• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hambatan Perilaku

Dalam dokumen 4. ANALISIS DATA. Universitas Kristen Petra (Halaman 33-45)

Tabel 4.18. Responden Tidak Berprasangka Buruk Terhadap Rekan Kerja

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Sangat setuju 9 8.9 8.9 8.9

Setuju 38 37.6 37.6 46.5

Tidak setuju 42 41.6 41.6 88.1

Sangat tidak setuju 12 11.9 11.9 100.0

Total 101 100.0 100.0

Sumber : Olahan Peneliti (2013)

Berdasarkan hasil kuesioner dari tabel 4.18 di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden menjawab memiliki prasangka buruk terhadap rekan kerja ketika berbicara. Dapat dilihat sebanyak 42 orang atau 41,6%

menjawab tidak setuju dengan pernyataan di atas, 12 orang atau 11,9%

menjawab sangat tidak setuju, sedangkan 38 responden atau 37,6% menjawab setuju, dan 9 orang atau 8,9% menjawab sangat setuju. Responden yang menjawab tidak setuju dan sangat tidak setuju adalah mereka yang memiliki prasangka buruk pada saat melakukan komunikasi dengan rekan kerja.

Melalui wawancara dengan salah satu responden yang menjawab tidak setuju (NN, usia 34 tahun, masa kerja 1 tahun, staff divisi Sales & Marketing, 4 Juli 2013) mengatakan sebagai berikut.

85

Universitas Kristen Petra

“Dalam setiap pekerjaan, pasti masing-masing individu memiliki prasangka buruk dengan rekan sekerja, entah itu rasa kurang percaya maupun curiga. Saya pun demikian, ketika berbicara dengan rekan sekerja kadang-kadang memiliki prasangka buruk karena pernah memiliki rasa kurang percaya sebelumnya. Hal ini juga dapat menghambat komunikasi yang ada menjadi tidak lancar”.

Prasangka buruk yang dimiliki individu saat berbicara dapat menghambat proses komunikasi yang disebut hambatan perilaku. Hambatan perilaku disebut juga hambatan kemanusiaan, yaitu hambatan yang disebabkan berbagai bentuk sikap atau perilaku, baik dari komunikator maupun komunikan (Wursanto, 2005, p.176).

Tidak semua responden memiliki prasangka buruk, terdapat 38 responden lainnya yang tidak memiliki prasangka buruk. Dari hasil wawancara dengan salah satu responden yang menjawab setuju (NN, usia 29 tahun, masa kerja 1 tahun, staff divisi Finance & Accounting, 4 Juli 2013) mengatakan sebagai berikut.

“Saya tidak memiliki prasangka buruk dengan teman sekerja karena adanya saling percaya dalam melakukan setiap pekerjaan, sehingga komunikasi yang saya lakukan akan berjalan dengan normal”.

Sebagian besar responden memiliki prasangka buruk yang menyebabkan hambatan perilaku. Hambatan perilaku ini juga dapat disebut faktor psikologis. Faktor psikologis ini sering kali menjadi hambatan dalam komunikasi. Ini berkaitan dengan kondisi psikologis komunikan. Komunikasi akan sulit berhasil, jika komunikan sedang bersedih, bingung, marah, kecewa, juga berkaitan dengan prasangka. Prasangka merupakan salah satu hambatan berat bagi kegiatan komunikasi karena orang yang berprasangka belum apa-apa sudah menentang komunikator. Terlebih bagi mereka yang memiliki prasangka yang sudah berakar, seseorang tidak akan dapat berpikir secara objektif dan apa yang dilihat dan didengarnya selalu akan dinilai negatif (Effendy, 2002, p.11).

Apabila dalam proses komunikasi masing-masing pihak (antara komunikator dengan pihak komunikan) mempunyai pandangan yang negatif,

86

Universitas Kristen Petra

buruk, curiga, maka komunikasi tidak akan berhasil. Dalam komunikasi dituntut adanya pengertian bersama (common experience) antara kedua belah pihak. Namun pada kenyataannya, melalui hasil wawancara dengan Human Resources Department pada tanggal 4 Juli 2013 (NN, usia 29 tahun, masa kerja 1 tahun) secara umum terdapat prasangka buruk yang dimiliki satu karyawan dengan karyawan lain pada saat berbicara. Hal ini dikarenakan pengalaman mereka sebelumnya yang memiliki pengalaman buruk dengan lawan bicara, sehingga pada saat melakukan komunikasi terdapat perasaan yang kurang baik. Selain itu juga disebabkan oleh aspek antropologis dan sosiologis yang dapat terjadi dalam ras, bangsa, suku bangsa, agama, politik, kelompok, dan apa saja yang bagi seseorang merupakan suatu perangsang disebabkan dalam pengalamannya pernah diberi kesan yang tidak enak.

Jadi, melalui hasil pembagian kuesioner dengan responden diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki prasangka buruk dengan karyawan lain yang membuat terjadinya hambatan komunikasi.

Tabel 4.19. Responden Tidak Memiliki Rasa Kecurigaan Saat Berbicara

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Sangat setuju 25 24.8 24.8 24.8

Setuju 23 22.8 22.8 47.5

Tidak setuju 37 36.6 36.6 84.2

Sangat tidak setuju 16 15.8 15.8 100.0

Total 101 100.0 100.0

Sumber : Olahan Peneliti (2013)

Data dari tabel 4.19 di atas dapat dilihat bahwa responden sebanyak 37 orang atau 36,6% menjawab tidak setuju terhadap pernyataan “Tidak Memiliki Rasa Kecurigaan Saat Berbicara”, responden yang menjawab sangat tidak setuju sebanyak 16 orang atau 15,8%, sedangkan 25 responden atau 24,8% menjawab sangat setuju, dan 23 responden atau 22,8% menjawab

87

Universitas Kristen Petra

setuju. Artinya, sebagian besar responden memiliki rasa curiga pada saat berbicara dengan karyawan yang lain.

Seperti hasil wawancara dengan salah satu staff divisi Finance &

Accounting yang menjawab tidak setuju (Budi, usia 36 tahun, masa kerja 1 tahun, 4 Juli 2013) mengatakan bahwa dalam berkomunikasi pasti setiap orang memiliki rasa curiga. Hal ini didukung oleh hasil wawancara sebagai berikut.

“Saya tidak setuju bahwa setiap orang tidak memiliki rasa curiga.

Pada saat menyampaikan pesan kepada rekan kerja lainnya, kita dapat memiliki rasa curiga apakah orang yang diajak berbicara tersebut dapat mengerti isi pesan atau tidak, bisa menyampaikan pesan dengan jelas atau tidak, bahkan kadang-kadang memiliki rasa curiga apakah teman sekerja ini bisa diajak kerjasama dalam pekerjaan atau tidak”.

Selain itu terdapat beberapa responden yang menjawab sangat tidak setuju. Didukung melalui hasil wawancara pada tanggal 4 Juli 2013 (Jessica, usia 24 tahun, masa kerja 3 bulan, staff divisi Sales & Marketing) mengatakan demikian.

“Rasa curiga dalam dunia kerja itu bisa dimiliki oleh setiap pribadi individu. Saya pun memiliki rasa curiga dengan teman sekerja karena kecurigaan itu dibangun dari beberapa pengalaman sebelumnya. Pada saat berbicara dengan rekan kerja lainnya, saya bisa timbul rasa curiga apakah mereka mengerti omongan yang saya maksud dan bisa diandalkan dalam bekerja”.

Hal-hal semacam ini yang dapat menghambat proses komunikasi karena seseorang telah memiliki rasa kecurigaan terlebih dahulu sebelum melakukan komunikasi.

Di sisi lain, beberapa responden menyatakan tidak memiliki rasa curiga kepada sesama rekan kerja. Hal ini dikarenakan dari hasil wawancara yang mewakili jawaban responden setuju (Vica, usia 26 tahun, masa kerja 1 tahun, staff divisi Rooms, 5 Juli 2013) mengatakan demikian.

“Saya memiliki kepercayaan terhadap karyawan yang lain, sehingga dapat menyampaikan informasi tanpa ada perasaan yang kurang baik.

Setiap individu memiliki pemikiran yang berbeda. Terdapat individu

88

Universitas Kristen Petra

yang sangat hati-hati dalam melakukan komunikasi, sehingga tidak mau berbagi informasi dengan temannya karena ada rasa curiga dengan teman tersebut. Namun, sejauh ini saya tidak memiliki rasa curiga dengan rekan sekerja”.

Rasa curiga juga merupakan sebuah prasangka yang ada dalam diri individu. Apabila seseorang berbicara dengan rasa curiga, maka komunikasi juga bisa terhambat karena adanya prasangka yang kurang baik sebelumnya.

Prasangka yang didasarkan pada emosi adalah suatu pendapat atau anggapan terhadap sesuatu yang tidak berdasarkan pada nalar (Wursanto, 2005, p.176).

Rasa curiga bisa dimiliki oleh setiap orang pada saat berbicara.

Adanya rasa curiga dalam komunikasi dapat menghambat komunikasi yang ada karena tidak bisa menyampaikan pesan dengan nyaman. Mayoritas responden dalam penelitian ini memiliki rasa kecurigaan dengan rekan sekerja. Hambatan ini juga sering terjadi dalam sebuah organisasi. Jadi, sesuai dengan teori yang dikatakan Wursanto (2005, p.176) bahwa rasa curiga yang dimiliki seseorang dapat menjadi salah satu hambatan komunikasi.

Tabel 4.20. Responden Memiliki Kepercayaan Pada Karyawan Lain

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Sangat setuju 27 26.7 26.7 26.7

Setuju 24 23.8 23.8 50.5

Tidak setuju 35 34.7 34.7 85.1

Sangat tidak setuju 15 14.9 14.9 100.0

Total 101 100.0 100.0

Sumber : Olahan Peneliti (2013)

Berdasarkan data tabel 4.20 di atas, terlihat perbedaan tipis antara responden yang menjawab setuju dan tidak setuju. Responden yang menjawab sangat setuju berjumlah 27 orang atau 26,7% dan responden yang menjawab setuju berjumlah 24 orang atau 23,8%. Responden yang paling banyak tampak dari jawaban tidak setuju dengan total 35 orang atau 34,7%

89

Universitas Kristen Petra

dan responden yang menjawab sangat tidak setuju, yaitu 15 orang atau 14,9%.

Dari hasil wawancara dengan responden yang menjawab tidak setuju (Budi, usia 36 tahun, masa kerja 1 tahun, staff divisi Finance & Accounting, 4 Juli 2013) menyatakan bahwa responden tidak memiliki rasa kepercayaan pada karyawan lain. Hal ini disebabkan sebagian dari mereka memiliki prasangka yang kurang baik, seperti rasa curiga, negatif, dan kurang percaya.

Pernyataan ini didukung dari hasil wawancara sebagai berikut.

“Saya merasa hal yang wajar, jika seseorang memiliki rasa kurang percaya terhadap orang lain. Pada saat saya berbicara dengan rekan kerja untuk melakukan serah terima pekerjaan, kadang-kadang dari dalam diri saya merasa kurang percaya, sehingga saya menjadi takut untuk mempercayai orang tersebut dalam bekerja. Pada akhirnya komunikasi yang ada sedikit terhambat”.

Melalui hasil wawancara dengan responden yang menjawab sangat setuju (Vica, usia 26 tahun, masa kerja 1 tahun, staff divisi Rooms, 4 Juli 2013) mengatakan demikian.

“Selama saya bekerja, saya selalu memiliki rasa kepercayaan dengan rekan kerja. Rasa percaya memang dibutuhkan dalam diri masing-masing individu. Namun tidak semua orang dapat dengan mudah mempercayai orang lain. Sejauh ini, saya tidak mendapati masalah dengan rekan kerja yang lain, sehingga saya bisa mempercayai rekan sekerja”.

Tidak jauh berbeda dengan analisis sebelumnya yang menyatakan bahwa beberapa karyawan Hotel Midtown memiliki rasa curiga yang pada akhirnya memiliki rasa kurang percaya terhadap karyawan lain. Penyebab timbulnya perasaan seperti ini dikarenakan mereka memiliki pengalaman yang kurang baik sebelumnya, sehingga muncul rasa kurang percaya. Lalu sebelumnya juga mereka pernah melihat bagaimana karyawan lain bekerja tidak sesuai dengan yang diharapkan, sehingga pada saat berbicara tanpa rasa percaya sepenuhnya terhadap rekan sekerjanya. Hal ini dapat menghambat proses komunikasi yang ada karena tidak dapat menjalin komunikasi dengan

90

Universitas Kristen Petra

baik. Hambatan perilaku bisa terjadi karena adanya rasa ketidakpercayaan antara komunikator dengan komunikan (Wursanto, 2005, p.177).

Tabel 4.21. Responden Memberikan Kesempatan Kepada Karyawan Lain Untuk Menyampaikan Gagasan dan Ide

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Sangat setuju 47 46.5 46.5 46.5

Setuju 54 53.5 53.5 100.0

Total 101 100.0 100.0

Sumber : Olahan Peneliti (2013)

Berdasarkan data tabel 4.21 di atas dapat diketahui bahwa seluruh responden mau memberikan kesempatan kepada karyawan lain untuk menyampaikan gagasan dan ide-ide yang ada pada saat rapat maupun mengenai suatu hal dalam organisasi. Dari data di atas dapat dilihat total responden yang menjawab sangat setuju berjumlah 47 orang atau 46,5% dan responden yang menjawab setuju berjumlah 54 orang atau 53,5%. Dalam hal ini seluruh responden mau berbagi dengan karyawan yang lain untuk menyampaikan ide-ide dan gagasan yang perlu dibicarakan bersama.

Dari hasil wawancara dengan salah satu responden yang menjawab setuju (Jodi, usia 29 tahun, masa kerja 1 tahun, staff divisi Finance &

Accounting, 5 juli 2013) mengatakan demikian.

“Saya selalu ingin bekerja sama dengan karyawan lain dalam melakukan setiap pekerjaan. Oleh karena itu, saya selalu memberikan kesempatan kepada karyawan lain untuk menyampaikan gagasan atau ide yang ada untuk kemajuan perusahaan”.

Hambatan komunikasi dapat terjadi apabila responden tidak mau mengalah dan tidak mau memberikan kesempatan kepada rekan kerja lainnya untuk mengkomunikasikan gagasan yang ada dengan sesama rekan kerja maupun atasan. Hal ini dapat menyebabkan suasana menjadi tidak nyaman dan terlalu formal, sehingga hubungan menjadi kaku. Secara tidak langsung

91

Universitas Kristen Petra

komunikasi yang terjadi antara karyawan satu dengan yang lainnya juga tidak berjalan dengan lancar (Wursanto, 2005, p.177).

Dari data responden dalam penelitian ini, hambatan komunikasi tidak terjadi dalam hubungan yang kaku, sehingga responden mau memberikan kesempatan yang sama dengan karyawan yang lain. Suasana yang ada berjalan dengan baik, tidak ada suasana yang represif sama sekali.

Tabel 4.22. Responden Mau Menerima Perubahan Terhadap Lingkungan Kerja

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Sangat setuju 16 15.8 15.8 15.8

Setuju 29 28.7 28.7 44.6

Tidak setuju 44 43.6 43.6 88.1

Sangat tidak setuju 12 11.9 11.9 100.0

Total 101 100.0 100.0

Sumber : Olahan Peneliti (2013)

Berdasarkan tabel 4.22 di atas dapat dilihat bahwa mayoritas responden tidak mau menerima perubahan terhadap lingkungan kerja yang ada. Sebanyak 44 responden atau 43,6% menjawab tidak setuju, 12 responden atau 11,9% lainnya menjawab sangat tidak setuju, sedangkan sebagian responden lainnya menjawab setuju dengan total 29 responden atau 28,7%, dan 16 responden atau 15,8% menjawab sangat setuju.

Dari hasil wawancara dengan Human Resources Department pada tanggal 5 Juli 2013 (Sari, usia 29 tahun, masa kerja 1 tahun) mengatakan bahwa ada beberapa staff dari divisi Rooms, Food & Beverage Marketing, Sales & Marketing, dan Finance & Accounting yang tidak mau menggunakan sistem dan tata kerja yang baru. Apa yang telah dilakukan dari pekerjaan sebelumnya tetap digunakan hingga sekarang. Seperti yang dikatakan HRD dalam wawancara tersebut sebagai berikut.

92

Universitas Kristen Petra

“Secara umum yang saya lihat, masih ada beberapa karyawan yang tidak mau merubah cara kerja mereka yang lama. Masih saja mereka menggunakan cara mereka sendiri karena sudah terbiasa dan tidak mau mencoba yang baru. Padahal metode kerja yang baru kadang lebih mudah daripada yang lama”.

Hal ini yang dapat membuat komunikasi menjadi tidak berjalan dengan efektif karena adanya perbedaan pikiran antara karyawan satu dengan yang lain. Responden yang tidak mau menerima perubahan tata kerja yang baru memiliki pemahaman yang berbeda dengan karyawan lain yang telah menggunakan tata kerja baru. Hambatan komunikasi seperti ini sering terjadi dalam sebuah organisasi. Dengan banyaknya karyawan yang beraneka ragam pasti terdapat beberapa orang yang tetap menggunakan metode kerja lama.

Sebagai contoh dari hasil analisis responden, pada saat group SCTV yang datang di Surabaya mengadakan pertemuan dengan para media massa di ruang meeting Hotel Midtown Surabaya, seluruh divisi seharusnya membuat sebuah memo yang dapat disebarkan melalui email internal karyawan.

Dengan begitu hal-hal yang perlu disiapkan dapat dimengerti dan dipahami secara tertulis oleh karyawan yang lain. Namun kadang-kadang masih ada beberapa orang yang mau menyampaikan informasi secara langsung atau face to face dengan karyawan lain. Dari sini terlihat bahwa beberapa responden dalam penelitian ini tidak mau menggunakan tata kerja yang baru, tetapi masih menggunakan tata kerja yang lama karena dianggap lebih mudah. Hal seperti ini yang dapat menghambat komunikasi karena belum tentu karyawan yang diajak berbicara pun mengerti dengan jelas pesan-pesan yang disampaikan.

Hal ini didukung oleh wawancara dengan salah satu responden yang menjawab tidak setuju (Toni, usia 39 tahun, masa kerja 1 tahun, staff divisi Finance & Accounting, 5 Juli 2013) sebagai berikut.

“Metode kerja bagi saya merupakan cara kerja yang paling efektif buat saya. Selama bekerja saya menyelesaikan pekerjaan dengan cara saya sendiri yang saya anggap paling nyaman. Kadang saya tidak mau mengikuti cara kerja yang baru karena saya merasa cara kerja yang telah saya lakukan lebih efektif”.

93

Universitas Kristen Petra

Sebagian responden yang menjawab setuju (Nila, usia 28 tahun, masa kerja 1 tahun, staff divisi Rooms 5 Juli 2013) mengatakan sebagai berikut.

“Saya dalam bekerja mau mengikuti aturan dan sistem kerja yang ada.

Jika dalam lingkungan organisasi terdapat tata kerja yang baru, saya mau mengubah cara kerja yang lama dan belajar dengan yang baru.

Hal ini juga dapat menambah pengalaman saya dalam bekerja”.

Secara keseluruhan masih banyak responden dalam penelitian ini yang tidak mau menerima perubahan terhadap lingkungan kerja yang baru.

Hambatan lain yang sering timbul dalam organisasi adalah adanya sementara karyawan/pegawai yang tidak mau menerima perubahan metode kerja karena menganggap metode kerja yang lama adalah metode kerja yang sudah baik dan mudah (Wursanto, 2005, p.177). Metode kerja yang baru adalah hal yang asing baginya. Ketidakmauan untuk menerima metode kerja yang baru dari sementara orang/pegawai/pejabat dapat dipandang sebagai kegagalan pimpinan dalam melakukan komunikasi dengan para bawahan. Pimpinan dianggap tidak berhasil memberikan pengertian kepada para bawahannya terhadap pentingnya perubahan metode kerja.

Tabel 4.23. Responden Mau Menyebarkan Informasi Kepada Karyawan Lain

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Sangat setuju 39 38.6 38.6 38.6

Setuju 62 61.4 61.4 100.0

Total 101 100.0 100.0

Sumber : Olahan Peneliti (2013)

Dari data di atas dapat dilihat bahwa seluruh responden mau menyebarkan informasi kepada karyawan lain apabila terdapat informasi penting yang perlu diketahui seluruh staff organisasi. Terlihat dari total responden sebanyak 39 responden atau 38,6% menjawab sangat setuju dan

94

Universitas Kristen Petra

sebagian besar lainnya menjawab setuju dengan total 62 responden atau 61,4%.

Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu responden yang menjawab setuju (Budi, usia usia 29 tahun, masa kerja 1 tahun, staff divisi Finance & Accounting, 5 Juli 2013) mengatakan demikian.

“Saya mau menyampaikan informasi kepada karyawan lain yang perlu untuk diketahui. Dalam bekerja, kita selalu membutuhkan orang lain untuk bekerja sama melakukan pekerjaan. Setiap informasi yang ada harus disebarkan kepada karyawan lainnya agar seluruhnya mengetahui informasi terbaru dalam organisasi dan pekerjaan dapat berjalan dengan normal”.

Hambatan komunikasi dapat terjadi juga apabila antar karyawan tidak mau menyebarkan informasi kepada karyawan yang lain. Jika hal ini terjadi, maka komunikasi tidak akan berjalan sesuai dengan yang diinginkan karena informasi yang ada tidak disalurkan kepada rekan kerja yang lain, sehingga dapat menyebabkan kesalahpahaman antar karyawan. Buchholz (2001) menyatakan bahwa informasi adalah hal yang sangat penting dalam komunikasi. Ketidaksuksesan dalam pengiriman informasi bisa merupakan suatu hambatan. Hambatan ini bisa menyebabkan kegagalan dalam rapat, kerjasama dengan rekan sekerja, dan penyelesaian tugas.

Namun secara keseluruhan hambatan komunikasi tidak terlihat dalam hal ini karena dari hasil jawaban responden menyatakan bahwa seluruh responden mau menyampaikan informasi kepada karyawan yang lain. Dapat dikatakan informasi yang ada disalurkan dengan baik, sehingga komunikasi antara satu dengan yang lainnya tetap terjaga.

95

Universitas Kristen Petra

Tabel 4.24. Responden Mau Mendengarkan Pendapat Orang Lain dan Tidak Mementingkan Diri Sendiri

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Sangat setuju 50 49.5 49.5 49.5

Setuju 51 50.5 50.5 100.0

Total 101 100.0 100.0

Sumber : Olahan Peneliti (2013)

Berdasarkan data tabel 4.24 di atas dapat dilihat bahwa mayoritas responden menjawab setuju dan sangat setuju bahwa mereka mau mendengarkan pendapat karyawan lain dan tidak mementingkan diri sendiri.

Responden yang menjawab setuju berjumlah 50 responden atau 49,5% dan responden yang menjawab setuju berjumlah 51 responden atau 50,5% dari 101 karyawan.

Melalui hasil wawancara dengan responden yang menjawab setuju (Erni, usia 29 tahun, masa kerja 1 tahun, staff divisi Sales & Marketing, 4 Juli 2013) mengatakan sebagai berikut.

“Saya mau berbagi informasi dengan rekan kerja yang lain dan mau mendengarkan pendapat mereka. Karena pendapat setiap orang dapat membantu untuk memberikan masukan dalam pekerjaan saya. Apabila ada yang salah, saya bisa diberi tahu bagaimana yang benar dan banyak hal baru yang saya dapat”.

Hambatan komunikasi bisa terjadi pada individu apabila memiliki sifat egosentris. Sifat yang egosentris adalah sifat yang mementingkan diri sendiri, kurang memperhatikan kepentingan orang lain. Pegawai yang mempunyai sifat egosentris biasanya kurang pandai menjalin kerjasama dengan pegawai yang lain karena pegawai tersebut kurang berkomunikasi (Wursanto, 2005, p.178). Segenap informasi yang diterima hanya untuk kepentingan sendiri, tidak disebarkan atau tidak diteruskan kepada pihak lain, walaupun pihak lain sangat membutuhkan. Sifat seperti ini sulit diatasi karena pada dasarnya sifat seperti ini merupakan sifat bawaan sejak lahir.

96

Universitas Kristen Petra

Melalui jawaban responden dalam penelitian ini, mereka tidak ada yang bersifat egois, semua mau membagi informasi yang ada kepada karyawan yang lain dan mau memberikan kesempatan kepada karyawan lain untuk mengkomunikasikan gagasan maupun ide yang ada dalam organisasi.

Hambatan komunikasi yang terlihat dalam hambatan perilaku ini lebih kepada prasangka buruk yang dimiliki responden, sehingga terdapat rasa saling curiga dan rasa tidak percaya terhadap karyawan yang lain.

4.3.2.2. Deskripsi Data Variabel Kinerja Karyawan (Y)

Menurut Bernardin dan Russel (1993, p.379), kinerja didefinisikan sebagai berikut: “Performance is defined as the record of outcomes produces on a specified job function or activity during a specified time period”. Ini berarti kinerja merupakan suatu keluaran yang dihasilkan oleh karyawan yang merupakan hasil dari pekerjaan yang ditugaskan dalam suatu waktu atau periode tertentu.

Kinerja karyawan dapat dilihat melalui delapan dimensi, yaitu quantity of work, quality of work, job knowledge, creativeness, cooperation, dependability, initiative, dan personel qualities. Penjabaran hasil kuesioner mengenai variabel kinerja karyawan akan dijelaskan sebagai berikut.

Dalam dokumen 4. ANALISIS DATA. Universitas Kristen Petra (Halaman 33-45)

Dokumen terkait