• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KARAKTERISTIK UMKM KERAJINAN DENGAN PELAKSANAAN KOMUNIKASI PEMASARAN

Penelitian mengenai UMKM kerajinan ini melihat hubungan antara karakteristik UMKM dari skala usaha dan tingkat pendidikan pelaku usaha dengan pelaksanaan komunikasi pemasaran. Sebagian besar UMKM kerajinan di Kota Bogor merupakan usaha yang tergolong mikro, yaitu sebesar 87 persen atau 26 UMKM. Usaha ini merupakan usaha yang baru berdiri, akan tetapi ada juga yang sudah lama berdiri namun masih memiliki kendala dalam hal mengembangkan usaha. Hal ini dipengaruhi oleh faktor keterampilan tenaga kerja, modal, pemasaran, dan lain-lain. Kemudian, dalam hal tingkat pendidikan pelaku usaha, yaitu pemilik usaha dan pekerja, didapatkan hasil bahwa tingkat pendidikan pemilik usaha sebesar 63 persen tergolong sedang, sedangkan tingkat pendidikan pekerja sebanyak 60 persen juga tergolong sedang. Tingkat pendidikan pelaku usaha menjadi salah satu kendala yang menghambat pengembangan usaha, hal ini karena kualitas pelaku usaha menentukan kinerja, kualitas, dan kuantitas produk kerajinan.

Selanjutnya pelaksanaan komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh UMKM kerajinan tergolong sedang yaitu sebesar 69 persen. Hal ini menunjukkan bahwa UMKM kerajinan di Kota Bogor yang sebagian besar tergolong usaha mikro tersebut masih belum optimal dalam melakukan pemasaran. Hal lain ditunjukkan dengan penggunaan ragam media komunikasi pemasaran yang tergolong sedang yaitu 53 persen, frekuensi penggunaan media komunikasi tergolong sedang yaitu hanya sekitar 10-16 kali dalam satu tahun, dimana hanya sembilan persen UMKM yang memiliki intensitas tinggi pada penggunaan media dalam memasarkan produk. Pelaksanaan komunikasi pemasaran dilihat juga dari bauran promosi yang digunakan, dimana penggunaan ragam bauran promosi tergolong sedang yaitu 63 persen dan frekuensi penggunaan yang tergolong rendah yaitu hanya 23-24 kali dalam satu tahun. Pelaksanaan komunikasi pemasaran, sebuah usaha tidak akan terlepas dari anggaran biaya yang digunakan. Sebagian besar UMKM yaitu 13 UMKM atau 43.33 persen mengeluarkan biaya pelaksanaan komunikasi pemasaran yang tergolong rendah, dimana rata-rata biaya yang dikeluarkan oleh UMKM kerajinan sekitar Rp 5,100,000. Berikut adalah hasil uji korelasi pada masing-masing variabel.

Hubungan Skala Usaha dengan Ragam Media Komunikasi Hasil uji korelasi antara skala usaha dengan ragam media komunikasi menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi sebesar 0.284. Nilai tersebut menyatakan bahwa terdapat korelasi yang lemah. Nilai hitung tersebut berada diantara nilai 0.10 –0.29. Sarwono (2009) menjelaskan bahwa jika hasil uji berada di antara nilai tersebut maka terdapat korelasi atau hubungan yang lemah.

Sedangkan untuk nilai signifikasi ialah sebesar 0.129, dimana nilai tersebut lebih besar dari taraf nyata atau α sebesar 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa kedua variabel tersebut tidak signifikan. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa variabel skala usaha tidak memiliki hubungan yang nyata, memiliki

korelasi yang lemah, dan tidak signifikan dengan variabel ragam media komunikasi.

Hal tersebut karena pelaku usaha kerajinan memilih media yang digunakan berdasarkan kemudahan dalam mengaksesnya. Berdasarkan hasil penelitian, sebanyak 53 persen UMKM menggunakan media hibrida seperti media sosial dalam melakukan pemasaran. Alasan pemilihan media sosial adalah karena mudah diakses dengan menggunakan smartphone dan mengurangi biaya cetak leaflet dan brosur. Selain itu media sosial lebih mudah menjangkau konsumen potensial yang lebih luas dan beragam.

Hubungan Skala Usaha dengan Ragam Bauran Promosi

Hasil uji korelasi antara skala usaha dengan ragam bauran promosi menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi sebesar 0.352. Nilai tersebut menyatakan bahwa terdapat korelasi atau hubungan moderat. Nilai hitung tersebut berada diantara nilai 0.30 –0.49. Sarwono (2009) menjelaskan bahwa jika hasil uji berada di antara nilai tersebut maka terdapat korelasi atau hubungan yang moderat.

Sedangkan untuk nilai signifikasi ialah sebesar 0.056, dimana nilai tersebut lebih besar dari taraf nyata atau α sebesar 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa kedua variabel tersebut tidak signifikan. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa variabel skala usaha tidak memiliki hubungan yang nyata, memiliki korelasi yang moderat, dan tidak signifikan dengan variabel ragam bauran promosi.

Hal tersebut karena pelaku usaha kerajinan memilih ragam bauran promosi bukan berdasarkan keinginan sendiri tetapi karena adanya pihak Dekranasda Kota Bogor yang membantu dalam mengenalkan dan memasarkan produk kerajinan melalui pameran yang rutin diadakan setiap tahun baik di dalam negeri maupun luar negeri. Selain itu sebanyak 27 persen pemasaran produk kerajinan UMKM menggunakan WOM yang dilakukan oleh konsumen yang sudah mengetahui dan membeli produk kerajinan tersebut.

Hubungan Skala Usaha dengan Frekuensi Penggunaan Media Hasil uji korelasi antara skala usaha dengan frekuensi penggunaan media menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi sebesar 0.079. Nilai tersebut menyatakan bahwa terdapat korelasi yang sangat kuat. Nilai hitung tersebut berada diantara nilai 0.70 –0.89. Sarwono (2009) menjelaskan bahwa jika hasil uji berada di antara nilai tersebut maka terdapat korelasi atau hubungan yang sangat kuat.

Sedangkan untuk nilai signifikasi ialah sebesar 0.679, dimana nilai tersebut lebih besar dari taraf nyata atau α sebesar 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa kedua variabel tersebut tidak signifikan. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa variabel skala usaha tidak memiliki hubungan nyata, memiliki korelasi yang cukup kuat, dan tidak signifikan dengan variabel frekuensi penggunaan media.

Hal tersebut karena intensitas penggunaan media tidak dilatarbelakangi apakah usaha tersebut tergolong usaha mikro, kecil, atau menengah. Tetapi

disebabkan karena masih belum dilakukan manajemen dari UMKM kerajinan untuk mengelola media untuk memasarkan produk kerajinan. Selain itu pelaku usaha kerajinan lebih fokus ke produksi dan belum memiliki pekerja khusus yang dapat mengelola media, padahal sebagian besar UMKM menggunakan media sosial dalam memasarkan produk, dimana media tersebut efektif dan efisien untuk menjangkau konsumen potensial.

Hubungan Skala Usaha dengan Frekuensi Penggunaan Bauran Promosi

Hasil uji korelasi antara skala usaha dengan frekuensi penggunaan bauran promosi menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi sebesar 0.344. Nilai tersebut menyatakan bahwa terdapat korelasi moderat. Nilai hitung tersebut berada diantara nilai 0.30 –0.49. Sarwono (2009) menjelaskan bahwa jika hasil uji berada di antara nilai tersebut maka terdapat korelasi atau hubungan moderat.

Sedangkan untuk nilai signifikasi ialah sebesar 0.063, dimana nilai tersebut lebih besar dari taraf nyata atau α sebesar 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa kedua variabel tersebut tidak signifikan. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa variabel skala usaha tidak memiliki hubungan nyata, memiliki korelasi yang moderat, dan tidak signifikan dengan variabel frekuensi penggunaan bauran promosi.

Hal tersebut terjadi karena sebagian besar UMKM masih mengandalkan cara lama dalam memasarkan produk, dimana mayoritas UMKM menggunakan WOM. Selain itu, pemasaran produk kerajinan dibantu oleh Dekranasda yang mengadakan pameran pada bulan-bulan tertentu dengan sistem digilir. Umumnya pameran mengikutsertakan UMKM kerajinan yang sudah mampu memenuhi permintaan pasar dan memiliki kualitas produk yang tergolong baik.

Hubungan Skala Usaha dengan Biaya Pelaksanaan Komunikasi Pemasaran

Hasil uji korelasi antara skala usaha dengan biaya pelaksanaan komunikasi pemasaran menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi sebesar 0.268. Nilai tersebut menyatakan bahwa terdapat korelasi lemah. Nilai hitung tersebut berada diantara nilai 0.10–0.29. Sarwono (2009) menjelaskan bahwa jika hasil uji berada di antara nilai tersebut maka terdapat korelasi atau hubungan moderat.

Sedangkan untuk nilai signifikasi ialah sebesar 0.151, dimana nilai tersebut lebih besar dari taraf nyata atau α sebesar 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa kedua variabel tersebut tidak signifikan. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa variabel skala usaha tidak memiliki hubungan yang nyata, memiliki korelasi yang moderat, dan tidak signifikan dengan variabel biaya pelaksanaan komunikasi pemasaran.

Berdasarkan hasil penelitian, pelaku usaha kerajinan di Kota Bogor tidak memiliki budget atau anggaran khusus untuk biaya pemasaran produk. pelaku UMKM kerajinan yang sebagian besar tergolong usaha mikro ini, memiliki kemampuan dan pengalaman dalam mengelola usaha kerajinan salah satunya jaringan dengan pihak lain seperti pemerintah dan swasta mempermudah pelaku usaha kerajinan untuk memasarkan produk. Perajin juga dibantu oleh Dekranasda

Kota Bogor melalui pameran yang bersifat gratis. Akan tetapi ada sebagian besar dari pelaku UMKM kerajinan melakukan pemasaran sendiri melalui media sosial, WOM, dan sistem reseller.

Hubungan Tingkat Pendidikan Pelaku Usaha dengan Ragam Media Komunikasi

Hasil uji korelasi antara tingkat pendidikan pelaku usaha dengan ragam media komunikasi menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi sebesar -0.004. Nilai tersebut menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan dan negatif (tidak searah). Nilai hitung tersebut berada dibawah 0.00. Sarwono (2009) menjelaskan bahwa jika hasil uji berada di antara nilai tersebut maka terdapat tidak terdapat hubungan antara variabel.

Sedangkan untuk nilai signifikasi ialah sebesar 0.982, dimana nilai tersebut lebih besar dari taraf nyata atau α sebesar 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa kedua variabel tersebut tidak signifikan. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan dan tidak signifikan antara tingkat pendidikan pelaku usaha dengan ragam media komunikasi.

Hal tersebut karena pelaku usaha kerajinan memilih media yang digunakan berdasarkan kemudahan dalam mengaksesnya. Berdasarkan hasil penelitian, sebanyak 53 persen UMKM menggunakan media hibrida seperti media sosial dalam melakukan pemasaran. Alasan pemilihan media sosial adalah karena mudah diakses dengan menggunakan smartphone dan mengurangi biaya cetak leaflet dan brosur. Selain itu media sosial lebih mudah menjangkau konsumen potensia yang lebih luas dan beragam.

Hubungan Tingkat Pendidikan Pelaku Usaha dengan Ragam Bauran Promosi

Hasil uji korelasi antara tingkat pendidikan pelaku usaha dengan ragam bauran promosi menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi sebesar 0.225. Nilai tersebut menyatakan bahwa terdapat korelasi yang lemah. Nilai hitung tersebut berada diantara 0.10-0.29. Sarwono (2009) menjelaskan bahwa jika hasil uji berada di antara nilai tersebut maka terdapat korelasi atau hubungan yang lemah antara variabel.

Sedangkan untuk nilai signifikasi ialah sebesar 0.231, dimana nilai tersebut lebih besar dari taraf nyata atau α sebesar 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa kedua variabel tersebut tidak signifikan. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa variabel tingkat pendidikan pelaku usaha tidak memiliki hubungan yang nyata, memiliki korelasi yang lemah, dan tidak signifikan dengan variabel ragam bauran promosi.

Hal tersebut karena pelaku usaha kerajinan memilih ragam bauran promosi bukan berdasarkan keinginan sendiri tetapi karena adanya pihak Dekranasda Kota Bogor yang membantu dalam mengenalkan dan memasarkan produk kerajinan melalui pameran yang rutin diadakan setiap tahun baik di dalam negeri maupun luar negeri. Selain itu sebanyak 27 persen pemasaran produk kerajinan UMKM menggunakan WOM yang dilakukan oleh konsumen yang sudah mengetahui dan membeli produk kerajinan tersebut.

Hubungan Tingkat Pendidikan Pelaku Usaha dengan Frekuensi Penggunaan Media

Hasil uji korelasi antara tingkat pendidikan pelaku usaha dengan frekuensi penggunaan media menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi sebesar 0.057. Nilai tersebut menyatakan bahwa terdapat korelasi yang kuat. Nilai hitung tersebut berada diantara 0.50 -0.69. Sarwono (2009) menjelaskan bahwa jika hasil uji berada di antara nilai tersebut maka terdapat korelasi atau hubungan yang kuat antara variabel.

Sedangkan untuk nilai signifikasi ialah sebesar 0.767, dimana nilai tersebut lebih besar dari taraf nyata atau α sebesar 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa kedua variabel tersebut tidak signifikan. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa variabel tingkat pendidikan pelaku usaha tidak memiliki hubungan yang nyata, korelasi yang kuat, dan tidak signifikan dengan variabel frekuensi penggunaan media komunikasi.

Hal tersebut karena intensitas penggunaan media tidak dilatarbelakangi tingkat pendidikan dari pelaku usaha. Tetapi disebabkan karena masih belum dilakukan manajemen dari UMKM kerajinan untuk mengelola media untuk memasarkan produk kerajinan. Selain itu mereka lebih fokus ke produksi dan mereka belum memiliki pekerja khusus yang dapat mengelola media untuk memasarkan, padahal sebagian besar UMKM menggunakan media sosial dalam memasarkan produk, dimana media tersebut efektif dan efisien untuk menjangkau konsumen potensial.

Hubungan Tingkat Pendidikan Pelaku Usaha dengan Frekuensi Penggunaan Bauran Promosi

Hasil uji korelasi antara tingkat pendidikan pelaku usaha dengan frekuensi penggunaan bauran promosi menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi sebesar 0.204. Nilai tersebut menyatakan bahwa terdapat korelasi yang lemah. Nilai hitung tersebut berada diantara 0.10-0.29. Sarwono (2009) menjelaskan bahwa jika hasil uji berada di antara nilai tersebut maka terdapat korelasi atau hubungan yang lemah antara variabel.

Sedangkan untuk nilai signifikasi ialah sebesar 0.280, dimana nilai tersebut lebih besar dari taraf nyata atau α sebesar 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa kedua variabel tersebut tidak signifikan. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa variabel tingkat pendidikan pelaku usaha tidak memiliki hubungan yang nyata, memiliki korelasi yang lemah, dan tidak signifikan dengan variabel frekuensi penggunaan bauran promosi.

Hal tersebut terjadi karena sebagian besar UMKM masih mengandalkan cara lama dalam memasarkan produk, dimana mayoritas UMKM menggunakan WOM. Selain itu, pemasaran produk kerajinan dibantu oleh Dekranasda yang mengadakan pameran pada bulan-bulan tertentu dengan sistem digilir. Umumnya pameran mengikutsertakan UMKM kerajinan yang sudah mampu memenuhi permintaan pasar dan memiliki kualitas produk yang tergolong baik.

Hubungan Tingkat Pendidikan Pelaku Usaha dengan Biaya Pelaksanaan Komunikasi Pemasaran

Hasil uji korelasi antara tingkat pendidikan pelaku usaha dengan biaya pelaksanaan komunikasi pemasaran menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi sebesar 0.095. Nilai tersebut menyatakan bahwa terdapat korelasi yang kurang berarti. Nilai hitung tersebut berada diantara 0.01-0.09. Sarwono (2009) menjelaskan bahwa jika hasil uji berada di antara nilai tersebut maka terdapat korelasi atau hubungan yang kurang berarti antara variabel.

Sedangkan untuk nilai signifikasi ialah sebesar 0.616, dimana nilai tersebut lebih besar dari taraf nyata atau α sebesar 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa kedua variabel tersebut tidak signifikan. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa variabel tingkat pendidikan pelaku usaha tidak memiliki hubungan yang nyata, memiliki korelasi yang kurang berarti, dan tidak signifikan dengan variabel biaya pelaksanaan komunikasi pemasaran.

Berdasarkan hasil penelitian, pelaku usaha kerajinan di Kota Bogor tidak memiliki budget atau anggaran khusus untuk biaya pemasaran produk. Uang hasil penjualan produk digunakan untuk membiayai produksi. Para perajin di Kota Bogor yang sebagian besar memiliki tingkat pendidikan sedang yaitu lulus SMP/SMA, memiliki kemampuan dan pengalaman dalam mengelola usaha kerajinan salah satunya jaringan dengan pihak lain seperti pemerintah dan swasta mempermudah pelaku usaha kerajinan untuk memasarkan produk. Perajin juga dibantu oleh Dekranasda Kota Bogor melalui pameran yang bersifat gratis. Akan tetapi ada sebagian besar dari perajin yang melakukan pemasaran sendiri melalui media sosial, WOM, dan sistem reseller.

HUBUNGAN PELAKSANAAN KOMUNIKASI PEMASARAN