• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. ANALISIS DATA. Universitas Kristen Petra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "4. ANALISIS DATA. Universitas Kristen Petra"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

52

Universitas Kristen Petra

4. ANALISIS DATA

4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian

4.1.1. Sejarah Singkat Hotel Midtown Surabaya

Hotel Midtown yang berlokasi di Jl. Basuki Rachmat 76 Surabaya ini mulai didirikan pada bulan Maret 2012 dan dibangun oleh PT. Wahana Dian Kentjana. Asal mula hotel ini didirikan dipelopori oleh tiga orang yang sejak dulu bergerak di bidang hotel, yaitu Roy, Roni, dan Kenneth Wibisono. Hotel ini didirikan karena mereka melihat perkembangan hotel di Surabaya yang kian maju pesat. Sebelumnya tiga orang tersebut telah membangun sebuah hotel yang sudah lama dikenal di Surabaya, yaitu Java Paragon Hotel dan Somerset Hotel. Lalu melihat perkembangan hotel- hotel yang sangat maju di daerah tengah kota, akhirnya mereka merencanakan untuk mendirikan sebuah hotel dengan sebutan Midtown yang artinya middle town. Sesuai dengan letaknya yang strategis di pusat kota, hotel ini membidik kalangan pebisnis maupun sektor bisnis di area tengah kota. Hotel berbintang tiga setinggi 18 lantai yang baru saja melakukan soft opening pada bulan Maret 2012 memiliki 200 kamar dengan design yang modern, yaitu stylist minimalis.

Pada awalnya hotel ini belum terlalu dikenal oleh sebagian masyarakat Surabaya, namun semakin berjalannya waktu, keberhasilan hotel ini terlihat dari banyaknya tamu-tamu yang menginap tidak hanya dari masyarakat Surabaya, tetapi berasal dari berbagai kota di Indonesia.

Kemewahan arsitektur bergaya minimalis ditunjang dengan fasilitas hotel yang lengkap dan modern, mulai dari empat type kamar tamu, restaurant yang memiliki ciri khas Indonesia, ruang meeting, serta keramahan layanan staff akan menjadikan daya tarik bagi tamu-tamu yang datang.

Visi dan misi Hotel Midtown disesuaikan dengan konsep interior design mereka yang bergaya modern, terjangkau, dan memiliki kualitas, serta pelayanan yang sangat tinggi.

(2)

53

Universitas Kristen Petra

4.1.2. Identitas Hotel Midtown Surabaya 4.1.2.1. Profil Hotel Midtown Surabaya

Nama hotel : Hotel Midtown Surabaya

Alamat : Jl. Basuki Rachmat 76, Surabaya 60262 Telepon : 031-531 5399

Fax : 031-531 5389 Provinsi : Jawa Timur

Email : info@midtownindonesia.com Website : http://www.midtownindonesia.com/

Gambar 4.1. Foto Hotel Midtown Surabaya Sumber : Company Profile Hotel Midtown, 2012

4.1.2.2. Logo Hotel Midtown Surabaya

Gambar 4.2. Logo Hotel Midtown Surabaya Sumber : Data perusahaan, 2012

Logo diatas menggunakan background hitam yang dimaksudkan dapat mencerminkan Hotel Midtown yang berkelas (classy). Tulisan nama “Midtown” berwarna emas dimaksudkan melambangkan kemewahan. Logo tersebut menunjukkan Hotel Midtown yang simple

(3)

54

Universitas Kristen Petra

namun merupakan hotel yang berkelas dan mewah bagi setiap segmen masyarakat.

4.1.3. Visi dan Misi Hotel Midtown Surabaya 4.1.3.1. Visi Hotel Midtown Surabaya

Visi Hotel Midtown adalah “Hotel berkelas namun terjangkau dan bergaya modern dengan penekanan ketelitian, kualitas, kemewahan, serta tingkat personalized service yang tinggi”.

“Classy yet affordable, modern and stylish hotel with great emphasize to details, quality, luxury and high level personalized service”.

4.1.3.2. Misi Hotel Midtown Surabaya

Berdasarkan visi yang ada di atas, misi yang harus dijalankan oleh Hotel Midtown adalah “Menjadi salah satu the leading hotel brands di Indonesia dan sekitarnya, dikenal dengan gaya kontemporer terunik dan menetapkan untuk menjadi nama hotel yang paling diminati di setiap segmen, dimana kepuasan tamu adalah tujuan utama kami”.

“To be one of the leading hotel brands in Indonesia and beyond;

recognized with its contemporary and stylish hotel, and striving to be the preferred brand in each segment that we serve where guest’s satisfaction is our ultimate goal”.

(4)

55

Universitas Kristen Petra

4.1.4. Struktur Organisasi Hotel Midtown Surabaya

Bagan 4.1. Struktur Organisasi

Sumber : Public Relations Hotel Midtown Surabaya, 2012 Asst. General Manager

Secretary FAM Sales &

Marketing Manager

F&B Marketing

Asst. HRM Room

Division Manager

ME Coordinator

Cost Control Account Receiva

ble

IT Income Audit

Night Audit Account Payable

Purchasing Store Keeper

Senior Sales Executive

Public Relations

Duty Manager

FO Admin FO Supervisor

Receptionist Reservation Telepon Operator

Bellboy Driver Valet (Outsource)

First Cook

FB Admin FB Captain

Cashier Bartender Waiter/Waitress

Security Coordinator

HR Admin Techni cian General Manager

Admin Sales Executive Graphic Designer

(5)

56

Universitas Kristen Petra

4.2. Uji Validitas dan Reliabilitas

Sebelum melakukan pengumpulan data dengan cara membagikan kuesioner kepada 101 karyawan hotel Midtown Surabaya, peneliti terlebih dahulu melakukan uji validitas dan reliabilitas terhadap item-item pertanyaan kepada 30 karyawan hotel Midtown. Melalui jawaban-jawaban 30 orang karyawan hotel Midtown tersebut nantinya akan diolah dengan menggunakan program SPSS for windows 17.0. Hasil uji validitas dan reliabilitas terhadap item-item pertanyaan yang ada di kuesioner dapat dilihat lebih jelas pada tabel berikut ini.

4.2.1. Uji Validitas

Tabel 4.1. Hasil Uji Validitas Hambatan Komunikasi Dimensi Pertanyaan Korelasi Pearson

(r hitung)

r tabel Keterangan

Hambatan Teknis

Hambatan 1 .678** 0.361 Valid

Hambatan 2 .650** 0.361 Valid

Hambatan 3 .692** 0.361 Valid

Hambatan Semantik

Hambatan 4 .815** 0.361 Valid

Hambatan 5 .622** 0.361 Valid

Hambatan 6 .541** 0.361 Valid

Hambatan 7 .742** 0.361 Valid

Hambatan Perilaku

Hambatan 8 .741** 0.361 Valid

Hambatan 9 .745** 0.361 Valid

Hambatan 10 .659** 0.361 Valid

Hambatan 11 .603** 0.361 Valid

Hambatan 12 .752** 0.361 Valid

Hambaran 13 .566** 0.361 Valid

Hambatan 14 .726** 0.361 Valid

Sumber : Olahan Peneliti (2013)

Uji validitas merupakan sebuah alat pengumpul data yang digunakan untuk mengukur sah atau tidaknya sebuah kuesioner

(6)

57

Universitas Kristen Petra

(Singarimbum & Effendi, 1995, p.123). Metode uji validitas ini dilakukan dengan metode korelasi Pearson (Priyatno, 2011, p.42). Cara menghitung uji validitas ini, yaitu dengan mengkorelasikan masing-masing skor pertanyaan dengan skor total item < 0,05 (Singarimbum & Effendi, 1995, p.123). Uji validitas ini dilakukan pada 30 responden. Nilai r tabel pada taraf signifikansi = 0,05 dengan N (jumlah responden) = 30 adalah 0,361.

Suatu kuesioner dikatakan valid, jika pertanyaan pada kuesioner mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Jika nilai korelasi (r hitung) lebih besar dari r tabel, maka item kuesioner tersebut dinyatakan valid. Sebaliknya jika nilai korelasi (r hitung) lebih kecil dari r tabel, maka item kuesioner tersebut dinyatakan tidak valid (Singarimbum & Effendi, 1995, p. 124).

Berdasarkan tabel uji validitas di atas dapat dilihat bahwa semua item kuesioner yang ada mulai dari dimensi hambatan teknis, hambatan semantik, dan hambatan perilaku dinyatakan valid. Hal ini dikarenakan r hitung > r tabel atau di atas 0,361. Dapat dikatakan bahwa item-item kuesioner ini layak dan sah mengukur yang diukur peneliti, yaitu pengaruh hambatan komunikasi terhadap kinerja karyawan hotel Midtown Surabaya.

Tabel 4.2. Hasil Uji Validitas Kinerja Karyawan Dimensi Pertanyaan Korelasi Pearson

(r hitung)

r tabel Keterangan

Quantity of work

Kinerja 1 .511** 0.361 Valid

Quality of work

Kinerja 2 .658** 0.361 Valid

Kinerja 3 .653** 0.361 Valid

Job Knowledge

Kinerja 4 .849** 0.361 Valid

Kinerja 5 .869** 0.361 Valid

Kinerja 6 .785** 0.361 Valid

Cooperation Kinerja 7 .708** 0.361 Valid

Dependability Kinerja 8 .746** 0.361 Valid

(7)

58

Universitas Kristen Petra

Initiative

Kinerja 9 .812** 0.361 Valid

Kinerja 10 .569** 0.361 Valid

Kinerja 11 .605** 0.361 Valid

Kinerja 12 .729** 0.361 Valid

Sumber : Olahan Peneliti (2013)

Melalui tabel uji validitas kinerja karyawan di atas, diketahui bahwa masing-masing item pertanyaan kuesioner dinyatakan valid.

Pengukuran uji validitas ini juga dilakukan pada 30 responden untuk mengukur sah atau tidaknya sebuah kuesioner. Hal ini dapat dilihat dari perhitungan r hitung > r tabel atau di atas 0,361. Dapat dikatakan setiap pertanyaan dalam kuesioner kinerja karyawan mampu mengukur penelitian ini. Mulai dari dimensi quantity of work, quality of work, job knowledge, cooperation, dependability, dan initiative terlihat semua sah atau valid.

4.2.2. Uji Reliabilitas

Tabel 4.3. Hasil Uji Reliabilitas Hambatan Komunikasi

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items

.765 15

Sumber : Olahan Peneliti (2013)

Uji reliabilitas merupakan alat yang digunakan untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel dan apakah data- data yang telah terkumpul dapat diandalkan. Suatu kuesioner dikatakan reliable atau handal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu (Nazir, 1998, p.89). Pengukuran reliabilitas ini menggunakan cara one shot atau sekali saja dan kemudian hasilnya akan dibandingkan dengan pertanyaan lain atau mengukur korelasi antar jawaban pertanyaan. Metode uji reliabilitas yang digunakan

(8)

59

Universitas Kristen Petra

dalam penelitian ini menggunakan Cronbach’s Alpha. Instrumen atau alat ukur dikatakan reliable jika koefisien Cronbach’s Alpha lebih dari 0,6 (Nazir, 1998, p.89).

Berdasarkan tabel hasil uji reliabilitas di atas dapat diketahui bahwa semua instrumen dalam dimensi hambatan komunikasi dikatakan reliable karena memiliki koefisien Cronbach’s Alpha lebih dari 0,6 atau diatas 0,6, yaitu 0,765. Jadi, alat ukur yang digunakan peneliti dalam penelitian ini dapat diandalkan dan konsisten dari waktu ke waktu.

Tabel 4.4. Hasil Uji Reliabilitas Kinerja Karyawan

Reliability Statistics Cronbach's

Alpha N of Items

.768 13

Sumber : Olahan Peneliti (2013)

Berdasarkan hasil uji reliabilitas kinerja karyawan di atas dapat dilihat bahwa nilai koefisien Cronbach’s Alpha lebih besar dari 0,6, yaitu 0,768, artinya reliable atau dapat diandalkan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa alat ukur yang digunakan dalam dimensi kinerja karyawan dapat diandalkan dan konsisten jika dilakukan kembali pada waktu yang akan datang.

4.3. Deskripsi Data

4.3.1. Deskripsi Identitas Responden

Pendeskripsian mengenai identitas responden dalam penelitian ini akan dijelaskan berdasarkan faktor-faktor demografis, yaitu jenis kelamin responden, usia responden, departemen kerja responden, lama menjadi karyawan tetap, pentingnya kegiatan komunikasi, dan seberapa seringnya melakukan komunikasi dengan karyawan yang lain. Penjelasannya dapat dijabarkan dalam tabel-tabel berikut ini.

(9)

60

Universitas Kristen Petra

Tabel 4.5. Jenis Kelamin Responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Laki-laki 63 62.4 62.4 62.4

Perempuan 38 37.6 37.6 100.0

Total 101 100.0 100.0

Sumber : Olahan Peneliti (2013)

Dari hasil perhitungan data di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden dalam penelitian ini berjenis kelamin laki-laki dengan total 63 orang atau 62,4%. Sedangkan perempuan berjumlah 38 orang atau 37,6%.

Berdasarkan data jumlah karyawan yang diperoleh dari Human Resources Department (HRD) Hotel Midtown Surabaya, 4 Juli 2013 diketahui bahwa karyawan laki-laki jumlahnya lebih banyak daripada karyawan perempuan.

Hal ini dapat dilihat dari jumlah karyawan laki-laki dengan prosentase 63%

atau 139 orang, sedangkan perempuan memiliki prosentase 37% atau 81 orang dari total seluruh karyawan Hotel Midtown sebanyak 220 orang (Dokumen Human Resources Department, 2013).

Banyaknya responden laki-laki yang menjadi karyawan Hotel Midtown Surabaya dikarenakan realitas yang ada di masyarakat Indonesia menunjukkan bila dunia kerja banyak didominasi oleh laki-laki, sedangkan perempuan lebih banyak beraktivitas di sektor domestik (kegiatan rumah tangga) seperti memasak, mencuci, dan lain sebagainya. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Narwoko dan Suyanto (2004, p.322) bahwa masyarakat Indonesia masih menganut budaya patriarkhi, dimana peran perempuan dalam dunia kerja hanya sebagai second person. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa memasuki dunia kerja yang bertujuan untuk mencari penghasilan merupakan tugas utama bagi laki-laki. Begitu pula yang terjadi di Hotel Midtown Surabaya, mayoritas karyawannya berjenis kelamin laki-laki.

(10)

61

Universitas Kristen Petra

Tabel 4.6. Usia Responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 20-29 tahun 51 50.5 50.5 50.5

30-39 tahun 37 36.6 36.6 87.1

40-49 tahun 11 10.9 10.9 98.0

50-59 tahun 2 2.0 2.0 100.0

Total 101 100.0 100.0

Sumber : Olahan Peneliti (2013)

Berdasarkan tabel 4.6 di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden berusia 20-29 tahun dengan jumlah 51 orang atau 50,5%. Sebagian lainnya berusia 30-39 tahun dengan total 37 orang atau 36,6%, responden yang berusia 40-49 tahun ada 11 orang atau 10,9%, dan hanya 2 orang atau 2% yang berusia 50-59 tahun. Banyaknya responden yang berada pada kisaran usia 20-29 tahun termasuk dalam usia produktif, dimana seseorang telah memasuki dunia kerja. Seperti yang dikatakan Hurlock (2004, p.265) bahwa umur 20-29 tahun termasuk dalam kategori masa dewasa dini dan usia produktif, dimana individu mempunyai keinginan untuk memiliki status sosial yang lebih baik dan memiliki harta banyak dengan memasuki dunia kerja. Dengan demikian dapat pula dikatakan bahwa pada usia tersebut individu mulai meninggalkan kegiatan yang hanya mencari hiburan semata dan lebih memikirkan masa depan.

Menurut hasil wawancara dengan Human Resources Department pada tanggal 4 Juli 2013 (Sari, usia 29 tahun, masa kerja 1 tahun) mengatakan bahwa kriteria karyawan Hotel Midtown Surabaya berada kisaran usia antara 20-60 tahun. Karyawan yang berada dalam umur tersebut adalah mereka yang sudah siap memasuki dunia kerja yang nyata. Banyaknya karyawan yang berada di usia 20-29 tahun dikarenakan karyawan tersebut mulai giat bekerja untuk mencari pengalaman kerja dan siap mencari uang untuk kehidupan mendatang. Mereka yang telah lulus SMA maupun SMK tidak lagi

(11)

62

Universitas Kristen Petra

melanjutkan sekolahnya, tetapi ada yang langsung bekerja. Namun, ada pula karyawan yang setelah lulus S1 baru bekerja.

Selain itu, banyaknya responden yang berumur 20-29 tahun merupakan usia transisi dari usia remaja menuju dewasa dini, dimana individu sudah mempunyai kematangan berpikir untuk memasuki dunia kerja.

Usia karyawan lainnya berumur 30-39 tahun juga merupakan usia produktif kerja, begitu pula umur 40-49 tahun, kemudian 50-59 tahun yang merupakan kategori karyawan produktif. Dapat dikatakan seluruh karyawan dalam penelitian ini memiliki kategori karyawan yang produktif dalam dunia kerja.

Tabel 4.7. Depertemen Kerja Responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Divisi Sales & Marketing 7 6.9 6.9 6.9

Divisi Finance & Accounting 12 11.9 11.9 18.8

Divisi Rooms 40 39.6 39.6 58.4

Divisi Food & Beverage 42 41.6 41.6 100.0

Total 101 100.0 100.0

Sumber : Olahan Peneliti (2013)

Berdasarkan tabel 4.7 di atas dapat diketahui responden yang berada di divisi Food & Beverage Marketing memiliki jumlah yang paling banyak, yaitu 42 responden atau 41,6%, diikuti oleh divisi Rooms sebanyak 40 responden atau 39,6%, divisi Finance & Accounting terdiri dari 12 responden atau 11,9%, dan divisi Sales & Marketing sebanyak 7 responden atau 6,9%.

Pada tingkatan dasar, sistem organisasi adalah manusia dan departemen yang membuat organisasi menjadi hidup dan tumbuh (Miller, 2009, p.59). Alasan pemilihan empat divisi ini dikarenakan peneliti mensinyalir adanya hambatan komunikasi yang tampak antar karyawan dalam divisi yang telah disebutkan di atas. Selain itu pemilihan divisi tersebut karena dalam organisasi, keseluruhan divisi merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan.

(12)

63

Universitas Kristen Petra

Responden dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan dari tiap divisi yang memiliki kedudukan yang setara. Karena peneliti mengamati komunikasi yang terjadi secara horizontal. Responden dalam divisi di atas saling melakukan komunikasi dan memberikan informasi dari satu karyawan kepada rekan kerja yang lain. Sebuah organisasi akan mencapai tujuannya, apabila komunikasi yang efektif dilakukan dengan baik dalam setiap karyawannya. Keberadaan departemen yang ada sangat penting untuk menyalurkan informasi maupun pesan yang ada untuk memperlancar jalannya pekerjaan. Setiap departemen memiliki tugas dan tujuan yang berbeda, dimana mereka saling bekerja sama untuk memajukan organisasi. Oleh karena itu diperlukan komunikasi yang efektif dalam departemen yang terkait.

Tabel 4.8. Lama Masa Kerja Responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1-3 bulan 11 10.9 10.9 10.9

4-6 bulan 5 5.0 5.0 15.8

7-9 bulan 13 12.9 12.9 28.7

Lebih dari 10 bulan 19 18.8 18.8 47.5

Satu tahun 53 52.5 52.5 100.0

Total 101 100.0 100.0

Sumber : Olahan Peneliti (2013)

Berdasarkan tabel 4.8 di atas dapat dilihat lama masa kerja responden mulai berdirinya Hotel Midtown Surabaya yang sudah memasuki 1 tahun 5 bulan ini. Mayoritas responden yang bekerja di Hotel Midtown Surabaya memiliki masa kerja 1 tahun dengan jumlah 53 karyawan atau 52,5%.

Responden yang telah bekerja selama lebih dari 10 bulan sebanyak 19 orang atau 18,8%. Sedangkan responden yang bekerja selama 7-9 bulan sebanyak 13 orang atau 12,9%, responden yang bekerja selama 4-6 bulan sebanyak 5

(13)

64

Universitas Kristen Petra

orang atau 5% saja, dan responden yang baru bekerja selama 1-3 bulan terdapat 11 orang atau 10,9%.

Banyaknya responden yang telah bekerja selama 1 tahun menjadikan responden melakukan komunikasi secara terus menerus kepada karyawan yang satu dengan yang lainnya. Dimana responden saling mengenal antar karyawan dan dapat menjalin hubungan yang baik dalam organisasi tersebut.

Selain itu terdapat pula responden yang baru bekerja selama 1-3 bulan, yaitu 11 responden. Menurut Head of Human Resources Department, 4 Juli 2013 (Sari, 32 tahun, lama kerja 1 tahun) menyatakan mereka yang baru bekerja 1- 3 bulan adalah karyawan yang baru mulai beradaptasi dengan lingkungan kerjanya. Mereka mulai mengenal karyawan yang satu dengan yang lainnya dan belajar melakukan komunikasi yang efektif dengan rekan sekerja.

Tabel 4.9. Pentingnya Kegiatan Komunikasi Organisasi Hotel Midtown Surabaya

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Sangat penting 69 68.3 68.3 68.3

Penting 32 31.7 31.7 100.0

Total 101 100.0 100.0

Sumber : Olahan Peneliti (2013)

Berdasarkan tabel 4.9 di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden menjawab kegiatan komunikasi organisasi di Hotel Midtown Surabaya sangat penting. Hal ini tampak dari jawaban responden dengan total 69 orang atau 68,3% dari 101 karyawan yang menyatakan sangat penting.

Sedangkan sebagian lainnya menjawab penting dengan jumlah 32 karyawan atau 31,7%. Menurut Mc. Farland dalam Wursanto (2005, p.153) menyatakan bahwa komunikasi merupakan interaksi atau proses hubungan saling pengertian antar manusia. Ayatullah (2003, p.23) menyatakan bahwa organisasi merupakan salah satu konteks penting dalam komunikasi. Suatu organisasi tidak dapat dipungkiri selalu melakukan komunikasi dengan

(14)

65

Universitas Kristen Petra

berbagai pihak untuk mencapai tujuannya. Tanpa adanya komunikasi, maka sebuah lembaga akan mengalami kesulitan-kesulitan dalam pengelolaannya.

Pentingnya kegiatan komunikasi organisasi di Hotel Midtown karena setiap karyawan dalam tiap divisi saling bergantung dan berkomunikasi antara satu dengan yang lainnya untuk menyampaikan pesan. Menurut hasil wawancara dengan salah satu responden yang menjawab sangat penting kegiatan komunikasi organisasi, 4 Juli 2013 (Ani, usia 34 tahun, masa kerja 1 tahun, staff divisi Sales & Marketing) menyatakan bahwa komunikasi adalah hal yang mendasari manusia untuk menyampaikan pesan atau informasi dalam suatu organisasi karena dengan adanya komunikasi yang efektif dapat memperlancar jalannya pekerjaan dalam organisasi.

Komunikasi organisasi memiliki kontribusi untuk menciptakan hubungan, baik individu maupun organisasi untuk mencapai tujuan yang beragam (Shockley, 2012, p.16). Komunikasi organisasi terjadi antara orang- orang yang melakukan pekerjaannya dengan orang lain dan hubungan interpersonal. Selain itu, pentingnya kegiatan komunikasi organisasi juga terjadi diantara orang-orang yang memiliki bahasa yang berbeda dan memiliki perspektif budaya yang berbeda. Organisasi merupakan wadah yang mempekerjakan karyawan yang berasal dari berbagai latar belakang pendidikan, pengetahuan, ketrampilan, pengalaman, dan kebudayaan yang berbeda (Liliweri, 2002, p.22). Dapat dikatakan bahwa komunikasi organisasi terjadi di seluruh jaringan dari orang-orang yang mencari untuk mendapatkan berbagai tujuan dalam interaksi sehari-hari. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa komunikasi dalam organisasi adalah hal yang sangat penting untuk menyampaikan pesan maupun informasi dengan sesama rekan kerja.

(15)

66

Universitas Kristen Petra

Tabel 4.10. Frekuensi Responden dalam Berkomunikasi dengan Karyawan Lain Selama Satu Hari

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Sangat sering 61 60.4 60.4 60.4

Sering 40 39.6 39.6 100.0

Total 101 100.0 100.0

Sumber : Olahan Peneliti (2013)

Berdasarkan tabel di atas, diketahui mayoritas responden sangat sering melakukan komunikasi dengan karyawan yang lain selama satu hari dalam masa kerja. Dapat dilihat dari jumlah responden yang menjawab sangat sering dengan total 61 orang atau 60,4% dan responden yang menjawab sering sebanyak 40 orang atau 39,6%. Melalui jawaban responden seringnya melakukan komunikasi dapat diketahui betapa pentingnya komunikasi dalam suatu organisasi. Seperti yang telah dijabarkan sebelumnya bahwa komunikasi dalam organisasi adalah suatu proses penyampaian informasi, ide-ide, diantara para anggota organisasi secara timbal balik dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Wursanto, 2005, p.157).

Semakin sering individu melakukan komunikasi dalam dunia kerja akan semakin lancar dalam melakukan setiap pekerjaan. Hal ini dikarenakan dalam sebuah organisasi pasti melakukan komunikasi agar tidak terjadi kesalahpahaman atau salah pengertian antar karyawan yang ada. Komunikasi merupakan salah satu unsur penting yang menandai kehidupan di dalam suatu organisasi (Suranto, 2005, p.55). Ketika sebuah organisasi itu berharap dapat bekerja dalam sebuah manajemen yang efisien, maka di dalamnya harus dilakukan langkah-langkah komunikasi internal secara terencana. Komunikasi dapat digunakan untuk mengubah, mempertahankan, dan meningkatkan kemajuan sebuah organisasi. Oleh karena itu, sebagian besar responden dalam penelitian ini sangat sering melakukan komunikasi dengan sesama rekan kerja lainnya dalam waktu kerja.

(16)

67

Universitas Kristen Petra

4.3.2. Deskripsi Frekuensi Jawaban

4.3.2.1. Deskripsi Data Variabel Hambatan Komunikasi (X)

Komunikasi atau berkomunikasi itu kelihatannya mudah, tetapi sebenarnya tidak lepas dari berbagai kendala atau hambatan dalam pelaksanaannya (Rudy, 2005, p.22-23). Seringkali dijumpai dalam suatu organisasi terjadi salah pengertian antara satu anggota dengan anggota lainnya atau antara atasan dengan bawahannya mengenai pesan yang mereka sampaikan dalam berkomunikasi (Masmuh, 2010, p.80).

Komunikasi yang terjadi dalam organisasi Hotel Midtown Surabaya juga tidak berjalan dengan efektif. Ditemui beberapa hambatan komunikasi yang terjadi di empat divisi, yaitu divisi Sales & Marketing, divisi Finance & Accounting, divisi Rooms, dan divisi Food & Beverage Marketing. Effendy (2003, p.45) menyatakan hambatan komunikasi secara konseptual bisa didefinisikan sebagai “Hal-hal yang menjadi penghambat dalam proses komunikasi”.

Hambatan komunikasi dapat dilihat melalui tiga dimensi, yaitu hambatan teknis, hambatan semantik, dan hambatan perilaku. Berikut penjelasan dari hasil kuesioner mengenai variabel hambatan komunikasi.

1. Hambatan Teknis

Tabel 4.11. Sarana dan Prasarana dalam Proses Komunikasi Lengkap

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Sangat setuju 34 33.7 33.7 33.7

Setuju 51 50.5 50.5 84.2

Tidak setuju 16 15.8 15.8 100.0

Total 101 100.0 100.0

Sumber : Olahan Peneliti (2013)

Berdasarkan jawaban responden dari tabel 4.11 di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden menjawab setuju bahwa sarana dan prasarana yang ada dalam proses komunikasi lengkap, yaitu sebanyak 51

(17)

68

Universitas Kristen Petra

orang atau 50,5%. Sedangkan 34 orang atau 33,7% menjawab sangat setuju mengenai kelengkapan peralatan yang ada di Hotel Midtown Surabaya.

Namun terdapat 16 responden atau 15,8% yang menjawab tidak setuju mengenai kelengkapan sarana dan parasarana yang ada.

Sarana dan prasarana yang dimaksud adalah adanya kelengkapan telepon, facsimile, televisi, dan komputer yang dapat menguhubungkan seluruh jaringan dalam organisasi. Kurangnya sarana dan prasarana yang ada dapat menghambat komunikasi yang terjadi antar karyawan (Wursanto, 2005, p.171). Sarana dan prasarana yang tidak mendukung dalam proses komunikasi merupakan dimensi hambatan komunikasi yang pertama, yaitu hambatan yang bersifat teknis.

Saat ini perkembangan teknologi telekomunikasi semakin maju dan berkembang, seperti yang ada di dalam organisasi Hotel Midtown, fasilitas yang digunakan dapat dikatakan lengkap. Sarana yang diperlukan dalam proses komunikasi seperti telepon terdapat di setiap kantor divisi masing- masing, yaitu divisi Sales & Marketing¸ Finance & Accounting, Rooms, dan Food & Beverage Marketing. Begitu pula komputer yang digunakan untuk menyampaikan pesan melalui email, penggunaan facsimile juga terdapat di setiap kantor untuk menyampaikan pesan secara tertulis. Hal ini didukung melalui hasil wawancara dengan Nila, usia 24 tahun, masa kerja 8 bulan, staff divisi Rooms, 4 Juli 2013 yang menjawab setuju dengan alasan sebagai berikut.

“Selama ini, saya merasa sarana dan prasarana yang ada di Hotel Midtown dapat memenuhi karyawan dalam bekerja karena adanya komputer, telepon, dan facsimile di tiap divisi cukup membantu kami untuk melakukan komunikasi yang efektif. Tanpa adanya kelengkapan sarana tersebut, maka kami akan kesulitan untuk menyampaikan pesan dalam organisasi ini. Secara keseluruhan alat komunikasi yang ada sudah lengkap”.

Namun, tidak menutup kemungkinan terdapat 16 responden yang menjawab tidak setuju, artinya sarana dan prasarana yang ada belum lengkap.

Menurut salah satu jawaban responden yang menjawab tidak setuju (Andi,

(18)

69

Universitas Kristen Petra

usia 26 tahun, masa kerja 10 bulan, staff divisi Rooms, 5 Juli 2013) mengatakan demikian.

“Menurut saya sarana dan prasarana di sini masih kurang lengkap.

Sarana seperti handy talkie yang dapat dibawa ke mana-mana oleh beberapa karyawan ketika berada di luar ruangan atau kantor belum tersedia banyak. Padahal handy talkie merupakan salah satu alat komunikasi yang penting untuk berkomunikasi di perusahaan yang besar ini, sehingga jika terdapat sebuah event dapat tetap berkomunikasi dengan baik. Di samping itu, sarana seperti telepon dan komputer sudah dilengkapi di setiap kantor”.

Melalui jawaban responden di atas, secara keseluruhan fasilitas yang ada sudah lengkap, hanya sebagian kecil dari mereka yang menjawab kurang lengkap. Dalam hal ini tidak mengganggu komunikasi dalam organisasi tersebut. Tidak terlihat hambatan komunikasi yang terjadi karena sarana dan prasarana yang digunakan. Penggunaan fasilitas yang ada dapat membantu kelancaran komunikasi antara karyawan yang satu dengan yang lainnya.

Jika kita melihat hakikat komunikasi sebagai suatu sistem, maka gangguan komunikasi bisa terjadi pada semua elemen atau unsur-unsur yang mendukungnya, termasuk faktor lingkungan dimana komunikasi itu terjadi (Cangara, 2006, p.113). Liliweri (2006, p.96) mendefinisikan sebagai demikian, hambatan atau gangguan berkomunikasi adalah pengaruh dari dalam maupun luar individu atau lingkungan yang merusak aliran atau isi pesan yang dikirimkan atau yang diterima. Dalam hal ini, keterbatasan fasilitas dan peralatan komununikasi di masa lalu merupakan penyebab utama timbulnya hambatan komunikasi (Wursanto, 2005, p.171). Namun, dari hasil wawancara dengan responden, sarana dan prasarana yang ada tidak menghambat proses komunikasi yang terjadi.

(19)

70

Universitas Kristen Petra

Tabel 4.12. Keahlian dan Kecakapan Responden dalam Menyampaikan Pesan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Sangat setuju 25 24.8 24.8 24.8

Setuju 35 34.7 34.7 59.4

Tidak setuju 41 40.6 40.6 100.0

Total 101 100.0 100.0

Sumber : Olahan Peneliti (2013)

Berdasarkan tabel 4.12 di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden tidak memiliki keahlian dan kecakapan dalam menyampaikan pesan kepada karyawan lain. Hal ini terlihat dari jawaban responden yang menjawab tidak setuju sebanyak 41 orang atau 40,6%, responden yang menjawab setuju sebanyak 35 orang atau 34,7%, dan responden yang menjawab sangat setuju sebanyak 25 orang atau 24,8%. Dengan kata lain, sebagian besar dari responden tidak dapat menyampaikan pesan dengan cukup jelas. Penguasaan teknik dan metode berkomunikasi yang ada tidak dimiliki oleh sebagian responden dalam penelitian ini. Hal ini dapat mengganggu komunikasi yang terjadi antara karyawan satu dengan yang lain.

Alasan responden yang menjawab tidak setuju dikarenakan mereka tidak memiliki cara yang tepat untuk mengerjakan sesuatu dan tidak memiliki kecakapan dalam menyampaikan pesan. Teknik berkomunikasi dalam menyampaikan pesan kepada pihak lain juga tidak dapat berjalan dengan baik, sehingga informasi yang disampaikan tidak dapat diterima dengan cepat dan tepat oleh penerima informasi. Melalui hasil wawancara dengan salah satu responden yang menjawab tidak setuju (Anita, usia 28 tahun, masa kerja 10 bulan, staff divisi Rooms, 4 Juli 2013) mengatakan demikian.

“Saya memang tidak yakin bahwa saya memiliki keahlian dan kecakapan dalam berkomunikasi, tidak seperti karyawan lain yang dapat berkomunikasi dengan jelas. Sering kali terjadi kesalahpahaman karena menyampaikan pesan yang tidak sesuai atau tidak jelas.

Sebagai contoh yang pernah saya alami, pada saat saya

(20)

71

Universitas Kristen Petra

menyampaikan pesan mengenai tagihan atau billing kepada staff divisi Finance & Accounting, saya tidak dapat menjelaskan dengan benar, sehingga penerima pesan bisa bingung atau terjadi salah pengertian.

Apa yang saya sampaikan tidak dimengerti dengan jelas, bahkan terkadang ditanggapi berbeda dengan yang dimaksud. Tidak semua individu memiliki kecakapan berbicara, sehingga apa yang ingin disampaikan tidak bisa disampaikan dengan jelas dan baik. Hal ini yang dapat menghambat proses komunikasi”.

Teknik berkomunikasi menjadi kelengkapan bagi setiap individu agar lawan bicara dapat mengerti dengan jelas pesan apa yang dimaksud dan diterima dengan benar. Dapat pula dikatakan secara singkat bahwa teknik komunikasi adalah kecakapan dalam berkomunikasi (Wursanto, 2005, p.171).

Hambatan komunikasi ini juga terjadi karena responden tidak menggunakan cara dengan tepat, sehingga proses komunikasi tidak akan mencapai sasaran yang diharapkan, kemudian secara tidak langsung akan mengalami hambatan komunikasi.

Di sisi lain, 35 responden lainnya menjawab setuju, artinya mereka memiliki teknik berkomunikasi yang baik, sehingga pada saat menjelaskan sesuatu atau informasi kepada rekan kerja lainnya dapat dipahami dengan jelas. Salah satu responden yang menjawab setuju (Lani, usia 34 tahun, masa kerja 1 tahun, staff divisi Sales & Marketing, 4 Juli 2013) menjelaskan sebagai berikut.

“Saya sudah bekerja hampir 10 tahun di bidang perhotelan. Selama saya bekerja, saya selalu dapat menyampaikan informasi maupun pesan dengan baik ke sesama rekan kerja lainnya. Seperti pada saat saya berbicara dengan front office, saya dapat menjelaskan pesan dengan baik mengenai bookingan kamar tamu, sehingga karyawan lain juga dapat menyerap pesan itu dengan benar. Cara berkomunikasi yang tepat merupakan hal yang penting dalam dunia kerja”.

Dilihat dari jawaban responden di atas, selisih sedikit antara responden yang menjawab tidak setuju dan setuju. Hal ini dikarenakan beberapa dari mereka memang tidak memiliki cara yang tepat untuk menyampaikan pesan. Namun karyawan lain yang sudah memiliki banyak pengalaman di dunia kerja, memiliki keahlian dalam berkomunikasi. Secara keseluruhan, responden dalam penelitian ini lebih banyak yang tidak

(21)

72

Universitas Kristen Petra

menguasai teknik dan metode berkomunikasi, sehingga menyebabkan komunikasi terhambat. Seperti yang dikatakan Wursanto (2005, p.171) apabila komunikator kurang mempertahankan atau tidak mempergunakan teknik yang tepat, maka komunikasi akan mengalami hambatan. Miller (2009, p.183) mengatakan penyebab hambatan komunikasi dikarenakan komunikasi yang sangat payah (poor communication). Tidak hanya dilihat melalui fasilitas yang ada, tetapi teknik dan metode berkomunikasi yang tidak lancar juga dapat menghambat komunikasi.

Tabel 4.13. Responden Melakukan Komunikasi dalam Kondisi yang Baik

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Sangat setuju 16 15.8 15.8 15.8

Setuju 37 36.6 36.6 52.5

Tidak setuju 39 38.6 38.6 91.1

Sangat tidak setuju 9 8.9 8.9 100.0

Total 101 100.0 100.0

Sumber : Olahan Peneliti (2013)

Berdasarkan hasil jawaban responden dari tabel 4.13 di atas, dapat dilihat sebanyak 39 orang atau 38,6% responden tidak setuju dalam melakukan komunikasi dengan kondisi yang baik. Responden yang menjawab sangat tidak setuju berjumlah 9 orang atau 8,9% dan responden yang menjawab setuju dengan jumlah yang cukup banyak, yaitu 37 orang atau 36,6%, sebagian kecil responden menjawab sangat setuju dengan jumlah 16 orang atau 15,8%. Melalui hasil jawaban responden di atas terlihat bahwa sebagian besar responden tidak dapat melakukan komunikasi dalam kondisi yang baik. Kondisi fisik yang tidak memungkinkan terjadinya komunikasi dapat menyebabkan hambatan komunikasi.

Dalam indikator ini, kondisi fisik dapat dilihat melalui tiga macam, yaitu kondisi fisik manusia, kondisi fisik yang berhubungan dengan waktu atau situasi/ keadaan, dan kondisi peralatan (Wursanto, 2005, p.173).

(22)

73

Universitas Kristen Petra

Responden yang menjawab tidak setuju di sini, artinya mereka tidak dapat melakukan komunikasi yang lancar dikarenakan kondisi fisik yang mengganggu terjadinya proses komunikasi. Seperti dalam kondisi fisik manusia, keadaan fisik komunikan maupun komunikator yang kurang sehat dapat menyebabkan komunikasi tidak lancar, sehingga menghambat proses komunikasi. Begitu pula kondisi fisik yang berhubungan dengan waktu.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Mira, usia 36 tahun, masa kerja 6 bulan, staff divisi Food & Beverage Marketing, 4 Juli 2013 mengatakan :

“Saya beberapa kali terganggu ketika berbicara dalam situasi yang ramai. Pada saat saya berbicara melalui telepon dengan Era dari divisi Sales & Marketing dalam keadaan yang ramai, pesan itu tidak tersampaikan dengan baik karena suasana yang gaduh dapat membuat komunikasi menjadi tidak fokus. Saya berbicara harus mengulang- ulang dan Era juga tidak mendengar dengan jelas”.

Selain itu, hasil wawancara dengan Mira, usia 36 tahun, staff divisi Food & Beverage Marketing menambahkan bahwa kondisi fisik yang terlalu lelah pada saat sore hari, ketika berbicara antar karyawan yang telah menerima banyak pekerjaan, kemudian diajak berbicara pada sore hari dapat menyebabkan komunikasi tidak dapat diterima dengan baik. Hal ini sering terjadi pada responden dalam penelitian ini. Hal lain yang dapat menghambat proses komunikasi adalah kondisi peralatan yang rusak, seperti telepon dan komputer yang rusak dapat menghambat proses komunikasi ke seluruh karyawan yang lain.

Kondisi fisik yang paling sering terjadi menurut hasil wawancara dengan salah satu staff divisi Sales & Marketing (Bayu, usia 36 tahun, masa kerja 10 bulan, 4 Juli 2013) dikarenakan kondisi waktu atau situasi yang ada.

Hal ini didiukung oleh jawaban responden sebagai berikut.

“Menurut saya, komunikasi yang paling sering terganggu dikarenakan waktu berbicara pada saat pagi hari atau baru datang di kantor dengan pada saat sore hari atau mau pulang kerja akan terasa berbeda. Karena pada saat pagi hari pikiran masih baru dan belum terlalu banyak beban pekerjaan, tetapi setelah siang menuju sore hari akan semakin banyak pekerjaan yang harus dikerjakan, sehingga berbicara di sore hari akan membuat komunikasi tidak tersalurkan dengan baik”.

(23)

74

Universitas Kristen Petra

Dengan kata lain dari hasil jawaban responden di atas dapat dikatakan bahwa pesan yang disampaikan juga tidak dapat diterima dengan baik karena kondisi waktu yang tidak memungkinkan. Dalam mendukung sebuah efektivitas pesan diperlukan suatu kondisi yang mendukung. Seperti yang dikatakan Wilbur Schramm (Effendy, 2003, p.42), yaitu apa yang disebut

“the condition of success in communication”, yakni kondisi yang harus dipenuhi jika kita menginginkan agar suatu pesan dapat menghasilkan tanggapan yang sesuai dan dapat dengan mudah diterima oleh siapa saja.

Apabila kondisi fisik tidak memenuhi, maka komunikasi akan terhambat dan secara tidak langsung pesan yang ada tidak bisa diterima dengan baik.

Namun tidak semua responden dalam penelitian ini menjawab tidak setuju. Terdapat 37 responden yang menjawab setuju dan 16 responden mengatakan sangat setuju, artinya mereka selalu berbicara dengan kondisi fisik yang baik, suasana yang mendukung, dan tidak pernah terjadi kerusakan pada fasilitas yang ada. Responden yang menjawab setuju pun bukan berarti tidak pernah mengalami hambatan komunikasi karena kondisi fisik, tetapi hal itu tidak terlalu berpengaruh terhadap komunikasi yang ada. Dengan demikian proses komunikasi yang terjadi berjalan dengan lancar. Dapat dilihat dari hasil wawancara dengan Irena, usia 32 tahun, masa kerja 1 tahun, staff divisi Finance & Accounting, 4 Juli 2013 mengatakan demikian.

“Pengalaman saya selama ini selalu melakukan komunikasi dengan baik. Apabila saya berbicara melalui telepon maupun tatap muka secara langsung dengan rekan kerja selalu dalam situasi yang tenang dan tidak mengganggu komunikasi di antara kami. Jadi pesan yang disampaikan pun dapat diterima dengan jelas. Kadang-kadang juga kondisi waktu atau situasi yang tidak tepat dapat menghambat proses komunikasi, tetapi masih bisa ditangani”.

Melalui hasil jawaban responden di atas, sebagian besar dari mereka sering terganggu komunikasinya dikarenakan kondisi fisik yang tidak tepat.

Hasil jawaban responden selisih sedikit antara yang menjawab tidak setuju dan setuju. Hal ini dikarenakan beberapa responden yang menjawab setuju masih dapat mengontrol komunikasi mereka ketika berada dalam suasana yang ramai atau mengganggu, sedangkan sebagian besar lainnya tidak dapat

(24)

75

Universitas Kristen Petra

melakukan komunikasi dengan fokus karena kondisi dan situasi yang mengganggu tersebut. Sesuai dengan teori yang dikatakan Wursanto (2005, p.

172) bahwa kondisi fisik manusia, kondisi waktu, dan kondisi peralatan yang tidak sesuai dapat menghambat proses komunikasi. Hal ini juga terjadi di dalam organisasi Hotel Midtown, sehingga sebagian besar responden melakukan kegiatan komunikasi dalam situasi yang tidak mendukung.

2. Hambatan Semantik

Tabel 4.14. Responden Tidak Terdapat Salah Ucap dalam Menyampaikan Informasi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Sangat setuju 28 27.7 27.7 27.7

Setuju 29 28.7 28.7 56.4

Tidak setuju 44 43.6 43.6 100.0

Total 101 100.0 100.0

Sumber : Olahan Peneliti (2013)

Berdasarkan tabel 4.14 di atas, sebagian besar responden pernah terdapat salah ucap dalam menyampaikan informasi. Hal ini terlihat dari jawaban responden yang paling banyak menjawab tidak setuju dengan total 44 orang atau 43,6%. Artinya sebagian besar responden pernah mengucapkan kata-kata atau kalimat yang salah pada saat berbicara dengan rekan sekerja.

Hal ini seringkali terjadi karena setiap manusia dapat terjadi salah ucap dalam menyampaikan informasi. Responden yang menjawab setuju sebanyak 29 orang atau 28,7% dan 28 orang atau 27,7% menjawab sangat setuju.

Menurut hasil analisis pada saat wawancara dengan salah satu staff Rooms pada tanggal 5 Juli 2013 (Vica, usia 39 tahun, masa kerja 1 tahun) mengungkapkan bahwa komunikasi antar staff sekerja sering terjadi salah ucap dalam menyampaikan informasi. Seperti pada saat penyampaian informasi mengenai program promo terbaru awal tahun 2013, divisi Sales &

Marketing memberitahukan kepada karyawan di reservation tentang promo

(25)

76

Universitas Kristen Petra

tersebut dan terdapat salah ucap dari nama promo yang ada. Hasil wawancara dapat dilihat sebagai berikut.

“Pada saat promo awal tahun baru, seharusnya promo di tipe kamar Groovy, tetapi Sales & Marketing mengatakan di tipe kamar Splendid, sehingga menyebabkan hambatan komunikasi karena terdapat salah ucap dan menyebabkan salah pengertian”.

Selain itu, hambatan komunikasi horizontal antar staff juga sering terjadi karena salah menyampaikan informasi mengenai menu makanan, sehingga informasi yang disampaikan tidak dapat dipahami jelas oleh penerima pesan. Effendy (2002, p.13) mengatakan salah ucap atau salah tulis dapat menimbulkan salah pengertian (misundestanding) atau salah tafsir (misinterpretation) yang pada gilirannya dapat menimbulkan salah komunikasi (miscommunication).

Beberapa responden lainnya menjawab setuju sebanyak 29 orang atau 28,7% dan sangat setuju sebanyak 28 orang atau 27,7%. Artinya sebagian responden lainnya tidak terdapat salah ucap dalam menyampaikan informasi.

Dari hasil wawancara dengan salah satu responden yang tidak pernah melakukan salah ucap (Santi, usia 29 tahun, masa kerja 6 bulan, staff divisi Finance & Accounting, 5 Juli 2013) mengatakan sebagai berikut.

“Saya dalam melakukan pekerjaan selalu berhati-hati dalam menyampaikan pesan agar tidak terjadi kesalahan mengucapkan kata- kata. Saya tidak pernah memberikan informasi yang salah kepada rekan kerja yang lainnya, pesan yang disampaikan diucapkan dengan bahasa yang baik dan benar”.

Informasi adalah hasil dari proses intelektual seseorang. Proses intelektual adalah mengolah/ memproses stimulus yang masuk ke dalam diri individu melalui panca indera, kemudian diteruskan ke otak/pusat syaraf untuk diolah/diproses dengan pengetahuan, pengalaman, selera, dan iman yang dimiliki seseorang. Setelah mengalami pemrosesan, stimulus itu dapat dimengerti sebagai informasi (Wiryanto, 2005, p.29). Beberapa dari responden menggunakan bahasa yang baik dan benar dalam menyampaikan

(26)

77

Universitas Kristen Petra

pesan, sehingga pesan yang ada dapat dimengerti dengan baik oleh penerima pesan.

Bahasa adalah alat komunikasi yang efektif, tetapi bahasa juga dapat menjadi hambatan komunikasi apabila yang digunakan tidak dimengerti oleh orang lain atau terjadi salah ucap (Wursanto, 2005, p.175). Kesalahan bahasa dapat menyebabkan hambatan komunikasi, hal ini termasuk dalam dimensi hambatan semantik. Semantik dapat diartikan sebagai suatu studi tentang pengertian. Pengertian dapat diungkapkan melalui bahasa, baik bahasa lisan (melalui ucapan, bahasa badan) maupun bahasa tertulis. Jadi yang dimaksud hambatan semantik adalah hambatan yang disebabkan kesalahan dalam menafsirkan, kesalahan dalam memberikan pengertian terhadap kata-kata, bahasa, kalimat, dan kode-kode yang dipergunakan dalam proses komunikasi (Wursanto, 2005, p.175). Weaver (1958, p.26) menekankan bahwa hambatan semantik merupakan jarak informasi semantik (semantic information- distance).

Sebagian besar responden dalam penelitian ini sering terjadi salah ucap, sehingga banyak dari mereka yang menjawab tidak setuju dalam kuesioner tersebut. Sesuai dengan yang dikatakan Wursanto (2005, p.173) bahwa terdapat salah ucap dalam penyampaian informasi dengan karyawan lain dapat menyebabkan hambatan komunikasi.

Tabel 4.15. Responden Menggunakan Bahasa yang Komunikatif

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Sangat setuju 46 45.5 45.5 45.5

Setuju 53 52.5 52.5 98.0

Tidak setuju 2 2.0 2.0 100.0

Total 101 100.0 100.0

Sumber : Olahan Peneliti (2013)

Dari data tabel di atas, hampir semua responden menjawab setuju dan sangat setuju dalam penggunaan bahasa sehari-hari yang komunikatif.

(27)

78

Universitas Kristen Petra

Responden yang menjawab setuju terdapat 53 orang atau 52,5%, responden yang menjawab sangat setuju berjumlah 46 orang atau 45,5%, namun hanya terdapat 2 orang atau 2% yang menjawab tidak setuju. Sebagian besar responden dalam penelitian ini menggunakan bahasa yang komunikatif, sehingga mudah dimengerti oleh penerima pesan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Human Resources Department pada tanggal 4 Juli 2013 (Sari, umur 29 tahun, masa kerja 1 tahun) mengatakan bahwa bahasa yang digunakan sehari-hari sangat dianjurkan dalam komunikasi. Hal ini dikarenakan bahasa merupakan alat bantu manusia untuk berkomunikasi. Jika tidak menggunakan bahasa yang komunikatif, maka akan mengganggu jalannya komunikasi itu sendiri. Pemaknaan dan penafsiran pesan yang ada dapat disalah artikan oleh penerima pesan. Dengan begitu juga dapat mengganggu pekerjaan yang ada.

Hasil jawaban responden yang menjawab setuju didukung oleh wawancara dengan salah satu responden, Odi, usia 29 tahun, masa kerja 1 tahun, staff divisi Rooms, 4 Juli 2013 mengatakan sebagai berikut.

“Saya selalu menggunakan bahasa yang komunikatif saat berbicara dengan teman kerja, atasan, bawahan, maupun dengan para tamu yang ada. Pentingnya penggunaan bahasa yang komunikatif agar dapat dimengerti dengan jelas oleh seluruh lawan bicara dan mengurangi kesalahpahaman yang terjadi”.

Seluruh responden di sini selalu berusaha berbicara dengan bahasa yang mudah dimengerti, meskipun ada 2 responden yang tidak setuju. Dari hasil wawancara dengan salah satu responden yang menjawab tidak setuju (Jordan, usia 24 tahun, masa kerja 4 bulan, staff divisi Food & Beverage Marketing, 4 Juli 2013) mengatakan demikian.

“Pada saat berbicara saya menggunakan bahasa yang baik dan benar, tetapi kadang-kadang saya menggunakan bahasa slang atau bahasa gaul yang mungkin hanya dimengerti oleh beberapa orang tertentu saja. Bahkan saya juga menggunakan bahasa Jawa yang kadang tidak dimengerti oleh orang-orang yang berasal dari budaya lain”.

(28)

79

Universitas Kristen Petra

Bahasa merupakan salah satu alat komunikasi yang penting digunakan dalam komunikasi (Liliweri, 1997, p.145). Salah penggunaan bahasa bisa menyebabkan hambatan komunikasi. Hambatan adalah faktor yang menyebabkan di penerima merasakan suatu perubahan dalam informasi/

rangsangan yang tiba. Pengaruh bisa terjadi pada pengetahuan, sikap, dan tingkah laku seseorang. Pengaruh/ efek juga dapat diartikan perubahan/

penguatan keyakinan pada pengetahuan, sikap, dan tindakan seseorang sebagai akibat penerimaan pesan (Mulyana, 2003, p.155). Gangguan bahasa merupakan salah satu hambatan komunikasi. Penggunaan kata-kata maupun kalimat yang salah dapat menyebabkan arti yang berbeda bagi penerima pesan (Wursanto, 2005, p.175).

Secara keseluruhan hampir 97% responden dalam penelitian ini menggunakan bahasa sehari-hari yang komunikatif dalam berbicara.

Wursanto (2005, p.173) mengatakan jika bahasa yang digunakan tidak sesuai dengan bahasa sehari-hari yang komunikatif, maka hambatan komunikasi dapat terjadi. Namun, melalui jawaban seluruh responden, mereka selalu menggunakan bahasa sehari-hari yang benar, sehingga tidak menyebabkan hambatan komunikasi.

Tabel 4.16. Responden Menggunakan Pemilihan Kata yang Tepat

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Sangat setuju 42 41.6 41.6 41.6

Setuju 57 56.4 56.4 98.0

Tidak setuju 2 2.0 2.0 100.0

Total 101 100.0 100.0

Sumber : Olahan Peneliti (2013)

Dari tabel 4.16 terlihat dari 101 responden, 57 responden atau 56,4%

menjawab setuju dalam penggunaan pemilihan kata yang tepat, 42 responden atau 41,6% menjawab sangat setuju, dan terdapat 2 responden atau 2% yang menjawab tidak setuju. Responden yang menjawab setuju dan sangat setuju

(29)

80

Universitas Kristen Petra

adalah mereka yang menggunakan bahasa yang komunikatif dan pemilihan kata yang tepat, sehingga dalam melakukan komunikasi, tidak terdapat salah pengertian.

Melalui hasil wawancara dengan responden yang menjawab setuju pada tanggal 4 Juli 2013 (Luna, usia 30 tahun, masa kerja 1 tahun, staff divisi Finance & Accounting) mengatakan seperti dibawah ini.

“Saya dalam berbicara selalu memperhatikan kata-kata yang digunakan agar tidak terjadi salah pengertian dengan rekan kerja. Jadi, bahasa yang digunakan selalu menggunakan kata-kata yang tepat dan sesuai agar mudah dipahami”.

Kesalahan pemilihan kata dapat menyebabkan gangguan dalam komunikasi. Dalam hambatan sering terjadi miscomunication. Hal ini dikarenakan pemilihan kata yang tidak tepat atau karena kata tersebut memiliki arti yang berbeda. Namun, hambatan seperti ini dapat diminimalisasikan melalui pemilihan kata yang tepat, apabila melakukan komunikasi dengan masyarakat dari budaya yang berbeda dan mengurangi penggunaan kalimat slang (Chaney & Martin, 2004, p.49).

Responden yang menjawab tidak setuju adalah mereka yang seringkali menggunakan bahasa slang, sehingga kata yang diucapkan berbeda dari bahasa Indonesia yang formal. Berdasarkan analisis dari hasil wawancara dengan responden yang menjawab tidak setuju pada tanggal 4 Juli 2013 (Jordan, usia 24 tahun, masa kerja 4 bulan, staff divisi Food & Beverage Marketing) mengatakan alasan mereka yang menggunakan kata-kata tidak tepat dikarenakan latar belakang lingkungan mereka yang menggunakan kata- kata slang. Misalnya, pada saat berbicara dengan karyawan yang lain menggunakan kata-kata “geje”, kata-kata yang dimaksud adalah tidak jelas atau tidak dimengerti, tetapi bisa saja orang lain tidak mengerti arti dari kata- kata yang diucapkan. Hal ini yang dapat membuat orang lain salah paham dan komunikasi menjadi terhambat.

Namun, secara keseluruhan dapat dikatakan responden dalam penelitian ini menggunakan pemilihan kata yang tepat. Tidak banyak dari

(30)

81

Universitas Kristen Petra

responden yang menggunakan kata-kata slang, sehingga hambatan komunikasi tidak terjadi dalam indikator ini.

Tabel 4.17. Responden Tidak Terjadi Kesalahpahaman Saat Berbicara

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Sangat setuju 30 29.7 29.7 29.7

Setuju 17 16.8 16.8 46.5

Tidak setuju 53 52.5 52.5 99.0

Sangat tidak setuju 1 1.0 1.0 100.0

Total 101 100.0 100.0

Sumber : Olahan Peneliti (2013)

Berdasarkan data di atas dapat dilihat mayoritas responden sering melakukan kesalahpahaman pada saat berbicara dengan karyawan yang lain.

Terlihat dari hasil kuesioner yang menjawab tidak setuju sejumlah 53 orang atau 52,5%, responden yang menjawab sangat tidak setuju jumlahnya hanya 1 orang atau 1%, dan responden yang menjawab setuju terdiri dari 17 orang atau 16,8%, serta yang menjawab sangat setuju berjumlah 30 orang atau 29,7%.

Hasil analisis responden yang menjawab tidak setuju mengatakan bahwa komunikasi seringkali tidak lancar. Terdapat kalimat yang bisa dimaknai berbeda oleh tiap orang. Kesalahan dalam memberikan pengertian terhadap bahasa sangat fatal membuat penerima pesan salah paham terhadap makna yang diberikan. Bahasa tubuh yang sama belum tentu memiliki arti yang sama, tergantung masalah yang dihadapi atau yang sedang terjadi.

Misalnya, menggelengkan kepala tidak selalu mempunyai arti tidak setuju, tetapi dapat juga dipergunakan untuk menunjukkan rasa kagum, rasa heran, rasa jengkel dan sebagainya. Sama halnya pada saat seseorang berbicara dengan orang lain yang memiliki arti berbeda, penerima pesan juga dapat menerima pesan dengan arti berbeda pula (Wursanto, 2005, p.175).

(31)

82

Universitas Kristen Petra

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan salah satu responden yang menjawab tidak setuju (Vica, usia 39 tahun, masa kerja 1 tahun, staff divisi Rooms, 5 Juli 2013) mengatakan kesalahpahaman dapat terjadi karena penerima pesan tidak paham terhadap isi pesan yang disampaikan. Pada saat menyambut acara Tahun Baru 2013 yang diselenggarakan di Hotel Midtown pada bulan Januari 2013, divisi Sales & Marketing membuat sebuah paket Tahun Baru 2013 yang terdiri dari satu kamar dan paket makan siang. Ketika informasi tersebut disampaikan kepada HOD divisi Rooms, HOD tersebut mengatakan telah mengerti. Ternyata pada saat tamu Hotel ingin menggunakan paket tersebut, HOD ini mengatakan kepada seluruh staff yang lain bahwa diberikan paket makan malam. Seharusnya tidak ada paket makan malam, sehingga terjadi kesalahpahaman antara karyawan satu dengan yang lainnya dan membuat komunikasi terhambat. Kejadian seperti ini seringkali terjadi dalam sebuah organisasi, adanya salah pengertian terhadap pesan yang diberikan. Hal ini didukung dengan wawancara responden sebagai berikut.

“Saya seringkali melihat kesalahpahaman yang terjadi antar karyawan dikarenakan pesan yang disampaikan salah dimengerti atau tidak dipahami dengan benar. Seperti pada kejadian menyambut acara tahun baru 2013 tersebut, dimana komunikan tidak menangkap dengan jelas maksud pesan yang disampaikan, sehingga pemahaman yang diterima tersebut berbeda dengan yang disampaikan. Hal ini lah yang membuat komunikasi terhambat”.

Selain itu, kesalahpahaman juga terjadi karena latar belakang pendidikan dan pengalaman sosial responden yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Kesalahan dalam menangkap pengertian terhadap bahasa dapat terjadi karena perbedaan latar belakang pendidikan (education background) maupun latar belakang sosial (social background) (Wursanto, 2005, p.176).

Di sisi lain, hasil wawancara dengan responden yang juga menjawab tidak setuju (Rusli, usia 34 tahun, masa kerja 1 tahun, staff divisi Sales &

Marketing, 4 Juli 2013) menjelaskan pada saat staff divisi Sales & Marketing meminta breakdown total tagihan salah satu kamar tamu kepada divisi Finance & Accounting karena suatu hal, terkadang mereka memberikan total

(32)

83

Universitas Kristen Petra

tagihan cashier yang menyebutkan totalnya saja, tetapi tidak diberikan penjabaran selama tamu menginap. Hal seperti ini yang terkadang sering terjadi karena mereka tidak mengerti pesan yang dimaksud dan pengalaman sebelumnya tidak semua staff tersebut berpengalaman di bidang hotel. Oleh karena itu sering terjadi kesalahpahaman yang memiliki arti berbeda pada saat berbicara. Kesalahpahaman juga sering terjadi karena karyawan yang satu dengan yang lainnya tidak melakukan over handle dari pekerjaan yang diberikan. Bahkan pesan yang ada sering tidak disampaikan kepada teman yang lainnya dikarenakan lalai karena banyaknya pekerjaan yang harus diselesaikan.

Namun, terdapat 30 responden yang menjawab sangat setuju.

Alasannya dikarenakan mereka tidak sering terjadi kesalahpahaman, artinya pesan yang disampaikan dapat dicerna dengan baik dan disalurkan dengan baik ke karyawan yang lain agar tidak terjadi kesalahpahaman. Dari hasil wawancara dengan salah satu responden yang menjawab setuju (Dita, usia 26 tahun, masa kerja 6 bulan, staff divisi Food & Beverage Marketing, 5 Juli 2013) mengatakan sebagai berikut.

“Saya selama ini melakukan komunikasi dengan efektif, tidak terjadi kesalahpahaman yang fatal. Hal ini dikarenakan setiap pesan yang saya terima selalu saya cerna dengan baik dan jika ada yang kurang jelas, saya akan meminta untuk menjelaskannya kembali”.

Dalam suatu organisasi biasanya karyawan berasal dari latar belakang yang beraneka ragam, memiliki pendidikan yang berbeda satu sama lain, dan pengalaman mereka yang tidak bisa disamakan. Oleh karena itu salah pengertian akan sering terjadi (Robbins, 1996, p.75). Gangguan merupakan suatu faktor yang sangat kuat yang menyebabkan hilangnya atau berkurangnya konstruksi pesan yang dibangun oleh pengirim, serta daya maju suatu pesan dari pengirim kepada penerima dan kembali lagi kepada pengirim (Liliweri, 1997, p.145). Gangguan bahasa sangat mengganggu komunikasi menjadi tidak jelas yang pada akhirnya membuat kesalahpahaman terhadap pesan yang disampaikan. Jika pesan yang disampaikan tidak dapat dimengerti dengan baik, maka individu akan menerima makna pesan tersebut berbeda.

(33)

84

Universitas Kristen Petra

Sebaliknya, jika individu dapat menangkap pesan yang diberikan dengan jelas, maka kesalahpahaman dapat dihentikan.

Secara keseluruhan, hambatan semantik merupakan salah satu hambatan komunikasi yang paling sering terjadi. Terdapat salah ucap dapat membuat kesalahpahaman dalam komunikasi. Mayoritas responden dalam penelitian ini sering terjadi kesalahpahaman dalam berkomunikasi. Sesuai dengan yang diungkapkan Wursanto (2005, p.175) bahwa kesalahan dalam menangkap pengertian terhadap bahasa dapat membuat kesalahpahaman yang menyebabkan hambatan komunikasi.

3. Hambatan Perilaku

Tabel 4.18. Responden Tidak Berprasangka Buruk Terhadap Rekan Kerja

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Sangat setuju 9 8.9 8.9 8.9

Setuju 38 37.6 37.6 46.5

Tidak setuju 42 41.6 41.6 88.1

Sangat tidak setuju 12 11.9 11.9 100.0

Total 101 100.0 100.0

Sumber : Olahan Peneliti (2013)

Berdasarkan hasil kuesioner dari tabel 4.18 di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden menjawab memiliki prasangka buruk terhadap rekan kerja ketika berbicara. Dapat dilihat sebanyak 42 orang atau 41,6%

menjawab tidak setuju dengan pernyataan di atas, 12 orang atau 11,9%

menjawab sangat tidak setuju, sedangkan 38 responden atau 37,6% menjawab setuju, dan 9 orang atau 8,9% menjawab sangat setuju. Responden yang menjawab tidak setuju dan sangat tidak setuju adalah mereka yang memiliki prasangka buruk pada saat melakukan komunikasi dengan rekan kerja.

Melalui wawancara dengan salah satu responden yang menjawab tidak setuju (NN, usia 34 tahun, masa kerja 1 tahun, staff divisi Sales & Marketing, 4 Juli 2013) mengatakan sebagai berikut.

Gambar

Tabel 4.1. Hasil Uji Validitas Hambatan Komunikasi  Dimensi  Pertanyaan  Korelasi Pearson
Tabel 4.2. Hasil Uji Validitas Kinerja Karyawan  Dimensi  Pertanyaan  Korelasi Pearson
Tabel 4.6. Usia Responden
Tabel 4.7. Depertemen Kerja Responden
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bagi pelanggan sendiri, ketika perusahaan sudah mampu memproduksi produknya secara konsisten, maka perusahaan sudah dianggap memiliki prinsip kerja yang baik dan

tesenyum kepada jemaat. Intonasi suara pada saat Robert memberikan khotbah juga berpengaruh dalam penyampaian pesan nonverbal. Ketika Robert menganggap apa yang

Berdasarkan hasil kuesioner yang didapat maka dapat di ketahui bahwa sebanyak 178 orang responden (44,5%) pernah membaca iklan Jitu Jawa Pos lebih dari 2 kali, dan 154 (38,5%)

Dengan menggunakan skala likert yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dalam hal ini telah

yang memiliki nilai terendah adalah indikator “Harga jual smartphone Samsung Galaxy sesuai dengan kualitas produknya”. Untuk itu, saran yang diajukan: manajemen smartphone

Kendala yang ditemui personil selama membuat indirect cost yaitu apabila proyek berada diluar kota karena harus memperoleh data biaya riil terutama living

Perkataan Yohanes Pembaptis: “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya

Malang Nomor 29.1.34/UN32lKPl20L5 tanggal 29 Januari zoLs, dosen yang diberitugas tambahan sebagai Kepala Pusat Pengembangan Sumber Belajar (P2SB) Lembaga