• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gerakan Buruh

Dalam dokumen Manajemen Sumber Daya Manusia.pdf (1) (Halaman 140-144)

123 1 Perbaikan terus-menerus

C. Gerakan Buruh

1. Perkembangan Gerakan Buruh

Pada masyarakat pra industrial tidak terdapat kebutuhan untuk pemeliharaan hubungan industrial karena masyarakat tersebut pada umumnya adalah masyarakat petani yang dalam kegiatannya dengan menggunakan teknik dan metoda yang relatif sama yang berlangsung turun-temurun. Dalam pengertian bahwa masyarakat industrial dibandingkan dengan masyarakat industri mereka lebih statis. Kegiatan-kegiatan mereka di luar bidang pertanianpun kebanyakan sedikit tersentuh teknologi, karena keterampilan mereka kebanyakan diperoleh dari warisan leluhurnya.

Sehubungan dengan proses sejarah dan waktu yang terus berjalan, dinamika manusia melahirkan berbagai fenomena sosial dan ekonomi. Salah satu fenomena tersebut ialah timbulnya kota- kota yang bermula di Inggris pada abad ke-17. Dinamika kehidupan perkotaan tersebut melahirkan antara lain yang disebut gilda.

Gilda yang pertama kali ialah gilda pedagang yang bertugas mengatur perdagangan di satu wilayah tertentu, biasanya dalam satu sistem monopoli yang diperoleh atas kemurahan hati raja. Jika pada awalnya istilah perdagangan terbatas pada pengertian jual beli barang atau jasa, dalam perkembangannya istilah perdagangan mencakup kegiatan-kegiatan menghasilkan dan menjual barang dan jasa tertentu. Pada masa itu hanya anggota gilda yang boleh berdagang sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang dikeluarkan oleh gilda yang bersangkutan. Pada masa itu kegiatan ekonomi masyarakat dikendalikan oleh tiga pihak yaitu pemerintah, konsumen dan gilda. Dengan peran gilda yang dominan melahirkan pola hubungan yang sangat penting artinya dalam tata kehidupan masyarakat antara lain jumlah orang yang menguasai suatu keterampilan tertentu disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat setempat, mutu barang dan jasa dapat dipertahankan sesuai dengan keinginan konsumen, harga yang harus dibayar konsumen atau pelanggan bersifat wajar dan adil dan organisasi yang menghasilkan barang atau jasa memperoleh keuntungan yang wajar sesuai dengan

134

ketentuan-ketentuan yang disepakati bersama antara tiga pihak tersebut.

Serikat-serikat buruh di Hindia Belanda mulai dibangun oleh buruh-buruh kulit putih. Perkembangan gerakan buruh di negeri Belanda sendiri membuat banyak buruh warga negara Belanda membentuk serikat buruh di negeri-negeri jajahan. Banyaknya buruh kulit putih di negeri jajahan ini juga bersangkutan dengan semakin berkembangnya industri, terutama industri perkebunan, yang kemudian menuntut dikembangkannya sarana transportasi yang menghubungkan lahan kebun, pabrik dan pasar-pasar, didirikannya sekolah-sekolah untuk mencetak tenaga perkebunan yang handal dari kalangan pribumi, maupun perluasan jajaran birokrasi yang diperlukan untuk mengatur perekonomian modern yang lebih kompleks tersebut. Berturut-turut lahirlah Nederlandsch-Indisch Onderwijzer Genootschap (1897), Statspoor Bond (Serikat Kereta Api Negeri, 1905), Suikerbond (Serikat Buruh Gula, 1906), Cultuurbond Vereeniging v. Asistenten in Deli (Serikat Pengawas Perkebunan Deli, 1907), Vereeniging von Spoor en Tramweg Personeel in Ned-Indie (Serikat Buruh Kereta Api Dan Trem, 1908).

Sekalipun pada awalnya serikat-serikat buruh ini dibangun oleh buruh-buruh kulit putih, namun semangat internasionalis dari gerakan buruh, yang saat itu sedang kuat di Eropa, meluber juga ke Hindia Belanda. Banyak serikat buruh yang tadinya eksklusif untuk kulit putih ini perlahan-lahan membuka pintu untuk bergabungnya buruh-buruh pribumi. Selain itu, persinggungan antara buruh-buruh pribumi dengan buruh-buruh kulit putih telah menularkan pula keinginan untuk membangun serikat buruh sendiri di kalangan pribumi.

Di antara serikat-serikat buruh yang dibangun oleh pribumi, layak disebut Perkoempoelan Boemipoetera Pabean (1911), Persatoean Goeroe Bantoe (1912) dan Personeel Fabriek Bond (PFB – 1917). PFB adalah sebuah serikat buruh yang dibentuk oleh Soerjopranoto, yang kelak akan dikenal sebagai salah seorang ―radja mogok‖ Hindia Belanda. Semaoen dan Soerjopranoto kemudian menyatukan kekuatan dan berdirilah Persatoean Pergerakan Kaoem Boeroeh di tahun 1919. Semaoen menjadi ketua dan Soerjopranoto menjadi wakilnya.

135

Berhadapan dengan gelombang pemogokan yang terutama ditulangpunggungi oleh PFB, Pemerintah Hindia Belanda awalnya berupaya mendorong terjadinya hubungan industrial yang harmonis lewat ―Dewan Perdamaian untuk Spoor dan Tram di Djawa dan Madura‖. Namun, karena keterlibatan banyak aktivis buruh dalam Perhimpunan Sosial Demokrat Hindia (ISDV) dan kedekatan dengan isu-isu hak menentukan nasib sendiri, pemerintah kolonial lantas mengambil tindakan yang lebih keras. Ditetapkanlah Undang- Undang Larangan Mogok (161 bis), Undang-Undang Penghasutan dan Penghinaan pada Pemerintah (151 bis dan 151 TER)— Undang- Undang Penghasutan dan Penghinaan ini di kemudian hari diadopsi oleh pemerintah Indonesia dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan dikenal sebagai ―pasal-pasal karet.‖

Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa gerakan buruh di seputar tahun 1920-an adalah gerakan teroganisasi pertama di Indonesia yang menempatkan penggulingan kekuasaan kolonial sebagai salah satu tujuan perjuangannya. Persoalan penggulingan kekuasaan kolonial inilah yang kemudian membuat pemerintah Kolonial bertindak keras. Para pimpinan buruh ditangkap dan dibuang ke berbagai tempat. Semaoen sendiri dibuang ke Negeri Belanda. Paska penangkapan terhadap para pimpinan buruh ini, generasi berikutnya ternyata bersikap lebih keras terhadap pemerintahan kolonial. Mereka ini, terutama yang tergabung dalam PKI, menganjurkan dilakukannya pemberontakan terbuka oleh buruh untuk menggulingkan kekuasaan Hindia Belanda. Rencana untuk memberontak ini direalisasikan di tahun 1926. Tidak banyak yang diketahui mengenai rencana pemberontakan ini. Berbagai keterangan menggambarkan pemberontakan ini secara simpang-siur. Jika memoar Hatta dapat dipercaya, rencana ini sesungguhnya adalah sebuah rencana setengah matang, yang tidak dikoordinasikan dengan baik, tidak melibatkan front perjuangan yang luas dan dilancarkan secara prematur. Apapun yang sesungguhnya terjadi, pemberontakan 1926 ini adalah pemberontakan buruh yang sejati, yang direncanakan dan dilaksanakan sendiri oleh kaum buruh. Pemberontakan ini adalah juga pemberontakan pertama yang dilancarkan secara terbuka untuk tujuan menggulingkan pemerintah kolonial Belanda. Pemberontakan yang gagal ini merugikan gerakan

136

buruh. Tercatat 4.500 orang pimpinan gerakan buruh dijebloskan ke penjara dan 1.300 lainnya dibuang ke Boeven Digul (di Papua Barat sekarang). Praktis, gerakan buruh kehilangan sebagian besar pimpinannya, yang sudah terlatih membangun gerakan buruh selama belasan tahun.

2. Dampak Revolusi Industri

Revolusi Industri di tahun 1700-an di Inggris dan sekitar tahun 1865 di Amerika Serikat membawa berbagai perubahan fundamental dalam kehidupan ekonomi pekerja yaitu perubahan dalam memproduksi barang atau jasa yang telah beralih datangnya persorangan ke tangan perusahaan dan beralihnya pengelolaan ekonomi dari sistem feodal dan perorangan yang sifatnya statis menjadi sistem yang sifatnya impersonal dan dinamik.

Perubahan-perubahan organisasional yang terjadi dan terus berlangsung setelah revolusi industri berakibat langsung pada kehidupan pekerja yaitu:

W Manfaat keterampilan seorang pekerja dalam kaitannya dengan

pemuasan kebutuhannya hanya terlibat apabila keterampilan itu disalurkan melalui suatu organisasi;

WMasuknya seseorang ke dalam suatu perusahaan adalah sebagai pekerja

bukan sebagai pemilik sehingga merupakan hal yang diluar kemampuan seorang pekerja untuk memiliki dan mengendalikan perusahaan;

W Timbulnya spesialisasi dan mekanisasi mengakbiatkan mudahnya tenaga

kerja diganti baik oleh tenaga kerja yang lain maupun oleh mesin.

Perubahan pertama mengakibatkan adanya keharusan dari tuntutan hidup seseorang untuk menggabungkan diri dengan suatu perusahaan agar dapat memuaskan berbagai kebutuhannya. Perubahan kedua, menyebabkan seseorang menjadi penerima dan bukan pemberi perintah. Perubahan yang ketiga, lahirnya sistem pengelolaan perekonomian yang dinamik, mobil dan impersonal. Perubahan inilah yang kemudian melahirkan sistem kapitalisme dan teori kekuatan pasar sehingga kecenderungan ketidakserasian hubungan kerja antara majikan dan para pekerja.

137

D.Perselisihan Hubungan Industrial

Dalam dokumen Manajemen Sumber Daya Manusia.pdf (1) (Halaman 140-144)