• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menurut data dari Pemerintah kota, Kota Bogor merupakan kota yang termasuk wilayah administrasi Provinsi Jawa Barat yang secara geografis terletak antara 1060 480 BT dan 60 260 LS. Sebagaimana kota-kota lainnya di Indonesia, Kota Bogor mendapat sebutan sebagai kota hujan, dimana suhu rata-rata berada pada 260 C dengan curah hujan sekitar 3500-4000 mm setiap tahunnya. Berdasarkan data Pemerintahan Kota Bogor pada tahun 2014, luas wilayah Kota bogor sebesar 11.850 Ha terdiri dari 6 kecamatan dan 68 kelurahan. Selain itu Kota Bogor juga berbatasan dengan wilayah lainnya, sebagai berikut:

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Kemang, Bojong Gede, dan Kecamatan. Sukaraja Kabupaten Bogor.

- Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor.

- Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Darmaga dan Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor.

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor.

Kota Bogor tergolong daerah suburban yang letaknya strategis dan dekat dengan wilayah ibukota Jakarta. Hal ini menjadi sumber potensi bagi perekonomian kota, mulai dari jasa perdagangan, transportasi, hingga pariwisata. Karena potensi tersebut, Kota Bogor menjadi salah satu tujuan wisata bagi pengunjung, baik domestik maupun mancanegara. Berbagai destinasi wisata terdapat di kota ini, yaitu wisata kuliner, wisata sejarah, pendidikan, fashion, dan hotel. Selain itu kota yang berlambang kujang ini juga memiliki produk-produk kerajinan yang dapat menjadi cinderamata bagi para pengunjung.

Sektor usaha khususnya kerajinan di Kota Bogor tergolong usaha yang berkembang, dimana sektor ini memberi kontribusi bagi peningkatan perekonomian Kota Bogor. Berdasarkan data Bagian Ekonomi Pemerintah Kota Bogor pada tahun 2014, pada tahun 2012 PDRB Kota Bogor sebesar Rp 22,712,531.28 atau sekitar 18.96 persen, kemudian mengalami peningkatan sebesar 3.61 persen pada tahun 2013 dengan PDRB sebesar Rp 27,035,861.34 atau 22.57 persen. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) kerajinan di Kota Bogor sudah mulai berkembang sejak tahun 2000 bahkan pada tahun 1995 jumlah UMKM mulai bertambah.

Melihat potensi yang besar pada usaha kerajinan, Pemerintah Kota Bogor berupaya untuk mengembangkan sektor ini, salah satunya melalui galeri UMKM kerajinan yaitu Dewan Kerajinan Nasional (Dekranasda) yang terdapat di pusat kota, tepatnya di Jalan Bina Marga nomor 1B, Bogor. Lembaga ini terdapat di tingkat kabupaten, provinsi, dan nasional. Menurut Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Dekranasda Tanggal 17 April Tahun 2010, Dekranasda merupakan lembaga independen dan wadah berhimpunnya segenap pemangku kepentingan seni kerajinan di Indonesia dalam menjalankan fungsinya membantu pemerintah dalam melindungi, menggali, melestarikan, membina serta mengembangkan seni kriya kerajinan.

Dasar hukum lainnya adalah Keputusan Ketua Dekranas Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 06/SK/DEKRANDA/IV/2014 tanggal 24 April 2014 Tentang Penetapan Pengurus Dekranasda Daerah Kota Bogor 2014-2019. Adapun tujuan pembentukan Dekranasda, antara lain:

1. mendorong terciptanya produk kerajinan khas dan unggulan Kota Bogor,

2. menciptakan peluang pasar yang luas bagi produk kerajinan Kota Bogor,

3. memfasilitasi pengrajin Kota Bogor dalam memperoleh berbagai akses bagi pengembangan usaha, dan

4. terciptanya sinergitas dan kerjasama yang saling menguntungkan antara perajin Kota Bogor dengan stakeholders maupun masyarakat Kota Bogor.

Dekranasda berperan sebagai lembaga yang menaungi dan membantu pengembangan usaha kerajinan, salah satunya ialah kegiatan promosi. Pelaku usaha kerajinan atau perajin dapat menyimpan produknya di galeri, sehingga para pengunjung yang datang dapat mengetahui, tertarik, dan membeli produk kerajinan tersebut. Selain itu, Dekranasda sebagai lembaga independen yang mewadahi pelaku UMKM kerajinan untuk selalu inovatif dan kreatif. Perkembangan UMKM kerajinan juga

Dekranasda juga bekerja sama dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Dinas Koperasi dan UMKM, dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Ketika dinas-dinas itu mengadakan pelatihan, maka anggota dan perajin Dekranasda dilibatkan. Selain itu menjadi rumah menjadi perajin. Ada interaksi berupa saung untuk berkumpul, sharing ilmu. Disana ada simbiosis mutualisme dan kontak dagang. Dekranasda Bogor juga menjadi acuan untuk studi banding dari daerah lain,” RHA, Kepala Subbagian Sarana Perekonomian dan Produksi.

Berbagai produk kerajinan dihasilkan oleh para perajin di Kota Bogor, seperti keramik berbahan dasar tanah liat, wayang golek dari kayu lame, tas dari sampah plastik, kerajinan batik, mozaik batik, aksesoris, dan lain sebagainya. Produk-produk tersebut merupakan hasil kerajinan tangan (handmade) yang memiliki keunikan tersendiri. Mayoritas dari perajin tersebut menyimpan produk mereka di showroom Dekranasda untuk dibantu dalam hal pemasaran. Akan tetapi, saat ini terdapat pergantian manajemen baru, sehingga pengelolaan Dekranasda masih belum optimal.

Dulu pernah sangat berkembang, tetapi karena kesalahan manajemen, sehingga mengurangi kepercayaan dari perajin. Saat ini terdapat alih manajemen, yaitu bekerja sama dengan koperasi. Upaya ini dimaksudkan untuk mengembalikan krisis kepercayaan dengan bantuan dari pelaku usaha lain yang sudah merasakan adanya perubahan di Dekaranasda. Akan tetapi ada beberapa perajin yang merasa sudah bisa memasarkan sendiri, misalnya kerjasama dengan swasta dan online. Karena lebih meluas dengan online dibanding Dekranasda yang statis. Itu menjadi tantangan bagi Dekranasda. Tapi bagus juga jika perajin bisa mandiri,” HYP, Kepala Kantor Dinas Koperasi dan UMKM Kota Bogor.

Latar Belakang Usaha

Sebuah usaha didirikan dengan berbagai latar belakang dan tujuan yang ingin dicapai oleh pelaku usaha. UMKM merupakan sektor yang berkembang saat ini dan memiliki peran yang signifikan bagi perekonomian suatu daerah. Hal yang sama terjadi pada UMKM kerajinan di Kota Bogor, Jawa Barat, dimana bidang usaha ini mampu meningkatkan PDRB Kota Bogor sebesar 3,61 persen pada tahun 2013. Pada tahun 2014 terdapat sekitar 64 UMKM kerajinan yang terdaftar di Pemerintahan Kota Bogor. Akan tetapi hanya sebagian yang masih aktif menjalankan usaha. Berbagai alasan melatarbelakangi para pelaku usaha kerajinan tersebut untuk mendirikan usaha seperti karena hobi, usaha turunan keluarga (warisan), adanya prospek dan peluang usaha, pemberdayaan, dan keinginan melestarikan budaya. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Persentase latar belakang UMKM kerajinan di Kota Bogor pada tahun 2014

Persentase diatas menunjukkan bahwa sebesar 63 persen pelaku usaha kerajinan di Kota Bogor memulai usaha dari sebuah hobi. Beberapa UMKM tersebut mayoritas merupakan UMKM yang menghasilkan produk berupa aksesoris, seperti gelang, kalung, bros, sepatu, pajangan meja, tas, dan figura.

Kalau saya sih awalnya dari hobi mengoleksi aksesoris kayak bros untuk jilbab, lalu saya terus belajar bagaimana merangkai bahan-bahan bros seperti pita, payet, kawat.”- HTI, pemilik UMKM NCN

Sejak SD saya sudah suka membuat kerajinan dari barang-barang daur ulang. Pertama kali saya membuat tempelan kulkas dari kardus bekas.”-SHL, pemilik UMKM RFC

Selain itu, sebesar 10 persen pendirian UMKM kerajinan di Kota Bogor dilatarbelakangi oleh faktor warisan atau usaha turunan keluarga, prospek dan peluang usaha, dan pemberdayaan. Usaha yang berasal dari warisan, umumnya sudah berdiri sejak lama. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat tiga UMKM yang merupakan usaha turunan keluarga, seperti usaha yang menghasilkan produk cincin yang berdiri pada tahun 2000, alat musik gong berdiri sejak tahun 1985, dan wayang golek yang berdiri sejak tahun 2000.

Kemudian beberapa responden mendirikan usaha karena melihat adanya prospek dan peluang, seperti UMKM HBP. Usaha ini berdiri karena melihat banyak yang berkunjung ke Kota Bogor dan membeli kaos bergambar berbagai hal yang menunjukkan kota tersebut, sehingga pemilik usaha membuat usaha kaos tematik Kota Bogor. Selain itu, kaos tersebut dijadikan sebagai alat promosi Kota Bogor. Produk kaos tematik lainnya dihasilkan oleh UMKM BLO.

Ide untuk membuat kaos tematik dari obrolan iseng dengan teman-teman. Tujuan awalnya kita mau orang yang datang ke Kota Bogor, pas pulang bisa bawa sesuatu yang mengingatkan terhadap kota ini. Nah salah satunya melalui kaos. Segala usia bisa memakainya.”-NMH, pemilik UMKM BLO.

Latar belakang lainnya ialah pemberdayaan. Usaha yang berbasis pemberdayaan ini mengajak masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah produksi sebagai tenaga kerja. Hal ini menunjukkan bahwa UMKM dapat merupakan usaha padat karya yang mampu menyerap tenaga kerja. Sebagaimana pada UMKM NHC, dimana pemilik usaha mengajak masyarakat sekitar rumah, khususnya perempuan untuk bekerja. Mereka diberikan tugas dan dibayar sesuai bagian pekerjaan yang mereka lakukan, seperti melinting, mencuci kemasan, dan menjahit. Usaha yang memiliki omset Rp 5,000,000/bulan ini menghasilkan berbagai barang berbahan dasar kemasan plastik bekas, yaitu tas wanita, ransel, baju, gantungan kunci, vas bunga, dan lain-lain.

Kita disini ada bank sampah. Ibu-ibu sekitar yang punya sampah kemasan plastik misalnya bekas bungkus kopi, detergen dikumpulkan, dibersihkan, lalu dikasih ke saya. Jadi bukan kemasan di tempat sampah yang diambil, tapi memang kemasan yang masih bersih. Nanti saya bayar ke mereka sebesar Rp

10.000.”-SHH, pemilik UMKM NHC

Hal yang sama juga dilakukan oleh UMKM SGA dan SRE. SGA mengajak anak-anak sekitar Center for International Forestry Research (CIFOR) Bogor, untuk membuat kaos lukis, mug lukis, dan lain-lain. UMKM ini juga menyediakan semacam saung untuk tempat berkumpul. Sedangkan SRE mempekerjakan masyarakat sekitar untuk melinting koran bekas yang menjadi bahan utama untuk membuat berbagai produk, seperti tempat sampah, tas, kursi, lampion, dan lain sebagainya.

Selain keempat latar belakang yang telah dijelaskan diatas, sebesar tujuh persen UMKM kerajinan di Kota Bogor dilatarbelakangi keinginan untuk melestarikan kebudayaan. Hal ini dilakukan oleh 2 UMKM, yaitu pertama, UMKM BBT. Berdiri sejak tahun 2008, usaha ini bertujuan untuk menjadikan batik sebagai tradisi. Pemilik usaha ingin Bogor memiliki batik yang menjadi ciri khas seperti batik Pekalongan. Berbagai produk seperti pakaian, souvenir,

dompet, hingga sepatu mampu dihasilkan setiap bulannya. Selain itu, mereka memproduksi kain batik sendiri, yakni batik tulis, batik cap, dan printing bermotif batik. Kedua, UMKM GBS. Usaha ini didirikan oleh seorang seniman yang memiliki keinginan untuk melestarikan alat musik tradisional Indonesia. Memulai usaha pada tahun 2007, UMKM ini sudah menghasilkan alat musik kecapi, gendang, dan beberapa alat musik modern seperti gitar, biola, bas berbahan dasar bambu.

Cita-cita saya ingin alat musik tradisional tetap lestari, tapi anak muda sekarang mana ada yang mau memainkannya.”-DAN, pemilik UMKM GBS

Karakteristik UMKM Kerajinan

UMKM kerajinan di Kota Bogor dapat dilihat dari segi karakteristik yang dimilikinya, yaitu skala usaha dan pendidikan pelaku usaha yang terdiri dari pemilik dan pekerja UMKM.

Skala Usaha

Skala usaha UMKM dapat ditinjau berdasarkan aset usaha (di luar tanah dan bangunan) dan nilai penjualan. Terdapat penggolongan jenis usaha mikro, kecil, dan menengah menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Skala UMKM Kerajinan di Kota Bogor dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Persentase skala UMKM kerajinan di Kota Bogor pada tahun 2014 Gambar diatas menunjukkan bahwa sebesar 87 persen UMKM kerajinan termasuk usaha mikro dengan aset ≤ 50 juta dan nilai penjualan ≤ 300 juta. Hal ini disebabkan karena mayoritas masih merupakan usaha yang baru berdiri sekitar satu sampai lima tahun. Sebagian kecilnya sudah tergolong usaha yang lama akan tetapi pemilik mengalami kendala dalam mengembangkannya, seperti dalam hal

kuantitas dan kualitas produksi karena berbagai hambatan seperti modal, tenaga kerja, dan hambatan lainnya.

Kemudian sebesar 13 persen tergolong usaha kecil dengan aset 50 juta-500 juta dan nilai penjualan sebesar 300 juta-2.5 Miliar. UMKM yang termasuk dalam kelompok ini mayoritas sudah berdiri lama sekitar tujuh sampai 16 tahun. Selain itu, usaha mereka sudah memiliki strategi untuk mengembangkan usaha. Selanjutnya berdasarkan hasil penelitian, tidak terdapat usaha yang tergolong skala menengah.

Tingkat Pendidikan Pelaku Usaha

Tingkat pendidikan pelaku usaha merupakan jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh pemilik dan pekerja UMKM. Pendidikan yang didapat oleh para pelaku usaha menjadi modal bagi pendirian dan pengembangan usaha kerajinan.

Tingkat Pendidikan Pemilik UMKM

Pemilik usaha merupakan individu maupun kelompok yang mendirikan usaha baik dengan modal sendiri atau pinjaman. Berdasarkan hasil penelitian mengenai tingkat pendidikan pemilik UMKM kerajinan di Kota Bogor menunjukkan bahwa sebagian besar pemilik usaha kerajinan memiliki pendidikan yang tergolong sedang (lulus SMP atau SMA) yaitu sebesar 63 persen, tingkat pendidikan tinggi (perguruan tinggi) sebesar 37 persen, dan tidak ada pemilik usaha yang termasuk tingkat pendidikan rendah (tidak sekolah atau lulus SD).

Gambar 4 Persentase tingkat pendidikan pemilik UMKM kerajinan di Kota Bogor pada tahun 2014

Melalui tingkat pendidikan formal, pemilik usaha memiliki peluang untuk mengelola dan mengembangkan usaha dengan strategi yang tepat. Selain itu pengembangan usaha juga didukung oleh tenaga kerja yang memproduksi barang

kerajinan. Para pemilik UMKM kerajinan berasal dari tingkat pendidikan yang berbeda. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Jumlah dan persentase skala usaha menurut tingkat pendidikan pemilik UMKM kerajinan di Kota Bogor pada tahun 2014

Hasil penelitian pada Tabel 4 menunjukkan bahwa sebagian besar pemilik UMKM memiliki tingkat pendidikan sedang, yaitu lulus SMP atau SMA, dengan jumlah sebanyak 19 UMKM atau 63.33 persen, dimana sebanyak 16 UMKM atau 61.54 persen tergolong skala usaha mikro dan tiga UMKM berskala kecil. Sementara itu pemilik usaha yang memiliki tingkat pendidikan tinggi hanya sekitar 11 UMKM atau 36.67 persen, dimana sebanyak 10 UMKM tergolong usaha mikro dan satu UMKM berskala kecil.

Tingkat Pendidikan Pekerja UMKM

Pekerja UMKM merupakan individu yang menjadi tenaga kerja di sebuah usaha, dalam hal ini bidang usaha kerajinan di Kota Bogor. Tingkat pendidikan yang dimiliki oleh para pekerja menjadi faktor pendukung bagaimana kualitas SDM berpengaruh pada kinerja usaha. Sebagaimana hasil penelitian pada tingkat pendidikan pekerja usaha di bidang kerajinan di Kota Bogor dapat dilihat pada Gambar 5.

Berdasarkan hasil penelitian mengenai tingkat pendidikan pemilik UMKM kerajinan di Kota Bogor menujukkan bahwa sebagian besar UMKM kerajinan memiliki jumlah pekerja tiga sampai 11 orang yang sebagian besar berasal dari tetangga dan kerabat dekat, sedangkan untuk tingkat pendidikan, sebesar 60 persen pekerja memiliki tingkat pendidikan formal sedang, sebesar 33 persen tergolong tinggi, dan sisanya tujuh persen tergolong tingkat pendidikan formal rendah. Hal ini menunjukkan bahwa UMKM kerajinan di Kota Bogor menyerap tenaga kerja bukan hanya berdasarkan tingkat pendidikan formal tetapi juga dipengaruhi oleh faktor lainnya. Beberapa faktor tersebut, antara lain keahlian dalam bidang kerajinan tangan, adanya pelatihan bagi pekerja, dan pemberdayaan masyarakat sekitar rumah produksi.

Pertama, keahlian untuk membuat kerajinan seperti membatik, menggambar dapat diperoleh di luar bangku sekolah. Sebagai contoh UMKM BBT yang merekrut pekerja yang memiliki keahlian membatik. Selain itu pemilik UMKM tersebut juga mendatangkan perajin batik dari Yogyakarta. Kedua, para

Tingkat Pendidikan Pemilik Usaha Skala Usaha Total Mikro Kecil

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

Rendah 0 0.00 0 0.00 0 0.00

Sedang 16 61.54 3 75.00 19 63.33

Tinggi 10 38.46 1 25.00 11 36.67

pemilik UMKM juga memberi pelatihan terlebih dahulu bagi pekerja, misalnya cara membuat pola, desain aksesoris, merangkai bahan baku pembuatan gelang, dan lain sebagainya.

Gambar 5 Persentase tingkat pendidikan pekerja UMKM kerajinan di Kota Bogor pada tahun 2014

Hal ini dilakukan sebagai upaya agar kualitas pekerja meningkat yang selanjutnya berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas produk. Ketiga, pemberdayaan masyarakat. Tenaga kerja yang diserap oleh UMKM tidak seluruhnya merupakan pekerja tetap, tetapi merupakan masyarakat sekitar yang diajak sebagai pekerjaan sampingan. Para pekerja UMKM kerajinan berasal dari tingkat pendidikan yang berbeda pada setiap skala usaha. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5. Hasil penelitian pada Tabel 5 menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja UMKM memiliki tingkat pendidikan sedang, yaitu lulus SMP atau SMA, dengan jumlah sebanyak 18 UMKM atau 60 persen, dimana sebanyak 15 UMKM atau 57.69 persen tergolong skala usaha mikro dan tiga UMKM atau 75 persen berskala kecil. Pemilik usaha yang memiliki tingkat pendidikan tinggi hanya sekitar 10 UMKM atau 33.33 persen, sedangkan untuk UMKM yang memiliki pekerja yang tergolong memiliki tingkat pendidikan rendah ialah sebanyak 2 UMKM atau 6.67 persen.

Ibu-ibu disini kebanyakan hanya ibu rumah tangga bahkan ada yang janda. Lumayan buat nambah uang jajan anak mereka, makanya saya mengajak mereka untuk terlibat dalam bank sampah dan beberapa bagian dari produksi.”- SHH, pemilik UMKM NHC

Tabel 5 Jumlah dan persentase skala usaha menurut tingkat pendidikan pekerja UMKM kerajinan di Kota Bogor pada tahun 2014

Hambatan Pengembangan UMKM Kerajinan

Sektor UMKM kerajinan di Kota Bogor merupakan usaha yang termasuk mengalami perkembangan yang cepat dan memiliki peran penting dalam meningkatkan perekonomian Kota Bogor. Berbagai strategi dirancang dan dilakukan oleh pelaku UMKM untuk secara berkelanjutan dapat mengembangkan usaha. Akan tetapi dalam pelaksanaannya terdapat beberapa hambatan, antara lain permodalan, teknologi, pemasaran, SDM, jaringan dengan pihak luar, dan akses pasar dan informasi.

Menurut data BPS yang dikutip oleh Tambunan (2009), sebagian besar pelaku usaha mengatakan bahwa hambatan usaha yang dialami adalah modal. Tidak ada satupun responden yang mengatakan keterbatasan teknologi dan keterampilan. Hal ini tampak berbeda dengan hasil penelitian mengenai hambatan pengembangan UMKM kerajinan di Kota Bogor.

Sebagaimana yang terjadi pada pengembangan UMKM kerajinan di Kota Bogor, dimana hal pertama yang menjadi hambatan besar yaitu keterampilan pekerja dengan persentase sebesar 28 persen. Sebagian besar responden mengatakan bahwa mereka sulit untuk mencari pekerja yang bisa membuat produk kerajinan, seperti aksesoris, batik, wayang golek, keramik dari tanah liat, dan lain sebagainya, sehingga pemilik usaha harus memberi pelatihan keterampilan sebelum menerima sebagai pekerja tetap. Kerajinan sebagai barang komplementer menuntut kreativitas, inovasi, dan produk yang menarik.

Sulit mencari orang yang terampil membuat aksesoris. Kalaupun ada mungkin nggak di sekitar Bogor. Jadi kami memberi pelatihan bagi pekerja bagaimana membuat bros, kalung, masih banyak lagi mbak.”-YDI, pemilik UMKM RMA

Tingkat Pendidikan Pekerja UMKM Skala Usaha Total Mikro Kecil

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

Rendah 1 3.85 1 25.00 2 6.67

Sedang 15 57.69 3 75.00 18 60.00

Tinggi 10 38.46 0 0.00 10 33.33

Gambar 6 Persentase hambatan pengembangan UMKM kerajinan di Kota Bogor pada tahun 2014

Selanjutnya hambatan yang dirasakan paling kecil adalah pemasaran dengan persentase sebesar 12 persen. Pemasaran merupakan aktivitas yang tidak dapat dipisahkan dari suatu usaha. Melalui pemasaran, produsen dapat mengenalkan produknya ke konsumen, sehingga konsumen mengetahui, tertarik, dan kemudian memutuskan untuk membeli. Pada UMKM kerajinan di Kota Bogor, pemasaran bukan menjadi kendala yang besar. Hal ini disebabkan karena dalam hal pemasaran, UMKM menggunakan berbagai macam bentuk promosi, seperti melalui pameran yang diadakan oleh pemerintah dan dinas terkait. Pameran tersebut biasanya tidak berbayar. Selain itu terdapat showroom Dekranasda yang menjadi tempat untuk menjual produk kerajinan dan beralihnya pemasaran di media sosial yang dengan mudah diakses dengan gadget.

Untuk pemasaran kami tidak menemui kendala. Karena kami aktif bekerja sama dengan mall, hotel, tempat wisata, sehingga mereka menggunakan produk keramik kami.”-FNI, marketing UMKM MBK

Hambatan lainnya yaitu keterbatasan jaringan dengan pihak luar sebesar 17 persen. Pada usaha kerajinan di Kota Bogor hanya sebagian kecil yang sudah memiliki jaringan dengan pihak lain, seperti bank, mall, tempat wisata, stasiun televisi, dan lain-lain. Seperti UMKM GBS yang sering mengikuti pameran ke luar negeri melalui kerja sama dengan GI dan SKK MGS. Selain itu, usaha alat musik bambu ini sering diliput dan ditayangkan oleh beberapa stasiun televisi di Indonesia.

Akan tetapi dalam mengembangkan UMKM selain adanya dukungan dari SDM, juga membutuhkan modal. Berdasarkan hasil penelitian, hambatan dalam hal modal sebesar 16 persen. Rata-rata modal awal yang digunakan ialah sebesar Rp 26.000.000 untuk membeli bahan baku, mencari pekerja, dan membangun kios. Minimnya permodalan yang dimiliki UMKM, membuat mereka sulit untuk

membeli bahan baku, membayar biaya operasional, dan lain-lain. Menurut sebagian besar responden, mereka tidak mendapat dana dari pemerintah. Jika meminjam uang ke bank, para perajin menemui kendala yaitu harus ada jaminan dan penolakan baik secara langsung maupun tidak langsung dari pihak bank.

“Salah satu hambatan yang paling besar adalah tidak adanya keinginan. Untuk permodalan tidak ada pemberian modal langsung. Kami hanya bisa memberi pelatihan dengan konteks pemberdayaan, seperti pelatihan membuat proposal. Dinas Perindustrian dan Perdagangan juga melakukan. Sudah jarang proposal individu. Biasanya ada beberapa UMKM yang membuat proposal jadi mudah diawasi. Kami juga mendorong mereka untuk aktif bekerjasama dengan stakeholders lain, misalnya CSR. Itu juga salah satu bentuk kepedulian selain dari pemerintah.”- RHA, Kepala Subbagian Sarana Perekonomian dan Produksi.

Hambatan lainnya ialah teknologi sebesar 14 persen. Sebagian besar UMKM kerajinan menggunakan tangan dalam proses produksinya. Sehingga teknologi tidak menjadi hambatan yang besar bagi pengembangan UMKM. Hanya sebagian kecil yang menggunakan alat bantu seperti mesin jahit, komputer untuk pemasaran, media printing untuk motif batik, dan lain-lain. Akan tetapi,