung jawab semua anggota kelompok. Apalagi jika mereka mengetahui bahwa anggota lainnya melanggar aturan, maka akan membuat mereka semakin bersikap santai untuk melakukan tindakan yang serupa. Dengan demikian, adanya suatu bentuk tanggung jawab bersama pada pinjaman SPP PNPM membuat anggota kelompok kurang bertanggung jawab terhadap perbuatan mereka. Selain itu, pemberian pinjaman di bank hanya sebatas bantuan materi (uang) tetapi pada SPP PNPM selain bantuan materi, pemberdayaan juga diberikan kepada kelompok yang menerima pinjaman. Oleh karena itu, pinjaman SPP PNPM dirasakan anggota kelompok peserta program lebih menguntungkan dibandingkan menggunakan uang pinjaman dari bank.
Sejak tahun 2004, dana pinjaman SPP PNPM yang didapatkan Desa Gunung Menyan diberikan pada kelompok perempuan yang bisa saja berbeda setiap tahunnya. Penjelasan mengenai jumlah kelompok penerima pinjaman SPP PNPM di Desa Gunung Menyan dapat dilihat pada Tabel 5 berikut.
Tabel 5. Jumlah Kelompok Penerima Pinjaman SPP PNPM berdasarkan Tahun
(2004-2010) di Desa Gunung Menyan.
Tahun Jumlah Kelompok Perempuan
Kelompok Lama Kelompok Baru Kelompok Baru dan Lama 2004 - 6 - 2005 - 6 - 2006 - - 12 2007 12 - - 2008 - 17 - 2009 - - 22 2010 3 - -
Sumber : Diolah dari data yang didapatkan dari UPK Kecamatan Pamijahan
Berdasarkan Tabel 5 terlihat bahwa kelompok yang menerima alokasi dana pinjaman SPP PNPM bersifat tidak tetap dari tahun ke tahun. Misalnya, kelompok yang baru dibentuk dan menerima pinjaman pada tahun 2004 belum tentu
menerima pinjaman lagi di tahun 2005 (lihat Tabel 5). Alasan dari tidak tetapnya kelompok yang menerima pinjaman ini adalah perguliran yang belum selesai atau belum terpenuhinya kewajiban kelompok yang bersangkutan. Misalnya, jika kelompok yang menerima pinjaman pada tahun 2004 belum melunasi semua pinjamannya maka untuk sementara kelompok tersebut tidak mendapatkan pinjaman pada tahun berikutnya (2005) hingga mereka melunasi kewajibannya. Apabila kelompok yang menerima pinjaman pada tahun 2004 tersebut telah melunasi kewajiban mereka sebelum dimulainya perguliran di tahun 2006, maka mereka memiliki kesempatan kembali untuk mengajukan pinjaman di tahun 2006. Tabel 5 memperlihatkan adanya kelompok lama yang tidak mendapatkan pinjaman pada tahun berikutnya. Hal itu berarti bahwa mereka belum memenuhi kewajibannya sehingga pihak Unit Pengelola Kegiatan (UPK) Kecamatan Pamijahan memberikan pinjaman kepada kelompok lain yang baru dibentuk di Desa Gunung Menyan. Sebelum memberikan pinjaman SPP PNPM kepada kelompok baru di desa, pihak kecamatan akan meninjau serta mempertimbangkan kondisi masyarakat dan kondisi pembayaran pinjaman SPP PNPM di desa yang bersangkutan. Jika kondisi masyarakat Desa Gunung Menyan masih dinilai layak dan aman untuk diberikan pinjaman, maka pihak kecamatan akan menyetujui permohonan pinjaman yang mereka ajukan. Hal ini berarti pinjaman akan terus diberikan kepada kelompok yang baru dibentuk jika kewajiban yang belum dipenuhi oleh kelompok lama masih berada pada tingkat yang wajar. Pada Tabel 5 bisa dilihat dari 22 kelompok baru dan lama yang menerima pinjaman pada tahun 2009, hanya 3 kelompok yang diberikan pinjaman kembali pada tahun 2010. Bisa dikatakan bahwa 19 kelompok lainnya belum memenuhi kewajibannya dalam melunasi pinjaman. Hal tersebut mengakibatkan pembagian dana pinjaman SPP PNPM di Desa Gunung Menyan pada tahun 2010 agak terhambat.
Alokasi dana SPP PNPM di Desa Gunung Menyan berfluktuasi dan diberikan pada kelompok yang berbeda (tidak tetap). Jumlah dana pinjaman SPP PNPM yang diberikan sesuai dengan yang diajukan oleh desa, dan disetujui oleh pihak kecamatan. Pihak desa mengajukan pinjaman juga sesuai dengan kebutuhan dan permintaan dana dari kelompok penerima pinjaman dengan menilai terlebih
dahulu kelayakannya. Jumlah alokasi dana pinjaman SPP PNPM sejak tahun 2004-2010 dapat dilihat pada Gambar 3 berikut.
Gambar 3. Jumlah Alokasi Dana SPP PNPM berdasarkan Tahun dan Kelompok
Penerima di Desa Gunung Menyan
Sumber : Diolah dari data yang didapatkan dari UPK Kecamatan Pamijahan
Berdasarkan Gambar 3 di atas pada tahun pertama kalinya Desa Gunung Menyan mengikuti program SPP PNPM (tahun 2004) hanya mendapatkan pinjaman sebesar Rp.18.500.000,-. Kemudian pada tahun 2005 jumlah pinjaman yang diberikan pada Desa Gunung Menyan masih sama dengan jumlah ditahun 2004, tetapi diberikan pada kelompok yang berbeda. Seperti yang pernah dijelaskan di atas, kelompok yang menerima pinjaman tahun 2004 belum memenuhi semua kewajibannya pada saat perguliran di tahun 2005 akan dimulai. Selanjutnya pada tahun 2006 jumlah pinjaman yang didapatkan Desa Gunung Menyan meningkat, Rp.112.000.000,- dan diberikan pada kelompok lama dan kelompok baru. Begitu juga dengan tahun 2007, pinjaman diberikan pada kelompok yang sama dan jumlah yang sama. Namun, pada perguliran tahun 2008 jumlah pinjaman yang diberikan pada Desa Gunung Menyan mengalami penurunan dari tahun sebelumnya, yaitu hanya sebesar Rp.77.000.000,- dan diberikan kepada kelompok yang baru dibentuk kembali. Jumlah alokasi dana pinjaman SPP PNPM yang terbesar ada di tahun 2009 (231,5 juta). Jumlah tersebut tentu sebanding dengan banyaknya jumlah kelompok yang menerima pinjaman (22 kelompok). Pada tahun 2010, jumlah pinjaman yang didapatkan
0 50 100 150 200 250 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 0 0 0 112 0 0 49.5 18.5 18.5 0 0 77 0 0 0 0 112 0 0 231.5 0 Jumlah Alokasi Dana (juta) Tahun Pengalokasian Kelompok Lama Kelompok Baru Kelompok Lama dan Baru
Desa Gunung Menyan menurun kembali (Rp.49.500.000,-) dan hanya diberikan pada tiga kelompok yang telah menyelesaikan kewajiban tahun sebelumnya.
Pelaksanaan program SPP PNPM berlangsung secara tanggung renteng, dalam pengertian apabila dalam satu kelompok terdapat anggota yang melakukan penunggakan, maka peserta program yang lain dalam kelompok tersebut harus beriuran untuk melunasi pinjaman yang macet tersebut. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, sistem tanggung renteng ini mengakibatkan terjadinya suatu “distribusi tanggung jawab” pada kelompok. Selain itu, sistem tanggung renteng ini juga berarti apabila dalam satu kelompok terdapat anggota yang melakukan penunggakan, maka satu kelompok tersebut tidak akan mendapatkan pinjaman SPP PNPM pada perguliran berikutnya hingga semua pinjaman dalam kelompok tersebut lunas.
Syarat yang harus dipenuhi oleh peserta program yang ingin mendapatkan pinjaman SPP PNPM sangatlah mudah, cukup dengan memperlihatkan KTP asli dan membawa surat jaminan. Kemudahan tersebut membuat peserta program lebih memilih pinjaman SPP PNPM daripada meminjam di bank. Surat jaminan yang dimaksudkan disini adalah surat pernyataan mengenai barang yang akan menjadi jaminan untuk mendapatkan pinjaman SPP PNPM. Tujuan dari penyertaan surat jaminan tersebut adalah apabila suatu saat anggota melakukan penunggakan dan tidak bisa membayar pinjaman, maka barang jaminan yang disebutkan pada surat jaminan tersebut akan disita oleh petugas. Namun, kenyataannya hingga sekarang belum ada petugas program yang menyita barang jaminan tersebut kepada peserta program yang tidak membayar pinjaman. Penjelasan tersebut dikemukakan oleh NAS (43 tahun), Tim Koordinator Desa yang menangani Program SPP PNPM di Desa Gunung Menyan, sebagai berikut:
‘awalnya memang ada surat jaminan yang harus dibuat peserta program ketika akan mendapatkan pinjaman SPP PNPM. Tetapi itu hanya syarat neng, sampai saat ini belum ada petugas yang menyita barang jaminan anggota yang menunggak. Soalnya barang jaminan itu kebanyakan TV, kulkas, dan semacamnya. Yah, petugas mana tega neng, kalau dijualpun harga barang itu ga seberapa. Jadi, lebih baik diserahin aja masalahnya ke kecamatan’. (NAS, 43 tahun)8
8
Berdasarkan pernyataan tersebut, didapatkan kesimpulan bahwa belum ada hukuman yang berarti dalam menindak peserta yang tidak membayar pinjaman. Bisa dikatakan kontrol terhadap segala bentuk pelanggaran oleh peserta pinjaman masih lemah. Hal ini sesuai dengan penelitian Riswanto (2009) pada pelaksanaan Program P2KP di Tanjung Balai Karimun, Kepulauan Riau, yang menemukan bahwa kontrol terhadap pelanggaran masih lemah karena belum adanya sanksi yang tegas terhadap pelanggaran oleh penerima program sehingga menimbulkan persepsi negatif dari sebagian peminjam yang akhirnya membawa mereka kepada sikap yang suka melakukan pengunggakan dalam membayar pinjaman yang telah diberikan. Pihak dari Unit Pengelola Kegiatan Kecamatan Pamijahan, AIM (26 tahun) menyatakan sebagai berikut:
‘kontrol terhadap segala bentuk pelanggaran dan penunggakan oleh peserta program bisa dikatakan masih kurang. Hal itu terjadi karena tim dari kami (kecamatan) masih sangat terbatas. Apalagi, personil- personil yang ada tidak hanya mengurusi masalah SPP PNPM , tetapi hampir semua yang berkaitan dengan kegiatan pada PNPM Mandiri Pedesaan’. (Andi, 26 tahun)
Seperti yang diungkapkan oleh AIM (26 tahun), salah satu faktor yang menyebabkan lemahnya kontrol terhadap penerima pinjaman adalah keterbatasan personil dari pihak kecamatan. Tim kecamatan dengan jumlah personil yang sedikit harus mengurusi keseluruhan kegiatan pada PNPM Mandiri Pedesaan. Pikiran dan fokus mereka terbagi sehingga dalam mengawasi jalannya Program SPP PNPM di Desa Gunung Menyan kurang maksimal. Kontrol yang lemah inilah yang mengakibatkan anggota peserta pinjaman SPP PNPM di Desa
Gunung Menyan bersikap santai dan banyak yang melakukan penunggakan.
Bahkan sebagian dari mereka beranggapan bahwa pinjaman tersebut tidak harus dibayar tiap bulan, yang penting ketika akhir bulan perguliran semua pinjaman sudah lunas. Hal ini diungkapkan oleh responden sebagai berikut:
‘kalo saya mah kadang suka didouble bayarannya teh. Soalnya kadang suami ngasih uang, kadang ga. Yang penting mah ntar bulan November sudah lunas aja. Kan yang penting lunas ya teh?’. (SLH, 28 tahun)
Meskipun kontrol dan pengawasan terhadap peserta program lemah, pihak kecamatan tetap memiliki tindakan terhadap penunggakan yang dilakukan oleh peserta program. Jika salah satu peserta program menunggak lebih dan sama dengan tiga bulan, maka pihak kecamatan akan mendatangi peserta program yang bersangkutan untuk mengidentifikasi permasalahan yang ada pada peserta program tersebut sehingga ia tidak membayar cicilan lebih dan sama dengan tiga bulan. Terdapat dua kemungkinan penyebab penunggakan oleh peserta program, yaitu: kegagalan usaha yang dialami peserta program dan masalah ekonomi yang
mereka hadapi. Setelah masalah diidentifikasi, tim kecamatan menetapkan
kembali waktu tenggang pelunasan cicilan kepada anggota yang menunggak dengan ketentuan penunggak hanya dibebani pinjaman pokok tanpa bunga.
Peserta program yang ingin mendapatkan pinjaman SPP PNPM juga disyaratkan harus memiliki usaha ekonomi sendiri, karena uang pinjaman tersebut akan diperuntukkan sebagai tambahan modal usaha mereka. Tetapi, pada kenyataannya tidak jarang dari anggota kelompok peserta pinjaman tersebut tidak memiliki usaha ekonomi secara pribadi. Mereka menggunakan uang pinjaman untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, membayar hutang, membeli perabot, dan untuk memenuhi kebutuhan lainnya sehingga uang pinjaman tidak produktif sebagaimana mestinya. Tentu saja kenyataan tersebut tidak sesuai dengan ketentuan teknis program. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor dari kesulitan anggota dalam membayar cicilan setiap bulannya.
Setiap kelompok yang baru mengikuti program, masing-masing diberi pinjaman sebesar Rp.500.000,-. Pinjaman akan bertambah jumlahnya dengan kelipatan Rp.500.000,- apabila anggota kelompok peserta program telah melunasi pinjaman pada perguliran sebelumnya. Namun, setiap peserta program memiliki kebebasan untuk memilih jumlah pinjaman yang akan mereka ambil dengan jumlah minimum sebesar Rp.500.000,-. Setiap anggota dalam kelompok bisa saja mendapatkan pinjaman yang berbeda dengan anggota lain dalam kelompok tersebut, tergantung pada kebutuhan dan kesanggupan masing-masing. Setelah mendapatkan pinjaman mereka memiliki kewajiban untuk membayar cicilan setiap bulannya. Semakin besar jumlah pinjaman yang mereka ambil, maka akan semakin besar jumlah cicilan yang harus mereka bayar. Oleh karena itulah,
responden yang memiliki pinjaman di atas Rp.1000.000,- merasa kesulitan dalam membayar cicilan setiap bulannya, apalagi bagi mereka yang tidak menggunakan uang pinjaman tersebut sebagai modal usaha. Terkadang mereka harus meminta uang kepada suaminya untuk membayar cicilan, padahal suami mereka belum tentu memiliki penghasilan yang tetap. Hal tersebut juga menjadi sebab dari banyak terjadi penunggakan dalam pembayaran cicilan setiap bulannya.
Sosialisasi mengenai Program SPP PNPM hanya dilakukan sekali pada saat sebelum dana SPP PNPM dicairkan. Selain itu, pertemuan kelompok dengan petugas pelaksana program hanya tiga kali sebelum pencairan. Hal ini tidak sesuai dengan ketentuan program yang menyebutkan bahwa sosialisasi harus dilakukan secara terpadu dan berkelanjutan. Sewaktu sosialisasi dijelaskan petunjuk pelaksanaan program yang terdiri dari penjelasan mengenai prosedur program, sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh anggota, aturan-aturan yang harus ditaati peserta program, dan sebagainya. Sosialisasi diadakan di balai desa Gunung Menyan, dengan pembicara berasal dari UPK Kecamatan Pamijahan.
Setelah dana dicairkan hampir tidak ada pemantauan dan pendampingan dari pelaksana program terhadap anggota yang mendapatkan pinjaman. Petugas SPP PNPM di tingkat desa turun ke lapangan hanya sekali sebulan untuk mengambil angsuran pinjaman dari masing-masing kelompok. Bisa dikatakan pemantauan dari petugas pelaksana program masih sangat minim. Selain itu, pendampingan terhadap peserta program juga tidak ada. Padahal, peserta program yang sebagian besar menghadapi masalah kemiskinan tersebut membutuhkan pendampingan yang bisa memotivasi mereka untuk memiliki rasa percaya diri akan kemampuan untuk berusaha dan keluar dari masalah kemiskinan. Peserta program juga harus dimotivasi kearah pemanfaatan dana pinjaman secara benar. Seperti yang dijelaskan pada Petunjuk Teknis Operasional Program, pendampingan dilakukan untuk membantu dan menguatkan masyarakat agar dapat dan mampu mengembangkan diri untuk memenuhi kebutuhannya sesuai dengan potensi yang dimiliki.
Pelatihan keterampilan terhadap penerima program pun tidak ada. Pelatihan pernah diadakan oleh pihak kecamatan, namun hanya berupa pelatihan administrasi keuangan dan pelaksanaannya pun tidak merata kepada semua
anggota kelompok peserta program. Pelatihan keterampilan tidak pernah dilakukan karena tidak adanya permintaan dari desa yang bersangkutan untuk mendapatkan pelatihan keterampilan, serta keterbatasan dana dari pihak kecamatan untuk melaksanakan pelatihan keterampilan. Padahal, apabila pemberian pinjaman modal usaha diiringi dengan pelatihan keterampilan, pemanfaatan dana pinjaman sebagai modal usaha akan lebih optimal.
Menurut pihak yang terlibat dalam pelaksanaan Program SPP PNPM di Desa Gunung Menyanm pengetahuan anggota kelompok peserta program juga masih minim. Hal ini terlihat pada masih terdapatnya peserta program yang tidak tahu mengenai seluk beluk pelaksanaan program. Mereka hanya tahu mendapatkan pinjaman dan bagi mereka yang terpenting setelah akhir bulan perguliran mereka sudah lunas membayar pinjaman. Pada saat sosialisasi pun peserta program terkesan “asal datang” saja, tanpa memperhatikan dengan sungguh-sungguh penjelasan-penjelasan yang diberikan oleh pihak kecamatan. Hal ini diungkapkan oleh Tim Koordinator Desa, NAS (43 tahun), sebagai berikut:
‘pengetahuan anggota terhadap program masih sangat minim neng. Mereka ga mau tau. Mereka mikirnya mah yang penting bayar aja tiap bulan. Pas sosialisasi pun, mereka asal datang aja. Kasih pendapat atau usulan pun mah mereka ga’. ( NAS, 43 tahun)
Bagian Unit Pengelola Kecamatan Pamijahan, AIM (26 tahun), juga menyatakan sebagai berikut :
‘pengetahuan masyarakat terhadap program masih minim. Itu mungkin disebabkan oleh terlalu banyak program yang mereka ikuti, sehingga akhirnya mereka bingung sendiri. Partisipasi masyarakat juga masih minim, mereka tidak mau tau, dan ada juga diantara mereka yang trauma dengan iming-iming program terdahulu’. (AIM, 26 tahun)
Walaupun informan tersebut mengatakan bahwa pengetahuan responden masih minim, data yang peneliti dapatkan di lapangan memperlihatkan bahwa responden memiliki pengetahuan meskipun hanya berupa pengetahuan dasar (seperti sasaran, aturan, dan sanksi program), sehingga secara umum responden memiliki pengetahuan yang cukup mengenai program tersebut. Responden
mengakui bahwa pengetahuan dasar mengenai program mereka dapatkan melalui proses komunikasi dalam kelompok, dan bukan dari sosialisasi. Misalnya melalui informasi yang diberikan ketua kelompok, anggota kelompok lainnya, ataupun pihak desa secara tidak langsung ketika melakukan penagihan setiap bulannya. Selain itu, waktu keterlibatan yang lama dalam program juga menjadi sumber dari pengetahuan yang responden miliki mengenai program. Penjelasan mengenai program yang hanya diberikan sekali saat sosialisasi, membuat responden menjadi lupa akan materi yang diberikan. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa sosialisasi yang diberikan oleh pihak kecamatan mengenai program belum cukup untuk memberikan pengetahuan kepada peserta program.
4.2.2 Karakteristik Responden Peserta Program Simpan Pinjam untuk