• Tidak ada hasil yang ditemukan

HAKEKAT FITRAH MANUSIA

Dalam dokumen 3 al furqon (Halaman 168-180)

Dalam bai‟at pertama tersebut, setelah anak manusia bersaksi bahwa Tuhannya adalah Allah , maka di saat itulah kondisi ma‘rifat (pengenalan) manusia akan Tuhannya sedang dalam kondisi puncak, berarti pada saat itu fitrah manusia masih dalam kondisi murni. Itulah hakekat dari fitrah manusia, di mana sebelum mereka mendapatkan apa-apa, pertama kali yang dianugerahkan Allah kepadanya adalah ma‟rifatullah. Lalu dalam proses pertumbuhan janin manusia di rahim ibunya, ma‟rifatullah itu dijaga hingga saat kelahiran bayi itu tiba, dan di dalam puncak pengenalan itulah manusia dilahirkan ibunya di dunia. Rasulullah  menegaskan hal itu dengan sabdanya:

ً

ُؽ

ٗلً

َؿِو

ُؾِو

ٕدً

ُقِو

َؾُٔ

ًَع

َؾ

ْؾاًى

ٔػْط

َٖٔة

" Setiap yang dilahirkan itu dilahirkan dalam kondisi Fitrah"

Disaat fitrah anak manusia itu belum terkontaminasi oleh penyakit-penyakit basyariah,

belum dicemari dosa-dosa dan sifat-sifat yang tidak terpuji, berarti matahati manusia belum ditutupi oleh

hijab-hijab basyariah. Maka saat itulah matahati

manusia berada dalam kondisi puncak cemerlang, dan firasatnya dalam kondisi puncak ketajaman.7

Seperti itulah kondisi seorang bayi yang baru dilahirkan ibunya, sehingga bayi yang belum mampu berkomunikasi dengan manusia itu, kadang-kadang ia malah dapat berkomunikasi dan bersenda gurau dengan makhluk-makhluk gaib yang ada di sekitarnya. Bahkan dengan tangisnya kadang-kadang bayi tersebut mampu memberi peringatan kepada orang tuanya akan bahaya yang sedang mengancam. Ada pencuri yang sedang berusaha memasuki rumahnya misalnya. Seperti itulah yang terjadi di dalam fenomena kehidupan yang sesungguhnya.

Namun fitrah manusia tersebut kemudian sedikit demi sedikit bisa menjadi rusak seiring perkembangan hidup manusia. Itu manakala intensitas kehendak nafsu syahwat kian meningkat

7

Selama janin di dalam rahim seorang ibu, apabila janin itu tidak mendapatkan perlindungan Allah Ta‟ala dari gangguan setan Jin— sebagai buah rahasia do‟a dari calon ibu bapaknya—boleh jadi fitrah manusia itu sudah terkontaminasi oleh hasil upaya setan Jin untuk menyesatkan manusia dikemudian harinya, sehingga bayi itu terlahir dalam keadaan fitrah yang terkontaminasi. Sebab, saat janin di dalam rahim itu, setan Jin sejatinya sudah dapat berbuat banyak untuk mengganggu manusia. Baca “Ruqyah” dampak dan bahayanya”.

mengalahkan akal dan hati. Semakin manusia cenderung mengikuti nafsu syahwatnya belaka, maka fitrah itu menjadi semakin rusak. Akibat dari itu, ketika manusia kemudian menjadi budak hawa nafsunya sendiri, matahati yang semula cemerlang itu menjadi keruh dan bahkan menjadi buta dan mati. Allah  menegaskan hal tersebut dengan firmanNya:

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam

bentuk yang sebaik-baiknya(5)Kemudian Kami kembalikan dia

ke tempat yang serendah-rendahnya(6)Kecuali orang-orang

yang beriman dan mengerjakan amal shaleh, maka bagi mereka

pahala yang tiada putus-putusnya”.

(QS. at-Tiin; 95/4-6)

Manusia diciptakan dalam sebaik-baik bentuk, baik bentuk lahir maupun batin, sehingga—saat itu— manusia adalah ciptaan Allah  yang paling sempurna, bahkan lebih sempurna dari malaikat sekalipun. Namun demikian, keadaan itu bisa berubah hingga manusia menjadi makhluk yang paling hina bahkan lebih hina dari binatang ternak, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shaleh. Kepada orang yang beriman dan beramal shaleh itu Allah akan

memberikan pahala yang tiada putus-putus, sehingga dengan pahala tersebut, fitrah manusia tetap dalam keadaan sebaik-baiknya ciptaan.

Kemungkinan manusia menjadi lebih hina dari binatang ternak itu telah ditegaskan Allah  dalam firman-Nya:

“Dan sungguh Kami jadikan untuk isi neraka jahannam

kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah), mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi.

Mereka itulah orang-orang yang lalai”.

(QS. al-A‘raaf; 7/179)

Di antara sekian banyak manusia sebagai makhluk terbaik itu, ternyata ada diantara mereka yang telah disiapkan untuk menjadi isi neraka jahanam. Mereka itu orang yang mempunyai perasaan, pendengaran dan penglihatan namun sarana kehidupan tersebut tidak mereka pergunakan

untuk mengabdi kepada Sang Penciptanya, bahkan hanya digunakan untuk memperturutkan kehendak hawa nafsu. Mereka itulah orang-orang yang lalai, lupa kepada bai‟at pertama yang pernah mereka lakukan di hadapan Allah .

Supaya fitrah tersebut tidak menjadi rusak, manusia harus melaksanakan amal sholeh. Oleh karena itu, dzikir kepada Allah dengan pelaksanaan ibadah puasa maupun ibadah lainnya, baik di bulan Ramadhan maupun di luarnya, akan selalu mengingatkan manusia agar mereka tidak lalai kepada perjanjian pertama tersebut. Dengan amal sholeh itu, meskipun dalam perjalanan hidupnya kadang-kadang manusia terpeleset dalam perbuatan dosa. Dengan dzikir tersebut akan mampu menjadikan fitrah mereka kembali kepada kedudukan semula. Dengan pelaksanaan ibadah Ramadhan itu manusia akan kembali kepada fithrahnya; Idul Fitri.

Ketika akal manusia selalu memperturutkan kehendak hawa nafsunya, bahkan akal itu menjadi budak nafsu, maka sebagai akibatnya

manusia akan menjadi sahabat karib setan terkutuk. Artinya khodam-khodam

yang asalnya dari golongan yang baik itu akan berganti menjadi khodam dari

golongan Jin yang jelek dan jahat. Apabila khodam Jin itu ternyata adalah

setan Jin maka itulah sejelek-jelek

ang dimaksud dengan khodam dalam bahasan ini adalah penjaga-penjaga dari dunia ghaib yang didatangkan Allah  untuk manusia, bukan penjaga benda bertuah. Khodam tersebut didatangkan dari rahasia urusan Allah  yang terkadang juga banyak diminati oleh sebagian kalangan ahli

mujahadah dan riyadlah tetapi dengan cara yang salah.

Para ahli mujahadah itu terkadang sengaja berburu khodam dengan bersungguh-sungguh. Mereka melaksanakan wirid-wirid khusus, bahkan datang ke tempat-tempat yang khusus dan terpencil. Di kuburan-kuburan tua yang angker, di dalam gua, atau di tengah hutan.

Ternyata keberadaan khodam itu memang ada, mereka disebutkan di dalam al-Qur‘an al-Karim. Diantara mereka ada yang datang dari golongan Jin dan ada juga dari golongan Malaikat. Namun barangkali hakekatnya yang berbeda, khodam yang diburu dengan cara yang salah tersebut dengan khodam yang nyatakan Allah dalam Qur‘an al-Karim. Karena khodam yang dinyatakan dalam Al-Qur‘an itu bukan berupa kelebihan atau linuwih yang terbit dari basyariah manusia yang disebut ―kesaktian‖,

melainkan sistem penjagaan dan perlindungan yang diperuntukkan bagi orang-orang yang beriman dan beramal shaleh sebagai buah ibadah yang mereka lakukan. Sistem perlindungan tersebut dibangun oleh rahasia urusan Allah  yang disebut ―walayah‖, dengan sistem penjagaan itu supaya fitrah orang-orang beriman dan beramal shaleh tetap terjaga dalam kondisi sebaik-baik ciptaan. Allah  menyatakan keberadaan khodam-khodam tersebut dengan firman-Nya:

“Bagi manusia ada penjaga-penjaga yang selalu mengikutinya,

di muka dan di belakangnya, menjaga manusia dari apa yang sudah ditetapkan Allah baginya. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka merubahnya

sendiri”. (QS. ar-Ra‘d; 13/11)

Dan firman Allah :

“Jika kamu tidak menolongnya (Muhammad), maka

sesungguhnya Allah telah menolongnya yaitu ketika orang-orang kafir mengeluarkannya (dari mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada di

dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: “Jangan kamu gentar, sesungguhnya Allah beserta kita”. Maka

Allah menurunkan ketenangan-Nya kepadanya dan

membantunya dengan tentara-tentara yang kamu tidak

dapat melihatnya” (QS. at-Taubah; 9/40).

Dan yang lebih jelas dan detail adalah sabda Baginda Nabi  dalam sebuah hadits shahihnya:

ًٔهِقَؾَعًُهُؾؾاًىُؾَصًٔهُؾؾاًُلوُدَرًَلوَؼً:ًَلوَؼًُهِـَعًُهُؾؾاًَئضَرًَةَِٖقَُٖفًئبَأًٌُقَٔٔح

ًَلوَؼًُهٖلٔحَلَػًوّـوَؾُػًٗىٔحُأًيٚـِإًَلوَؼَػًَلقِِٖلٔجًوَعَدًأِّلَعًٖىَحَأًاَذِإًَهُؾؾاًٖنِإًَمُؾَدَو

ؾاًئػًئدوَـُقًٖمُثًُلقِِٖلٔجًُهٗلٔوُقَػ

ًُهوٗلٔحَلَػًوّـوَؾُػًٗىٔوُقًَهُؾؾاًٖنِإًُلوُؼَقَػًٔءوَؿٖي

ًوًيروىلؾاًهاورًًِضِرَلْؾاًئػًُلوُلَؼْؾاًُهَؾًُعَضوُقًٖمُثًَلوَؼًٔءوَؿٖيؾاًُلِفَأًُهٗلٔوُقَػ

*ًًمؾيؿ

ً

“Hadits Abi Hurairah berkata: Rasulullah bersabda:

“Sesungguhnya Allah apabila mencintai seorang hamba,

memanggil malaikat Jibril dan berfirman : “Sungguh Aku

mencintai seseorang ini maka cintailah ia”. Nabi bersabda:

“Maka Jibril mencintainya”. Kemudian malaikat Jibril

memanggil-manggil di langit dan mengatakan: “Sungguh

Allah telah mencintai seseorang ini maka cintailah ia, maka penduduk langit mencintai kepadanya. Kemudian baginda

di bumi di dalam kedudukan dapat diterima oleh orang

banyak”. (HR Bukhori dan Muslim )

Dan juga sabdanya:

ًَمُؾَدَؤًهِقَؾَعًُهُؾؾاًىُؾَصًٔهُؾؾاًَلوُدَرًٖنَأً:ًُهِـَعًُهُؾؾاًَئضَرًَةَِٖقَُٖفًئبَأًٌُقَٔٔح

ًٔةوَؾَصًئػًَنوُعٔؿَمِهَقَوًِروَفٖـؾؤبًٌيَؽٔئوَؾَؿَوًِلِقُؾؾؤبًٌيَؽٔئوَؾَؿًِمُؽقٔػًَنوُلَؼوَعَمَقًَلوَؼ

ِِٖصَعْؾأًةوَؾَصَوًِِٖهَػْؾا

ً

ًِمِفٔبًُمَؾِعَأًَوُفَوًِمُفٗبَرًِمُفُؾَلِيَقَػًِمُؽقٔػًاوُتوَبًَنقُٕٔؾاًُجُِٖعَقًٖمُث

ًً*ًَنوِؾَصُقًِمُفَوًِمُفوَـِقَتَأَوًَنوِؾَصُقًِمُفَوًِمُفوَـْؽََٖتًَنوُؾوُؼَقَػًئدوَلٔعًِمُمْؽََٖتًَفِقَؽ

ً

“Hadits Abi Hurairah Sesungguhnya Rasulullah bersabda:

“Mengikuti bersama kalian, malaikat penjaga malam dan

malaikat penjaga siang dan mereka berkumpul di waktu shalat fajar dan shalat ashar kemudian mereka yang bermalam dengan kalian naik (ke langit), Tuhannya bertanya kepada mereka padahal sesungguhnya Dia lebih mengetahui keadaan mereka: di dalam keadaan apa hambaku engkau tinggalkan?, mereka menjawab: mereka kami tinggalkan sedang dalam keadaan shalat

dan mereka kami datangi sedang dalam keadaan shalat”.

(HR Buhori dan Muslim)

Setiap yang mencintai pasti juga menyayangi. Sang pecinta yang mencintai itu, diminta atau tidak pasti akan menjaga dan melindungi yang disayanginya. Manusia, walaupun tanpa susah-susah mencari khodam seperti yang disebutkan dalam dalil-dalil di atas, ternyata sudah mempunyai

khodam-khodam yang memang diikutkan Allah  baginya,

Khodam-khodam itu ada yang datang dari golongan malaikat dan ada yang dari golongan makhluk Jin. Di antaranya bernama malaikat Hafadhoh

(penjaga), yang dijadikan tentara-tentara gaib yang tidak dapat dilihat manusia. Konon menurut sebuah riwayat jumlah mereka 180 malaikat. Mereka menjaga manusia secara bergiliran di waktu ashar dan subuh, itu bertujuan untuk menjaga apa yang sudah ditetapkan Allah  —bagi manusia yang dijaganya— sejak zaman azali.

Itulah sistem penjagaan yang diberikan Allah  kepada manusia yang sejatinya akan diberikan seumur hidup, yaitu selama fitrah manusia belum berubah. Namun karena fitrah itu terlebih dahulu dirubah sendiri oleh manusia, hingga tercemar oleh kehendak hawa nafsu dan kekeruhan akal pikiran, akibat dari itu, matahati yang semula cemerlang menjadi tertutup oleh hijab dosa-dosa dan hijab-hijab

karakter tidak terpuji, sehingga sistem penjagaan itu menjadi berubah:

Manusia sendiri merubahnya Ma'rifat menjadi bodoh Cemerlang menjadi keruh

Suci menjadi ternoda

Sejak si bayi meminta

Kalau permintaan itu tidak dipenuhi, Bayi itu menangis dan tidak mau berhenti Saat itulah fitrah manusia mulai tercemari

Kemudian menjadi padam, Di saat hawa nafsu diperturutkan

Dan bahkan mati,

ketika manusia menjadi budak nafsunya Selanjutnya……..

Manusia akan menjadi teman setan Yang setiap saat siap mengabdi

Dalam dokumen 3 al furqon (Halaman 168-180)