DAFTAR LAMPIRAN
1.1 Latar Belakang
Problem kemiskinan merupakan satu hal yang tidak bisa terlepas dari pembangunan suatu bangsa. Kemiskinan merupakan side effect dari laju pembangunan nasional tanpa ada maksud untuk menciptakannya. Kemiskinan yang dialami penduduk Indonesia tidak hanya sebatas kemiskinan secara ekonomi, akan tetapi juga bersifat non ekonomi, seperti terbatasnya akses terhadap pengetahuan dan keterampilan, produktivitas yang rendah, terbatasnya akses terhadap partisipasi dan pembangunan, dan lain sebagainya. Menanggapi hal tersebut, terlihat bahwa pengentasan kemiskinan tidak hanya dilakukan secara finansial saja, akan tetapi juga harus mencakup pemberdayaan dari sisi masyarakat itu sendiri (Soraya, 2009).
Menurut BPS, kemiskinan adalah kondisi di mana seseorang hanya dapat memenuhi kebutuhan makannya kurang dari 2.100 kalori per kapita per hari. Sedangkan menurut BKKBN, kemiskinan adalah keluarga miskin prasejahtera yang tidak dapat melaksanakan ibadah menurut agamanya, tidak mampu makan dua kali sehari, tidak memiliki pakaian berbeda untuk di rumah, bekerja, dan bepergian, bagian terluas rumah berlantai tanah, dan tidak mampu membawa anggota keluarga ke sarana kesehatan (Crescent, 2003).
Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Indonesia pada bulan Maret 2006 sebesar 39,05 juta (17,75 persen) dengan sebagian penduduk miskin tersebut berada di daerah pedesaan (63,41 persen). Namun pada bulan Maret 2009, angka kemiskinan di Indonesia mengalami penurunan menjadi 32,53 juta (14,15 persen) dengan sebagian besar kemiskinan juga berada di daerah pedesaan, dan khususnya provinsi Jawa Barat, terdapat 4,98 juta (11,96 persen) penduduk miskin (BPS, 2009)1
.
Sejak era reformasi pemerintah melalui kebijakan yang tertuang dalam Undang-Undang No.25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) telah berupaya mengintroduksikan berbagai program/proyek
1
BPS. 2009. Data Penduduk Indonesia Per Provinsi Maret 2009. www.bps.go.id. Diakses 21 Maret 2010
pengentasan kemiskinan. Beragam upaya tersebut tampaknya membuahkan sedikit hasil. Itu sebabnya dalam RPJMN 2004-2009, pemerintah telah menetapkan salah satu agenda prioritas pembangunan nasional, yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yang salah satu dari lima sasaran pokoknya adalah bahwa dengan dukungan stabilitas ekonomi yang tetap terjaga pada tahun 2009 jumlah penduduk miskin diharapkan turun menjadi 8,2 persen.
Menyikapi hal tersebut, untuk meningkatkan efektivitas penanggulangan kemiskinan dan pengangguran pemerintah meluncurkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) yang dimulai pada tahun 2007 lalu dengan Program Pengembangan Kecamatan (PPK), yang sekarang disebut sebagai PNPM Mandiri Pedesaan, sebagai dasar pengembangan pemberdayaan masyarakat pedesaan beserta program pendukungnya seperti PNPM Generasi, Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP), dan Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK) untuk pengembangan daerah tertinggal pasca bencana dan konflik. PNPM Mandiri Pedesaan adalah program untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan secara terpadu dan berkelanjutan. Melalui PNPM Mandiri Pedesaan (PPK) dirumuskan kembali mekanisme upaya penanggulangan kemiskinan yang melibatkan unsur masyarakat, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi. Melalui proses pembangunan partisipatif kesadaran kritis dan kemandirian masyarakat, terutama masyarakat miskin, dapat ditumbuhkembangkan sehingga mereka bukan sebagai obyek melainkan sebagai subyek pada upaya penanggulangan kemiskinan (www.pnpm-mandiri.org)2.
Daerah Provinsi Jawa Barat telah menerima alokasi dana PNPM-PPK ditahun 2007 yaitu sebanyak 14 Kabupaten, 89 Kecamatan, dan 991 Desa3
. Pada Kabupaten Bogor secara khusus, PNPM Mandiri pedesaan pada tahun 2009 telah dilaksanakan pada 21 kecamatan dengan 224 desa, dan pada tahun 2010 bertambah lagi menjadi 23 kecamatan dengan jumlah 243 desa.
2
Anonim. 2009. PNPM Mandiri Pedesaan. http://id.wikipedia.org/wiki/PNPM Mandiri Pedesaan. Diakses pada 21 Maret 2010
3
Anonim. 2010. Program Pengembangan Kecamatan. www.ppk.org. Diakses 21 Maret 2010
PNPM Mandiri pedesaan dibiayai oleh dana BLM (Bantuan Langsung Mandiri). Kegiatan tersebut terdiri dari kegiatan pembangunan atau perbaikan sarana dasar; kegiatan peningkatan bidang pelayanan kesehatan, pendidikan, dan ketrampilan; kegiatan peningkatan kapasitas kelompok usaha ekonomi; dan penambahan modal simpan pinjam untuk kelompok perempuan (SPP). Namun pada kenyataannya, tidak semua program PNPM Mandiri yang dilaksanakan sesuai dengan yang diharapkan. Salah satu contoh kasusnya adalah dana SPP PNPM Mandiri Pedesaan diselewengkan oleh pihak-pihak yang terkait, baik dari pihak penyalur dana maupun dari masyarakat penerima bantuan PNPM Mandiri itu sendiri.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Soraya (2009), diketahui bahwa responden yang mengikuti Program SPP PNPM memperoleh dana sesuai dengan yang diajukan dalam usulan. Selanjutnya pemanfaatan dana diserahkan kepada masing-masing peserta selaku pengelola usaha mikro perorangan. Berdasarkan hasil penelitian, sebanyak 42 persen responden menggunakan dana SPP PNPM untuk usaha dan memenuhi kebutuhan rumah tangga, sedangkan 34 persen menggunakan dana SPP PNPM hanya untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, dan 24 persen menggunakan dana SPP PNPM sepenuhnya untuk modal usaha. Hal ini mengindikasikan adanya penyelewengan dana SPP PNPM yang diperuntukkan bagi kegiatan ekonomi produktif dan hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Selain itu, menurut Saripudin (2009), program PNPM tersebut tidak memberikan pengarahan terlebih dahulu tentang bagaimana seharusnya uang pinjaman dikelola atau dimanfaatkan, sehingga program-program tersebut terkendala dalam hal pengembalian pinjaman atau modal kepada pemerintah.
Penyelewengan terhadap dana SPP PNPM Mandiri Pedesaan masih terus berlanjut. Kegagalan implementasi program ini secara tidak langsung dipengaruhi oleh cara peserta memaknai Program SPP PNPM PNPM Mandiri Pedesaan yang dilaksanakan.
Penelitian ini berupaya untuk mengkaji secara mendalam makna Program SPP PNPM Mandiri bagi peserta program. Pemaknaan peserta program terhadap Program SPP PNPM tersebut akan dilihat sebagai suatu representasi sosial.
Menurut Moscovici (1973) dalam Deaux dan Philogene (2001) representasi sosial adalah suatu proses sekaligus hasil untuk memahami suatu obyek, orang dan peristiwa yang diperoleh dari ide-ide implisit, eksplisit dan simbol-simbol, kemudian mengkomunikasikannya kepada individu-individu lain yang ada dalam kelompok.
Representasi membentuk suatu pengetahuan yang akan menentukan pemaknaan dan pikiran seseorang tentang suatu kenyataan dan akan mempengaruhi tindakan yang dilakukan individu. Representasi sosial dibentuk dari proses komunikasi dan interaksi yang terjadi antar individu dan dimiliki bersama secara kolektif. Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan Gunawan (2003), bahwa representasi sosial akan mempengaruhi perilaku seseorang. Maka dapat disimpulkan bahwa representasi sosial bukan hanya membentuk pemahaman mengenai suatu objek, tetapi juga mempengaruhi perilaku seseorang terhadap objek tersebut.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, perumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana representasi sosial Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan di Desa Gunung Menyan, Kecamatan Pamijahan?
2. Bagaimana hubungan antara tingkat keterlibatan peserta program dalam
program SPP PNPM terhadap bentuk-bentuk representasi sosial Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan?
3. Bagaimana hubungan antara representasi sosial Program SPP PNPM terhadap perilaku peserta Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi representasi sosial Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan. 2. Mengidentifikasi hubungan antara tingkat keterlibatan peserta program dalam
program SPP PNPM terhadap bentuk-bentuk representasi sosial Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan.
3. Mengidentifikasi hubungan antara representasi sosial Program SPP PNPM terhadap perilaku peserta dalam mengikuti Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan.
1.4 Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca untuk menambah wawasan dan informasi mengenai representasi sosial Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan. Representasi sosial Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan ini juga bisa menjadi rujukan bagi pemerintah tentang program yang sebenarnya dibutuhkan oleh masyarakat miskin. Selain itu, hasil penelitian ini bisa menjadi rekomendasi atau rujukan bagi penelitian selanjutnya yang terkait dengan representasi sosial terhadap program-program yang dicanangkan oleh pemerintah.