• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINGKAT KUALITAS DAYA SAING UMKM KERAJINAN DI KOTA BOGOR

Produk kerajinan bukan merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat. Seseorang yang membeli produk kerajinan dipengaruhi oleh faktor hobi dan ketertarikan. Umumnya, mereka membeli produk kerajinan jika sudah terpenuhi kebutuhan pokoknya atau memiliki uang lebih. Oleh karena itu, UMKM kerajinan harus mengembangkan kreativitas dan inovasi produk agar konsumen tertarik untuk membeli.

Menghadapi era perdagangan bebas melalui Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), para pelaku usaha harus mampu beradaptasi untuk dapat bersaing, bukan hanya dengan produk dalam negeri melainkan produk luar negeri. Terbukanya perdagangan bebas, produk luar negeri akan dengan mudah masuk ke Indonesia dengan harga yang relatif lebih murah dan kualitas yang lebih baik.

Menghadapi MEA, kita membuat pelatihan SDM dengan IT dan website serta bisnis online.”- HYP, Kepala Kantor Dinas Koperasi dan UMKM Kota Bogor.

Gambar 13 Persentase tingkat kualitas daya saing UMKM Kerajinan di Kota Bogor pada tahun 2014

Begitupun dengan yang akan dihadapi oleh para perajin di Kota Bogor. Kota yang menjadi menjadi salah satu destinasi wisata ini memiliki produk kerajinan yang berkembang. Akan tetapi, masih belum optimal dalam melakukan pemasaran dan belum ada produk kerajinan yang menjadi ciri khas Kota Bogor. Selain itu untuk menghadapi perdagangan bebas, dibutuhkan UMKM yang mampu berdaya saing. Kualitas daya saing dapat dilihat dari tingkat produktivitas, tingkat profit, dan luas cakupan pasar.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kualitas daya saing pada UMKM kerajinan di Kota Bogor termasuk sedang dengan persentase sebesar 47 persen. UMKM yang memiliki kualitas daya saing rendah sebesar 40 persen, dan yang tergolong tinggi hanya 13 persen. Sebagian besar UMKM kerajinan di Kota Bogor sudah termasuk berkembang, akan tetapi masih terkendala dalam hal kualitas dan kuantitas SDM seperti yang telah dijelaskan pada subbab hambatan pengembangan UMKM kerajinan. Selain itu ada beberapa faktor yang menjadi hambatan dalam pengembangan usaha, seperti modal, akses pasar dan informasi, teknologi, dan lain sebagainya. Hal lain ialah sebagian besar UMKM tidak memiliki pembukuan yang jelas mengenai omset, biaya produksi, dan keuntungan per bulan maupun per tahun.

Wah berapa omsetnya, saya nggak pernah ngitung tuh mba. Ya kalo dapat dari penjualan, langsung saya beli bahan baku lagi. Pelatihan pembukuan sih ada, tapi memang saya belum membuat pembukuan yang jelas”- NRA, pemilik UMKM KSE

Tingkat Produktivitas UMKM Kerajinan

Keberadaan sebuah UMKM dapat dilihat dari produk yang dihasilkannya baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Menurut Tambunan (2009), laju pertumbuhan nilai atau volume ouput tidak hanya menunjukkan tingkat kemampuan produksi dari sebuah perusahaan, tetapi juga mencerminkan adanya permintaan pasar terhadap produk tersebut, yang berarti produk tersebut mempunyai daya saing. Mutu daya saing UMKM dapat dilihat dari tingkat produktivitas, dimana hal tersebut diukur dari nilai omset yang dihasilkan. Omset adalah harga dikali dengan jumlah barang yang dijual atau perolehan kotor dari nilai penjualan yang belum dikurangi dengan biaya operasional.

Tabel 9 Jumlah dan persentase skala usaha berdasarkan tingkat produktivitas UMKM kerajinan di Kota Bogor pada tahun 2014

UMKM kerajinan di Kota Bogor memiliki tingkat produktivitas tergolong sedang yaitu sebesar 46.67 persen atau 14 UMKM, dimana sebanyak 13 UMKM berskala mikro, sedangkan sebagian lainnya sebesar 36.67 persen atau 11 UMKM termasuk rendah, dan hanya 16.67 persen atau 5 UMKM yang sudah memiliki

Tingkat Produktivitas

Skala Usaha

Total

Mikro Kecil

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

Rendah 11 42.31 0 0.00 11 36.67

Sedang 13 50.00 1 25.00 14 46.67

Tinggi 2 7.69 3 75.00 5 16.67

tingkat produktivitas tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar UMKM kerajinan masih berkembang dalam hal produktivitas. Tingkat produktivitas diukur dari omset yang diterima dalam periode waktu tertentu. Selain itu, dipengaruhi oleh kuantitas dan kualitas pekerja.

Rata-rata omset yang didapat oleh UMKM kerajinan di Kota Bogor sebesar Rp 194,000,000 per tahun dengan kisaran antara Rp 24,000,000-Rp 364,000,000 per tahun. Sebagian perajin menyediakan ready stock termasuk untuk dijadikan sample. Ada UMKM yang tidak menyediakan ready stock, karena menyediakan sesuai permintaan Akan tetapi ada juga yang menyediakan ready stock dan sistem custom (pemesanan sesuai keinginan).

Seperti UMKM TTS yang memproduksi aksesoris seperti kalung dan bros. Pemilik usaha menyiapkan ready stock namun dalam jumlah terbatas, karena jumlah pembuatan aksesoris mengikuti permintaan konsumen. Sementara itu UMKM GPN hanya memproduksi gong dan alat musik tradisional lainnya hanya jika ada pemesanan saja. Lain halnya dengan UMKM FAT, pemilik usaha menyediakan ready stock dalam jumlah banyak dan juga menerima pemesanan (custom), dimana bentuk aksesoris yang dibuat sesuai dengan permintaan konsumen dan dijual dengan harga yang lebih mahal.

Tingkat Profit UMKM Kerajinan

Keberhasilan suatu usaha umumnya dilihat dari seberapa besar profit yang didapat. Salah satu upaya untuk meningkatkan profit adalah melalui kegiatan promosi dan meningkatkan kualitas produk. Tingkat profit merupakan besarnya keuntungan atau laba yang didapat pada periode waktu tertentu. Berikut adalah tingkat profit UMKM kerajinan di Kota Bogor yang dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Jumlah dan persentase skala usaha berdasarkan tingkat profit UMKM

kerajinan di Kota Bogor pada tahun 2014

Tingkat Profit

Skala Usaha

Total

Mikro Kecil

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

Rendah 7 26.92 0 0.00 7 23.33

Sedang 18 69.23 1 25.00 19 63.33

Tinggi 1 3.85 3 75.00 4 13.33

Total 26 100.00 4 100.00 30 100.00

Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar UMKM kerajinan termasuk memiliki tingkat profit yang sedang, yaitu sebesar 63.33 persen atau 19 UMKM, dimana sebanyak 18 UMKM termasuk usaha berskala mikro. Hanya sebagian kecil yaitu hanya 13.33 persen atau 4 UMKM yang termasuk tinggi dan 23.33 persen atau 7 UMKM tergolong rendah. Rata-rata keuntungan yang didapat oleh UMKM kerajinan di Kota Bogor sebesar Rp 93,000,000 per tahun dengan kisaran

Rp 6,000,000 per tahun untuk yang terendah dan tertinggi Rp 181,000,000 per tahun.

Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar UMKM kerajinan masih rendah dalam hal permintaan pasar yang selanjutnya mempengaruhi pada tingkat penjualan dan keuntungan yang didapat. Selain itu sebagian besar UMKM ini belum dapat memperlihatkan produk kerajinan yang menjadi ciri khas Kota Bogor. Perajin harus berusaha menciptakan inovasi dan keunikan produk agar konsumen tertarik untuk membeli.

Luas Cakupan Pasar UMKM Kerajinan

Hasil penelitian pada UMKM kerajinan di Kota Bogor menunjukkan kemampuan melihat dan memiliki pangsa pasar untuk memasarkan produk. Selain itu pelaku usaha juga sudah mengetahui segmentasi pasar yang menjadi sasaran produk. Hal ini memudahkan mereka untuk dapat mengikuti trend pasar dan mengevaluasi untuk pengembangan inovasi produk dan usaha. Luasnya cakupan pasar UMKM ditunjukkan oleh lokasi pemasaran UMKM yang sudah memasuki wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek), kota-kota besar di Indonesia, regional, hingga internasional, dan melihat dari sisi wilayah pemasaran untuk konsumen potensial dan konsumen tetap, kemudahan konsumen untuk mengakses produk, dan apakah lokasi usaha tergolong strategis. Sebagai contoh UMKM MBK yang sudah memasarkan produknya hingga ke negara Belanda dan Mesir. Kemudian produk wayang golek dari kayu lame yang merambah pasar Belanda, UMKM BTT yang mengekspor ke Cina dan Jepang

Penentuan segmentasi pasar merupakan langkah awal untuk melaksanakan komunikasi pemasaran. Usia, jenis kelamin, tingkat pendapatan, jenis pekerjaan, dan lain sebagainya menjadi pedoman bagaimana produk yang sedang menjadi tren di masyarakat atau produk seperti apa yang konsumen inginkan. Hal ini menjadi bagian terpenting bagi UMKM kerajinan yang menghasilkan barang komplementer.

Misalnya usaha kerajinan aksesoris. Pemilik usaha harus menentukan kelompok sasaran, sehingga produk yang dihasilkan dapat menyesuaikan dengan kondisi dan situasi serta keinginan pasar. Sebelum produk masuk ke pasar, perlu dilakukan evaluasi melalui sharing informasi dan pendapat dengan UMKM lain untuk menilai produk. Selanjutnya, UMKM mengenalkan produk ke pasar melalui upaya komunikasi pemasaran.

Komunikasi pemasaran dapat meningkatkan posisi tawar usaha dibandingkan pesaing dengan usaha serupa. UMKM dalam menjalankan usaha, tidak hanya bersaing dengan sesama UMKM, melainkan juga dengan usaha besar. Oleh karena itu, UMKM perlu melaksanakan komunikasi pemasaran dengan baik, agar mampu meraih pasar yang lebih luas (Larasati 2011). Begitu juga dengan UMKM kerajinan di Kota Bogor yang melaksanakan komunikasi pemasaran guna memperluas cakupan pasar. Tabel 11 berikut ini menunjukkan luas cakupan pasar UMKM kerajinan.

Tabel 11 Jumlah dan persentase skala usaha berdasarkan luas cakupan pasar UMKM kerajinan di Kota Bogor pada tahun 2014

Luas Cakupan Pasar Skala Usaha Total Mikro Kecil

Jumlah % Jumlah % Jumlah % Rendah 2 7.69 0 0.00 2 6.67 Sedang 19 73.08 4 100.00 23 76.67 Tinggi 5 19.23 0 0.00 5 16.67 Total 26 100.00 4 100.00 30 100.00

Luas cakupan pasar merupakan keragaman konsumen yang akan atau sedang mengkonsumsi produk, baik konsumen potensial maupun tetap. Berdasarkan gambar di atas, terlihat bahwa sebagian besar UMKM kerajinan di Kota Bogor memiliki luas cakupan pasar yang tergolong sedang, yaitu sebesar 76.67 persen atau 23 UMKM, dimana sebanyak 19 UMKM merupakan usaha berskala mikro. Lalu sebesar 16.67 persen atau 5 UMKM tergolong tinggi dan hanya 6.67 persen atau 2 UMKM yang memiliki luas cakupan pasar rendah. Sebagian besar UMKM kerajinan di Kota Bogor sudah memiliki segmentasi pasar nasional, bahkan beberapa produk sudah dipamerkan di tingkat internasional.

Selain itu produk kerajinan Kota Bogor diminati oleh wisatawan asing, seperti UMKM MAH yang memproduksi wayang golek dari kayu lame. Produk wayang golek tersebut sudah diimpor ke Negara Belanda, walaupun melalui impor tidak langsung, dimana wisatawan yang berasal dari Belanda mengetahui UMKM MAH dari pameran yang diadakan oleh pihak Dekranasda. Ketertarikan pada kerajinan khas Indonesia, membuat wisatawan Belanda membeli dan kemudian membawa ke negaranya.

“Kebanyakan sih orang Belanda datang ke tempat saya. mereka katanya suka dengan wayang. unik. terus mereka beli, mereka bawa kesana. Pas disana teman temannya juga ikut tertarik, dan ketika ke Indonesia mencari rumah saya untuk membeli wayang. Sekarang orang bule Belanda yang pertama kali beli di saya itu jadi akrab dengan saya, jadi sering ada pesanan wayang untuk dibawa

HUBUNGAN KARAKTERISTIK UMKM KERAJINAN