• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hambatan Semantik

Dalam dokumen 4. ANALISIS DATA. Universitas Kristen Petra (Halaman 24-33)

2. Hambatan Semantik

Tabel 4.14. Responden Tidak Terdapat Salah Ucap dalam Menyampaikan Informasi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Sangat setuju 28 27.7 27.7 27.7

Setuju 29 28.7 28.7 56.4

Tidak setuju 44 43.6 43.6 100.0

Total 101 100.0 100.0

Sumber : Olahan Peneliti (2013)

Berdasarkan tabel 4.14 di atas, sebagian besar responden pernah terdapat salah ucap dalam menyampaikan informasi. Hal ini terlihat dari jawaban responden yang paling banyak menjawab tidak setuju dengan total 44 orang atau 43,6%. Artinya sebagian besar responden pernah mengucapkan kata-kata atau kalimat yang salah pada saat berbicara dengan rekan sekerja.

Hal ini seringkali terjadi karena setiap manusia dapat terjadi salah ucap dalam menyampaikan informasi. Responden yang menjawab setuju sebanyak 29 orang atau 28,7% dan 28 orang atau 27,7% menjawab sangat setuju.

Menurut hasil analisis pada saat wawancara dengan salah satu staff Rooms pada tanggal 5 Juli 2013 (Vica, usia 39 tahun, masa kerja 1 tahun) mengungkapkan bahwa komunikasi antar staff sekerja sering terjadi salah ucap dalam menyampaikan informasi. Seperti pada saat penyampaian informasi mengenai program promo terbaru awal tahun 2013, divisi Sales &

Marketing memberitahukan kepada karyawan di reservation tentang promo

76

Universitas Kristen Petra

tersebut dan terdapat salah ucap dari nama promo yang ada. Hasil wawancara dapat dilihat sebagai berikut.

“Pada saat promo awal tahun baru, seharusnya promo di tipe kamar Groovy, tetapi Sales & Marketing mengatakan di tipe kamar Splendid, sehingga menyebabkan hambatan komunikasi karena terdapat salah ucap dan menyebabkan salah pengertian”.

Selain itu, hambatan komunikasi horizontal antar staff juga sering terjadi karena salah menyampaikan informasi mengenai menu makanan, sehingga informasi yang disampaikan tidak dapat dipahami jelas oleh penerima pesan. Effendy (2002, p.13) mengatakan salah ucap atau salah tulis dapat menimbulkan salah pengertian (misundestanding) atau salah tafsir (misinterpretation) yang pada gilirannya dapat menimbulkan salah komunikasi (miscommunication).

Beberapa responden lainnya menjawab setuju sebanyak 29 orang atau 28,7% dan sangat setuju sebanyak 28 orang atau 27,7%. Artinya sebagian responden lainnya tidak terdapat salah ucap dalam menyampaikan informasi.

Dari hasil wawancara dengan salah satu responden yang tidak pernah melakukan salah ucap (Santi, usia 29 tahun, masa kerja 6 bulan, staff divisi Finance & Accounting, 5 Juli 2013) mengatakan sebagai berikut.

“Saya dalam melakukan pekerjaan selalu berhati-hati dalam menyampaikan pesan agar tidak terjadi kesalahan mengucapkan kata-kata. Saya tidak pernah memberikan informasi yang salah kepada rekan kerja yang lainnya, pesan yang disampaikan diucapkan dengan bahasa yang baik dan benar”.

Informasi adalah hasil dari proses intelektual seseorang. Proses intelektual adalah mengolah/ memproses stimulus yang masuk ke dalam diri individu melalui panca indera, kemudian diteruskan ke otak/pusat syaraf untuk diolah/diproses dengan pengetahuan, pengalaman, selera, dan iman yang dimiliki seseorang. Setelah mengalami pemrosesan, stimulus itu dapat dimengerti sebagai informasi (Wiryanto, 2005, p.29). Beberapa dari responden menggunakan bahasa yang baik dan benar dalam menyampaikan

77

Universitas Kristen Petra

pesan, sehingga pesan yang ada dapat dimengerti dengan baik oleh penerima pesan.

Bahasa adalah alat komunikasi yang efektif, tetapi bahasa juga dapat menjadi hambatan komunikasi apabila yang digunakan tidak dimengerti oleh orang lain atau terjadi salah ucap (Wursanto, 2005, p.175). Kesalahan bahasa dapat menyebabkan hambatan komunikasi, hal ini termasuk dalam dimensi hambatan semantik. Semantik dapat diartikan sebagai suatu studi tentang pengertian. Pengertian dapat diungkapkan melalui bahasa, baik bahasa lisan (melalui ucapan, bahasa badan) maupun bahasa tertulis. Jadi yang dimaksud hambatan semantik adalah hambatan yang disebabkan kesalahan dalam menafsirkan, kesalahan dalam memberikan pengertian terhadap kata-kata, bahasa, kalimat, dan kode-kode yang dipergunakan dalam proses komunikasi (Wursanto, 2005, p.175). Weaver (1958, p.26) menekankan bahwa hambatan semantik merupakan jarak informasi semantik (semantic information-distance).

Sebagian besar responden dalam penelitian ini sering terjadi salah ucap, sehingga banyak dari mereka yang menjawab tidak setuju dalam kuesioner tersebut. Sesuai dengan yang dikatakan Wursanto (2005, p.173) bahwa terdapat salah ucap dalam penyampaian informasi dengan karyawan lain dapat menyebabkan hambatan komunikasi.

Tabel 4.15. Responden Menggunakan Bahasa yang Komunikatif

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Sangat setuju 46 45.5 45.5 45.5

Setuju 53 52.5 52.5 98.0

Tidak setuju 2 2.0 2.0 100.0

Total 101 100.0 100.0

Sumber : Olahan Peneliti (2013)

Dari data tabel di atas, hampir semua responden menjawab setuju dan sangat setuju dalam penggunaan bahasa sehari-hari yang komunikatif.

78

Universitas Kristen Petra

Responden yang menjawab setuju terdapat 53 orang atau 52,5%, responden yang menjawab sangat setuju berjumlah 46 orang atau 45,5%, namun hanya terdapat 2 orang atau 2% yang menjawab tidak setuju. Sebagian besar responden dalam penelitian ini menggunakan bahasa yang komunikatif, sehingga mudah dimengerti oleh penerima pesan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Human Resources Department pada tanggal 4 Juli 2013 (Sari, umur 29 tahun, masa kerja 1 tahun) mengatakan bahwa bahasa yang digunakan sehari-hari sangat dianjurkan dalam komunikasi. Hal ini dikarenakan bahasa merupakan alat bantu manusia untuk berkomunikasi. Jika tidak menggunakan bahasa yang komunikatif, maka akan mengganggu jalannya komunikasi itu sendiri. Pemaknaan dan penafsiran pesan yang ada dapat disalah artikan oleh penerima pesan. Dengan begitu juga dapat mengganggu pekerjaan yang ada.

Hasil jawaban responden yang menjawab setuju didukung oleh wawancara dengan salah satu responden, Odi, usia 29 tahun, masa kerja 1 tahun, staff divisi Rooms, 4 Juli 2013 mengatakan sebagai berikut.

“Saya selalu menggunakan bahasa yang komunikatif saat berbicara dengan teman kerja, atasan, bawahan, maupun dengan para tamu yang ada. Pentingnya penggunaan bahasa yang komunikatif agar dapat dimengerti dengan jelas oleh seluruh lawan bicara dan mengurangi kesalahpahaman yang terjadi”.

Seluruh responden di sini selalu berusaha berbicara dengan bahasa yang mudah dimengerti, meskipun ada 2 responden yang tidak setuju. Dari hasil wawancara dengan salah satu responden yang menjawab tidak setuju (Jordan, usia 24 tahun, masa kerja 4 bulan, staff divisi Food & Beverage Marketing, 4 Juli 2013) mengatakan demikian.

“Pada saat berbicara saya menggunakan bahasa yang baik dan benar, tetapi kadang-kadang saya menggunakan bahasa slang atau bahasa gaul yang mungkin hanya dimengerti oleh beberapa orang tertentu saja. Bahkan saya juga menggunakan bahasa Jawa yang kadang tidak dimengerti oleh orang-orang yang berasal dari budaya lain”.

79

Universitas Kristen Petra

Bahasa merupakan salah satu alat komunikasi yang penting digunakan dalam komunikasi (Liliweri, 1997, p.145). Salah penggunaan bahasa bisa menyebabkan hambatan komunikasi. Hambatan adalah faktor yang menyebabkan di penerima merasakan suatu perubahan dalam informasi/

rangsangan yang tiba. Pengaruh bisa terjadi pada pengetahuan, sikap, dan tingkah laku seseorang. Pengaruh/ efek juga dapat diartikan perubahan/

penguatan keyakinan pada pengetahuan, sikap, dan tindakan seseorang sebagai akibat penerimaan pesan (Mulyana, 2003, p.155). Gangguan bahasa merupakan salah satu hambatan komunikasi. Penggunaan kata-kata maupun kalimat yang salah dapat menyebabkan arti yang berbeda bagi penerima pesan (Wursanto, 2005, p.175).

Secara keseluruhan hampir 97% responden dalam penelitian ini menggunakan bahasa sehari-hari yang komunikatif dalam berbicara.

Wursanto (2005, p.173) mengatakan jika bahasa yang digunakan tidak sesuai dengan bahasa sehari-hari yang komunikatif, maka hambatan komunikasi dapat terjadi. Namun, melalui jawaban seluruh responden, mereka selalu menggunakan bahasa sehari-hari yang benar, sehingga tidak menyebabkan hambatan komunikasi.

Tabel 4.16. Responden Menggunakan Pemilihan Kata yang Tepat

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Sangat setuju 42 41.6 41.6 41.6

Setuju 57 56.4 56.4 98.0

Tidak setuju 2 2.0 2.0 100.0

Total 101 100.0 100.0

Sumber : Olahan Peneliti (2013)

Dari tabel 4.16 terlihat dari 101 responden, 57 responden atau 56,4%

menjawab setuju dalam penggunaan pemilihan kata yang tepat, 42 responden atau 41,6% menjawab sangat setuju, dan terdapat 2 responden atau 2% yang menjawab tidak setuju. Responden yang menjawab setuju dan sangat setuju

80

Universitas Kristen Petra

adalah mereka yang menggunakan bahasa yang komunikatif dan pemilihan kata yang tepat, sehingga dalam melakukan komunikasi, tidak terdapat salah pengertian.

Melalui hasil wawancara dengan responden yang menjawab setuju pada tanggal 4 Juli 2013 (Luna, usia 30 tahun, masa kerja 1 tahun, staff divisi Finance & Accounting) mengatakan seperti dibawah ini.

“Saya dalam berbicara selalu memperhatikan kata-kata yang digunakan agar tidak terjadi salah pengertian dengan rekan kerja. Jadi, bahasa yang digunakan selalu menggunakan kata-kata yang tepat dan sesuai agar mudah dipahami”.

Kesalahan pemilihan kata dapat menyebabkan gangguan dalam komunikasi. Dalam hambatan sering terjadi miscomunication. Hal ini dikarenakan pemilihan kata yang tidak tepat atau karena kata tersebut memiliki arti yang berbeda. Namun, hambatan seperti ini dapat diminimalisasikan melalui pemilihan kata yang tepat, apabila melakukan komunikasi dengan masyarakat dari budaya yang berbeda dan mengurangi penggunaan kalimat slang (Chaney & Martin, 2004, p.49).

Responden yang menjawab tidak setuju adalah mereka yang seringkali menggunakan bahasa slang, sehingga kata yang diucapkan berbeda dari bahasa Indonesia yang formal. Berdasarkan analisis dari hasil wawancara dengan responden yang menjawab tidak setuju pada tanggal 4 Juli 2013 (Jordan, usia 24 tahun, masa kerja 4 bulan, staff divisi Food & Beverage Marketing) mengatakan alasan mereka yang menggunakan kata-kata tidak tepat dikarenakan latar belakang lingkungan mereka yang menggunakan kata-kata slang. Misalnya, pada saat berbicara dengan karyawan yang lain menggunakan kata-kata “geje”, kata-kata yang dimaksud adalah tidak jelas atau tidak dimengerti, tetapi bisa saja orang lain tidak mengerti arti dari kata-kata yang diucapkan. Hal ini yang dapat membuat orang lain salah paham dan komunikasi menjadi terhambat.

Namun, secara keseluruhan dapat dikatakan responden dalam penelitian ini menggunakan pemilihan kata yang tepat. Tidak banyak dari

81

Universitas Kristen Petra

responden yang menggunakan kata-kata slang, sehingga hambatan komunikasi tidak terjadi dalam indikator ini.

Tabel 4.17. Responden Tidak Terjadi Kesalahpahaman Saat Berbicara

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Sangat setuju 30 29.7 29.7 29.7

Setuju 17 16.8 16.8 46.5

Tidak setuju 53 52.5 52.5 99.0

Sangat tidak setuju 1 1.0 1.0 100.0

Total 101 100.0 100.0

Sumber : Olahan Peneliti (2013)

Berdasarkan data di atas dapat dilihat mayoritas responden sering melakukan kesalahpahaman pada saat berbicara dengan karyawan yang lain.

Terlihat dari hasil kuesioner yang menjawab tidak setuju sejumlah 53 orang atau 52,5%, responden yang menjawab sangat tidak setuju jumlahnya hanya 1 orang atau 1%, dan responden yang menjawab setuju terdiri dari 17 orang atau 16,8%, serta yang menjawab sangat setuju berjumlah 30 orang atau 29,7%.

Hasil analisis responden yang menjawab tidak setuju mengatakan bahwa komunikasi seringkali tidak lancar. Terdapat kalimat yang bisa dimaknai berbeda oleh tiap orang. Kesalahan dalam memberikan pengertian terhadap bahasa sangat fatal membuat penerima pesan salah paham terhadap makna yang diberikan. Bahasa tubuh yang sama belum tentu memiliki arti yang sama, tergantung masalah yang dihadapi atau yang sedang terjadi.

Misalnya, menggelengkan kepala tidak selalu mempunyai arti tidak setuju, tetapi dapat juga dipergunakan untuk menunjukkan rasa kagum, rasa heran, rasa jengkel dan sebagainya. Sama halnya pada saat seseorang berbicara dengan orang lain yang memiliki arti berbeda, penerima pesan juga dapat menerima pesan dengan arti berbeda pula (Wursanto, 2005, p.175).

82

Universitas Kristen Petra

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan salah satu responden yang menjawab tidak setuju (Vica, usia 39 tahun, masa kerja 1 tahun, staff divisi Rooms, 5 Juli 2013) mengatakan kesalahpahaman dapat terjadi karena penerima pesan tidak paham terhadap isi pesan yang disampaikan. Pada saat menyambut acara Tahun Baru 2013 yang diselenggarakan di Hotel Midtown pada bulan Januari 2013, divisi Sales & Marketing membuat sebuah paket Tahun Baru 2013 yang terdiri dari satu kamar dan paket makan siang. Ketika informasi tersebut disampaikan kepada HOD divisi Rooms, HOD tersebut mengatakan telah mengerti. Ternyata pada saat tamu Hotel ingin menggunakan paket tersebut, HOD ini mengatakan kepada seluruh staff yang lain bahwa diberikan paket makan malam. Seharusnya tidak ada paket makan malam, sehingga terjadi kesalahpahaman antara karyawan satu dengan yang lainnya dan membuat komunikasi terhambat. Kejadian seperti ini seringkali terjadi dalam sebuah organisasi, adanya salah pengertian terhadap pesan yang diberikan. Hal ini didukung dengan wawancara responden sebagai berikut.

“Saya seringkali melihat kesalahpahaman yang terjadi antar karyawan dikarenakan pesan yang disampaikan salah dimengerti atau tidak dipahami dengan benar. Seperti pada kejadian menyambut acara tahun baru 2013 tersebut, dimana komunikan tidak menangkap dengan jelas maksud pesan yang disampaikan, sehingga pemahaman yang diterima tersebut berbeda dengan yang disampaikan. Hal ini lah yang membuat komunikasi terhambat”.

Selain itu, kesalahpahaman juga terjadi karena latar belakang pendidikan dan pengalaman sosial responden yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Kesalahan dalam menangkap pengertian terhadap bahasa dapat terjadi karena perbedaan latar belakang pendidikan (education background) maupun latar belakang sosial (social background) (Wursanto, 2005, p.176).

Di sisi lain, hasil wawancara dengan responden yang juga menjawab tidak setuju (Rusli, usia 34 tahun, masa kerja 1 tahun, staff divisi Sales &

Marketing, 4 Juli 2013) menjelaskan pada saat staff divisi Sales & Marketing meminta breakdown total tagihan salah satu kamar tamu kepada divisi Finance & Accounting karena suatu hal, terkadang mereka memberikan total

83

Universitas Kristen Petra

tagihan cashier yang menyebutkan totalnya saja, tetapi tidak diberikan penjabaran selama tamu menginap. Hal seperti ini yang terkadang sering terjadi karena mereka tidak mengerti pesan yang dimaksud dan pengalaman sebelumnya tidak semua staff tersebut berpengalaman di bidang hotel. Oleh karena itu sering terjadi kesalahpahaman yang memiliki arti berbeda pada saat berbicara. Kesalahpahaman juga sering terjadi karena karyawan yang satu dengan yang lainnya tidak melakukan over handle dari pekerjaan yang diberikan. Bahkan pesan yang ada sering tidak disampaikan kepada teman yang lainnya dikarenakan lalai karena banyaknya pekerjaan yang harus diselesaikan.

Namun, terdapat 30 responden yang menjawab sangat setuju.

Alasannya dikarenakan mereka tidak sering terjadi kesalahpahaman, artinya pesan yang disampaikan dapat dicerna dengan baik dan disalurkan dengan baik ke karyawan yang lain agar tidak terjadi kesalahpahaman. Dari hasil wawancara dengan salah satu responden yang menjawab setuju (Dita, usia 26 tahun, masa kerja 6 bulan, staff divisi Food & Beverage Marketing, 5 Juli 2013) mengatakan sebagai berikut.

“Saya selama ini melakukan komunikasi dengan efektif, tidak terjadi kesalahpahaman yang fatal. Hal ini dikarenakan setiap pesan yang saya terima selalu saya cerna dengan baik dan jika ada yang kurang jelas, saya akan meminta untuk menjelaskannya kembali”.

Dalam suatu organisasi biasanya karyawan berasal dari latar belakang yang beraneka ragam, memiliki pendidikan yang berbeda satu sama lain, dan pengalaman mereka yang tidak bisa disamakan. Oleh karena itu salah pengertian akan sering terjadi (Robbins, 1996, p.75). Gangguan merupakan suatu faktor yang sangat kuat yang menyebabkan hilangnya atau berkurangnya konstruksi pesan yang dibangun oleh pengirim, serta daya maju suatu pesan dari pengirim kepada penerima dan kembali lagi kepada pengirim (Liliweri, 1997, p.145). Gangguan bahasa sangat mengganggu komunikasi menjadi tidak jelas yang pada akhirnya membuat kesalahpahaman terhadap pesan yang disampaikan. Jika pesan yang disampaikan tidak dapat dimengerti dengan baik, maka individu akan menerima makna pesan tersebut berbeda.

84

Universitas Kristen Petra

Sebaliknya, jika individu dapat menangkap pesan yang diberikan dengan jelas, maka kesalahpahaman dapat dihentikan.

Secara keseluruhan, hambatan semantik merupakan salah satu hambatan komunikasi yang paling sering terjadi. Terdapat salah ucap dapat membuat kesalahpahaman dalam komunikasi. Mayoritas responden dalam penelitian ini sering terjadi kesalahpahaman dalam berkomunikasi. Sesuai dengan yang diungkapkan Wursanto (2005, p.175) bahwa kesalahan dalam menangkap pengertian terhadap bahasa dapat membuat kesalahpahaman yang menyebabkan hambatan komunikasi.

Dalam dokumen 4. ANALISIS DATA. Universitas Kristen Petra (Halaman 24-33)

Dokumen terkait