• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN PELAKSANAAN KOMUNIKASI PEMASARAN DENGAN TINGKAT KUALITAS DAYA SAING UMKM

Penelitian mengenai UMKM kerajinan di Kota Bogor ini melihat hubungan antara pelaksanaan komunikasi pemasaran dengan tingkat kualitas daya saing UMKM, dimana pelaksanaan komunikasi pemasaran tergolong sedang. Hal yang sama juga terlihat pada tingkat kualitas daya saing, yaitu tergolong sedang. Tingkat kualitas daya saing terdiri dari tingkat produktivitas, tingkat profit, dan luas cakupan pasar, dimana ketiga variabel tersebut menunjukkan hasil yang juga tergolong sedang.

Pemaparan di atas didukung oleh hasil uji korelasi Rank Spearman antara pelaksanaan komunikasi pemasaran dengan kualitas daya saing menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi sebesar 0.443. Nilai tersebut menyatakan bahwa terdapat korelasi yang moderat. Nilai hitung tersebut berada diantara nilai 0.25 – 0.5. Sarwono (2009) menjelaskan bahwa jika hasil uji berada di antara nilai tersebut maka terdapat korelasi atau hubungan yang cukup kuat, sedangkan untuk nilai signifikasi ialah sebesar 0.014, dimana nilai tersebut lebih kecil dari taraf nyata atau α sebesar 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa kedua variabel tersebut berhubungan signifikan. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa antara variabel pelaksanaan komunikasi pemasaran dengan kualitas daya saing UMKM terdapat hubungan yang moderat dan signifikan. Berikut hasil uji korelasi untuk masing- masing variabel.

Hubungan Ragam Media Komunikasi dengan Tingkat Kualitas Daya Saing UMKM

Hasil uji korelasi antara ragam media komunikasi dengan tingkat kualitas daya saing UMKM menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi sebesar 0.456. Nilai tersebut menyatakan bahwa terdapat korelasi yang moderat. Nilai hitung tersebut berada diantara 0.30-0.49. Sarwono (2009) menjelaskan bahwa jika hasil uji berada diantara nilai tersebut maka terdapat korelasi atau hubungan yang moderat antara variabel.

Sedangkan untuk nilai signifikasi ialah sebesar 0.011, dimana nilai tersebut lebih kecil dari taraf nyata atau α sebesar 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa kedua variabel tersebut signifikan. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa variabel ragam media komunikasi memiliki hubungan yang nyata, memiliki korelasi yang moderat, dan signifikan dengan tingkat kualitas daya saing UMKM.

Hal tersebut karena penggunaan media komunikasi pemasaran dapat menjangkau konsumen potensial yang lebih luas. Sebagian besar UMKM kerajinan di Kota Bogor menggunakan media hibrida yaitu media sosial untuk memperkenalkan dan memasarkan produknya, hingga terjadi transaksi jual beli melalui media sosial seperti FB, Twitter, website, dan lain sebagainya. Pemasaran melalui media sosial yang intensif memungkinkan produk lebih cepat dikenal. Hal itu menuntut pelaku usaha untuk dapat membuat konten dan visualisasi produk yang menarik, sehingga calon konsumen tertarik untuk membeli. Selanjutnya pembelian tersebut akan meningkatkan permintaan pasar terhadap produk kerajinan dan mendatangakan profit untuk perajin. Selain itu pemasaran melalui

online dapat membidik pasar sasaran yang lebih luas, sehingga produk lebih cepat dikenal, usaha dapat berkembang, dan meningkatkan daya saing.

Hubungan Ragam Bauran Promosi dengan Tingkat Kualitas Daya Saing UMKM

Hasil uji korelasi antara ragam bauran promosi dengan tingkat kualitas daya saing UMKM menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi sebesar 0.441. Nilai tersebut menyatakan bahwa terdapat korelasi yang moderat. Nilai hitung tersebut berada diantara 0.30-0.49. Sarwono (2009) menjelaskan bahwa jika hasil uji berada di antara nilai tersebut maka terdapat korelasi atau hubungan yang moderat antara variabel.

Sedangkan untuk nilai signifikasi ialah sebesar 0.015, dimana nilai tersebut lebih besar dari taraf nyata atau α sebesar 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa kedua variabel tersebut signifikan. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa variabel ragam bauran promosi memiliki hubungan yang nyata, memiliki korelasi yang moderat, dan signifikan dengan variabel tingkat kualitas daya saing UMKM. Berdasarkan hasil penelitian bauran promosi yang digunakan oleh UMKM kerajinan di Kota Bogor ialah WOM (mulut ke mulut), dimana konsumen yang sudah membeli produk kerajinan menceritakan tentang bagaimana produk tersebut kepada orang lain, dan seterusnya, hingga banyak orang yang mengetahui produk tersebut. Pada zaman teknologi seperti ini, WOM masih dinilai efektif untuk memasarkan produk, karena masih banyak orang yang lebih percaya rekomendasi dari orang lain dalam hal membeli produk, dalam hal ini produk kerajinan. Sehingga melalui WOM, produk lebih dikenal luas dan melalui kepercayaan dari konsumen yang sudah membeli. Selain itu produk kerajinan tersebut dapat memiliki segmentasi pasar yang lebih luas, yang kemudian dapat meningkatkan permintaan pasar dan keuntungan bagi pelaku usaha.

Hubungan Frekuensi Penggunaan Media dengan Tingkat Kualitas Daya Saing UMKM

Hasil uji korelasi antara frekuensi penggunaan media dengan tingkat kualitas daya saing UMKM menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi sebesar 0.184. Nilai tersebut menyatakan bahwa terdapat korelasi yang lemah. Nilai hitung tersebut berada diantara 0.10-0.29. Sarwono (2009) menjelaskan bahwa jika hasil uji berada di antara nilai tersebut maka terdapat korelasi atau hubungan yang lemah antara variabel.

Sedangkan untuk nilai signifikasi ialah sebesar 0.330, dimana nilai tersebut lebih besar dari taraf nyata atau α sebesar 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa kedua variabel tersebut tidak signifikan. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa variabel frekuensi penggunaan media tidak memiliki hubungan yang nyata, memiliki korelasi yang lemah, dan tidak signifikan dengan tingkat kualitas daya saing UMKM.

Hal ini karena produk kerajinan merupakan barang komplementer, dimana bukan merupakan barang yang menjadi kebutuhan utama. Hanya konsumen yang memiliki ketertarikan terhadap produk hasil kerajinan tangan yang akan membeli

atau produk tersebut dibeli untuk hadiah dan suvenir dari kota yang dikunjungi. Selain itu tingginya intensitas frekuensi penggunaan media komunikasi apabila tidak diimbangi dengan kualitas produk kerajinan yang lebih unggul dari produk kerajinan lainnya, maka konsumen tidak akan tertarik untuk membeli. Sebagai contoh pemasaran produk di media sosial, dimana konsumen tidak dapat melihat secara langsung barang yang ingin dibeli. Hal ini menjadi tantangan bagi pelaku usaha kerajinan untuk memperlihatkan keunikan produk yang buat dibandingkan produk sejenis yang juga dipasarkan melalui media sosial. Selain itu perajin dituntut untuk meningkatkan kreativitas untuk menghasilkan produk kerajinan yang unik dan menarik, bahkan saat ini konsumen cenderung membeli barang kerajinan yang dapat digunakan dibandingkan hanya menjadi hiasan, seperti bros dan gelang buatan tangan.

Hubungan Frekuensi Penggunaan Bauran Promosi dengan Tingkat Kualitas Daya Saing UMKM

Hasil uji korelasi antara frekuensi penggunaan bauran promosi dengan tingkat kualitas daya saing UMKM menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi sebesar 0.321. Nilai tersebut menyatakan bahwa terdapat korelasi yang moderat. Nilai hitung tersebut berada diantara 0.30-0.49. Sarwono (2009) menjelaskan bahwa jika hasil uji berada di antara nilai tersebut maka terdapat korelasi atau hubungan yang moderat antara variabel.

Sedangkan untuk nilai signifikasi ialah sebesar 0.084, dimana nilai tersebut lebih besar dari taraf nyata atau α sebesar 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa kedua variabel tersebut tidak signifikan. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa variabel frekuensi penggunaan bauran promosi tidak memiliki hubungan yang nyata, memiliki korelasi yang moderat, dan tidak signifikan dengan tingkat kualitas daya saing UMKM.

Hal ini karena produk kerajinan merupakan barang komplementer, dimana bukan merupakan barang yang menjadi kebutuhan utama. Hanya konsumen yang memiliki ketertarikan terhadap produk hasil kerajinan tangan yang akan membeli atau produk tersebut dibeli untuk hadiah dan suvenir dari kota yang dikunjungi. Selain itu tingginya intensitas frekuensi penggunaan bauan promosi apabila tidak diimbangi dengan kualitas produk kerajinan yang lebih unggul dari produk kerajinan lainnya, maka konsumen tidak akan tertarik untuk membeli. Perajin dituntut untuk meningkatkan kreativitas untuk menghasilkan produk kerajinan yang unik dan menarik, bahkan saat ini konsumen cenderung membeli barang kerajinan yang dapat digunakan dibandingkan hanya menjadi hiasan, seperti bros dan gelang buatan tangan.

Hubungan Biaya Pelaksanaan Komunikasi Pemasaran dengan Tingkat Kualitas Daya Saing UMKM

Hasil uji korelasi antara biaya pelaksanaan komunikasi pemasaran dengan tingkat kualitas daya saing UMKM menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi sebesar 0.283. Nilai tersebut menyatakan bahwa terdapat korelasi yang lemah. Nilai hitung tersebut berada diantara 0.10-0.29. Sarwono (2009) menjelaskan bahwa jika hasil uji berada di antara nilai tersebut maka terdapat korelasi atau hubungan yang lemah antara variabel.

Sedangkan untuk nilai signifikasi ialah sebesar 0.130, dimana nilai tersebut lebih besar dari taraf nyata atau α sebesar 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa kedua variabel tersebut tidak signifikan. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa variabel biaya pelaksanaan komunikasi pemasaran tidak memiliki hubungan yang nyata, memiliki korelasi yang lemah, dan tidak signifikan dengan tingkat kualitas daya saing UMKM.

Hal ini karena produk kerajinan merupakan barang komplementer, dimana bukan merupakan barang yang menjadi kebutuhan utama. Hanya konsumen yang memiliki ketertarikan terhadap produk hasil kerajinan tangan yang akan membeli atau produk tersebut dibeli untuk hadiah dan suvenir dari kota yang dikunjungi.

PENUTUP

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat dibuat beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Pemasaran yang dilakukan oleh perajin di Kota Bogor umumnya masih dilakukan oleh pihak UMKM sendiri. Pelaksanaan komunikasi pemasaran dapat dilakukan melalui media dan bauran promosi. UMKM kerajinan di Kota Bogor dominan menggunakan media hibrida, yaitu internet dan media sosial sebagai media komunikasi pemasaran dan Word of Mouth (WOM) sebagai bauran promosi. Adapun frekuensi penggunaan media komunikasi tergolong sedang, sedangkan pada frekuensi penggunaan bauran promosi tergolong rendah. Pemilihan media dan bauran promosi tersebut tidak terlepas dari biaya yang dikeluarkan. Berdasarkan hasil penelitian, biaya pelaksanaan komunikasi pemasaran usaha kerajinan di Kota Bogor tergolong rendah.

2. Melalui upaya komunikasi pemasaran, selain dapat mengenalkan produk, juga menjadi salah satu cara untuk meningkatkan kualitas daya saing. Menghadapi era perdagangan bebas 2015, para pelaku usaha dituntut untuk berdaya saing tinggi. Tingkat kualitas daya saing dapat dilihat dari tingkat produktivitas, tingkat profit, dan luas cakupan pasar. Berdasarkan hasil penelitian terhadap UMKM kerajinan di Kota Bogor, sebagian besar usaha kerajinan memiliki kualitas daya saing sedang dalam hal tingkat produktivitas, tingkat profit, dan luas cakupan pasar.

3. Hasil uji korelasi antara variabel-variabel karakteristik UMKM (skala usaha dan tingkat pendidikan pelaku usaha) dengan variabel-variabel pelaksanaan komunikasi pemasaran (ragam media komunikasi, ragam bauran promosi, frekuensi penggunaan media komunikasi, frekuensi penggunaan bauran promosi, dan biaya pelaksanaan komunikasi pemasaran) menunjukkan nilai koefisien korelasi pada masing-masing variabel yang diuji yang lebih besar dari taraf nyata atau α sebesar 0.05. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa antara variabel karakteristik UMKM kerajinan dengan variabel pelaksanaan komunikasi pemasaran tidak terdapat hubungan yang nyata dan tidak signifikan.

4. Hal lainnya ialah hubungan pelaksanaan komunikasi pemasaran dengan tingkat kualitas daya saing. Hasil uji korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi sebesar 0.443 dengan nilai signifikasi ialah sebesar 0.014, dimana nilai tersebut lebih kecil dari taraf nyata atau α sebesar 0.05. Nilai tersebut menunjukkan bahwa kedua variabel berhubungan cukup kuat dan signifikan.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian di atas, beberapa saran yang diajukan oleh penulis, antara lain:

1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa media yang banyak digunakan untuk pemasaran adalah media sosial. Maka perlu dilakukan pelatihan tentang bagaimana manajemen pemasaran melalui media sosial baik dalam hal konten, visualisasi produk, dan intensitas melayani konsumen via media sosial. Selain itu perlu menggunakan media komunikasi yang lebih beragam seperti media massa, kelompok, dan personal dalam melakukan komunikasi pemasaran. Sedangkan dalam penggunaan bauran promosi, Pelaku usaha atau perajin harus meningkatkan pelayanan kepada konsumen. Hal ini karena berdasarkan hasil penelitian, bauran promosi WOM mendominasi dibandingkan ragam bauran promosi yang lain. Selain itu pelaku usaha kerajinan harus menggunakan bauran promosi yang lebih beragam seperti periklanan, promosi penjualan, humas, dan lain-lain. Pelaksanaan komunikasi pemasaran tidak terlepas dari pertimbangan biaya pemasaran yang diatur dengan sistem manajemen yang baik. Hal lainnya yang dapat dilakukan ialah menarik konsumen melalui produk kerajinan yang unik, berkualitas, dan bermanfaat, pengemasan produk, intensitas promosi yang tinggi, sistem reseller, dan lain sebagainya.

2. Pelaku UMKM kerajinan harus mengembangkan inovasi dan kreatifitas dalam menghasilkan produk, karena produk kerajinan merupakan barang komplementer, dimana hanya karena alasan tertentu konsumen akan membelinya. Mutu dan kuantitas produk tersebut dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas SDM, sehingga harus diperhatikan dalam hal rekruitmen dan pelatihan keterampilan pekerja.

3. Pelaku usaha harus dapat melihat trend pasar melalui identifikasi segmentasi pasar. Selanjutnya, dalam hal pemilihan media dan bauran promosi harus disesuaikan dengan pasar sasaran, dimana kedua hal tersebut dapat menjangkau khalayak luas

4. Pemerintah dalam hal ini Dekranasda dan beberapa dinas yang memiliki tugas pokok berkaitan dengan pengembangan UMKM, perlu melakukan perbaikan manajemen khususnya pada Dekranasda, sehingga para perajin mau menyimpan produk kerajinan di showroom Dekranasda. Kemudian, menekankan para pelaku UMKM untuk memiliki Tanda Daftar Industri (TDI), Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), dan produk yang berlabel Standar Nasional Indonesia (SNI). Selain itu perlu meningkatkan frekuensi pelatihan, pameran, dan seminar bagi UMKM serta menarik minat perajin untuk mengadakan pertemuan rutin di showroom dalam rangka sharing ide dan membangun jaringan baik dengan sesama perajin maupun dengan lembaga lain.