• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.3. Analisa dan Interpretasi Data

4.3.1. Proses Komunikasi Program Desa Siaga di Kabupaten Trenggale

4.3.1.1. Lingkungan Komunikasi

Menurut Devito (1997) lingkungan (konteks) komunikasi setidak-tidaknya memiliki tiga dimensi : fisik, sosial-psikologis, dan temporal. Ruang atau tempat dimana komunikasi berlangsung disebut konteks atau lingkungan fisik – artinya, lingkungan nyata atau berwujud. Dimensi sosial-psikologis meliputi, misalnya tata hubungan status diantara mereka yang terlibat, peran dan permainan yang dijalankan orang, serta aturan budaya masyarakat dimana mereka berkomunikasi. Dimensi temporal (atau waktu) mencakup waktu dalam sehari maupun waktu dalam hitungan sejarah dimana komunikasi berlangsung.

Dalam implementasi program desa siaga, yang dimaksud dengan lingkungan komunikasi adalah tempat, suasana, budaya, hubungan maupun waktu dimana komunikasi berlangsung. Lingkungan komunikasi ini mau tidak mau mempengaruhi proses komunikasi itu sendiri. Disini lingkungan yang paling mempengaruhi komunikasi adalah dari segi hubungan dan budaya. Budaya Jawa yang kental di masyarakat Trenggalek menyebabkan pola komunikasinya cenderung penuh dengan rasa tidak enak hati (sungkan / ewuh pekewuh). Budaya Jawa juga membuat masyarakat Trenggalek tidak menyukai konflik terbuka, bahkan jika sekalipun konflik ini dibutuhkan untuk menegaskan suatu peraturan atau tanggungjawab. Maka dari itu pola komunikasi masyarakat Trenggalek cenderung memendam persoalan dan menjaga harmonisasi. Selain itu superioritas juga masih dijunjung dalam berkomunikasi. Warga yang memiliki kedudukan lebih tinggi umumnya lebih didengarkan dan lebih banyak berbicara daripada warga yang secara status sosial biasa-biasa saja. Hal ini nampak dalam pengambilan keputusan yang terjadi dalam proses MMD. Suara dari orang yang memiliki kedudukan lebih didengarkan dan kecenderungan untuk menolak cukup kecil.

Selain itu hubungan juga sangat mempengaruhi proses komunikasi, dimana ketika hubungan antara sumber dan penerima semakin dekat, maka komunikasi berjalan dengan lebih lancar. Hal ini terlihat dari hubungan bidan , kader dengan masyarakat. Semakin dekat dan baik hubungan itu, maka masyarakat juga cenderung lebih mudah diajak berkomunikasi. Karena

88

Universitas Kristen Petra masyarakat mudah diajak berkomunikasi maka masyarakat juga menjadi lebih aktif jika diajak melakukan suatu program. Demikian pula dengan bidan dan kader juga menjadi lebih aktif karena merasa dekat dengan masyarakat.

Hal –hal lain seperti waktu, tempat dan suasana juga memberikan pengaruh terhadap proses komunikasi, namun pengaruh yang diberikan tidak sesignifikan hubungan dan budaya. Pengaruh dari waktu, tempat dan suasana tersebut akan menunjang atau memperparah suatu proses komunikasi yang sudah dipengaruhi oleh budaya dan hubungan tersebut. Sebagai contoh, hubungan antara bidan dan masyarakat di desa Surondakan yang kurang dekat ditambah lagi dengan ketiadaan waktu untuk berkomunikasi dan tempat serta suasana komunikasi yang tidak memadai membuat efek komunikasi yang diharapkan menjadi semakin jauh dari tujuan semula. Namun sebaliknya, meskipun tempat dan suasana yang ada di desa Sumberdadi juga sama tidak mendukungnya, namun karena adanya hubungan yang dekat dan baik serta ketersediaan waktu untuk berkomunikasi maka proses komunikasi dapat berlangsung dengan lebih lancar dan efek yang diharapkan pun dapat lebih tercapai.

4.3.1.2.Sumber (Enkoding)-Penerima (Dekoding)

Menurut Devito (2007) sumber-penerima adalah satu kesatuan yang tak terpisahakan untuk menegaskan bahwa setiap orang yang terlibat dalam komunikasi adalah sumber sekaligus penerima. Ketika seseorang mengirimkan pesan, maka orang tersebut juga akan menerima pesan dari dirinya sendiri dan pesan dari orang lain –secara visual melalui pendengaran, atau bahkan melalui rabaan dan penciuman (isyarat non-verbal). Demikian pula sebaliknya ketika seseorang sedang menerima pesan, dia juga dapat mengirimkan pesan-pesan non-verbal kepada orang lain.

Dalam proses komunikasi Desa Siaga, sumber adalah orang yang meng-enkoding pemikiran, ide, perasaan atau pendapatnya ke dalam sebuah pesan. Sedangkan penerima adalah orang yang menerima pesan dari sumber tersebut dan mendekodingnya ke dalam pikiran dan perasaannya. Maka dari itu, dalam penelitian ini sumber-penerima dan enkoding-dekoding dimasukkan dalam satu

89

Universitas Kristen Petra kesatuan elemen, dimana elemen-elemen tersebut tidak dapat dipisahkan begitu saja.

Disini juga terlihat jelas suatu bentuk sirkuler dimana siapa yang sesungguhnya melontarkan pesan awal atau dapat dikatakan sebagai sumber tidak dapat diidentifikasikan dengan pasti. Karena didalam proses ini, bisa jadi sumber tersebut sesungguhnya merupakan penerima pesan yang kemudian berperan lagi sebagai sumber pesan bagi orang lain, atau bahkan sumber pesan bagi sumber pertamanya. Hal ini terjadi mulai dari proses SBM dimana masyarakat dan oknum kesehatan secara bergantian menjadi sumber dan penerima pesan. Dalam proses ini Dinas Kesehatan melalui puskesmas memberikan form SBM kepada masyarakat, dimana form tersebut merupakan pesan bagi masyarakat bahwa ada penyakit, gejala dan faktor resiko yang harus mereka awasi. Kemudian ketika form itu diisi oleh masyarakat dan diberikan kepada pihak puskesmas, maka masyarakat lah yang saat itu berperan sebagai sumber pesan bagi dinas kesehatan. Dalam proses ini, masyarakat terlihat juga sebagai penerima pesan yang memberikan feedback, namun nyatanya feedback tersebut sesungguhnya merupakan pesan dari masyarakat kepada pemerintah untuk menunjukkan kondisi kesehatan di daerahnya. Jika ada pesan mengenai kasus luar biasa, maka ini menjadi pesan bagi pemerintah untuk melaksanakan suatu aksi darurat, dimana disini petugas kesehatanlah yang jadi memberi feedback terhadap feedback dari masyarakat tadi.

Selain dalam proses SBM, dalam proses MMD juga berlaku hal yang sama. Di proses MMD yang mengawali pembicaraan adalah pembicara di depan. Namun pembicara tersebut mengawali ucapannya dengan agenda dari hasil SBM atau pengamatan masyarakat. Selain itu, sekalipun yang banyak berbicara adalah pembicara, namun peserta juga memberikan masukan-masukan keputusan yang akhirnya disetujui oleh pembicara. Contohnya ketika kepala puskesmas melontarkan pesan mengenai hal apa yang akan dilakukan di desa tersebut, maka akan ada peserta yang memberikan feedback. Feedback dari peserta ini yang nantinya akan menjadi pesan bagi peserta lainnya mapun pembicara yang ada di depan.

90

Universitas Kristen Petra Dalam penyebaran informasi kemasyarakat, proses ini terjadi secara berkesinambungan dari satu warga ke warga yang lain.Warga yang pertama menerima pesan dari warga lain , akhirnya menjadi sumber bagi warga yang lain lagi. Selain itu, bisa jadi juga warga yang menerima pesan tersebut memberikan

feedback, dimana feedback tersebut menjadi pesan bagi pihak puskesmas yang

awalnya menyebarkan informasi ini. Contohnya di desa Dawuhan, hasil MMD menyatakan masyarakat harus membuat jamban. Hasil ini kemudian disebar luaskan kepada masyarakat. Lalu masyarakat memberikan feedback dengan menolak membuat jamban. Feedback ini akhirnya menjadi sebuah pesan bagi pihak puskesmas bahwa warga masih banyak yang tidak mengerti mengenai pentingnya membangun jamban.

Dokumen terkait