• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Komunikasi Pemasaran dengan Tingkat Kualitas Daya Saing UMKM Kerajinan di Kota Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Komunikasi Pemasaran dengan Tingkat Kualitas Daya Saing UMKM Kerajinan di Kota Bogor"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

DI KOTA BOGOR

TIFFANY DIAHNISA

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Hubungan Komunikasi Pemasaran dengan Tingkat Kualitas Daya Saing UMKM Kerajinan di Kota Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagaian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis ini kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2015

(3)

TIFFANY DIAHNISA. Hubungan Komunikasi Pemasaran dengan Tingkat Kualitas Daya Saing UMKM Kerajinan di Kota Bogor. Dibimbing oleh YATRI INDAH KUSUMASTUTI

Sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) memiliki peran penting dalam perekonomian lokal dan nasional. Berbagai produk UMKM merambah pasar lokal, nasional, dan internasional. Begitupun peran UMKM kerajinan di Kota Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pelaksanaan komunikasi pemasaran yang digunakan oleh UMKM kerajinan, mengidentifikasi tingkat kualitas daya saing UMKM kerajinan, menganalisis hubungan karakteristik UMKM kerajinan dengan pelaksanaan komunikasi pemasaran, dan menganalisis hubungan pelaksanaan komunikasi pemasaran dengan tingkat kualitas daya saing UMKM kerajinan. Adapun metode penelitian yang digunakan ialah penelitian kuantitatif, yaitu penggunaan instrumen berupa kuesioner dan didukung data kualitatif yang diperoleh melalui wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan komunikasi pemasaran UMKM kerajinan di Kota Bogor tergolong sedang, dimana sebagian besar menggunakan media sosial sebagai media komunikasi dan Word of Mouth (WOM) sebagai bauran promosi, sedangkan dalam hal kualitas daya saing, UMKM kerajinan di Kota Bogor memiliki tingkat kualitas daya saing yang tergolong sedang. Kesimpulan dari penelitian ini ialah pelaksanaan komunikasi pemasaran khususnya ragam media komunikasi dan ragam bauran promosi berhubungan dengan tingkat kualitas daya saing.

(4)

ABSTRACT

TIFFANY DIAHNISA. The Coherency of Marketing Communications with Quality Level of Competitiveness of MSME’s craft in the city of Bogor. Supervised by YATRI INDAH KUSUMASTUTI

Micro, Small, and Medium Enterprises (MSME) has an important role in local and national economy. Many MSME’s product penetrated local, national, and international market. This study aims to identify the implementation of marketing communication used by MSMEs craft, identify quality level of competitiveness of MSME’s craft, analyze the relationship characteristics of MSME’s craft with the implementation of marketing communications, and analyze the relationship between the implementation of marketing communications with the quality level of competitiveness of MSME’s craft. This study combined quantitative approach using questioner method and supported by qualitative data using depth interview method. The results showed that the implementation of the marketing communications MSME’s craft in the city of Bogor has classified moderate, while mostly using social media as a communication medium and Word of Mouth (WOM) as the promotional mix, while in terms of the quality competitiveness, MSME’s craft in Bogor has classified moderate in quality level of competitiveness. The conclusion from this study is the implementation of marketing communications especially variety of media communication and promotion mix related quality level of competitiveness.

(5)

DI KOTA BOGOR

TIFFANY DIAHNISA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)

NIM : I34110061

Disetujui oleh

Ir Yatri Indah Kusumastuti MSi Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Siti Amanah MSc Ketua Departemen

(7)

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Hubungan Komunikasi Pemasaran dengan Tingkat Kualitas Daya Saing UMKM Kerajinan di Kota Bogor. Penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2014 ini mengangkat tema komunikasi pemasaran UMKM dengan lokasi di Kota Bogor, Jawa Barat.

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Ibu Ir Yatri Indah Kusumastuti MSi sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan saran dan masukan selama proses penulisan hingga penyelesaian skripsi ini. Penulis juga menyampaikan hormat dan terimakasih kepada orang tua tercinta Bapak Agus Waryono SH dan Ibu Endah Nurlianti SH yang selalu mendoakan dan senantiasa melimpahkan kasih sayangnya kepada penulis. Selain itu juga kepada pihak pemerintah Kota Bogor, Dinas UMKM Kota Bogor, dan pemilik UMKM kerajinan. Tidak lupa juga penulis ucapkan terimakasih kepada teman-teman SKPM 48, khususnya Weninda Ayu, Aldilla Putri, Nafiah Kurniasih, Dwijayanti, Yulita Mega, Citra Dhyani, Adella Adiningtyas, Rifayana, Nindya Dewinta, Nina Juliyana, Febri Santoso, Nurlaila, Fatimah Azzahra, dan Riski Bayuni. Kemudian teman-teman akselerasi SKPM 48, Himasiera 2013/2014, khususnya Divisi Jurnalistik dan tim Majalah Komunitas FEMA.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Februari 2015

(8)

DAFTAR ISI

Teknik Pengambilan Informan dan Responden 19

Teknik Pengumpulan Data 20

Teknik Pengolahan dan Analisis Data 21

GAMBARAN UMUM UMKM KERAJINAN DI KOTA BOGOR 22

Latar Belakang Usaha 24

Hambatan Pengembangan UMKM Kerajinan 30

Pihak yang Membantu Pelaksanaan Komunikasi Pemasaran 33 PELAKSANAAN KOMUNIKASI PEMASARAN UMKM KERAJINAN DI

KOTA BOGOR 36

Media Komunikasi Pemasaran 37

Bauran Promosi 39

Biaya Pelaksanaan Komunikasi Pemasaran 42

TI TINGKAT KUALITAS DAYA SAING UMKM KERAJINAN DI KOTA

BOGOR 44

Tingkat Produktivitas UMKM Kerajinan 45

Tingkat Profit UMKM Kerajinan 46

(9)

HUBUNGAN KARAKTERISTIK UMKM KERAJINAN DENGAN HUBUNGAN PELAKSANAAN KOMUNIKASI PEMASARAN DENGAN

(10)

DAFTAR TABEL

1 Perbandingan penggunaan bentuk komunikasi pemasaran 8

2 Profil kategori media utama 10

3 Perbedaan skala UMKM berdasarkan aset dan nilai penjualan 11 4 Jumlah dan persentase skala usaha menurut tingkat pendidikan

pemilik UMKM kerajinan di Kota Bogor pada tahun 2014 28 5 Jumlah dan persentase skala usaha berdasarkan tingkat pendidikan

pekerja UMKM kerajinan di Kota Bogor pada tahun 2014 30 6 Jumlah dan persentase skala usaha menurut frekuensi penggunaan

media oleh UMKM kerajinan di Kota Bogor pada tahun 2014 39 7 Jumlah dan persentase skala usaha menurut frekuensi penggunaan

bauran promosi oleh UMKM kerajinan di Kota Bogor pada tahun

2014 41

8 Jumlah dan persentase skala usaha menurut biaya pelaksanaan komunikasi pemasaran UMKM kerajinan di Kota Bogor pada tahun

2014 42

9 Jumlah dan persentase skala usaha berdasarkan tingkat produktivitas

UMKM kerajinan di Kota Bogor pada tahun 2014 45

10 Jumlah dan persentase skala usaha berdasarkan tingkat profit UMKM

kerajinan di Kota Bogor pada tahun 2014 46

11 Jumlah dan persentase skala usaha berdasarkan luas cakupan pasar

(11)

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran 13

2 Persentase latar belakang UMKM kerajinan di Kota Bogor pada

tahun 2014 24

3 Persentase skala UMKM kerajinan di Kota Bogor pada tahun 2014 26 4 Persentase tingkat pendidikan pemilik UMKM kerajinan di Kota

Bogor pada tahun 2014 27

5 Persentase tingkat pendidikan pekerja UMKM kerajinan di Kota

Bogor pada tahun 2014 29

6 Persentase hambatan pengembangan UMKM kerajinan di Kota

Bogor pada tahun 2014 31

7 Persentase pihak yang membantu pelaksanaan komunikasi

pemasaran UMKM kerajinan di Kota Bogor pada tahun 2014 33 8 Persentase pelaksanaan komunikasi pemasaran UMKM kerajinan di

Kota Bogor pada tahun 2014 36

9 Persentase ragam media komunikasi pemasaran UMKM kerajinan di

Kota Bogor pada tahun 2014 37

10 Persentase penggunaan media komunikasi pemasaran UMKM

kerajinan di Kota Bogor pada tahun 2014 38

11 Persentase ragam bauran promosi yang digunakan oleh UMKM

kerajinan di Kota Bogor pada tahun 2014 40

12 Persentase penggunaan bauran promosi oleh UMKM kerajinan di

Kota Bogor pada tahun 2014 41

13 Persentase tingkat kualitas daya saing UMKM Kerajinan di Kota

Bogor pada tahun 2014 44

DAFTAR LAMPIRAN

1

1 Denah lokasi penelitian 64

2 Jadwal kegiatan penelitian 65

3 Daftar responden 66

4 Hasil uji statistik Rank Spearman 68

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Komunikasi pemasaran adalah upaya komunikasi yang dilakukan untuk memperkenalkan produk suatu perusahaan baik barang atau jasa kepada masyarakat, sehingga masyarakat tahu dan kemudian tertarik untuk menggunakan produk tersebut. Seorang komunikator dalam komunikasi pemasaran harus mampu menjelaskan dan menyampaikan informasi mengenai suatu produk yang ditawarkan dengan bahasa yang komunikatif dan mudah dipahami. Selain itu komunikasi pemasaran sebagai usaha untuk menyampaikan pesan kepada publik, terutama konsumen sasaran mengenai keberadaan suatu produk di pasar (Kotler 2000) seperti yang dikutip oleh (Kusumastuti 2009).

Pelaku usaha melakukan berbagai upaya dalam rangka menjalankan komunikasi pemasaran yang efektif. Salah satunya dengan mengaplikasikan bauran promosi (promotion mix). Bauran menurut Tjiptono (2008) ialah tugas-tugas dimana perusahaan sebagai produsen mengenalkan, menyebarkan informasi, mempengaruhi konsumen melalui sebuah instrumen pemasaran yaitu periklanan, promosi penjualan, publisitas, penjualan tatap muka, dan pemasaran langsung. Sehingga konsumen dapat mengetahui, tertarik, dan selanjutnya membeli atau mengkonsumsi produk tersebut. Beberapa bentuk bauran promosi tersebut, antara lain periklanan (advertising), promosi penjualan (sales promotion), hubungan masyarakat dan publisitas (public relation and publicity), penjualan tatap muka (personal selling), dan penjualan langsung (direct selling).

Hal terkait pemasaran tersebut tidaklah mudah, namun di era digital saat ini, komunikasi pemasaran dapat ditunjang melalui penggunaan media. Media adalah penghubung antara sumber dan penerima dalam berkomunikasi. Media dapat digunakan untuk menginformasikan pesan dan berkomunikasi dengan konsumen, seperti media massa (media elektronik dan media cetak), media kelompok (video presentasi), media personal (katalog, profil korporat, dan folder), dan media hibrida (social media, internet, dan lain-lain). Saat ini, pemasaran melalui media dan bauran promosi dilakukan sebagai cara untuk menghadapi era perdagangan bebas, dimana kualitas daya saing menjadi kunci keberlangsungan usaha tersebut. Sebagaimana yang dilakukan oleh Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

(14)

mati, UMKM merupakan salah satu usaha yang berkembang. Hal ini disebabkan karena UMKM menggunakan bahan baku lokal, sehingga tidak menghadapi kesulitan keuangan akibat depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar yang terjadi pada saat krisis tersebut.

Usaha yang menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah ini bertujuan untuk mengembangkan perekonomian nasional. Hal ini didukung oleh Urata (2000) seperti yang dikutip oleh Sulistyastuti dan Dyah (2004) yang mengemukakan tentang beberapa peran UMKM, antara lain sebagai pemain utama dalam kegiatan ekonomi di Indonesia, penyedia kesempatan kerja, pemain penting dalam pembangunan ekonomi lokal dan pengembangan masyarakat, pencipta pasar dan inovasi melalui fleksibilitas dan sensivitas serta keterkaitan dinamis antar kegiatan perusahaan, dan memberikan kontribusi terhadap peningkatan ekspor non migas.

Menghadapi era pasar bebas di tahun 2015, persaingan tidak hanya terjadi antar produk dalam negeri, tetapi juga bersaing dengan produk-produk luar negeri, dimana hal tersebut sebagai implementasi bentuk kerjasama regional negara-negara yang tergabung dalam ASEAN. Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) adalah label bagi kerjasama tersebut. Sebuah negara dituntut untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang dapat mengelola dan menghasilkan produk yang mampu bertahan dan berdaya saing.

Upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah ialah meningkatkan kualitas daya saing melalui pengembangan sektor usaha. Sebagaimana yang dilakukan oleh pemerintah Kota Bogor. Bogor merupakan kota di Provinsi Jawa Barat yang masuk dalam pilihan destinasi pariwisata. Kota yang terkenal dengan sebutan kota hujan ini memiliki banyak tempat yang dapat dikunjungi, antara lain Kebun Raya Bogor, Museum Perjoangan, berbagai wisata kuliner, outlet, dan gerai produk kerajinan. Sebagaimana usaha kerajinan di Kota Bogor, dimana perkembangan sektor usaha tersebut didukung oleh lembaga yang menaungi, memfasilitasi, dan membantu para pelaku usaha khususnya UMKM kerajinan untuk terus berkembang, bertahan, dan berdaya saing. Beberapa lembaga tersebut yaitu Dewan Kerajinan Nasional (Dekranasda), Dinas Koperasi dan UMKM Kota Bogor, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, serta Dinas Perdagangan dan Industri.

Berbagai pelatihan, pameran, galeri produk, dan komunikasi pemasaran disediakan guna memfasilitasi perajin. Hal tersebut yang dimanfaatkan oleh para pelaku UMKM di Kota Bogor, Jawa Barat, khususnya UMKM dalam bidang kerajinan, seperti kerajinan wayang, sulaman, batik, kerajinan daur ulang sampah, dan lain-lain untuk meningkatkan kualitas daya saing. Berbagai produk kerajinan dihasilkan kemudian dipasarkan baik di Bogor, beberapa kota sekitar Bogor, nasional, regional hingga menembus pasar internasional. Menurut Dekranasda Kota Bogor, pengunjung khususnya dari negara lain, memiliki ketertarikan yang tinggi pada produk kerajinan Kota Bogor, seperti batik, wayang, alat musik tradisional, dan lain sebagainya.

(15)

atau 22.57 persen. Akan tetapi kuatnya persaingan di dunia usaha membuat para pelaku usaha, harus mampu beradaptasi dan bersaing secara sehat dengan produk impor yang mampu menembus pasar Indonesia melalui perdagangan bebas. Produk yang dihasilkan baik barang maupun jasa harus dapat menarik minat konsumen potensial dan mempertahankan konsumen tetap. Berbagai upaya dapat dilakukan agar produk dapat diketahui oleh masyarakat, salah satunya melalui strategi komunikasi pemasaran. Oleh karena itu, berdasarkan uraian di atas, maka hubungan pelaksanaan komunikasi pemasaran dengan tingkat kualitas daya saing UMKM kerajinan di Kota Bogor relevan untuk diteliti.

Masalah Penelitian

Sektor UMKM memiliki peran penting dalam perekonomian lokal dan nasional. Berbagai produk UMKM merambah pasar lokal, nasional, dan internasional. Akan tetapi, masuknya perdagangan bebas ke Indonesia, menjadi hambatan bagi UMKM untuk bersaing dengan kualitas produk impor. Menurut Kepala Kantor Koperasi dan UMKM Kota Bogor, para perajin di Kota Bogor kurang memiliki kreatifitas dalam mengembangkan produknya, selain itu belum mampu memenuhi permintaan pasar. Masalah lainnya ialah produk yang dihasilkan belum dapat menunjukkan ciri khas Kota Bogor dan belum banyak dikenal oleh masyarakat luas. Sehingga UMKM kerajinan tersebut membutuhkan suatu komunikasi pemasaran melalui bauran promosi dan penggunaan media komunikasi pemasaran untuk terus bertahan dan berkembang. Berdasarkan permasalahan di atas maka rumusan masalah yang akan diteliti, antara lain:

1. Bagaimana pelaksanaan komunikasi pemasaran yang digunakan oleh UMKM kerajinan di Kota Bogor?

2. Bagaimana tingkat kualitas daya saing UMKM kerajinan di Kota Bogor? 3. Bagaimana hubungan karakteristik UMKM kerajinan dengan

pelaksanaan komunikasi pemasaran?

4. Bagaimana hubungan pelaksanaan komunikasi pemasaran dengan tingkat kualitas daya saing UMKM kerajinan di Kota Bogor?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian bertujuan sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi pelaksanaan komunikasi pemasaran yang digunakan

oleh UMKM kerajinan di Kota Bogor.

2. Mengidentifikasi tingkat kualitas daya saing UMKM kerajinan di Kota Bogor

3. Menganalisis hubungan karakteristik UMKM kerajinan dengan pelaksanaan komunikasi pemasaran.

(16)

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini memiliki kegunaan sebagai berikut:

1. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam kebijakan tentang UMKM.

2. Bagi perusahaan, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan bagi perusahaan dalam menerapkan strategi komunikasi pemasaran.

3. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan mengenai hubungan komunikasi pemasaran dengan tingkat kualitas daya saing 4. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat memotivasi masyarakat

(17)

PENDEKATAN TEORITIS

Tinjauan Pustaka

Komunikasi Pemasaran

Komunikasi pemasaran adalah upaya komunikasi yang dilakukan untuk memperkenalkan produk suatu perusahaan baik barang atau jasa kepada masyarakat, sehingga masyarakat tahu dan kemudian tertarik untuk menggunakan produk tersebut. Seorang komunikator dalam komunikasi pemasaran harus mampu menjelaskan dan menyampaikan informasi mengenai suatu produk yang ditawarkan dengan bahasa yang komunikatif dan mudah dipahami.

Mengutip pendapat Shinta (2011), komunikasi pemasaran adalah aktivitas pemasaran yang berusaha untuk menyebarkan informasi, mempengaruhi/membujuk dan atau mengingatkan pasar sasaran atas perusahaan dan produknya agar bersedia menerima, membeli dan loyal pada produk yang ditawarkan perusahaan yang bersangkutan. Selain itu komunikasi pemasaran sebagai usaha untuk menyampaikan pesan kepada publik, terutama konsumen sasaran, mengenai keberadaan suatu produk di pasar (Kotler 2000) seperti yang dikutip oleh (Kusumastuti 2009).

Perusahaan melakukan berbagai upaya dalam rangka menjalankan komunikasi pemasaran yang efektif, salah satunya dengan mengaplikasikan bauran promosi. Bauran promosi menurut Tjiptono (2008) ialah tugas-tugas dimana perusahaan sebagai produsen mengenalkan, menyebarkan informasi, mempengaruhi konsumen melalui sebuah instrumen pemasaran (periklanan, promosi penjualan, publisitas, penjualan tatap muka, dan pemasaran langsung), sehingga konsumen sebagai kelompok sasaran dapat mengetahui, tertarik, dan selanjutnya membeli atau mengkonsumsi produk tersebut.

Berikut ini penjelasan mengenai bauran promosi, yaitu pertama, periklanan merupakan salah satu bentuk bauran promosi yang sudah sering digunakan oleh mayoritas produsen, baik iklan melalui media cetak (surat kabar, majalah, baliho, dan lain) maupun media elektronik (radio, televisi, dan lain-lain). Iklan dibuat semenarik mungkin dengan berbagai tampilan visual dan kata-kata yang singkat namun langsung pada inti/tujuan.

(18)

terhadap atribut produk, dan membujuk pelanggan untuk membeli sekarang; dan periklanan pengingat, bertujuan untuk memelihara hubungan dengan pelanggan, mengingatkan konsumen dimana harus membeli produk, dan menjaga merek dalam pikiran pelanggan selama musim sepi (Kotler dan Amstrong 2008).

Pemasar memulai dengan mengidentifikasi segmentasi dan motif pembeli. dalam mengembangkan program iklan. Menurut Kotler dan Keller (2009), setelah melakukan dua hal utama diatas, seorang manajer pemasaran dapat menggunakan lima keputusan utama yang dikenal dengan “lima M”, yaitu misi/mission: apa tujuan iklan anda?; uang/money: berapa banyak uang yang dapat kita habiskan?; pesan/message: apa pesan yang harus kita kirimkan?; media: apa media yang harus kita gunakan?; dan pengukuran/measurement: bagaimana kita harus mengevaluasi hasilnya.

Iklan dengan skala besar memungkinkan perusahaan manufaktur untuk menghasilkan produksi massal dengan biaya yang murah, dan membangun identitas merek untuk produk perusahaan tertentu. Besar biaya promosi sangat tergantung dari bentuk, tempat dan lama kegiatan (Syarif 2008). Pada era modern ini, tayangan iklan mendominasi program di televisi. Hal ini menunjukkan bahwa ketatnya persaingan di dunia bisnis produk, dimana produsen berlomba-lomba membujuk dan mempengaruhi masyarakat untuk membeli produknya. Perusahaan harus dapat membaca pasar. Menurut Kusumastuti (2009), periklanan mengandung enam elemen yaitu:

1. periklanan adalah suatu bentuk komunikasi yang memerlukan biaya. Kecuali iklan layanan masyarakat yang menggunakan ruang khusus yang tidak berbayar, walaupun harus membayar hanya dengan jumlah yang sedikit,

2. terdapat identifikasi produsen, dimana iklan tidak hanya menampilkan pesan mengenai kehebatan produk, tetapi juga pesan agar konsumen sadar mengenai perusahaan yang memproduksi produk tersebut,

3. upaya membujuk dan mempengaruhi konsumen melalui rancangan pesan,

4. periklanan membutuhkan elemen media massa sebagai media penyampai pesan,

5. sifatnya nonpersonal, dan

6. target audiens ditetapkan dengan jelas.

Jika produk tersebut merupakan produk yang tergolong dewasa, maka perusahaan berperan sebagai pemimpin pasar dan menggunakan mereka rendah. Tujuannya ialah untuk merangsang lebih banyak pembeli, sedangkan jika produk merupakan produk baru, seorang pemasar harus membuat merek tersebut lebih baik dari merek pesaing. Hal ini dilakukan untuk menyakinkan pasar tentang keunggulan merek.

(19)

dengan pengecer. Menurut Kusumastuti (2009), tiga tujuan dari promosi penjualan, antara lain merangsang permintaan oleh pengguna industri atau konsumen rumah tangga, memperbaiki kinerja pemasaran dan penjual kembali, dan sebagai suplemen periklanan, penjualan tatap muka, hubungan masyarakat, dan pemasaran langsung.

Sebagai contoh hubungan promosi penjualan dan periklanan, dimana promosi penjualan lebih menitikberatkan pada menciptakan tindakan segera dan berdasarkan daya tarik barang atau jasa, sedangkan periklanan cenderung untuk menciptakan citra dan berdasarkan pada daya tarik emosional. Jika keduanya digabungkan maka akan mampu meningkatkan jumlah konsumen, meningkatkan penggunaan produk oleh konsumen, dan membangun persepsi mengenai produk dan jasa yang ditawarkan. Promosi penjualan dapat dilakukan dalam bentuk media maupun non media, seperti undian, kupon, pameran, produk sampel, dan lain-lain.

Bentuk bauran promosi yang ketiga yaitu hubungan masyarakat dan publisitas. Publisitas digunakan oleh perusahaan dalam memasarkan produknya dengan kelebihan yang tidak dimiliki jika menggunakan media iklan, dimana taktik ini memberi informasi yang lebih lengkap. Publisitas adalah bentuk penyajian dan penyebaran ide, barang, dan jasa secara non personal, yang mana orang atau organisasi yang diuntungkan tidak membayar untuk itu. Hal ini disebabkan karena bauran ini merupakan pemanfaatan nilai-nilai berita yang terkandung dalam suatu produk untuk membentuk citra produk yang bersangkutan (Tjiptono 2008). Sebagai contoh press kits, seminar, pidato, sponshorship, dan lain-lain.

Keempat, penjualan tatap muka (personal selling) merupakan komunikasi langsung antara penjual dan calon pelanggan untuk memperkenalkan suatu produk kepada calon pelanggan dan membentuk pemahaman pelanggan terhadap produk sehingga mereka kemudian akan mencoba dan membelinya (Tjiptono 2008). Bauran promosi ini dinilai efektif untuk memasarkan produk dan membangun hubungan awal dengan pelanggan, walaupun perusahaan harus mengeluarkan biaya yang lebih mahal.

Terdapat beberapa fungsi dari penjualan tatap muka, yaitu menyampaikan pesan yang kompleks kepada konsumen potensial mengenai kebijakan dan produk perusahaan, mengadaptasi penawaran dan atau daya tarik promosional produk untuk kebutuhan yang unik dan konsumen yang spesifik, dan membujuk konsumen bahwa produk atau jasa perusahaan lebih baik atau setidak-tidaknya mempunyai sisi-sisi positif dibandingkan produk pesaing (Kusumastuti 2009). Contoh dari penjualan tatap muka, antara lain presentasi penjualan, pertemuan penjualan, program insentif, pasar malam, dan lain-lain.

(20)

Akan tetapi menurut Amir (2005) secara umum pemasar menggunakan dua strategi yaitu push dan pull. Strategi push, yaitu pemasar mendorong produk ke konsumen lewat berbagai komunikasi pemasaran ke saluran pemasaran, wholeseller, dan peritel. Contoh dari push strategy ialah penjualan personel dan promosi perdagangan. Pull strategy merupakan strategi dimana produsen lebih dulu menjalankan komunikasi pemasaran untuk konsumen akhir, umumnya melalui periklanan dan promosi penjualan.

Tabel 1 Perbandingan penggunaan bentuk komunikasi pemasaran Bentuk Sumber: Jon. G. Udel seperti yang dikutip oleh Kusumastuti (2009), “Komunikasi Bisnis”, Edisi Pertama, Bogor 2009, hal. 167

Bentuk komunikasi pemasaran lainnya yang masih efektif digunakan ialah Word of Mouth (WOM) atau berita dari mulut ke mulut, dimana produk diketahui oleh konsumen melalui konsumen lain yang sudah membeli dan menggunakan produk tersebut. Menurut Kotler dan Keller (2009), berita dari mulut ke mulut bisa sangat efektif untuk bisnis kecil yang di dalamnya pelanggan dapat merasakan hubungan yang lebih pribadi. Terdapat dua bentuk khusus berita dari mulut ke mulut, yaitu pemasaran Buzz dan Viral.

Pemasaran Buzz (gosip/perbincangan) menghasilkan ketertarikan, menciptakan publisitas, dan mengeskpresikan informasi relevan baru yang berhubungan dengan merek melalui sarana yang tak terduga atau bahkan mengejutkan. Pemasaran viral adalah pemasaran yang dapat mendorong konsumen menceritakan produk dan jasa yang dikembangkan perusahaan atau informasi audio, video, dan tertulis kepada orang lain secara online.

(21)

pesan itu dipahami, apakah pesan itu relevan, apakah pesan itu mampu bertahan, dan seberapa jauh pesan itu bergerak dari sumbernya (Kotler dan Keller 2009). Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Larasati (2011) pada UMKM Mitra binaan IPB. Hasil penelitian menunjukkan bahwa UMKM Mitra binaan IPB menggunakan lima bauran promosi tersebut dan WOM dalam pemasaran produknya. Namun pelaksanaan komunikasi pemasaran belum optimal terutama dari anggaran biaya promosi dan frekuensi pelaksanaannya.

Media Komunikasi Pemasaran

Kegiatan komunikasi pemasaran salah satunya adalah perlu dukungan dari media. Melalui pemilihan saluran komunikasi yang tepat, pesan dari penjual kepada pembeli dapat berlangsung efektif. Tjiptono (2008) menyatakan tujuan dari strategi pemilihan media ialah memilih media yang tepat untuk kampanye iklan dalam rangka membuat pelanggan menjadi tahu, paham, menentukan sikap, dan membeli produk yang dihasilkan perusahaan. Kusumastuti (2009) mengemukakan pendapat bahwa komunikasi pemasaran membagi media atas tiga kelompok, antara lain:

a. media massa, terdiri atas media elektronik dan media cetak.

b. media kelompok, biasa digunakan pada kegiatan-kegiatan yang melibatkan kelompok tertentu, misalnya video presentasi, dan

c. media personal, seperti katalog, profil korporat, dan folder.

Mugniesyah (2009) menyebutkan bahwa seiring dengan berkembangnya teknologi komunikasi dan informasi, mulai muncul media yang berbasis teknologi komputer dan menggabungkan semua fungsi media, sehingga media ini mampu menjangkau khalayak di banyak lokasi. Media tersebut dikenal dengan sebutan media hibrida yaitu internet dan media sosial. Seorang komunikator dalam komunikasi pemasaran harus cermat dalam memilih media apa yang akan digunakan dalam memasarkan produk kepada konsumen, karena media dalam hal ini berhubungan dengan segmentasi yang dipilih.

Suatu produk yang dihasilkan baik produk baru maupun produk lama membutuhkan media sebagai alat promosi. Hal tersebut bertujuan agar konsumen dan calon konsumen dapat mengetahui informasi produk yang bersangkutan baik harga, merek, dan ketersediaan di pasar. Menurut Kusumastuti (2009), efisiensi penggunaan media dilihat dari sejauh mana media itu dapat menjangkau sasaran secara tepat, frekuensi yang dibutuhkan, dan durasi tayang iklan pada media dengan intensitas tinggi.

(22)

Tabel 2 Profil kategori media utama penerimaan yang luas, tingkat kepercayaan tinggi.

Umur informasi pendek, kualitas gambar dan cetakan jelek, sedikit audiens yang meneruskan informasi (small “pass-along” audience)

Biaya tinggi, kebingungan yang tinggi, tingkat pemaparan yang cepat berlalu dan audiens kurang mempunyai daya seleksi

Radio

Mempunyai banyak pendengar, selektivitas geografi dan demografi yang tinggi dengan biaya yang rendah.

Audiens hanya mendengarkan saja, perhatian yang lebih rendah dibandingkan televisi, pemaparan yang cepat berlalu.

Majalah

Selektivitas demografi dan geografi yang tinggi, prestise dan kredibilitas, hasil cetakan berkualitas tinggi, berumur “Komunikasi Bisnis”, Edisi Pertama, Bogor 2009, hal. 173

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)

UMKM merupakan usaha yang mampu bertahan ketika krisis ekonomi terjadi di Indonesia. Usaha ini mampu menyerap tenaga kerja dan berkontribusi dalam mendistribusikan hasil-hasil pembangunan dan menggunakan sumber daya lokal. Terdapat ciri khas dari UMKM, yaitu modal yang kecil, jumlah pekerja yang sedikit, risiko yang sedikit tinggi tetapi return tinggi, biasanya digerakkan dari rumah tangga, dan membawa kewirausahaan bagi pemiliknya (Isnaini 2010).

Indonesia memiliki banyak UMKM, namun tidak seluruh UMKM ini berbadan hukum. Justru sebagian besar UMKM yang ada, yakni sekitar 95.1 persen dari jumlah unit usaha tidak berbadan hukum (BPS seperti yang dikutip oleh Tambunan 2009). Hal ini karena mayoritas UMKM memiliki modal yang sangat minim dan terbentur berbagai birokrasi dan persyaratan yang rumit dan kompleks untuk mendapatkan pelayanan dalam pengembangan usahanya. Menurut Sulistyastuti dan Dyah (2004), yang menjadi karakteristik UMKM adalah pemakaian bahan baku lokal. Keberadaan UMKM seringkali terkait dengan tingginya intensitas pemakaian bahan baku lokal. Selain itu juga dilihat dari lokasi, proses pengolahan, dan pasar atau tipe dari produk yang dihasilkan.

(23)

nilai penjualan seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (BI 2008).

Tabel 3 Perbedaan skala UMKM berdasarkan aset dan nilai penjualan

Jenis Usaha Aset (x) Nilai Penjualan (y)

Mikro ≤ 50 Juta ≤ 300 Juta

Kecil 50 Juta < x ≤ 500 Juta 300 Juta < y ≤ 2.5 M Menengah 500 Juta < x ≤ 10 M 2,5 M < y ≤ 50 M Sumber: UU No. 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah

Indonesia memiliki berbagai UMKM dengan bidang usaha yang beragam, seperti UMKM pangan, jasa, kerajinan, dan pertanian. Para pelaku UMKM menjalankan usaha sesuai kemampuan mereka, sebagai usaha untuk menghasilkan pemasukan dan memenuhi kebutuhan hidup. Mengacu pada data BPS yang dikutip oleh Tambunan (2009) diketahui bahwa sebagian besar pengusaha UMKM mengungkapkan alasan kegiatan usaha yang mereka lakukan adalah latar belakang ekonomi. Hal ini didukung dengan kondisi tingkat pendidikan pengusaha yang mayoritas tergolong rendah. Akan tetapi, beberapa pengusaha menjalankan bisnis keluarga secara turun-temurun.

Sebagian pengusaha kecil di Indonesia memiliki alasan berusaha karena adanya peluang bisnis dan pangsa pasar. Sedangkan latar belakang pengusaha menengah, antara lain motivasi dari pengusaha kecil, yakni melihat prospek usaha ke depan, adanya peluang dan pangsa pasar yang aman dan besar. Pada era perdagangan bebas saat ini, UMKM dimaksudkan sebagai usaha yang memberdayakan lokal agar dapat bersaing di pasar internasional dengan pemasaran melalui berbagai media komunikasi pemasaran.

(24)

Daya Saing UMKM

UMKM dalam usaha untuk mempertahankan keberadaannya harus dapat melihat peluang usaha dengan baik, khususnya saingan dari luar negeri melalui barang impor. Hal ini memunculkan suatu daya saing. Daya saing UMKM ialah kemampuan untuk memperoleh posisi dan mempertahankan diri dalam kompetisi dan pangsa pasar. Kunci suatu perusahaan untuk dapat berdaya saing ialah inovasi. Daya saing mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan produktivitas perusahaan dan memperluas akses pasar. Hal ini akan bermuara kepada peningkatan omset penjualan dan profitabillitas perusahaan (Rahmana, Iriani, dan Oktarina 2009).

Pengukuran daya saing UMKM dibagi menjadi daya saing produk dan daya saing perusahaan. Daya saing produk melihat bagaimana perusahaan tersebut dalam menghasilkan produk, sedangkan daya saing perusahaan merupakan cerminan dari daya saing produk, dimana tingkat daya saing sebuah perusahaan mendorong atau menentukan daya saing produk yang dibuatnya (Tambunan 2009).

Indikator-indikator yang dapat digunakan dalam pengukuran daya saing, yaitu pertumbuhan nilai atau volume output, pangsa PDB, pangsa pasar, nilai omset, profit, tingkat pendidikan rata-rata pekerja dan pengusaha, pengeluaran R&D, jumlah sertifikat standardisasi yang dimiliki dan jumlah paten yang dibeli, standardisasi, jenis teknologi yang digunakan, produktivitas atau efisiensi, nilai mesin dan peralatan produksi atau nilai aset, jumlah pengeluaran promosi, dan jaringan kerja atau kerja sama dengan pihak lain.

Persaingan di dunia usaha menjadi acuan bagi pelaku usaha untuk terus mengembangkan usaha dan berdaya saing tinggi. Pada era teknologi saat ini, hal tersebut bukan suatu hal yang sulit. Teknologi yang dikembangkan dapat digunakan untuk terus meningkatkan produktivitas usaha. Perusahaan berdaya saing tinggi umumnya merupakan perusahaan yang produktif. Produktivitas pun berkaitan dengan laju pertumbuhan nilai, dimana menurut Tambunan (2009) laju pertumbuhan nilai/volume output tidak hanya menunjukkan tingkat kemampuan produksi dari sebuah perusahaan, tetapi juga mencerminkan adanya permintaan pasar terhadap produk tersebut. Permintaan pasar tersebut dapat meningkatkan nilai omset perusahaan.

Selanjutnya dari tingkat profit, artinya semakin besar daya saing maka semakin besar keuntungannya, dengan asumsi faktor-faktor lain tidak berubah. Akan tetapi untuk pasar dalam negeri, karena tidak ada data mengenai berapa banyak produk yang dibuat UMKM dijual di pasar dalam negeri, maka distribusi output menurut skala usaha dan sektor dapat digunakan. Sebuah perusahaan yang nilai omsetnya terus meningkat setiap tahun, yang artinya ada permintaan pasar terhadap produknya, adalah perusahaan yang berdaya saing tinggi. Indikator lainnya ialah luas cakupan pasar, dimana dapat dilihat dari segmentasi pasar sasaran dari produk suatu perusahaan. Segmentasi memiliki ciri khusus, yaitu usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, dan lain-lain. Perencanaan segmentasi harus dilakukan secara efektif dan efisien, jika tidak akan mengakibatkan pengeluaran biaya promosi dan waktu yang terlalu tinggi.

(25)

beli, dan sebagainya. Kedua, analisis pesaing, dimana menganalisis pesaing langsung (direct competitor) dan tidak langsung (indirect competitor). Pesaing langsung ialah pesaing yang memiliki hubungan langsung dengan produk, sedangkan pesaing tidak langsung yaitu perusahaan yang memiliki produk berbeda tetapi keberadaan produk bersifat substitutif. Ketiga, menetapkan pasar sasaran. Langkah ini menjadi fokus dari hasil, tujuan, dan pencapaian yang diharapkan perusahaan. Proses ini ditentukan melalui identifikasi pasar tentang kebutuhan yang belum terpuaskan, menentukan segmentasi pasar, menyeleksi pasar sasaran, dan pemosisian perusahaan melalui strategi pemasaran.

Kerangka Penelitian

Sektor UMKM merupakan usaha yang menjadi salah satu penunjang pembangunan ekonomi negara. Kuatnya persaingan di dunia usaha membuat para pelaku usaha, khususnya pelaku UMKM harus mampu beradaptasi dan bersaing sehat dengan produk impor yang mampu menembus pasar Indonesia melalui perdagangan bebas. Produk yang dihasilkan baik barang maupun jasa harus dapat menarik minat calon konsumen dan mempertahankan konsumen tetap.

Gambar 1 Kerangka pemikiran

Keterangan:

: berhubungan

Karakteristik UMKM dapat dilihat dari modal yang kecil, jumlah pekerja yang minim, terbentur birokrasi, pemakaian bahan baku lokal, skala usaha dan - Frekuensi Penggunaan Media - Frekuensi Penggunaan Bauran

(26)

penelitian ini karakteristik UMKM dilihat hanya dari skala usaha dan tingkat pendidikan pelaku usaha. Hal ini karena kedua variabel ini dapat mewakili pengukuran karakteristik UMKM di Kota Bogor. Variabel lainnya ditanyakan dalam kuesioner sebagai data tambahan, sedangkan untuk jenis bidang usaha tidak dijadikan variabel pengukuran karena responden bersifat homogen yaitu UMKM yang bergerak di bidang kerajinan.

Skala usaha diukur berdasarkan aset dan nilai penjualan sebagaimana yang disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008, dimana karakteristik tersebut diduga berhubungan dengan pelaksanaan komunikasi pemasaran. Berbagai upaya dapat dilakukan agar produk dapat diketahui oleh masyarakat, salah satunya melalui pelaksanaan komunikasi pemasaran yang terdiri dari ragam media komunikasi (media personal, media kelompok, dan media massa), ragam bauran promosi (periklanan, promosi penjualan, hubungan masyarakat dan publisitas, penjualan tatap muka, dan pemasaran langsung), frekuensi penggunaan media komunikasi dan bauran promosi, dan biaya pelaksanaan.

Komunikasi pemasaran yang dilakukan diduga berhubungan dengan tingkat kualitas daya saing UMKM yang dapat diukur dari pertumbuhan nilai atau volume output, pangsa PDB, pangsa pasar, nilai omset, profit, tingkat pendidikan rata-rata pekerja dan pengusaha, pengeluaran R&D, jumlah sertifikat standardisasi yang dimiliki dan jumlah paten yang dibeli, standardisasi, jenis teknologi yang digunakan, produktivitas atau efisiensi, nilai mesin dan peralatan produksi atau nilai aset, jumlah pengeluaran promosi, dan jaringan kerja atau kerja sama dengan pihak lain. Akan tetapi dalam penelitian ini tingkat kualitas daya saing dilihat hanya dari tingkat produktivitas, tingkat profit, dan luas cakupan pasar. Hal ini karena variabel tersebut dapat mewakili pengukuran untuk melihat tingkat kualitas daya saing UMKM di Kota Bogor

Hipotesis

Hipotesis penelitian ini disajikan sebagai berikut:

1. Diduga terdapat hubungan antara skala usaha dengan ragam media komunikasi

2. Diduga terdapat hubungan antara skala usaha dengan ragam bauran promosi

3. Diduga terdapat hubungan antara skala usaha dengan frekuensi penggunaan media

4. Diduga terdapat hubungan antara skala usaha dengan frekuensi penggunaan bauran promosi

5. Diduga terdapat hubungan antara skala usaha dengan biaya pelaksanaan komunikasi pemasaran

6. Diduga terdapat hubungan antara tingkat pendidikan pelaku usaha dengan ragam media komunikasi

7. Diduga terdapat hubungan antara tingkat pendidikan pelaku usaha dengan ragam bauran promosi

(27)

9. Diduga terdapat hubungan antara tingkat pendidikan pelaku usaha dengan frekuensi bauran promosi

10.Diduga terdapat hubungan antara tingkat pendidikan pelaku usaha dengan biaya pelaksanaan komunikasi pemasaran

11.Diduga terdapat hubungan antara ragam media komunikasi dengan tingkat kualitas daya saing UMKM

12.Diduga terdapat hubungan antara ragam bauran promosi dengan tingkat kualitas daya saing UMKM

13.Diduga terdapat hubungan antara frekuensi penggunaan media dengan tingkat kualitas daya saing UMKM

14.Diduga terdapat hubungan antara frekuensi penggunaan bauran promosi dengan tingkat kualitas daya saing UMKM

15.Diduga terdapat hubungan antara biaya pelaksanaan komunikasi pemasaran dengan tingkat kualitas daya saing UMKM

16.Diduga terdapat hubungan antara pelaksanaan komunikasi pemasaran dengan tingkat kualitas daya saing UMKM

Definisi Operasional

1. Karakteristik UMKM

Merupakan ciri-ciri yang menggambarkan UMKM, dimana hal tersebut mempengaruhi pelaksanaan komunikasi pemasaran. Karakteristik ini dapat dilihat dari beberapa variabel, yaitu skala usaha dan tingkat pendidikan pelaku usaha

a. Skala usaha dapat dilihat dari pengkategorian UMKM yang didasarkan atas aset (diluar tanah dan banguan) serta nilai penjualan tahunan yang dihitung dalam rupiah. Skala usaha diukur dengan skala ordinal. Ketetapan skala usaha dapat dikategorikan berdasarkan ketentuan UU No. 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah seperti dapat dilihat di Tabel 3. Variabel ini dapat dikategorikan dengan skor sebagai berikut: mikro (skor 1); kecil (skor 2); dan menengah (skor 3).

b. Tingkat pendidikan pelaku usaha ialah pendidikan formal yang pernah ditempuh. Dalam hal ini jenjang pendidikan formal yang pernah dijalani oleh pelaku UMKM baik pemilik usaha maupun pekerja. Variabel tingkat pendidikan diukur dengan skala ordinal, selanjutnya dikategorikan dengan skor sebagai berikut: rendah (tidak bersekolah atau lulus SD) skor 1; sedang (lulus SMP atau SMA) skor 2; dan tinggi (Perguruan Tinggi) skor 3.

2. Pelaksanaan Komunikasi Pemasaran

(28)

pemasaran yang dilakukan oleh UMKM terdiri dari ragam media komunikasi, bauran promosi, frekuensi pelaksanaan, dan biaya pelaksanaan. Keempat variabel tersebut diukur dengan menggunakan skala ordinal yang dikategorikan berdasarkan rataan skor, yaitu: rendah (skor 5-8); sedang (skor 9-12); tinggi (skor 13-15).

a. Ragam media komunikasi ialah variasi jenis media komunikasi yang digunakan oleh UMKM dalam menjalankan komunikasi pemasaran, seperti media massa, media kelompok, dan media personal. Variabel ini merupakan skala ordinal yang diukur dengan lima pilihan ragam media dengan pilihan jawaban jika Ya (skor 2) dan Tidak (skor 1). Berikut kategori skor yang digunakan: rendah (skor 1) apabila akumulasi skor dari semua pertanyaan 5-6; sedang (skor 2) apabila akumulasi skor dari semua pertanyaan 7-8; dan tinggi (skor 3) apabila akumulasi skor dari semua pertanyaan 9-10.

b. Ragam bauran promosi adalah variasi bentuk komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh UMKM untuk memperkenalkan produknya kepada konsumen. Terdapat beberapa bauran promosi, yaitu periklanan, promosi penjualan, publisitas, penjualan tatap muka, dan pemasaran langsung. Variabel ini merupakan skala ordinal yang diukur dengan tujuh pilihan ragam media dengan pilihan jawaban jika Ya (skor 2) dan Tidak (skor 1). Dikategorikan dengan skor sebagai berikut: rendah (skor 1) apabila akumulasi skor dari semua pertanyaan 7-9; sedang (skor 2) apabila akumulasi skor dari semua pertanyaan 10-12; dan tinggi (skor 3) apabila akumulasi skor dari semua pertanyaan 13-14.

c. Tingkat frekuensi penggunaan media komunikasi ialah tingkat atau derajat yang menyatakan keseringan dari pelaku UMKM dalam melaksanakan komunikasi pemasaran melalui penggunaan media komunikasi dalam kurun waktu satu tahun. Variabel ini tergolong skala ordinal, yang dikategorikan sebagai berikut: rendah (skor 1) apabila frekuensi pelaksanaan kurang dari rata-rata frekuensi pelaksanaan responden di lapang; sedang (skor 2) apabila frekuensi pelaksanaan sama dengan rata-rata frekuensi pelaksanaan responden di lapang; dan tinggi (skor 3) apabila frekuensi pelaksanaan lebih dari rata-rata frekuensi pelaksanaan responden di lapang.

(29)

dan tinggi (skor 3) apabila frekuensi pelaksanaan lebih dari rata-rata frekuensi pelaksanaan responden di lapang.

e. Biaya pelaksanaan komunikasi pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan oleh UMKM untuk melaksanakan komunikasi pemasaran. Variabel ini tergolong skala ordinal, yang dikategorikan sebagai berikut: rendah (skor 1) apabila biaya pelaksanaan kurang dari rata-rata biaya pelaksanaan responden di lapang; sedang (skor 2) apabila biaya pelaksanaan sama dengan rata-rata biaya pelaksanaan responden di lapang; dan tinggi (skor 3) apabila biaya pelaksanaan lebih dari rata-rata biaya pelaksanaan responden di lapang.

3. Tingkat Kualitas Daya Saing UMKM

Kualitas daya saing ialah derajat kemampuan untuk mempertahankan usaha di dalam pasar. Kualitas daya saing dapat diukur dari tingkat produktivitas, tingkat profit, dan luas cakupan pasar. Ketiga variabel tersebut diukur dengan menggunakan skala ordinal yang dikategorikan berdasarkan rataan skor, yaitu: rendah (skor 3-5), sedang (skor 6-7), tinggi (skor 8-9).

a. Tingkat produktivitas merupakan ukuran produksi UMKM dalam menjalankan usaha. Hal ini diukur dengan membandingkan nilai omset yang dihasilkan UMKM dengan jenis bidang usaha yang sama dalam periode satu tahun. Variabel ini tergolong skala ordinal, dengan kategori skor sebagai berikut: rendah (skor 1) apabila tingkat produktivitas kurang dari rata-rata tingkat produktivitas responden di lapang; sedang (skor 2) apabila tingkat produktivitas sama dengan rata-rata tingkat produktivitas responden di lapang; dan tinggi (skor 3) apabila tingkat produktivitas lebih dari rata-rata tingkat produktivitas responden di lapang.

b. Tingkat profit ialah derajat atau ukuran laba atau keuntungan usaha yang dijalankan oleh UMKM. Profit diukur dengan membandingkan keuntungan yang didapat dengan jenis bidang usaha yang sama dalam periode satu tahun. Variabel ini tergolong skala ordinal, dengan kategori skor sebagai berikut: rendah (skor 1) apabila tingkat profit kurang dari rata-rata tingkat profit responden di lapang; sedang (skor 2) apabila tingkat profit sama dengan rata-rata tingkat profit responden di lapang; dan tinggi (skor 3) apabila tingkat profit lebih dari rata-rata tingkat profit responden di lapang.

(30)
(31)
(32)

PENDEKATAN LAPANGAN

Metode Penelitian

Penelitian tentang hubungan komunikasi pemasaran dengan tingkat kualitas daya saing ini merupakan penelitian kuantitatif yang didukung oleh data kualitatif. Metode kuantitatif merupakan penelitian dengan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang diperoleh dari responden, sedangkan data-data kualitatif diperoleh dengan melakukan wawancara mendalam dengan informan (Singarimbun dan Efendi 1989).

Lokasi dan Waktu

Lokasi penelitian ini ialah UMKM kerajinan di Kota Bogor, Jawa Barat (Lampiran 1). Lokasi tersebut dipilih dengan pertimbangan, antara lain:

a. UMKM merupakan usaha yang terus berkembang saat ini dengan

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September 2014 sampai dengan Januari 2015. Kegiatan dalam penelitian ini meliputi penyusunan proposal skripsi, kolokium, pengambilan data lapang, pengolahan dan analisis data, penulisan draft skripsi, uji petik, sidang skripsi, dan perbaikan laporan skripsi (Lampiran 2).

Teknik Pengambilan Informan dan Responden

Subjek dalam penelitian ini terdiri dari responden dan informan. Responden ialah orang yang memberikan informasi mengenai diri mereka sebagai sumber data. Responden penelitian ini ialah pemilik UMKM kerajinan di Kota Bogor. Responden tersebut diwawancara, dimana jawaban dari responden akan diisikan pada kuesioner karena jawabannya dianggap dapat mewakili kondisi UMKM kerajinan di Kota Bogor. Responden yang menjawab pertanyaan peneliti ialah pemilik maupun staf dari UMKM dalam bidang usaha kerajinan di Kota Bogor. Populasi penelitian sensus ini ialah seluruh UMKM kerajinan di bawah naungan Dekranasda Kota Bogor sebanyak 64 UMKM. Akan tetapi setelah di lapangan penelitian, hanya 30 UMKM kerajinan di Kota Bogor yang masih aktif menjalankan usaha, aktif melaksanakan komunikasi pemasaran, dan bersedia diwawancara. (Lampiran 3).

(33)

Teknik Pengumpulan Data

Penelitian tentang hubungan komunikasi pemasaran dengan kualitas daya saing ini merupakan penelitian kuantitatif yang didukung oleh data kualitatif. Metode kuantitatif merupakan penelitian dengan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data, sedangkan data-data kualitatif diperoleh dengan melakukan wawancara mendalam dengan informan.

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber pertama yaitu pihak UMKM kerajinan. Pengumpulan data primer didukung dengan kuesioner yang dimaksudkan sebagai suatu daftar pertanyaan untuk memperoleh data berupa jawaban-jawaban dari para responden serta ditujukan untuk memperoleh informasi yang relevan dengan tujuan penelitian. Pengumpulan data penelitian ini juga menggunakan observasi (pengamatan langsung) yang dilakukan oleh peneliti di bengkel atau rumah produksi produk UMKM.

Selain itu akan dilakukan wawancara mendalam dengan pihak Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Kota Bogor, Dewan Kerajinan Nasional (Dekranasda), Pemerintah Kota Bogor, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bogor, dan Dinas Koperasi dan UMKM Kota Bogor sebagai lembaga yang menaungi UMKM di Kota Bogor. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari dokumen lembaga yang menaungi UMKM dan berbagai literatur yang relevan dengan penelitian ini, yaitu buku, jurnal penelitian, skripsi, dan internet.

Metode pengambilan data pada penelitian ini adalah sensus, dimana diambil seluruh UMKM kerajinan yang ada di Kota Bogor dengan beberapa kriteria responden. Populasi penelitian sensus ini ialah seluruh UMKM kerajinan di bawah naungan Dekranasada Kota Bogor sebanyak 64 UMKM. Akan tetapi setelah di lapangan penelitian, hanya 30 UMKM kerajinan di Kota Bogor yang masih aktif menjalankan usaha, aktif melaksanakan komunikasi pemasaran, dan bersedia diwawancara. Data jumlah UMKM diperoleh dari lembaga yang menaungi UMKM kerajinan di Kota Bogor. Beberapa kriteria pemilihan responden, yaitu:

1. Populasi dalam penelitian ini merupakan populasi heterogen yaitu UMKM kerajinan.

2. Lokasi UMKM berada di wilayah Kota Bogor, Jawa Barat.

3. UMKM kerajinan merupakan UMKM yang masih aktif menjalankan usahanya dan melaksanakan komunikasi pemasaran.

(34)

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data kuesioner yang diperoleh dianalisis secara kuantitatif. Setelah seluruh data terkumpul adalah melakukan pengkodean data. Kegiatan ini bertujuan untuk menyeragamkan data. Setelah pengkodean, tahap selanjutnya adalah perhitungan persentase jawaban responden yang dibuat dalam bentuk tabulasi silang. Data yang dikumpulkan selanjutnya diolah secara statistik dengan mengunakan software SPSS (Statistical Program for Social Sciences) for Windows versi 16.0 dan Microsoft Exel 2010.

Beberapa variabel akan disajikan dalam bentuk diagram lingkaran (pie chart), yaitu latar belakang usaha, skala usaha, tingkat pendidikan pemilik usaha, tingkat pendidikan pekerja, hambatan pengembangan UMKM kerajinan, pihak yang membantu pelaksanaan komunikasi pemasaran, pelaksanaan komunikasi pemasaran, penggunaan ragam media komunikasi, penggunaan media komunikasi, penggunaan ragam bauran promosi, penggunaan bauran promosi, dan tingkat kualitas daya saing. Selain itu juga dilakukan tabulasi silang pada beberapa variabel yaitu antara skala usaha dengan tingkat pendidikan pemilik usaha, skala usaha dengan tingkat pendidikan pekerja, skala usaha dan frekuensi penggunaan media komunikasi, skala usaha dan frekuensi penggunaan bauran promosi, skala usaha dan biaya pelaksanaan komunikasi pemasaran, skala usaha dan tingkat produktivitas, skala usaha dan tingkat profit, serta skala usaha dan luas cakupan pasar.

(35)
(36)
(37)
(38)

GAMBARAN UMUM UMKM KERAJINAN DI KOTA BOGOR

Menurut data dari Pemerintah kota, Kota Bogor merupakan kota yang termasuk wilayah administrasi Provinsi Jawa Barat yang secara geografis terletak antara 1060 480 BT dan 60 260 LS. Sebagaimana kota-kota lainnya di Indonesia, Kota Bogor mendapat sebutan sebagai kota hujan, dimana suhu rata-rata berada pada 260 C dengan curah hujan sekitar 3500-4000 mm setiap tahunnya. Berdasarkan data Pemerintahan Kota Bogor pada tahun 2014, luas wilayah Kota bogor sebesar 11.850 Ha terdiri dari 6 kecamatan dan 68 kelurahan. Selain itu Kota Bogor juga berbatasan dengan wilayah lainnya, sebagai berikut:

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Kemang, Bojong Gede, dan Kecamatan. Sukaraja Kabupaten Bogor.

- Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor.

- Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Darmaga dan Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor.

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor.

Kota Bogor tergolong daerah suburban yang letaknya strategis dan dekat dengan wilayah ibukota Jakarta. Hal ini menjadi sumber potensi bagi perekonomian kota, mulai dari jasa perdagangan, transportasi, hingga pariwisata. Karena potensi tersebut, Kota Bogor menjadi salah satu tujuan wisata bagi pengunjung, baik domestik maupun mancanegara. Berbagai destinasi wisata terdapat di kota ini, yaitu wisata kuliner, wisata sejarah, pendidikan, fashion, dan hotel. Selain itu kota yang berlambang kujang ini juga memiliki produk-produk kerajinan yang dapat menjadi cinderamata bagi para pengunjung.

Sektor usaha khususnya kerajinan di Kota Bogor tergolong usaha yang berkembang, dimana sektor ini memberi kontribusi bagi peningkatan perekonomian Kota Bogor. Berdasarkan data Bagian Ekonomi Pemerintah Kota Bogor pada tahun 2014, pada tahun 2012 PDRB Kota Bogor sebesar Rp 22,712,531.28 atau sekitar 18.96 persen, kemudian mengalami peningkatan sebesar 3.61 persen pada tahun 2013 dengan PDRB sebesar Rp 27,035,861.34 atau 22.57 persen. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) kerajinan di Kota Bogor sudah mulai berkembang sejak tahun 2000 bahkan pada tahun 1995 jumlah UMKM mulai bertambah.

(39)

Dasar hukum lainnya adalah Keputusan Ketua Dekranas Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 06/SK/DEKRANDA/IV/2014 tanggal 24 April 2014 Tentang Penetapan Pengurus Dekranasda Daerah Kota Bogor 2014-2019. Adapun tujuan pembentukan Dekranasda, antara lain:

1. mendorong terciptanya produk kerajinan khas dan unggulan Kota Bogor,

2. menciptakan peluang pasar yang luas bagi produk kerajinan Kota Bogor,

3. memfasilitasi pengrajin Kota Bogor dalam memperoleh berbagai akses bagi pengembangan usaha, dan

4. terciptanya sinergitas dan kerjasama yang saling menguntungkan antara perajin Kota Bogor dengan stakeholders maupun masyarakat Kota Bogor.

Dekranasda berperan sebagai lembaga yang menaungi dan membantu pengembangan usaha kerajinan, salah satunya ialah kegiatan promosi. Pelaku usaha kerajinan atau perajin dapat menyimpan produknya di galeri, sehingga para pengunjung yang datang dapat mengetahui, tertarik, dan membeli produk kerajinan tersebut. Selain itu, Dekranasda sebagai lembaga independen yang mewadahi pelaku UMKM kerajinan untuk selalu inovatif dan kreatif. Perkembangan UMKM kerajinan juga

Dekranasda juga bekerja sama dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Dinas Koperasi dan UMKM, dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Ketika dinas-dinas itu mengadakan pelatihan, maka anggota dan perajin Dekranasda dilibatkan. Selain itu menjadi rumah menjadi perajin. Ada interaksi berupa saung untuk berkumpul, sharing ilmu. Disana ada simbiosis mutualisme dan kontak dagang. Dekranasda Bogor juga menjadi acuan untuk studi banding dari daerah lain,” RHA, Kepala Subbagian Sarana Perekonomian dan Produksi.

Berbagai produk kerajinan dihasilkan oleh para perajin di Kota Bogor, seperti keramik berbahan dasar tanah liat, wayang golek dari kayu lame, tas dari sampah plastik, kerajinan batik, mozaik batik, aksesoris, dan lain sebagainya. Produk-produk tersebut merupakan hasil kerajinan tangan (handmade) yang memiliki keunikan tersendiri. Mayoritas dari perajin tersebut menyimpan produk mereka di showroom Dekranasda untuk dibantu dalam hal pemasaran. Akan tetapi, saat ini terdapat pergantian manajemen baru, sehingga pengelolaan Dekranasda masih belum optimal.

(40)

Latar Belakang Usaha

Sebuah usaha didirikan dengan berbagai latar belakang dan tujuan yang ingin dicapai oleh pelaku usaha. UMKM merupakan sektor yang berkembang saat ini dan memiliki peran yang signifikan bagi perekonomian suatu daerah. Hal yang sama terjadi pada UMKM kerajinan di Kota Bogor, Jawa Barat, dimana bidang usaha ini mampu meningkatkan PDRB Kota Bogor sebesar 3,61 persen pada tahun 2013. Pada tahun 2014 terdapat sekitar 64 UMKM kerajinan yang terdaftar di Pemerintahan Kota Bogor. Akan tetapi hanya sebagian yang masih aktif menjalankan usaha. Berbagai alasan melatarbelakangi para pelaku usaha kerajinan tersebut untuk mendirikan usaha seperti karena hobi, usaha turunan keluarga (warisan), adanya prospek dan peluang usaha, pemberdayaan, dan keinginan melestarikan budaya. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Persentase latar belakang UMKM kerajinan di Kota Bogor pada tahun 2014

Persentase diatas menunjukkan bahwa sebesar 63 persen pelaku usaha kerajinan di Kota Bogor memulai usaha dari sebuah hobi. Beberapa UMKM tersebut mayoritas merupakan UMKM yang menghasilkan produk berupa aksesoris, seperti gelang, kalung, bros, sepatu, pajangan meja, tas, dan figura.

Kalau saya sih awalnya dari hobi mengoleksi aksesoris kayak bros untuk jilbab, lalu saya terus belajar bagaimana merangkai bahan-bahan bros seperti pita, payet, kawat.”- HTI, pemilik UMKM NCN

(41)

Selain itu, sebesar 10 persen pendirian UMKM kerajinan di Kota Bogor dilatarbelakangi oleh faktor warisan atau usaha turunan keluarga, prospek dan peluang usaha, dan pemberdayaan. Usaha yang berasal dari warisan, umumnya sudah berdiri sejak lama. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat tiga UMKM yang merupakan usaha turunan keluarga, seperti usaha yang menghasilkan produk cincin yang berdiri pada tahun 2000, alat musik gong berdiri sejak tahun 1985, dan wayang golek yang berdiri sejak tahun 2000.

Kemudian beberapa responden mendirikan usaha karena melihat adanya prospek dan peluang, seperti UMKM HBP. Usaha ini berdiri karena melihat banyak yang berkunjung ke Kota Bogor dan membeli kaos bergambar berbagai hal yang menunjukkan kota tersebut, sehingga pemilik usaha membuat usaha kaos tematik Kota Bogor. Selain itu, kaos tersebut dijadikan sebagai alat promosi Kota Bogor. Produk kaos tematik lainnya dihasilkan oleh UMKM BLO.

Ide untuk membuat kaos tematik dari obrolan iseng dengan teman-teman. Tujuan awalnya kita mau orang yang datang ke Kota Bogor, pas pulang bisa bawa sesuatu yang mengingatkan terhadap kota ini. Nah salah satunya melalui kaos. Segala usia bisa memakainya.”-NMH, pemilik UMKM BLO.

Latar belakang lainnya ialah pemberdayaan. Usaha yang berbasis pemberdayaan ini mengajak masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah produksi sebagai tenaga kerja. Hal ini menunjukkan bahwa UMKM dapat merupakan usaha padat karya yang mampu menyerap tenaga kerja. Sebagaimana pada UMKM NHC, dimana pemilik usaha mengajak masyarakat sekitar rumah, khususnya perempuan untuk bekerja. Mereka diberikan tugas dan dibayar sesuai bagian pekerjaan yang mereka lakukan, seperti melinting, mencuci kemasan, dan menjahit. Usaha yang memiliki omset Rp 5,000,000/bulan ini menghasilkan berbagai barang berbahan dasar kemasan plastik bekas, yaitu tas wanita, ransel, baju, gantungan kunci, vas bunga, dan lain-lain.

Kita disini ada bank sampah. Ibu-ibu sekitar yang punya sampah kemasan plastik misalnya bekas bungkus kopi, detergen dikumpulkan, dibersihkan, lalu dikasih ke saya. Jadi bukan kemasan di tempat sampah yang diambil, tapi memang kemasan yang masih bersih. Nanti saya bayar ke mereka sebesar Rp

10.000.”-SHH, pemilik UMKM NHC

Hal yang sama juga dilakukan oleh UMKM SGA dan SRE. SGA mengajak anak-anak sekitar Center for International Forestry Research (CIFOR) Bogor, untuk membuat kaos lukis, mug lukis, dan lain-lain. UMKM ini juga menyediakan semacam saung untuk tempat berkumpul. Sedangkan SRE mempekerjakan masyarakat sekitar untuk melinting koran bekas yang menjadi bahan utama untuk membuat berbagai produk, seperti tempat sampah, tas, kursi, lampion, dan lain sebagainya.

(42)

dompet, hingga sepatu mampu dihasilkan setiap bulannya. Selain itu, mereka memproduksi kain batik sendiri, yakni batik tulis, batik cap, dan printing bermotif batik. Kedua, UMKM GBS. Usaha ini didirikan oleh seorang seniman yang memiliki keinginan untuk melestarikan alat musik tradisional Indonesia. Memulai usaha pada tahun 2007, UMKM ini sudah menghasilkan alat musik kecapi, gendang, dan beberapa alat musik modern seperti gitar, biola, bas berbahan dasar bambu.

Cita-cita saya ingin alat musik tradisional tetap lestari, tapi anak muda sekarang mana ada yang mau memainkannya.”-DAN, pemilik UMKM GBS

Karakteristik UMKM Kerajinan

UMKM kerajinan di Kota Bogor dapat dilihat dari segi karakteristik yang dimilikinya, yaitu skala usaha dan pendidikan pelaku usaha yang terdiri dari pemilik dan pekerja UMKM.

Skala Usaha

Skala usaha UMKM dapat ditinjau berdasarkan aset usaha (di luar tanah dan bangunan) dan nilai penjualan. Terdapat penggolongan jenis usaha mikro, kecil, dan menengah menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Skala UMKM Kerajinan di Kota Bogor dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Persentase skala UMKM kerajinan di Kota Bogor pada tahun 2014

(43)

kuantitas dan kualitas produksi karena berbagai hambatan seperti modal, tenaga kerja, dan hambatan lainnya.

Kemudian sebesar 13 persen tergolong usaha kecil dengan aset 50 juta-500 juta dan nilai penjualan sebesar 300 juta-2.5 Miliar. UMKM yang termasuk dalam kelompok ini mayoritas sudah berdiri lama sekitar tujuh sampai 16 tahun. Selain itu, usaha mereka sudah memiliki strategi untuk mengembangkan usaha. Selanjutnya berdasarkan hasil penelitian, tidak terdapat usaha yang tergolong skala menengah.

Tingkat Pendidikan Pelaku Usaha

Tingkat pendidikan pelaku usaha merupakan jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh pemilik dan pekerja UMKM. Pendidikan yang didapat oleh para pelaku usaha menjadi modal bagi pendirian dan pengembangan usaha kerajinan.

Tingkat Pendidikan Pemilik UMKM

Pemilik usaha merupakan individu maupun kelompok yang mendirikan usaha baik dengan modal sendiri atau pinjaman. Berdasarkan hasil penelitian mengenai tingkat pendidikan pemilik UMKM kerajinan di Kota Bogor menunjukkan bahwa sebagian besar pemilik usaha kerajinan memiliki pendidikan yang tergolong sedang (lulus SMP atau SMA) yaitu sebesar 63 persen, tingkat pendidikan tinggi (perguruan tinggi) sebesar 37 persen, dan tidak ada pemilik usaha yang termasuk tingkat pendidikan rendah (tidak sekolah atau lulus SD).

Gambar 4 Persentase tingkat pendidikan pemilik UMKM kerajinan di Kota Bogor pada tahun 2014

(44)

kerajinan. Para pemilik UMKM kerajinan berasal dari tingkat pendidikan yang berbeda. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Jumlah dan persentase skala usaha menurut tingkat pendidikan pemilik UMKM kerajinan di Kota Bogor pada tahun 2014

Hasil penelitian pada Tabel 4 menunjukkan bahwa sebagian besar pemilik UMKM memiliki tingkat pendidikan sedang, yaitu lulus SMP atau SMA, dengan jumlah sebanyak 19 UMKM atau 63.33 persen, dimana sebanyak 16 UMKM atau 61.54 persen tergolong skala usaha mikro dan tiga UMKM berskala kecil. Sementara itu pemilik usaha yang memiliki tingkat pendidikan tinggi hanya sekitar 11 UMKM atau 36.67 persen, dimana sebanyak 10 UMKM tergolong usaha mikro dan satu UMKM berskala kecil.

Tingkat Pendidikan Pekerja UMKM

Pekerja UMKM merupakan individu yang menjadi tenaga kerja di sebuah usaha, dalam hal ini bidang usaha kerajinan di Kota Bogor. Tingkat pendidikan yang dimiliki oleh para pekerja menjadi faktor pendukung bagaimana kualitas SDM berpengaruh pada kinerja usaha. Sebagaimana hasil penelitian pada tingkat pendidikan pekerja usaha di bidang kerajinan di Kota Bogor dapat dilihat pada Gambar 5.

Berdasarkan hasil penelitian mengenai tingkat pendidikan pemilik UMKM kerajinan di Kota Bogor menujukkan bahwa sebagian besar UMKM kerajinan memiliki jumlah pekerja tiga sampai 11 orang yang sebagian besar berasal dari tetangga dan kerabat dekat, sedangkan untuk tingkat pendidikan, sebesar 60 persen pekerja memiliki tingkat pendidikan formal sedang, sebesar 33 persen tergolong tinggi, dan sisanya tujuh persen tergolong tingkat pendidikan formal rendah. Hal ini menunjukkan bahwa UMKM kerajinan di Kota Bogor menyerap tenaga kerja bukan hanya berdasarkan tingkat pendidikan formal tetapi juga dipengaruhi oleh faktor lainnya. Beberapa faktor tersebut, antara lain keahlian dalam bidang kerajinan tangan, adanya pelatihan bagi pekerja, dan pemberdayaan masyarakat sekitar rumah produksi.

Pertama, keahlian untuk membuat kerajinan seperti membatik, menggambar dapat diperoleh di luar bangku sekolah. Sebagai contoh UMKM BBT yang merekrut pekerja yang memiliki keahlian membatik. Selain itu pemilik UMKM tersebut juga mendatangkan perajin batik dari Yogyakarta. Kedua, para

(45)

pemilik UMKM juga memberi pelatihan terlebih dahulu bagi pekerja, misalnya cara membuat pola, desain aksesoris, merangkai bahan baku pembuatan gelang, dan lain sebagainya.

Gambar 5 Persentase tingkat pendidikan pekerja UMKM kerajinan di Kota Bogor pada tahun 2014

Hal ini dilakukan sebagai upaya agar kualitas pekerja meningkat yang selanjutnya berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas produk. Ketiga, pemberdayaan masyarakat. Tenaga kerja yang diserap oleh UMKM tidak seluruhnya merupakan pekerja tetap, tetapi merupakan masyarakat sekitar yang diajak sebagai pekerjaan sampingan. Para pekerja UMKM kerajinan berasal dari tingkat pendidikan yang berbeda pada setiap skala usaha. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5. Hasil penelitian pada Tabel 5 menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja UMKM memiliki tingkat pendidikan sedang, yaitu lulus SMP atau SMA, dengan jumlah sebanyak 18 UMKM atau 60 persen, dimana sebanyak 15 UMKM atau 57.69 persen tergolong skala usaha mikro dan tiga UMKM atau 75 persen berskala kecil. Pemilik usaha yang memiliki tingkat pendidikan tinggi hanya sekitar 10 UMKM atau 33.33 persen, sedangkan untuk UMKM yang memiliki pekerja yang tergolong memiliki tingkat pendidikan rendah ialah sebanyak 2 UMKM atau 6.67 persen.

Gambar

Tabel 1  Perbandingan penggunaan bentuk komunikasi pemasaran
gambar dan cetakan jelek, sedikit
Gambar 1  Kerangka pemikiran
Gambar 2   Persentase latar belakang UMKM kerajinan di Kota Bogor pada tahun
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada perkembangan CDM selanjut- nya, Howard (1994) menunjukkan bahwa pesan iklan tidak hanya berpengaruh terhadap pengenalan merek (F  B), sikap konsumen terhadap merek (F 

Selain uji chi square diatas, dilakukan juga uji chi square untuk mengetahui adakah perbedaan faktor pendidikan, umur, beban tanggungan, pendapatan, pengeluaran,

Faktor Beban Tugas Dalam Mempengaruhi Kepuasan Kerja Di Kalangan Guru-guru Teknikal Dalam kajian ini, faktor beban tugas adalah perkara pertama yang ingin dikaji oleh

Kesimpulan yang dapat diambil dari analisis ini adalah adanya upaya pemerintah dalam melakukan penghematan anggaran dengan menekan belanja agar tidak membengkak dan menimbulkan

menimbulkan reaksi negatif atau kerusakan kulit seperti alergi dan iritasi [12].Oleh sebab itu, penting kiranya dilakukan uji iritasi primer pada hewan coba

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: ada pengaruh dari system sales force automation dan sales training terhadap kinerja medical representatif; ada pengaruh kinerja

Untuk itulah SMA Negeri 1 Ciamis memfasilitasi siswa yang mempunyai bakat dan kemampuan istimewa dalam bidang akademik, olah raga, dan seni dengan membuka Jalur khusus dalam

Bahkan, dengan adanya ajaran dari presiden Soekarno tentang Nasakom (Nasional, Agama, Komunis) yang sangat menguntungkan PKI karena menempatkannya sebagai bagian yang