Hasil MAD
2.1.2 Representasi Sosial
Representasi sosial pada awalnya dibentuk oleh kumpulan makna-makna yang dimiliki oleh tiap individu dan kemudian dimiliki secara bersama. Durkheim dalam Jaspars dan Fraser (1984) menyatakan bahwa hal tersebut pada akhirnya membentuk suatu pemahaman yang disepakati bersama. Moscovici (1973) sebagaimana yang dikutip oleh Deaux dan Philogene (2001) mengatakan bahwa representasi sosial dibentuk pada pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki pada suatu realitas bersama. Hal tersebut juga sesuai dengan Durkheim dalam Jaspars dan Fraser (1984) yang mengatakan bahwa representasi sosial ini bersifat kolektif, artinya bahwa representasi sosial tersebut dimiliki oleh banyak individu.
Istilah representasi sosial pada dasarnya mengacu kepada hasil dan proses yang menjelaskan mengenai pikiran awam (common sense) (Jodelet, 2005 dalam
6 Ibid.,
hal: 1‐19 (Penjelasan I).
7 Ibid.,
Putra et al, 2003). Sementara itu, Moscovici (1973) sebagaimana yang dikutip oleh Purkhardt (1993) mendefinisikan representasi sosial sebagai:
‘suatu sistem nilai, ide, dan kebiasaan yang memiliki dua fungsi rangkap, pertama untuk membentuk suatu susunan yang akan memungkinkan individu untuk menyesuaikan pengalaman mereka dengan pengalaman duniawi, kedua untuk memfasilitasi komunikasi pada anggota dari suatu kelompok dengan memberikan mereka suatu kode untuk menetapkan dan mengklasifikasikan aspek-aspek penting dari dunia mereka, pribadi mereka, dan sejarah kelompok’ (Moscovici, 1973).
Moscovici (1973) dalam Deaux dan Philogene (2001) menyatakan bahwa representasi sosial adalah suatu proses untuk memahami suatu obyek, orang dan peristiwa yang diperoleh dari ide-ide implisit, eksplisit dan simbol-simbol, kemudian mengkomunikasikannya kepada individu-individu lain yang ada dalam kelompok. Pada representasi sosial ada sebuah informasi yang disebarkan, kemudian pengetahuan ini menjadi sebuah pengetahuan sosial.
Tujuan utama dari proses representasi sosial adalah mengubah informasi
yang unfamiliar menjadi familiar. Sesuatu dikatakan unfamiliar ketika hal
tersebut tidak sesuai dengan harapan kita dan menghasilkan sesuatu yang tidak sempurna. Hal ini mungkin terjadi saat kita masuk ke dalam kelompok atau kebudayaan baru, atau ketika kita diperkenalkan kepada objek, peristiwa, dan
konsep baru. Unfamiliar ditransformasikan menjadi familiar dengan
memperkenalkan hal tersebut kembali di dalam konteks hubungan atau pemaknaan yang meliputi representasi sosial kita. Hal ini bisa terjadi melalui proses interaksi sosial dan komunikasi (Purkhardt, 1993).
Abric (1976) sebagaimana dikutip oleh Deaux dan Philogene (2001) menyatakan bahwa representasi sosial terdiri dari beberapa elemen yakni informasi, keyakinan, pendapat, dan sikap tentang suatu obyek. Elemen-elemen ini terorganisasi dan terstruktur kemudian membentuk suatu sistem sosial-kognitif seseorang.
Representasi sosial ini membentuk suatu pengetahuan yang akan menentukan persepsi dan pikiran seseorang tentang suatu kenyataan dan akan mempengaruhi tindakan yang individu lakukan, dimana representasi sosial ini dibentuk dari suatu proses komunikasi dan interaksi yang terjadi pada antara
individu dan dibagikan secara kolektif. Selain itu, Gunawan (2003) menyebutkan bahwa representasi sosial akan mempengaruhi perilaku seseorang. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa representasi sosial akan membentuk pemahaman dan perilaku seseorang terhadap suatu objek.
Proses pikiran umum atau representasi sosial dalam menangkap fenomena sebuah obyek terjadi melalui dua proses yang dikenal dengan nama anchoring dan objectification (Moscovici, 1984 dalam Deaux dan Philogene, 2001). Proses anchoring mengacu kepada proses pengenalan atau pengaitan (to anchor) suatu obyek tertentu dalam pikiran individu. Pada proses anchoring, informasi baru diintegrasikan kedalam sistem pemikiran dan sistem makna yang telah dimiliki individu. Obyek diterjemahkan dalam kategori dan gambar yang lebih sederhana dalam konteks yang familiar bagi individu. Proses kedua, objectifications, mengacu kepada penerjemahan ide yang abstrak dari suatu obyek ke dalam gambaran tertentu yang lebih konkrit atau dengan mengaitkan abstraksi tersebut dengan obyek-obyek yang konkrit. Proses ini dipengaruhi oleh kerangka sosial individu, misalnya norma, nilai, dan kode-kode yang merupakan bagian dari proses kognitif dan juga dipengaruhi oleh efek dari komunikasi dalam pemilihan dan penataan representasi mental atas obyek tersebut.
Jadi, secara umum representasi sosial adalah suatu sistem pemaknaan yang dibagikan secara bersama melalui proses komunikasi dan interaksi, dimana di dalamnya terdapat elemen informasi, keyakinan, opini, dan sikap terhadap suatu objek.
Metode Pengukuran Representasi Sosial
Mengukur representasi sosial terhadap suatu objek yang dibahas merupakan suatu kepentingan pada suatu penelitian mengenai representasi sosial. Pengukuran suatu representasi sosial dapat dilakukan melalui beberapa metode, diantaranya: percobaan, kuesioner, asosiasi kata, dan metode diferensiasi semantik. Wagner dan Hayes (2005) mengatakan bahwa pada percobaan, variabel yang digunakan adalah variabel terikat dan bukan variabel bebas. Percobaan pada proses representasi sosial mengungkapkan struktur, organisasi, dan komponen tindakan individu, serta tidak bersifat universal tergantung pada populasi yang digunakan. Selain itu, Wagner dan Hayes (2005) juga mengatakan bahwa pada asosiasi kata
representasi dilihat dari penghitungan kata-kata stimulus mengenai suatu objek yang dinyatakan oleh para subjek yang akan dinilai representasinya.
Melalui teknik asosiasi kata subjek akan memberikan secara spontan jawaban atau pandangan nya dari suatu objek yang diberikan dan mereka diminta untuk menuliskan lima kata yang terlintas di benak mereka ketika mereka membaca kata mengenai objek tersebut. Selanjutnya, kata-kata yang didapatkan dari subjek diurutkan mulai dari kata-kata yang paling menggambarkan objek sampai kata-kata yang kurang menggambarkan objek yang akan diukur representasinya (Nadra, 2010).
Metode diferensial semantik digunakan untuk mengetahui representasi sosial pada aspek afektif terhadap suatu objek, sehingga subjek diminta untuk menjawab atau memberikan penilaian terhadap suatu konsep atau objek tertentu yang memiliki rentangan skor 1-5 dengan cara memberi tanda (x) pada angka yang sesuai. Contoh :
Tabel 1. Contoh Penggunaan Skala Perbedaan Semantik pada penelitian
mengenai representasi sosial terhadap pekerjaan pertanian
Sumber: Nadra, 2010
Dua kutub yang ada pada Tabel 1 di atas, diberi skor nilai antara 1-5, dimana setiap responden harus memberikan penilaian dengan menggunakan rentangan skor tersebut. Jika skor yang diberikan semakin ke kanan mendekati angka 1 maka dapat disimpulkan bahwa representasi pemuda tani terhadap pekerjaan pertanian dan lahan pertanian sangat negatif, dan sebaliknya jika skor yang diberikan semakin ke kiri atau mendekati angka 5 maka dapat disimpulkan bahwa representasi pemuda tani terhadap pekerjaan pertanian dan lahan pertanian sangat positif (Nadra, 2010).
5 4 3 2 1
Baik X Buruk
Untung X Rugi
2.1.3 Permasalahan dan Hambatan-Hambatan yang Terjadi dalam