• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.3. Analisa dan Interpretasi Data

4.3.3. Hambatan Komunikasi dalam Implementasi Program Desa Siaga

4.3.3.6 Model Hambatan Komunikasi

110

Universitas Kristen Petra Model hambatan komunikasi diatas menjelaskan bahwa setiap proses dalam implementasi Desa Siaga mengalami hambatan komunikasi yang menyebabkan kegagalan dalam mencapai efek komunikasi yang diinginkan. Berikut adalah penjelasan per prosesnya.

- Hambatan dalam Surveilans Berbasis Masyarakat

Dalam proses Surveilans Berbasis Masyarakat atau yang lebih sering disebut dengan SBM ada beberapa hambatan komunikasi yang terjadi. Berikut adalah hambatan-hambatannya.

 Adanya persepsi bahwa SBM sudah berjalan lancar

Dalam proses SBM, peneliti menemukan bahwa kebanyakan kader dan bidan yang menjalankan survei merasa tidak ada masalah yang terlalu berarti dalam SBM. Jikalau pun ada, mereka menganggap permasalahan tersebut datang dari sifat beberapa orang tertentu yang memang tertutup. Sisanya, jika masyarakat sudah mau melaporkan jika ada yang sakit maka SBM sudah dapat dikatakan berhasil. Padahal yang terjadi tidaklah demikian. SBM sampai saat ini tidak berjalan dengan lancar. Ada berbagai masalah yang menghambat SBM untuk dapat berjalan dengan baik.

Namun karena adanya persepsi bahwa proses SBM telah berjalan dengan lancar maka akhirnya metode survei ini terus menerus dijalankan tanpa adanya perubahan ke metode yang lebih efektif. Selain itu hal lain yang berbahaya adalah hasil SBM ini dianggap akurat sehingga bisa jadi berujung pada pengambilan keputusan atau tindakan penanganan yang salah atau sia-sia di berbagai desa.

 Metode survei yang kurang tepat.

Metode survei yang digunakan dalam proses SBM adalah menunggu laporan dari masyarakat jika ada yang sakit. Jadi

111

Universitas Kristen Petra partisipasi aktif dari masyarakat sangat menentukan jalannya SBM ini. Metode yang hanya menunggu laporan dari masyarakat ini memiliki poin kelemahan yang cukup besar yaitu kedekatan dan kepercayaan masyarakat terhadap penyurvei. Di desa seperti Sumberdadi dimana bidan dan kadernya aktif dan sudah mengenal masyarakat dengan dekat, metode ini dapat berjalan dengan lebih baik walalupun tidak menjamin juga tidak ada kejadian yang terlewatkan. Namun pada desa yang hubungan antara bidan-kader dengan masyarakat kurang dekat seperti di Dawuhan dan Surondakan, maka kemungkinan adanya laporan yang tidak tersampaikan sangat besar.

Selain masalah kedekatan, masalah lain yang muncul adalah keakuratan dari hasil survei. Karena survei hanya berdasarkan laporan saja, maka ada kemungkinan bahwa hasil laporan tersebut salah atau kurang tepat. Apalagi kebanyakan kader dan bidan tidak memeriksa lagi laporan tersebut jika tidak terdengar aneh. Misalnya saja bisa saja terjadi seorang anak yang BAB cair karena memakan makanan yang cair pada hari yang sebelumnya namun sesungguhnya tidak menderita diare, dilaporkan terkena diare. Hal inilah yang tidak dapat diketahui dengan metode survei seperti ini. Hal ini tentunya sangat berbahaya karena SBM ini seharusnya dijadikan dasar untuk mengambil tindakan yang perlu dilakukan oleh masyarakat untuk menjaga kesehatan.

 Tidak disampaikannya hasil SBM kepada masyarakat luas.

Masalah lain yang terjadi adalah hambatan komunikasi dimana hasil SBM tidak disampaikan ke masyarakat. Hal ini terjadi karena adanya persepsi dari pengelola hasil SBM bahwa tidak akan ada yang bersedia mengurus penyebaran hasil SBM ini ke masyarakat. Selain itu juga tidak ada media yang tepat dan

112

Universitas Kristen Petra memadai untuk menyebarkan hasil SBM ini ke masing-masing desa.

Dengan tidak disebarkannya SBM ini ke masyarakat, maka masyarakat lama kelamaan tidak dapat merasakan manfaat dari melakukan SBM. SBM bisa jadi dianggap penting hanya jika ada kejadian luar biasa. Dikhawatirkan lama kelamaan keaktifan masyarakat dalam melaksanakan SBM akan terus menurun. Selain itu masyarakat yang tidak mengetahui hasil dari SBM dan tiba-tiba mengikuti MMD akan cenderung banyak diam. Mereka tidak benar-benar memahami proses SBM sehingga tidak dapat memberikan masukan dalam MMD. Demikian juga berikutnya ketika masyarakat luas tiba-tiba diberi himbauan tindakan dari hasil MMD, mereka juga akan memberikan penolakan karena masyarakat tidak merasakan pentingnya himbauan tersebut.

 Kompetensi penyurvei dalam melaksanakan SBM kurang.

Kompetensi yang dimiliki oleh masing-masing penyurvei cukup beragam, namun rata-rata kader yang menjalankan proses survei ini adalah ibu rumah tangga yang tidak memiliki latar belakang pendidikan kesehatan. Mereka memperoleh ilmu-ilmu dasar kesehatan dari penyuluhan, sharing dengan orang-orang dari dunia kesehatan, maupun belajar secara otodidak. Maka dari itu kompetensi mereka dalam melakukan survei masih kurang.

Apalagi metode survei yang meminta masyarakat awam untuk melaporkan jika mereka mengalami kejadian yang berhubungan dengan kesehatan. Jika hal-hal tersebut kasat mata, seperti mereka melihat bak terlantar yang bisa menjadi tempat tumbuh jentik nyamuk, maka hal tersebut dapat dengan mudah mereka pahami dan laporkan. Namun jika sudah mengenai sakit penyakit dengan gejala-gejala tertentu, mereka kemungkinan besar akan salah melaporkan.

113

Universitas Kristen Petra  Terlambatnya laporan SBM.

Keterlambatan pengumpulan form SBM cukup mempengaruhi keseluruhan SBM itu sendiri. Keterlambatan pengumpulan form SBM ini akan mempengaruhi keakuratan hasil rekap laporan SBM karena sering terjadi pengelola hasil SBM terlewat memasukkan hasil SBM yang terlambat tersebut.

Keterlambatan pengumpulan form ini sesungguhnya adalah akibat dari adanya persepsi dari kader Desa Siaga bahwa laporan SBM tidaklah terlalu penting jika tidak ada kasus luar biasa. Padahal belum tentu gejala penyakit yang dianggap biasa-biasa saja tidak akan menimbulkan wabah atau bahaya di kemudian hari. Hal inilah yang akan menimbulkan bahaya di masa mendatang.

 Tidak aktifnya Tedes (Tim Evaluasi Desa) sebagai Penyurvei. Keaktifan Tedes yang seharusnya menjadi tim survei merupakan salah satu kunci dari SBM yang efektif. Luas desa serta jumlah penduduk yang tidak sedikit menyebabkan proses survei tidak mungkin dilakukan hanya oleh satu atau dua orang. Namun karena tim ini tidak aktif, maka survei kebanyakan hanya dilakukan oleh kader dan bidan dengan meminta bantuan masyarakat untuk melapor.

Ketidak aktifan Tedes ini dikarenakan beberapa hal, yaitu kesibukan mereka dalam bidang pekerjaan utamanya, tidak adanya sanksi atas kelalaian tim Tedes, dan adanya rasa tidak enak hati untuk menegur Tedes yang merupakan pejabat struktural di desa tersebut. Hambatn-hambatn ini yang menyebabkan Tedes tidak efektif bekerja, disamping Tedes sendiri juga tidak merasakan pentingnya pelaksanaan SBM.

Karena tidak aktifnya Tedes ini, maka hasil SBM juga sudah dipastikan tidak akurat dan tidak dapat menjangkau masyarakat secara keseluruhan. Maka dari itu, akan terjadi

114

Universitas Kristen Petra kekeliruan hasil SBM yang dapat menyebabkan kesalahan persepsi yang berujung pada kesalahan pengambilan keputusan.

 Adanya masyarakat yang tidak melapor jika sakit.

Ada beberapa orang yang tidak mau melapor pada kader maupun bidan jika terkena penyakit. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal. Yang pertama ketidak tahuan masyarakat mengenai penyakit yang berbahaya atau tidak, sehingga ketika ada sanak keluarganya yang mengalami sakit yang dianggapnya tidak parah maka mereka tidak melaporkan. Kemudian yang kedua adalah kurangnya kedekatan dengan kader maupun bidan yang melaksanakan SBM. Jika masyarakat tidak terlalu mengenal bidan maupun kader maka masyarakat cenderung enggan melapor jika terkena penyakit.

Karena masyarakat tidak mau melapor, tentu saja proses SBM pasti gagal. Proses SBM sampai saat ini masih mengandalkan laporan dari masyarakat untuk mendapatkan data. Jika masyarakat tidak mau melapor maka data yang didapat dari masyarakat pun akan sangat kurang dan tidak dapat mencakup keseluruhan warga.

- Hambatan dalam Musyawarah Masyarakat Desa

Sama seperti proses SBM, proses Musyawarah Masyarakat Desa atau MMD juga mengalami banyak hambatan dalam prosesnya. MMD ini adalah salah satu proses penting untuk menentukan tindakan apa yang diambil oleh masyarakat untuk mengatasi permasalahan kesehatan yang ada di desanya. Maka dari itu keberhasilan dari proses ini juga sangat penting dalam Desa Siaga. Berikut adalah hambatan-hambatan yang terjadi, yang seharusnya diminimalisir.

115

Universitas Kristen Petra  Kurangnya frekuensi pelaksanaan MMD.

Frekuensi MMD normal adalah minimal tiga kali dalam satu tahun atau jika dirata-rata adalah tiga bulan satu kali. Frekuensi waktu ini ditentukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Trenggalek agar masyarakat dapat melakukan tindakan secara

sustainable untuk menjaga kesehatan di desanya, karena masalah

kesehatan bukanlah masalah yang dapat diselesaikan hanya dengan satu kali tindakan lepas.

Selama ini, rata-rata desa di Trenggalek hanya melaksanakan MMD satu kali dalam satu tahun. Hal ini menyebabkan frekuensi pertemuan masyarakat untuk membicarakan masalah kesehatan menjadi kurang. Akhirnya, masyarakat desa juga hanya mengambil tindakan kesehatan secara bersama-sama satu kali. Bahkan parahnya ada masyarakat yang menolak hasil keputusan tersebut. Namun karena tidak ada pembahasan lebih lanjut, maka penolakan ini juga tidak dapat dibicarakan kembali.

 Kurang aktifnya masyarakat umum dalam proses MMD karena hambatan budaya dan kurangnya kompetensi.

Hambatan komunikasi yang sangat nampak selama proses MMD adalah hambatan budaya dan kurangnya kompetensi. Masyarakat awam yang mengikuti MMD umumnya jarang mau mengemukakan pendapat dan hanya menjadi orang-orang yang menyetujui pendapat dari pejabat struktural atau tokoh masyarakat. Masyarakat Trenggalek masih terkendala budaya Jawa yang kental, dimana dalam budaya ini konfrontasi secara terbuka kepada orang-orang yang lebih tinggi jabatan atau status sosialnya dianggap tidak pantas atau tidak sopan. Maka dari itu, masyarakat lebih memilih diam dan setuju kepada pernyataan beberapa orang yang dominan dan hanya berbisik-bisik jika tidak setuju tanpa pernah

116

Universitas Kristen Petra mengungkapkannya. Hal ini akhirnya menyebabkan fenomena dimana masyarakat melakukan gerkan gerilya dibawah, terutama jika hasil MMD nya bersifat personal seperti pembuatan jamban. Masyarakat tidak bersedia untuk menjalankan hasil MMD pada saat pelaksanaan tanpa pernah membicarakan keberatan mereka ke forum MMD sehingga keberatan-keberatan ini tidak pernah dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan MMD.

Selain karena adanya hambatan dalam hal budaya, hambatan lain yang menyebabkan masyarakat tidak banyak berpartisipasi dalam MMD adalah kurangnya kompetensi dari masyarakat dalam hal kesehatan. Pembicara dalam MMD seringkali menggunakan istilah-istilah kesehatan yang tidak dapat ditangkap dengan baik oleh peserta. Hal ini menyebabkan masyarakat terkadang tidak mengerti arah pembicaraan sampai tiba-tiba sudah diambil sebuah keputusan dan mereka hanya meng-iya-kan keputusan tersebut. Hal ini juga masalah karena pada penyebarannya nanti, jika para peserta juga tidak dapat menjelaskan mengapa keputusan tersebut diambil. Hal ini akan menimbulkan hambatn lain nantinya pada saat penyebaran informasi.

 Sarana dan prasana yang kurang mendukung.

Salah satu hambatan yang paling kasat mata dalam proses MMD adalah hambatan fisik dimana sarana dan prasarana yang ada untuk pelaksanaan MMD masih kurang memadai. Yang paling parah adalah kondisi gedung tempat pertemuan yang tidak kedap suara. Hal ini menyebabkan berulangkali suara dari pembicara maupun peserta yang berbicara tidak terdengar karena adanya bunyi kendaraan bermotor yng sangat keras. Selain itu bunyi hewan peliharaan dan pembetulan rumah juga cukup menganggu

117

Universitas Kristen Petra konsentrasi. Belum lagi gedung tersebut juga terbuka sehingga bau dari sekitar juga dapat masuk dan mengganggu konsentrasi.

Selain masalah gedung, sarana yang ada juga kurang baik. Pengeras suara yang ada kondisinya tidak terlalu baik, papan tulis yang tersedia juga tidak dipergunakan dengan baik. Tidak ada juga media visual lain yang dapat menunjang jalannya MMD. Hal ini menyebabkan proses MMD menjadi terganggu.

 Adanya persepsi yang menimbulkan motivasi yang melenceng dalam pelaksanaan MMD

Di dalam masyarakat Trenggalek terdapat persepsi bahwa jika mengadakan suatu kegiatan yang mengundang orang lain, seyogyanya memberikan sesuatu sebagai balasan, seperti konsumsi. Jika yang mengadakan kegiatan tersebut adalah pemerintah, harapan dari masyarakat umumnya lebih besar lagi dimana mereka berharap akan mendapatkan berbagai tunjangan dari kegiatan tersebut. Maka dari itu, pihak penyelenggara kegiatan MMD akhirnya memenuhi harapan tersebut karena tidak dapat mengecewakan masyarakat yang sudah berharap. Selain karena ada rasa tidak enak hati (sungkan / ewuh pekewuh) dari masyarakat mengenai hal ini, mereka juga khawatir masyarakat tidak akan bersedia jika diajak mengikuti kegiatan lain karena kecewa harapannya tidak terpenuhi.

Hal tersebut akhirnya memberikan dampak terhadap proses MMD sendiri. Ada banyak orang yang datang dengan motivasi yang salah sehingga bersikap asal-asalan ketika mengikuti MMD. Selain itu dana yang tersedia untuk MMD selama satu tahun akhirnya habis hanya dalam satu kali MMD karena hal ini, sehingga menyebabkan penyelenggara tidak dapat lagi mengadakan MMD. Hal yang paling buruk dari ini adalah masyarakat menjadi tidak menyadari bahwa program ini dibuat

118

Universitas Kristen Petra untuk kebaikan mereka sendiri, sehingga efek yang diharapkan dalam program Desa Siaga ini menjadi tidak tercapai.

- Hambatan dalam Penyampaian Informasi ke Masyarakat

Hambatan komunikasi tetap menyertai proses implementasi Desa Siaga bahkan sampai kepada penyebaran ke masyarakat. Maslah-masalah yang terjadi dalam penyebaran informasi ke masyarakat ini tak pelak adalah akibat juga dari hambatan-hambatan sebelumnya. Namun ada juga yang merupakan hambatan khas yang terjadi dalam proses ini, walaupun tidak terpengaruh oleh hambatan-hambatan lain sebelumnya. Berikut adalah penjelasan dari hambatan-hambatan tersebut.

 Kurangnya media yang efektif untuk menyebarkan informasi Dalam penyebaran informasi ke masyarakat, media utama yang selama ini digunakan adalah penyampaian dari mulut ke mulut atau dari satu orang ke orang lain. Penyampaian informasi jenis ini memiliki keuntungan dapat menyebar dengan cepat dan tidak membutuhkan biaya dalam prosesnya, dimana cara ini masih dapat digunakan di Trenggalek yang masyarakatnya masih memiliki frekuensi hubungan dan pertemuan antar tetangga yang tinggi. Namun masalah besar dalam media ini adalah terjadinya distorsi informasi sementara informasi disampaikan dari satu orang ke orang yang lain. Akhirnya lama kelamaan informasi yang diberikan hanya tinggal sepotong informasi inti tanpa adanya penjelasan yang lebih dalam yang akhirnya menimbulkan masalah dalam masyarakat sendiri. Masyarakat akhirnya tidak memahami permasalahan yang sebenarnya sehingga harus diambil tindakan tersebut, maka dari itu akan ada kecenderungan untuk menolak jika mereka merasa terbebani dengan hal ini.

Terkadang di sebagian desa-desa tertentu ada alat bantu penyampaian pesan melalui surat edaran. Cara ini cukup membantu

119

Universitas Kristen Petra untuk mengurangi distorsi informasi tadi. Namun sayangnya tidak semua desa memberlakukan hal ini karena kegiatan ini membutuhkan dana lebih dan kewenangan untuk mengedarkan surat. Jika yang berwenang untuk mengeluarkan surat edaran tidak bersedia melaksanakan hal ini, maka surat edaran ini juga tidak dapat disampaikan.

 Masyarakat tidak memahami informasi yang mereka terima

Masalah lanjutan dari distorsi informasi tersebut adalah masyarakat tidak memahami informasi yang mereka dapatkan. Masyarakat awam di Trenggalek umumnya tidak terlalu mengerti masalah-masalah kesehatan sehingga ketika memperoleh penjelasan mengenai tindakan kesehatan maka mereka tidak jarang tidak mengerti. Hal ini akhirnya memperparah lagi proses distorsi informasi yang sudah terjadi. Penerima pesan yang tidak mengerti menyampaikan pesan kepada orang lain yang juga belum tentu bisa mengerti pesan tersebut. Belum lagi pesan tersebut juga terdistorsi dari satu orang ke orang lain. Maka dari itu masalah ini cukup gawat seandainya himbauan tindakan yang diberikan bukanlah sebuah tindakan yang mudah dan diperlukan usaha lebih untuk melakukannya. Kecenderungan masyarakat untuk menolak menjadi tinggi karena kurangnya persuasi dalam penyampaian informasi tersebut.

Dokumen terkait