• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sarana Dalam Hubungan Industrial

Dalam dokumen Manajemen Sumber Daya Manusia.pdf (1) (Halaman 136-140)

123 1 Perbaikan terus-menerus

B. Sarana Dalam Hubungan Industrial

Peraturan sangat dibutuhkan untuk mengatur hubungan kerja yang harmonis antara atasan dengan bawahan. Peraturan tersebut diharapkan mempunyai fungsi untuk mempercepat pembudayaan sikap mental dan sikap sosial, oleh karena itu setiap peraturan dalam hubungan kerja tersebut harus mencerminkan dan dijiwai oleh nilai‐nilai budaya dalam perusahaan, terutama dengan nilai‐nilai yang terdapat dalam hubungan Industrial. Dengan demikian maka kehidupan dalam hubungan industrial berjalan sesuai dengan nilai‐nilai budaya perusahaan tersebut. Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan sarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 UU No. 13-2003 bahwa hubungan industrial dilaksanakan melalui sarana sebagai berikut:

1. Lembaga Kerja Sama Bipartit

Adalah suatu badan ditingkat usaha atau unit produksi yang dibentuk oleh pekerja dan pengusaha. Setiap pengusaha yang mempekerjakan 50 (lima puluh) orang pekerja atau lebih dapat membentuk Lembaga Kerja Sama (LKS) Bipartit dan anggota‐anggota yang terdiri dari unsure pengusaha dan pekerja yang ditunjuk berdasarkan kesepakatan dan keahlian. LKS Bipartit bertugas dan berfungsi sebagai forum komunikasi, konsultasi dan musyawarah dalam memecahkan permasalahan‐permasalahan ketenagakerjaan pada perusahaan guna kepentingan pengusaha dan pekerja. Para manajer perusahaan diharapkan ikut mendorong berfungsinya LKS Bipartit, khususnya dalam hal mengatasi masalah bersama, misalnya penyelesaian perselisihan industrial. LKS Bipartit bertujuan:

130

O Terwujudnya ketenangan kerja, disiplin dan ketenangan usaha;

O Peningkatan kesejahteraan pekerja, perkembangan serta kelangsungan

hidup perusahaan;

O Mengembangkan motivasi dan partisipasi pekerja sebagai pengusaha di

perusahaan.

a. Kriteria LKS Bipartit

Pengurus terdiri dari minimal 6 (enam) anggota yang ditunjuk 3 (tiga) wakil pengusaha dan 3 (tiga) wakil pekerja). Proses penunjukkan anggota dilaksanakan secara musyawarah dan mufakat dengan kepengurusan bersifat kolektif dan kekeluargaan. Adapun struktur kepengurusan (ketua, wakil ketua, sekretaris, merangkap anggota dari 2 (dua) anggota dengan masa kerja kepengurusan 2 (dua) tahun dan dapat ditunjuk kembali. Asasnya adalah kekeluargaan dan gotong royong dan musyawarah untuk mufakat. Dalam hal konsultasi dengan pekerja, yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:

O Jika Perusahaan sudah memiliki LKS Bipartit, konsultasi dapat dilakukan

dengan lembaga tersebut, begitu pula jika ada serikat pekerja, maka konsultasi dapat dilakukan dengan serikat pekerja yang telah disahkan;

O Jika LKS Bipartit dan serikat pekerja tidak ada, maka konsultasi dapat

dilakukan dengan karyawan yang ada dalam perusahaan tersebut.

b. Perundingan Bipartit

Perundingan antara pengusaha dengan pekerja untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial. Pengurus Bipartit menetapkan jadwal acara dan waktu untuk rapat perundingan. Penyelesaian melalui Bipartit:

O Perselisihan hubungan industrial wajib diselesaikan secara

musyawarah untuk mufakat;

O Diselesaikan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal

dimulainya perundingan;

O Dibuat perjanjian bersama yang ditandatangani oleh para pihak,

sifatnya mengikat dan menjadi hukum serta wajib dilaksanakan para pihak;

O Wajib didaftarkan oleh para pihak kepada pengadilan hubungan

industrial di pengadilan negeri di wilayah para pihak mengadakan Perjanjian bersama;

O Diberikan akta pendaftaran perjanjian bersama dan merupakan

bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian bersama;

O Salah satu pihak atau pihak yang dirugikan dapat mengajukan

permohonan eksekusi kepada pengadilan hubungan industrial di pengadilan negeri di wilayah perjanjian bersama didaftarkan;

131

O Permohonan eksekusi dapat dilakukan melalui pengadilan hubungan

industrial di pengadilan negeri di wilayah domisili pemohon untuk diteruskan ke pengadilan hubungan industrial di pengadilan negeri yang berkompeten melakukan eksekusi;

O Perundingan dianggap gagal apabila salah satu pihak menolak

perundingan atau tidak tercapai kesepakatan;

O Salah satu pihak atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihan

kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti;

O Upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit telah dilakukan. c. Risalah Perundingan Bipartit

O Nama lengkap dan alamat para pihak; O Tanggal dn tempat perundingan; O Pokok masalah atau alasan perselisihan; O Pendapat para pihak;

O Kesimpulan atas hasil perundingan;

O Tanggal serta tanda tangan para pihak yang melakukan perundingan.

2. Lembaga Kerja Sama Tripartit

Lembaga kerja sama (LKS) Tripartit merupakan lembaga kerja sama yang anggota‐anggotanya terdiri dari unsur-unsur pemerintahan, organisasi pekerja dan organisasi pengusaha. Fungsi LKS Tripartit adalah sebagai forum komunikasi, konsultasi dengan tugas utama menyatukan konsepsi, sikap dan rencana dalam mengahadapi masalah‐masalah ketenagakerjaan, baik berdimensi waktu saat sekarang yang telah timbul karena faktor faktor yang tidak diduga maupun untuk mengatasi hal‐hal yang akan datang. LKS Tripartit ini terdiri dari organisasi pekerja atau serikat pekerja/buruh, organisasi pengusaha, lembaga keluh kesah dan penyelesaian perselisihan hubungan industrial, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama.

Dasar hukum LKS Bipartit dan Tripartit adalah UU No. 13- 2003, Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 255 Tahun 2003 tentang Lembaga Kerja Sama Bipartit dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 355 Tahun 2009 tentang Lembaga Kerja Sama Tripartit.

3. Organisasi Pekerja

Organisasi pekerja adalah suatu organisasi yang didirikan secara sukarela dan demokratis dari, oleh dan untuk pekerja dan berbentuk serikat pekerja, gabungan serikat pekerja, federasi, dan

132

non federasi. Kehadiran serikat pekerja di perusahaan sangat penting dan strategis dalam pengembangan dan pelaksanaan hubungan industrial.

Dasar hukum pendirian serikat pekerja/serikat buruh diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh (UU No. 21-2000), UU No. 2-2004, Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 16 Tahun 2001 tentang Tatacara Pencatatan Serikat Pekerja/Buruh, Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 187 Tahun 2004 tentang Iuran anggota Serikat Pekerja/Buruh. Setiap pekerja berhak untuk membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja. Serikat pekerja pada perusahaan berciri‐ciri sebagai berikut:

O Dibentuk dari dan oleh pekerja secara demokrasi melalui musyawarah

para pekerja di perusahaan;

O Bersifat mandiri, demokrasi, bebas dan bertanggung jawab; O Dibentuk berdasarkan sektor usaha/lapangan kerja.

Pengusaha dilarang menghalangi pekerja untuk membentuk serikat pekerja dan menjadi pengurus serikat pekerja dan pekerja yang menduduki jabatan tertentu dan/atau fungsi tugasnya dapat menimbulkan pertentangan antara pengusaha dan pekerja tidak dapat menjadi pengurus serikat pekerja.

Serikat pekerja yang telah terdaftar secara hukum pada Departemen Tenaga Kerja memiliki 2 (dua) hal yaitu berhak melakukan perundingan dalam pembuatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dan berhak sebagai pihak dalam Penyelesaian Perselisihan Industrial.

4. Organisasi Pengusaha

Setiap pengusaha berhak untuk membentuk dan menjadi anggota organisasi pengusaha yaitu Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) yang khusus menangani bidang ketenagakerjaan dalam rangka pelaksanaan hubungan industrial. Hal tersebut tercermin dari visinya yaitu terciptanya iklim usaha yang baik bagi dunia usaha dan misinya adalah Meningkatkan hubungan industrial yang harmonis terutama ditingkat perusahaan, merepresentasikan dunia usaha Indonesia di lembaga ketenagakerjaan, dan Melindungi, membela dan memberdayakan seluruh pelaku usaha khususnya anggota. Untuk menjadi anggota APINDO Perusahaan dapat mendaftar di

133

Dewan Pengurus Kota/Kabupaten (DPK) atau di Dewan Pengurus Privinsi (DPP) atau di Dewan Pengurus Nasional (DPN).

Dalam dokumen Manajemen Sumber Daya Manusia.pdf (1) (Halaman 136-140)