• Tidak ada hasil yang ditemukan

16 Gasifikasi di Indonesia

Dalam dokumen LAPORAN AKHIR TAHUN ANGGARAN 2013 (Halaman 30-33)

Indonesia juga pernah mempunyai pabrik gas di beberapa kota besar yang dibangun pada zaman Belanda. Pabrik gas negara pada saat itu mempunyai 8 pabrik yakni di Medan, Jakarta, Bogor, Bandung, Cirebon, Semarang, Surabaya dan Makassar. Pabrik gas Surabaya didirikan tahun 1877, Semarang tahun 1897 dan Bandung 1917. Karena kelangkaan batubara, tahun 1957 pabrik gas Surabaya beralih ke minyak Diesel dengan proses catalytic cracking, kemudian diikuti pabrik gas Semarang (1969) dan pabrik gas Bandung (sampai 1975). Pabrik-pabrik gas sekarang ditutup dan telah beralih menggunakan gas alam (Suprapto, 1995). Sejak awal tahun 2000-an gasifier buatan China telah masuk pasar Indonesia terutama memproduksi gas bakar. Gasifier buatan China menggunakan sistem fixed bed dan kapasitasnya umumnya relatif kecil yakni dengan diameter reaktor antara 1 dan 3,2 meter dengan umpan batubara antara 150 dan 2.600 kg/jam(<9,000 Nm3/h gas). Gas bakar tersebut digunakan untuk industri-industri seperti keramik, sarung tangan karet, bata super, genteng, industri makanan dan pembakaran kapur.

2.4.2. Teknologi Coal Water Mixture (CWM)

Coal water mixture (CWM) adalah bahan bakar campuran antara batubara dan air yang dengan

bantuan zat aditif membentuk suspensi kental yang homogen dan stabil selama penyimpanan, pengangkutan dan pembakaran. Pemanfaatan batubara sebagai bahan bakar dalam bentuk CWM dapat menggantikan minyak bakar berat (heavy fuel oil) yang biasa digunakan di industri-industri untuk pembangkit tenaga listrik, pabrik semen, pembangkit tenaga uap dan industri-industri yang biasa menggunakan boiler sebagai penghasil uap. Keuntungan penggunaan batubara dalam bentuk CWM antara lain :

• Sifat alirnya yang tergolong bersifat cairan (fluida) sama dengan sifat alir bahan bakar minyak (BBM).

• Dapat digunakan langsung sebagai bahan bakar cair menggantikan minyak bakar di kilang-kilang minyak atau industri lainnya yang biasa menggunakan minyak bakar berat (heavy fuel oil) sebagai bahan bakar untuk pengolahan produknya.

• Penanganan sama dengan penanganan minyak berat. Memungkinkan pengiriman/pengangkutan CWM di antara berbagai lokasi di dalam/luar instalasi/pabrik lewat pipa.

• Dapat menggunakan boiler yang sama dengan boiler yang biasa digunakan untuk minyak berat dengan melakukan sedikit modifikasi

II-17

• Batubara dalam bentuk suspensi dapat ditangani secara lebih bersih hingga menunjang program bersih lingkungan dan terhindar dari kemungkinan terjadinya pembakaran spontan, peledakan dan masalah debu yang biasa ditimbulkan batubara dalam bentuk serbuk.

Sifat fisik CWM adalah berupa suspensi dan tidak dapat dibakar secara langsung. Cara pembakaran CWM adalah dengan cara injeksi ke dalam tungku yang sebelumnya telah dipanaskan, sehingga CWM lebih cocok untuk dimanfaatkan pada pembangkit tenaga listrik dan pembangkit tenaga uap, serta industri semen dan industri lainnya yang biasa menggunakan boiler sebagai penghasil uap dengan sedikit modifikasi. Di China, pemanfaatan batubara dalam bentuk CWM telah banyak diterapkan pada berbagai industri dengan total konsumsi mencapai 10 juta ton batubara/tahun.

Teknologi pembuatan CWM sebenarnya cukup sederhana, yaitu dengan mencampurkan batubara dan air dalam perbandingan tertentu. Dengan adanya pengungkungan/penjebakan batubara di dalam air, maka CWM mempunyai sifat yang sama dengan BBM (minyak berat) sehingga bisa dialirkan atau dipompa untuk transportasi maupun pembakaran. Dengan demikian CWM dapat digunakan untuk bahan bakar tanpa banyak mengubah boiler.

Sebagai bahan bakar, ada beberapa karakteristik CWM yang perlu diperhatikan, yaitu:

Stabil, selama penyimpanan, pengangkutan dan pembakaran,

Mempunyai konsentrasi batubara yang tinggi,

Mudah dialirkan melalui pipa baik saat pengangkutan maupun saat pembakaran

Mudah dibakar dengan temperatur nyala yang tinggi.

Batubara peringkat rendah biasanya bersifat hidrofilik, yaitu sifat menyukai air sehingga air yang diperlukan untuk pembuatan CWM lebih besar. Dengan tingginya kadar air dalam CWM, maka viskositas CWM rendah sehingga kestabilan menurun. Selain itu, nilai kalor CWM juga menjadi semakin rendah. Oleh sebab itu sebagai bahan baku pembuatan CWM, batubara peringkat rendah perlu melalui proses

upgrading terlebih dahulu sehingga sifat permukaan yang hidrofilik menjadi hidrofobik (Usui et al,

1999).

Proses upgrading yang telah diterapkan pada skala percontohan adalah dengan metoda upgraded

brown coal (UBC) proses, yaitu dengan memanaskan batubara pada suhu150°C dan tekanan 3,5 atm

(Deguchi et al, 2002). Hasil penelitian menunjukkan bahwa CWF dengan menggunakan batubara hasil proses upgrading menghasilkan CWF dengan persen batubara tertinggi, yaitu 62%. Sementara untuk lignit 50%, sub-bituminus dan bituminus masing-masing sekitar 55% dan 60% (Umar dkk., 2007 dan Setiawan dkk., 2008). JGC Corp., Jepang saat ini tengah mengembangkan teknologi pembuatan CWM yang berasal dari batubara peringkat rendah yang telah melalui proses upgrading dengan metoda hot

II-18

water drying (HWD), yaitu dengan cara memanaskan batubara pada temperature >300°C dan tekanan > 60 Bar kemudian dibuat CWM (Suyama, 2008). Bagan alir proses pembuatan CWM melalui proses UBC dan HWT dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Pembuatan CWM melalui proses HWT

Penerapan teknologi CWM di Indonesia mempunyai prospek yang cukup baik, karena pada masa yang akan datang pemakaian bahan bakar minyak diperkirakan akan tidak ekonomis lagi. Pada saat itu tungku-tungku uap dan fasilitasnya tidak akan berfungsi. Dilain pihak tungku-tungku tersebut tidak dapat menerima bahan bakar batubara serbuk secara langsung, maka CWM merupakan pilihan yang tepat sebagai pengganti bahan bakar minyak karena karakteristik fisiknya tidak jauh berbeda dengan beberapa modifikasi, yaitu:

Burner CWM

 Bagian bawah boiler (dilengkapi dengan sistem pembuangan abu)

Soot blower

 Penambahan pipa air

Penangkap debu (Electric precipitator)

Industri yang potensial untuk mengalihkan bahan bakarnya ke CWM antara lain:

 Industri bahan makanan, minuman, farmasi, tekstil, dan lain-lain yang biasa menggunakan minyak berat senagai bahan bakar boiler penghasil uap.

Pembangkit listrik yang saat ini menggunakan minyak berat berupa marine fuel oil (MFO) untuk mesin diesel.

II-19

Dalam dokumen LAPORAN AKHIR TAHUN ANGGARAN 2013 (Halaman 30-33)