MANDIRI DI DESA GUNUNG MENYAN
6.2 Intensitas Komunikasi Responden dan Representasi Sosial Program SPP PNPM
6.2.2 Hubungan Intensitas komunikasi Responden terhadap Representasi Sosial Program Simpan Pinjam untuk Kelompok Perempuan
Hubungan intensitas komunikasi terhadap representasi sosial Program SPP
PNPM dinilai dengan menggunakan uji chi square pada α=0,1. Penjelasan
mengenai hubungan antara intensitas komunikasi terhadap representasi sosial mengenai Program SPP PNPM dapat dilihat pada Gambar 16.
*P-value x² = 0,533
Gambar 16. Persentase Hubungan antara Intensitas komunikasi Responden
terhadap Representasi Sosial mengenai Program SPP PNPM (n=52) Berdasarkan Gambar 16 di atas, dapat dilihat bahwa sebagian besar responden memiliki intensitas komunikasi yang tinggi. Hal ini terlihat dari dominannya jumlah responden yang memiliki intensitas komunikasi yang tinggi pada representasi sosial program SPP PNPM tipe I, II, dan IV. Namun, pada representasi sosial tipe III jumlah antara responden yang memiliki tingkat komunikasi sedang dan rendah (55,55 persen) lebih tinggi daripada jumlah responden yang memiliki intensitas komunikasi tinggi (44,44 persen).
Hasil uji chi square pada Gambar 16 memperlihatkan bahwa hubungan antara intensitas komunikasi responden terhadap representasi sosial Program SPP PNPM memiliki p-value=0,533. Nilai tersebut menunjukkan p-value>0,1 yang
0 20 40 60 80 100
Tipe I Tipe II Tipe III Tipe IV 6.06 0 11.11 0 30.3 20 44.44 0 63.54 80 44.44 100 Persentase Intensitas Komunikasi Responden (%)
Representasi Sosial Program SPP PNPM
Intensitas Komunikasi Rendah Intensitas Komunikasi Sedang Intensitas Komunikasi Tinggi
berarti bahwa tidak ada hubungan antara intensitas komunikasi responden terhadap representasi sosial Program SPP PNPM. Dengan demikian, hipotesis yang menyatakan “diduga bahwa ada hubungan antara intensitas komunikasi dengan representasi sosial Program SPP PNPM” ditolak. Hal tersebut terlihat pada responden dari setiap tipe representasi sosial program SPP PNPM memiliki kecenderungan yang sama, yaitu cenderung memiliki intensitas komunikasi yang tinggi dan tidak memiliki pola hubungan yang jelas.
Menurut Purkhardt (1993), representasi sosial terhadap suatu objek dibentuk dari suatu proses komunikasi dengan orang lain. Namun, pada penelitian ini teori tersebut tidak berlaku. Proses komunikasi yang mereka jalani secara berkelompok tidak membentuk suatu pemaknaan bersama mengenai program SPP PNPM. Hal tersebut disebabkan oleh isi pesan yang mereka pertukarkan pada proses komunikasi tidak berkaitan dengan program. Ketika mereka berkomunikasi satu sama lain, hal yang mereka bicarakan adalah bukan mengenai Program SPP PNPM, melainkan tentang hal lain yang tidak ada kaitannya dengan program, seperti “bergosip”, menceritakan kehidupan mereka sehari-hari, bercerita mengenai kehidupan keluarga mereka masing-masing, dan hal lainnya yang tidak ada kaitan sama sekali mengenai program. Selain itu, tidak adanya hubungan antara intensitas komunikasi dengan pembentukan representasi sosial mengenai program juga disebabkan oleh intensitas komunikasi responden yang tinggi terjadi karena pada umumnya tiap-tiap anggota pada satu kelompok memiliki rumah yang berdekatan, dan bukan karena mereka sering mengadakan diskusi atau pertemuan yang membahas Program SPP PNPM secara khusus.
Ikhtisar
Hipotesa yang menyatakan “diduga ada hubungan antara tingkat keterlibatan terhadap representasi sosial Program SPP PNPM” ditolak. Tingkat pastisipasi responden dalam Program SPP PNPM tidak memiliki hubungan dengan representasi sosial mengenai Program SPP PNPM di Desa Gunung Menyan. Sebagian besar responden pada representasi sosial tipe I, II, III, dan IV memiliki tingkat partisipasi yang sedang mengenai program. Hubungan antara tingkat partisipasi dan representasi sosial Program SPP PNPM tidak memiliki pola yang jelas. Selain itu, intensitas komunikasi responden juga tidak memiliki
hubungan dengan representasi sosial yang responden miliki mengenai program SPP PNPM. Hal tersebut terjadi karena tingginya intensitas komunikasi yang dimiliki sebagian besar responden dari masing-masing tipe representasi bukan disebabkan oleh seringnya mereka berdisukusi mengenai program, tetapi karena pada umumnya tiap-tiap anggota pada satu kelompok memiliki rumah yang berdekatan sehingga mereka sering berinteraksi satu sama lain.
BAB IX
PENUTUP
8.1 Kesimpulan
Program SPP PNPM diikuti oleh peserta program secara berkelompok, karena dana tersebut hanya diberikan secara berkelompok. Representasi sosial terhadap Program SPP PNPM pada responden di Desa Gunung Menyan terbagi menjadi empat tipe, yaitu: (I) SPP PNPM adalah pinjaman, (II) Program SPP PNPM memuaskan, (III) pinjaman SPP PNPM mengkhawatirkan, dan (IV) pinjaman SPP PNPM bermanfaat. Namun, dari empat tipe representasi sosial tersebut, secara dominan responden merepresentasikan Program SPP PNPM sebagai pinjaman. Representasi sosial Program SPP PNPM yang terbentuk hanya secara umum atau representasi sosial komunitas, dan bukan secara khas dari setiap kelompok yang terlibat. Walaupun berada pada satu kelompok yang sama, representasi sosial program SPP PNPM yang terbentuk berbeda-beda.
Tingkat partisipasi responden dalam Program SPP PNPM ternyata tidak memiliki hubungan dengan representasi sosial mengenai Program SPP PNPM. Dengan demikian, hipotesa yang menyatakan “diduga ada hubungan antara tingkat keterlibatan terhadap representasi sosial Program SPP PNPM” ditolak. Tingkat partisipasi peserta pada masing-masing tipe hampir sama, yaitu rata-rata memiliki tingkat partisipasi yang sedang. Hubungan antara tingkat partisipasi dan representasi sosial Program SPP PNPM tidak memiliki pola yang jelas. Selain itu, intensitas komunikasi tinggi yang dimiliki oleh sebagian besar responden pada masing-masing tipe representasi sosial juga tidak memiliki hubungan dengan representasi sosial Program SPP PNPM. Hal tersebut terjadi karena tingginya intensitas komunikasi yang dimiliki sebagian besar responden dari masing- masing tipe representasi bukan disebabkan oleh seringnya mereka berdiskusi mengenai program, tetapi karena pada umumnya tiap-tiap anggota pada satu kelompok memiliki rumah yang berdekatan sehingga mereka sering berinteraksi satu sama lain. Selain itu, representasi sosial yang terbentuk juga ditentukan oleh dengan siapa peserta program berkomunikasi.
Representasi sosial mengenai Program SPP PNPM yang dimiliki responden memiliki hubungan dengan perilaku mereka dalam mengikuti
program. Dengan demikian, hipotesa yang menyatakan “diduga ada hubungan antara representasi sosial program dengan perilaku responden dalam mengikuti program” diterima. Representasi sosial yang baik mengenai program akan membawa peserta kepada perilaku yang patuh terhadap program dan sebaliknya Namun, faktor konteks nampaknya turut membentuk perilaku responden dalam mengikuti program, sehingga pendampingan yang intensif terhadap kelompok perlu dilakukan. Responden yang sebagian besar menghadapi masalah kemiskinan perlu dimotivasi ke arah pemanfaatan dana pinjaman secara benar. Selain itu, pendampingan terhadap kelompok juga dapat memotivasi peserta untuk memiliki rasa percaya diri akan kemampuan untuk berusaha dan keluar dari masalah kemiskinan. Seperti yang dijelaskan pada Petunjuk Teknis Operasional Program, pendampingan dilakukan untuk pengertian membantu dan menguatkan masyarakat agar dapat dan mampu mengembangkan diri untuk memenuhi kebutuhannya sesuai dengan potensi yang dimiliki.
8.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, terdapat beberapa saran yang diajukan mengenai pelaksanaan Program SPP PNPM , yaitu :
1. Representasi sosial Program SPP PNPM yang tidak khas dan berbeda-beda
pada anggota dalam satu kelompok membutuhkan adanya suatu pendampingan kelompok yang intensif agar anggota-anggota pada kelompok tersebut memiliki makna bersama mengenai Program SPP PNPM, yang sesuai dengan program tersebut. Adanya suatu pemahaman bersama mengenai program akan membawa kelompok pada perilaku positif terhadap program SPP PNPM yang mereka ikuti.
2. Perlu dilakukannya pendampingan yang intensif kepada anggota kelompok
peserta program agar mereka memiliki mental yang mendukung dalam mengikuti program. Mereka harus selalu diberi motivasi agar lebih percaya diri akan kemampuan mereka untuk berusaha dan kemampuan meningkatkan perekonomian keluarga. Dengan pembinaan mental yang baik kepada peserta, representasi negatif terhadap SPP PNPM dan penyalahgunaan pemanfaatan dana dapat diminimalisasi.
3. Ketua kelompok harus lebih diberdayakan agar mereka bisa mendampingi dan memotivasi anggota kelompok mereka untuk memiliki rasa percaya diri dalam menjalan usaha dan menghadapi masalah kemiskinan yang mereka hadapi.
4. Untuk meningkatkan keefektifan pelaksanaan dan manfaat program perlu
dilaksanakan suatu kontrol atau pengawasan yang bersifat partisipatif, yaitu dilakukan secara bersama-sama antara peserta dan petugas program.
5. Pemberian uang pinjaman sebagai modal usaha dirasakan perlu diiringi dengan pelatihan keterampilan kepada masyarakat agar mereka memiliki keterampilan tertentu yang bisa mereka jadikan sebagai peluang usaha.