• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hambatan Komunikasi pada Lingkungan Komunikasi

4.3. Analisa dan Interpretasi Data

4.3.3. Hambatan Komunikasi dalam Implementasi Program Desa Siaga

4.3.3.1. Hambatan Komunikasi pada Lingkungan Komunikasi

Hambatan dalam lingkungan komunikasi ini dibagi kedalam tiga dimensi, yaitu fisik, sosio-psikologis, dan temporal. Dimensi fisik adalah dimensi yang nyata dan dapat terlihat secara kasat mata seperti tempat atau ruangan yang digunakan. Dimensi hubungan adalah perwujudan dari hubungan para pelaku dalam proses komunikasi, misalnya kedudukan atau status sosial antara para pelaku, budaya yang dianut oleh masyarakat, dan kedekatan antara pelaku. Sedangkan dimensi yang terakhir, dimensi temporal adalah waktu yang dipergunakan dan mempengaruhi proses komunikasi.

96

Universitas Kristen Petra - Hambatan Fisik

Menurut Fajar (2009) hambatan fisik akan menghambat efektifitas komunikasi, contohnya adalah gangguan kesehatan dan terputusnya jaringan listrik yang menunjang media komunikasi.

Hambatan fisik dalam proses SBM adalah jarak. Karena jarak dalam satu desa cukup luas, maka diperlukan usaha yang cukup keras untuk dapat mengetahui apakah ada warga yang terkena penyakit. Jika jarak antara rumah kader dengan penderita cukup jauh, maka informasi itu akan lama sampai atau kadang terlewatkan. Demikian pula karena jarak yang cukup jauh antara beberapa desa dengan puskesmas, kader juga tidak dapat memberikan hasil SBM ke puskesmas.

Dalam proses MMD, hambatan fisik jauh lebih terlihat dan sangat mengganggu jalannya MMD. Hambatan fisik yang pertama adalah kondisi gedung yang digunakan untuk MMD. Kondisi balai desa yang selalu bising karena dilewati kendaraan bermotor, terdapat hewan peliharaan tetangga, maupun ada aktiftas warga sekitar lainnya membuat proses MMD terganggu. Peserta maupun pembicara tidak dapat saling mendengarkan dengan jelas sehingga banyak sekali pesan yang tidak tertangkap. Hambatan kedua adalah penyusunan ruangan yang menyebabkan peserta tidak dapat mendengarkan dengan jelas apa yang sedang didiskusikan maupun tidak dapat berkonsentrasi pada jalannya proses MMD. Masalah ketiga adalah buruknya kualitas fasilitas yang tersedia dalam MMD. Sound system yang ada sudah cukup tua dan kualitas suaranya buruk, sehingga tidak dapat digunakan untuk menyampaikan pesan dengan jelas.

Sedangkan dalam proses penyebaran informasi ke masyarakat, hambatan fisik yang terjadi sama dengan SBM yaitu jarak. Karena jarak ini menyebabkan penyebaran informasi hanya dapat dilakukan dari mulut ke mulut sehingga tidak semua pesan dapat tersampaikan atau banyak pesan yang sudah terdistorsi.

97

Universitas Kristen Petra - Hambatan Temporal atau Waktu

Menurut Ivy dan Beebe (2009) seseorang membutuhkan waktu yang tepat untuk berkomunikasi. Jika suasana hatinya sedang buruk, dia baru saja mengalami masalah atau sedang menghadapi hal sulit, dia akan cenderung sulit menerima informasi.

Hambatan temporal yang terjadi dalam proses komunikasi Desa Siaga tidak hanya waktu yang tidak tepat, namun juga ketidak tersediaan atau kurangnya waktu, kurangnya frekuensi pelaksanaan proses komunikasi, serta keterlambatan. Dalam SBM, hambatan temporal terjadi pada keterlambatan pengumpulan form SBM. Keterlambatan ini menyebabkan hasil rekap SBM seringkali salah dan harus dicek ulang. Selain keterlambatan, hal yang terjadi juga adalah kurangnya waktu dari Tedes yang seharusnya menangani SBM dikarenakan kesibukan masing-masing pribadi. Hal ini menyebabkan proses survei menjadi tidak efektif karena sistem yang digunakan adalah menunggu laporan datang, bukan mencari tahu ada atau tidaknya orang yang terkena penyakit atau masalah kesehatan.

Hambatan yang muncul pada proses MMD yaitu keterbatasan waktu. Hal ini menyebabkan masyarakat mulai resah dan tidak berkonsentrasi ketika waktu untuk MMD sudah hampir habis, atau MMD berlangsung dalam waktu yang agak panjang. Karena waktu yang terbatas pula, hasil MMD seringkali diambil secara langsung tanpa didalami lebih lanjut. Selain keterbatasan waktu, frekuensi pelaksanaan MMD juga merupakan sebuah hambatan. Seharusnya untuk memperoleh hasil yang baik, MMD harus diulang setiap minimal tiga bulan sekali. Namun nyatanya proses MMD baru dilaksanakan satu kali dalam satu tahun. Hal ini menyebabkan ada banyak hal yang tidak dapat dibahas oleh masyarakat dan tindakan yang dilakukan oleh masyarakat juga menjadi tidak berkesinambungan.

Dalam proses penyebaran ke masyarakat, hambatan yang ditemukan antara lain kurangnya waktu untuk memotivasi atau

98

Universitas Kristen Petra memberikan penjelasan mengenai hasil MMD dan kurangnya waktu yang dirasa tepat untuk membicarakan masalah tersebut. Seringkali bidan dan kader kurang memiliki waktu untuk berinteraksi dengan masyarakat sehingga penyebaran informasi lebih banyak dibiarkan berlangsung dari mulut ke mulut oleh warga. Padahal informasi yang mnyebar seperti ini cenderung rawan terhadap distorsi informasi dan akhirnya efek yang diharapkan tidak tercapai. Demikian pula, para bidan dan kader juga kesulitan menemukan waktu yang tepat untuk membicarakan masalah-masalah Desa Siaga dengan warga. Mereka umumnya menanti datangnya waktu yang kebetulan tepat untuk membicarakan hal-hal mengenai Desa Siaga, padahal sesungguhnya waktu ini harus diciptakan atau dicari bukan ditunggu.

- Hambatan Budaya

Menurut Rini dan Yuliana (2002) pada kenyataannya, hambatan komunikasi yang paling sulit diatasi adalah perbedaan budaya. Perbedaan ini bukan hanya jika kita berasal dari dua negara dengan dua kebudayaan berbeda, namun bisa juga jika usia, edukasi, status sosial, posisi ekonomi, agama, atau pengalaman hidup kita berbeda.

Dalam penelitian ini, hambatan budaya juga sangat kental terasa dan sangat mempengaruhi jalannya proses komunikasi. Hambatan budaya yang terjadi disini secara umum adalah hambatan budaya yang berkonteks tinggi dan secara khusus hambatan dalam budaya Jawa. Berikut adalah penjelasannya.

- Hambatan Budaya Berkonteks Tinggi

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Hofstede (2005), Indonesia secara umum dikelompokkan dalam masyarakat yang memiliki budaya berkonteks tinggi. Secara spesifik penelitian ini dilakukan di Pulan Jawa, sehingga masyarakat Jawa juga merupakan masyarakat yang memiliki konteks tinggi dalam kehidupan sehari-harinya.

99

Universitas Kristen Petra Menurut Bovee dan Thill (2000), konteks budaya adalah pola rangsangan fisik dan pengertian secara implisit yang memberikan makna bagi dua orang dari negara yang sama. Negara yang masyarakatnya menganut budaya dengan konteks tinggi memiliki ciri-ciri sebagai berikut : - Masyarakat tidak terlalu mementingkan komunikasi verbal, tapi lebih

kepada aksi non verbal dan latar lingkungan untuk memberikan makna pada suatu komunikasi.

- Budaya berkonteks tinggi tidak terlalu mementingkan perjanjian tertulis, namun lebih menekankan pada kepercayaan personal daripada kontrak. - Masyarakat dengan konteks tinggi cenderung menggunakan kalimat

yang memiliki makna konotatif atau tidak langsung pada sasaran. Mereka mengharapkan lawan bicaranya dapat menebak apa yang ingin mereka sampaikan tanpa mereka harus mengatakan langsung hal itu secara gamblang.

- Peraturan sehari-hari tidak terlalu ditegakkan dalam masyarakat dengan budaya berkonteks tinggi.

- Masyarakat tidak memiliki peraturan yang jelas mengenai bagaimana harus bersikap terhadap orang lain. Seseorang harus mempelajari sendiri bagaimana mengenali petunjuk-petunjuk situasional dan bagaimana meresponsnya sesuai apa yang diharapkan.

Dalam proses komunikasi Desa Siaga, terjadi hambatan budaya berkonteks tinggi sebagai berikut :

- Masyarakat Trenggalek tidak terlalu mementingkan perjanjian tertulis dan lebih menekankan pada kepercayaan personal. Hal ini nampak pada hasil laporan SBM yang dapat disampaikan melalui SMS dan telepon sedangkan form SBM sediri seringkali tidak digunakan dengan benar. Metode penelitian yang digunakan untuk menyurvei pun tidak terlalu diperhatikan keotentikannya, sehingga ketika ada seseorang yang melapor, maka laporan itu dipercaya begitu saja. Sesekali saja jika ada laporan yang aneh baru penanggung jawab SBM turun ke lapangan

100

Universitas Kristen Petra untuk memeriksa. Hal ini dapat menyebabkan kesalahn informasi yang berakibat pada kacaunya hasil SBM.

- Masyarakat Trenggalek cenderung menunggu agar warga lainnya mengerti sendiri tanpa mau menyampaikan secara langsung maksudnya karena hal ini akan membuat hubungan yang buruk antara kedua belah pihak. Misalnya dalam proses SBM, pihak puskesmas tidak mau menyampaikan keberatan pada Tedes yang tidak menjalankan SBM, mereka hanya berharap Tedes akhirnya menyadari sendiri tanggung jawabnya tanpa mereka harus menyatakan hal tersebut secara gamblang. - Peraturan tidak terlalu ditegakkan. Hal ini nampak dari adanya

penolakan hasil MMD tanpa adanya kejelasan bagaimana cara untuk mengatasinya padahal menurut perjanjian hasil tersebut harus ditaati dan dilaksanakan. Namun juga tidak ada cara yang dapat digunakan untuk menegakkan hal ini karena dikhawatirkan akan merusak hubungan.

- Hambatan Budaya Jawa

Mulder (1996) dalam bukunya Inside Indonesian Society menjabarkan karakteristik budaya masyarakat Jawa. Berikut adalah karateristiknya.

 Ketentraman vs Ketidak tentraman

Masyarakat Jawa adalah masyarakat yang mementingkan ketentraman dan kesatuan. Yang dimaksud dengan kesatuan dan ketentraman disini adalah suasana damai, ketenangan yang berkepanjangan, dan kehidupan yang bermoral, yang jauh dari konflik terbuka atau kepentingan individu.

Masyarakat Jawa menganggap bijak segala usaha untuk menjaga kesatuan dan kelangsungan hubungan, walalupun sesungguhnya ada gesekan-gesekan yang tidak mungkin dihindari. Hal ini akhirnya membentuk sebuah situasi dimana terjadi guncangan dibawah permukaan yang terlihat tenang.

101

Universitas Kristen Petra  Pemikiran ilmiah vs Pemikiran Moralis

Dalam masyarakat Jawa, pikirannya masih banyak dipengaruhi oleh hal-hal mitologis, individu masih didominasi oleh kelompok, dan masyarakat didominasi oleh peraturan yang berlaku. Maka dari itu, masyarakat cenderung tunduk pada superioritas atau kedudukan yang lebih tinggi. Masyarakat cenderung tidak dapat mengekspresikan pemikiran mereka secara ilmiah karena masih terikat dengan pemikiran moralis, dimana hal-hal yang dianggap oleh masyarakat luas benar adalah benar. Selain itu apa yang dikatakan oleh orang yeng lebih superior juga dianggap benar adanya.

 Etika

Menjadi satu dalam konsep persatuan berarti tatanan yang baik, hubungan yang mulus, ketiadaan gangguan, yang berarti harmoni dan kesama-rataan, sebuah situasi statis yang tenang dan menyenangkan. Sebuah komunitas masyarakat yang mengalami hal ini akan dianggap berhasil. Namun situasi sebaliknya dimana perpecahan, yaitu konflik dan persaingan, oposisi dan ketidak teraturan adalah kegagalan, hal yang buruk, dan tidak diberkahi.

Maka dari itu, masyarakat tidak dapat berbicara secara gamblang karena akan dianggap kasar yang dapat memicu konflik yang akhirnya berujung pada perpecahan. Maka dari itu banyak ketidak setujuan yang dipendam dan diabaikan daripada terjadi konflik dalam suatu hubungan yang baik.

Hambatan budaya Jawa sangat kental terjadi dalam implementasi program Desa Siaga di Trenggalek. Masyarakat Trenggalek masih menganut budaya Jawa yang kental, sehingga mereka tidak menyukai konfrontasi secara langsung dan sangat mementingkan pangkat, kedudukan, dan status sosial. Selain itu dalam budaya tersebut juga menekankan pada keharmonisan, dimana rasa tidak enak hati menjadi sangat besar dan sebisa mungkin tidak saling menekan satu sama lain. Hal

102

Universitas Kristen Petra ini dapat terlihat dalam setiap proses mulai dari SBM sampai penyebaran ke masyarakat. Pihak puskesmas tidak pernah mau mengkonfrontasi Tedes yang tidak memberikan hasil SBM kepada mereka. Hal ini dikarenakan rasa tidak enak hati terhadap anggota Tedes yang sebagian besar merupakan perangkat desa. Dalam proses MMD juga terlihat yang mendominasi pembicaraan adalah dari golongan orang-orang yang memiliki kedudukan atau tokoh yang dihormati oleh masyarakat. Demikian pula pada saat penyebaran informasi ke masyarakat, ketika masyarakat tidak bersedia menjalankan hasil MMD yang telah disepakati bersama, pihak puskesmas juga tidak mau mengkonfrontasi warga demi menjaga keharmonisan.

Dokumen terkait