• Tidak ada hasil yang ditemukan

H HAMIM DJAZULI (GUS MIEK) DALAM DZIKRUL GH Ō FIL Ī N A Ajaran dan Hisatory Pada Dzikrul Gh ō fil ī n

AJARAN TASAWUF

K. H HAMIM DJAZULI (GUS MIEK) DALAM DZIKRUL GH Ō FIL Ī N A Ajaran dan Hisatory Pada Dzikrul Gh ō fil ī n

Dzikrul Ghōfilīn melahirkan banyak argumentasi dari silsilah perumus hingga eksistensinya di masyarakat, dari Ulama satu dan Ulama lain memiliki pendapat sendiri-sendiri, sama halnya ketika mempelajari kisah hidup Gus Miek, antara santri satu dan santri lainnya pasti berbeda, teori apapun digunakan tidak akan mampu mengorek kebenaran secara linier, dan epilognya hanya kebenaran-kebenaran spekulatif. Memang pada dasarnya relatif, namun akan semakin rumit jika dikaitkan dengan perjalanan Gus Miek dari kota satu ke kota lain, dengan santri satu berganti ke santri lain. Tanda-tanda ini bisa dipastikan sebagai jawaban segala pertanyaan, bahwa membongkar sejarah Dzikrul Ghōfilīn adalah meluruskan benang kusut, harus dengan kesabaran dan seobyektif mungkin, baik dengan pendekatan tasawuf, fiqh, dan metodologi penelitian, dengan ending menyajikan dan mendeskripsikan beberapa teori yang selama ini berhembus dan diyakini jama’ah Dzikrul Ghōfilīn, sehingga dari masing-masing deskripsi mengembalikan keotentikannya kepada jama’ah Dzikrul Ghōfilīn agar pendapat satu dan lainnya tidak merasa dimarginalkan.

Dzikrul Ghōfilīn sebagai ajaran Gus Miek tidak mudah untuk dirumuskan, dirumuskan dalam aspek sosio history dan mendeskripsikan secara faktual. Diakui atau tidak Dzikrul Ghōfilīn merupakan karya fenomenal di tengah-tengah banyaknya ajaran tharīqah, Dzikrul Ghōfilīn muncul sebagai interaksi baru untuk bergandengan dengan tharīqah di Indonesia, mengapa hanya dikatakan sebagai bergandengan, karena Dzikrul Ghōfilīn fokus di tataran exsternal ritual tharīqah, jadi adanya sekedar mendampingi dan bukan bagian zikir pokok sebuah tharīqah.

Ada beberapa deskripsi yang akan dikembangkan dalam pembahasan lahirnya Dzikrul Ghōfilīn, baik kesimpulan dari keyakinan masyarakat atau anlisis penulis terhadap lahirnya Dzikrul Ghōfilīn, argumentasi pertama bahwa Dzikrul Ghōfilīn murni hasil pemikiran Gus Miek, argumentasi

kedua bahwa Dzikrul Ghōfilīn hasil pengolahan dari tiga Ulama besar, yaitu Gus Miek, K.H. Ahmad Shiddiq, dan K.H. Hamid Pasuruan, argumentasi

ketiga lebih bersifat netral dengan tidak terlalu memperdulikan antara versi

pertama dan kedua dalam Dzikrul Ghōfilīn.

Argumentasi pertama bahwa Dzikrul Ghōfilīn adalah asli produk dari Gus Miek, dilihat dari sejarahnya bahwa sebelum ada Dzikrul Ghōfilīn, Gus Miek telah mengajarkan pengikutnya melakukan zikir, dengan sebutan Jama’ah Layliyah. Dimulai sekitar tahun 1960M. hingga awal tahun 1970M. dari kawasan Tulungagung.1

1 Layliyah dijadikan nama komunitas zikir diambil dari penerapannya dilaksanakan malam hari dari makam ke makam. Rujukan tahun 1960M. awal adalah tahun saat Gus Miek mulai mengamalkan pada santrinya. Wawancara Pribadi dengan K.H. Agus Sabut Panoto Projo. Kediri, 9 Mei 2011.

Untuk isi zikir Lyliyah diyakini sama dengan isi Dzikrul Ghōfilīn, kecuali syair-syair pada akhir Dzikrul Ghōfilīn.2 Dikatakan sama karena amalan Dzikrul Ghōfilīn atau zikir Lyliyah telah diamalkan Gus Miek secara pribadi semenjak kecil.3 Pendapat lain mengatakan bahwa Dzikrul Ghōfilīn tidak sempurna dalam bentuk sekarang, melainkan transformasi dari zikir Layliyah pada Dzikrul Ghōfilīn.4 Jika argumentasi Dzikrul Ghōfilīn adalah transformasi zikir Layliyah benar dan argumentasi yang mengatakan amalan Dzikrul Ghōfilīn telah diamalkan Gus Miek semenjak lahir juga benar, pertanyaannya adalah: mengapa jika diamalkan Gus Miek dari kecil namun diterapkan pada zikir Lyliyah hanya lima puluh persen, dan kemudian disempurnakan seratus persen pada Dzikrul Ghōfilīn?. Kesimpulannya, bahwa Gus Miek secara sengaja memberikan amalan Dzikrul Ghōfilīn pada pengikutnya secara berangsur-angsur (dari zikir Layliyah) tidak sekaligus berbentuk utuh seperti Dzikrul Ghōfilīn, sebab melihat fungsi Dzikrul Ghōfilīn sebagai zikir pelengkap bagi pengikut

tharīqah. Fenomenanya saat itu sudah banyak santri Gus Miek ikut gerakan

tharīqah, dan dipastikan akan keberatan mengamalkan – melihat jumlah kalimat zikir pada Dzikrul Ghōfilīn panjang – Dzikrul Ghōfilīn.

Gus Miek bertemu K.H. Ahmad Shiddiq sekitar awal tahun 1970M., sedangkan K.H. Ahmad Shiddiq bisa menerima kewalian Gus Miek sekitar tahun 1972M. Jadi pertemuan keduanya setelah sepuluh tahun ajaran

2 Sejarah syair pada Dzikrul Ghōfilīn akan dibahas pada bagian akhir bab. 3 Wawancara Pribadi dengan K.H. Agus Sabut Panoto Projo.

Layliyah berdiri.5 Orisinilitas Dzikrul Ghōfilīn diperkuat ucapan Gus Miek ketika menitip pesan pada Gus Ali Muhammad saat akhir hayatnya, seperti telah dibahas di atas bahwa ketika sakit, satu-satunya Ulama yang leluasa bisa masuk ke Rumah Sakit dan tahu keberadaan Gus Miek adalah Gus Ali Muhammad Surabaya. Di Rumah Sakit Gus Miek berkata, “Dzikrul Ghōfilīn

saya titipkan pada pak Arsyad Tulungagung,” kemudian Gus Ali

Muhammad merekomendasikan Gus Miek, “Kenapa tidak Gus Farid saja?,” Gus Miek menjawab, “Dzikrul Ghōfilīn punya saya, bukan punya bani

Shiddiq (K.H. Ahmad Shiddiq),”6 tentang pendapat Gus Miek menitipkan Dzikrul Ghōfilīn pada K.H. Arsyad Tulungagung akan dibahas berikutnya.

Semenjak Gus Miek bertemu dengan K.H. Ahmad Shiddiq 1973M., nama Jama’ah Layliyah dirubah menjadi “JAMA’AH DZIKRUL GHŌFILĪN/ pengingatnya orang yang lupa.” Untuk itu pengamal zikir

tharīqah bukan berarti merasa tidak perlu dengan amalan Dzikrul Ghōfilīn, melainkan supaya yang sudah merasa dekat dengan Allah SWT menjadi semakin dekat dengan Allah SWT melalui doa-doa pada Dzikrul Ghōfilīn.7 Deskripsi di atas menyimpulkan bahwa amalan pada Dzikrul Ghōfilīn orisinil karya Gus Miek.

Argumentasi kedua dengan pernyataan bahwa Dzikrul Ghōfilīn hasil pengolahan dari tiga Ulama, yaitu Gus Miek, K.H. Ahmad Shiddiq, dan K.H. Hamid Pasuruan. Pendapat kedua dirujuk dari buku Dzikrul Ghōfilīn pada edisi tertentu dengan dikoordinator (FORISKA) Forum Komunikasi

5 Wawancara Pribadi dengan K.H. Agus Sabut Panoto Projo.

6 Wawancara Pribadi dengan K.H. Muhammad Arsyad Busyairi Pengasuh Pondok Pesantren Al-Falah Trenceng Tulungagung. Tulungagung, 7 Mei 2011.

Keluarga Alumni PPI. As-Shiddiqi Putra Jember. Dalam buku Dzikrul Ghōfilīn edisi tersebut mencantumkan ketikan pidato K.H. Ahmad Shiddiq mengenai sejarah dan perumus Dzikrul Ghōfilīn pada acara pertemuan rutin khusus keluarga setiap malam Minggu Legi, tertanggal pada 25 Oktober 1986M. Di dalam isi teks pidato tersebut K.H. Ahmad Shiddiq mengungkapkan bahwa Gus Miek pernah pidato pada jama’ah pengamal Dzikrul Ghōfilīn, “Kalau bapak Ahmad Shiddiq sudah wafat yang jadi

peninggalannya cuma satu yaitu Dzikrul Ghōfilīn.” Diawali dengan mengutip pidato Gus Miek tersebut K.H. Ahmad Shiddiq menjelaskan bahwa sebenarnya tidak pantas Gus Miek berkata seperti itu, sebab Dzikrul Ghōfilīn diramu oleh tiga orang dengan berbagai proses. Berikut cuplikan pidato K.H. Ahmad Shiddiq yang kemudian diketik dan dimasukkan dalam buku Dzikrul Ghōfilīn yang disebarluaskan oleh (FORISKA) Forum Komunikasi Keluarga Alumni PPI. As-Shiddiqi Putra Jember:

Setelah Gus Miek dawuh begitu, terharuku ya bercampur syukur, kalau itu memang dianggap warisan, sebab itu Dzikrul Ghofilin sebenarnya kepunyaan Kyai Hamid Pasuruan dan Gus Miek, saya Cuma tukang menulis dan meracik atau mengumpulkan. Untuk diketahui anak-anakku dan ini tidak perlu saya rahasiakan, bahwa sesungguhnya Dzikrul Ghofilin itu garapannya orang tiga, ini supaya kamu mengerti yaitu: Gus Miek dan Kyai Hamid. Pertama saya ke Kyai Hamid, setelah diberi ijazah membaca Fatihah 100 kali dan al-Asmā

al-Husnā lalu saya sowan kepada Gus Miek persis ketika Gus Miek berada di rumah Pak Marliyan (comboran), disana rundingan sampai jam 03.00 pagi. Nah, disana Gus Miek menambah Istighfar 100, Sholawat 300 dan Tahlil 100, itu dari Gus Miek. Ila hadrati Ila hadrati itu dari saya, tetapi semua itu kemudian dirangkai dan mendapat restu dari Gus Miek, setelah itu di lain hari saya sowan kepada Kyai Hamid untuk mencocokkan, malahan saya membaca disampingnya dan saya masih ingat betul, saya baca semua dan begitu sampai pada: ”Tsumma ila Hadrati al-Quth bil Kabīr Sayyidi

Hamid ngguguk sampai saya yang membaca itu ndredek, tapi saya teruskan saja maksud saya men-tashih-kan minta ijazah begini ini betul atau tidak, terus doa yang terakhir itu dari saya. Sholawatnya (Sholawat Munjiyat) dari Gus Miek. Selain itu dari usaha saya mengumpulkan dari berbagai sumber, itulah Dzikrul Ghofilon.

Itu memang ada isyarah (alamate) bahwa garapan orang tiga, (Tiga itu ada alamate) malah ada yang menjuluki Tsulatsi (Tritunggal) jadi kamu biar mengerti bahwa itu semua melalui proses perangkaian dan sebagainya itu terjadi pada bulan Sya’ban dan mulai diamalkan pada awal bulan Ramadhan sampai bulan atau tanggal 20 Ramadhan, itu pertama kali diamalkan di Langgar /mushola (tahun 1973M.).

Gus Miek sering kali menanyakan atau mengingatkan, itu Dzikrul Ghōfilīn apa disebut karangannya Bapak Achmad Shiddiq, ada yang menjawab tidak, disitu cuma disebut (katabahu dst.) yang menulis aku memang yang menyuruh (dawuhi) itu Gus Miek, disuruh menerangkan: Itu lafadlnya lafal dari Gus Miek, memang disuruh begitu ya saya mengikuti, sampai akhirnya dicetak.8

Teks pidato tersebut dijadikan argumentasi bahwa amalan Dzikrul Ghōfilīn diracik oleh tiga orang Ulama.9 Dalam suatu majelis semaan al- Qur’ān Jantiko Mantab Gus Miek berkata, “Bahwa Dzikrul Ghōfilīn adalah

godokan saya, K.H. Ahmad Shiddiq dan K.H. Hamid Pasuruan.”10 Godokan ini tidak memiliki kejelasan maksud, apakah godokan sebagai makna merumuskan, ataukah godokan sebagai pelopor pergerakan dan penyebaran Dzikrul Ghōfilīn di Indonesia.

Cuplikan pidato di atas sedikit membahas kesalahan tafsir pada kalimat “katabahu/penulis” yang ditulis pada cover depan. Kalimat

8 Lihat buku Dzikrul Ghōfilīn fersi (FORISKA) Forum Komunikasi Keluarga Alumni PPI. As-Shiddiqi Putra Jember. K.H. Ahmad Siddiq, Dzikrul Ghōfilīn (T.tp: T.pn., t.t.), tanpa halaman. Letak teks pidato ada di tengah-tengah halaman Dzikrul Ghōfilīn.

9 Sebagai catatan, banyak sekali fersi dari percetakan buku Dzikrul Ghōfilīn, dalam cetakan pondok pesantren Lirboyo misalnya, tidak mencantumkan teks pidato dari K.H Ahmad Shiddiq, namun yang sangat penting, baik cetakan Lirboyo atupun cetakan lain isi dan rumusan Dzikrul Ghōfilīn tetap sama, yang membedakan hanya sebatas diselipkan pidato K.H. Ahmad Shiddiq dan tidak.

10 Rekaman Ceramah Gus Miek dalam Semaan al-Qur’ān Jantiko Mantab. Jember, 31 Desember 1987.

katabahu K.H. Ahmad Shiddiq” ditafsirkan bahwa K.H. Ahmad Shiddiq

adalah perumus Dzikrul Ghōfilīn, bukan sebagai penulis “pencetak.” Seperti keterangan pada teks pidato:

Gus Miek sering kali menanyakan atau mengingatkan, itu Dzikrul Ghofilin apa disebut karangannya Bapak Achmad Shiddiq, ada yang menjawab tidak, disitu Cuma disebut (katabahu dst.) yang menulis aku memang yang menyuruh (dawuhi) itu Gus Miek, disuruh menerangkan: Itu lafadlnya lafal dari Gus Miek, memang disuruh begitu ya saya mengikuti, sampai akhirnya dicetak.11

Sejarahnya Gus Miek meminta hanya mencantumkan nama K.H. Ahmad Shiddiq dalam penerbitan buku Dzikrul Ghōfilīn, sedangkan nama Gus Miek tidak perlu dicantumkan. Tidak dicantumkan ini ada dua kemungkinan, pertama adalah setrategi dakwah Gus Miek, sebab saat itu orang lebih kenal dan mau menerima K.H. Ahmad Shiddiq sebagai Ulama dan sesepuh Nahdlatul Ulama ketimbang Gus Miek yang masih banyak orang sinis akibat prilakunya bergaul di kafe-kafe dan area pelacuran.

Kedua, dan alasan paling kuat adalah bukan sebagai setrateginya

memasarkan Dzikrul Ghōfilīn, melainkan memang sifat dakwah Gus Miek semenjak lahir, yaitu selalu menyembunyikan identitasnya ketika berbuat baik sekecil apapun, seperti kisah dakwah pembahasan awal.12

Bukti salah penafsiran teks “katabahu” diartikan sebagai pengarang

terulang pasca meninggalnya Gus Miek, dalam penerbitan buku Dzikrul Ghōfilīn terdapat kesalahan fatal, kalimat “katabahu K.H. Ahmad Shiddiq”

diganti dengan kalimat “li K.H. Ahmad Shiddiq.” Kesalahan penggunaan

11 Dzikrul Ghōfilīn fersi (FORISKA) Forum Komunikasi Keluarga Alumni PPI. As- Shiddiqi Putra Jember. K.H. Ahmad Siddiq, Dzikrul Ghōfilīn, tanpa halaman. Letak teks pidato ada di tengah-tengah halaman Dzikrul Ghōfilīn.

kata “li” telah dituntaskan Gus Ali Muhammad dengan menegur penerbit untuk mencetak ulang dengan mengembalikan menjadi kalimat “katabahu

K.H. Ahmad Shiddiq,” sebab penggunaan kata “li” memberikan arti kepemilikan dari K.H. Ahmad Shiddiq, sedangkan Gus Ali Muhammad merasa diwasiati Gus Miek dan mendengar langsung jika Dzikrul Ghōfilīn adalah karya Gus Miek.13

Argumentasi ketiga bersifat netral dengan tidak terlalu memperdulikan antara fersi pertama dan kedua dalam sejarah Dzikrul Ghōfilīn. Sebenarnya antara mengatakan sederhana dan rumit memecahkan teka-teki Dzikrul Ghōfilīn, sederhana jika pengamal menyatakan Dzikrul Ghōfilīn adalah doa baik tanpa harus mempermasalahkan sejarahnya, sedangkan akan rumit jika ikut dalam perdebatan history Dzikrul Ghōfilīn.

Dari sejarah biografi Gus Miek bisa difahami, jika K.H. Ahmad Shiddiq dan K.H. Hamid Pasuruan telah mengamalkan Dzikrul Ghōfilīn tanpa keraguan, mengapa kita yang tidak selevel dengan mereka masih memperselisihkan dan ragu dengan Dzikrul Ghōfilīn, sedangkan sebelum diterbitkan tahun 1977M. Dzikrul Ghōfilīn telah di-tashih oleh beberapa Ulama, diantaranya adalah K.H. Hamid Kajoran Magelang dan K.H. Mubasyir Mundzir,14 terlebih semenjak Gus Miek menikahkan putranya dengan putri K.H. Ahmad Shiddiq dan putra K.H. Ahmad Shiddiq dinikahkan dengan putri Gus Miek dalam satu keluarga, yaitu (Agus Tijani Robert Syaifun Nawas Hamim Djazuli dengan Ning Nida Dusturia Shiddiq), dan (Agus Hisyam Rifqi Shiddiq dengan Ning Tahta Alfina Pagelaran

13 Wawancara Pribadi dengan K.H. Muhammad Arsyad Busyairi. 14 Wawancara Pribadi dengan K.H. Agus Sabut Panoto Projo.

Hamim Djazuli). Ikatan keluarga ini adalah instruksi perdebatan history Dzikrul Ghōfilīn sudah selesai.15

Satu pertanyaan, apakah rumusan dan amalan Dzikrul Ghōfilīn diambil dari gerakan tharīqah, atau memang orisinil produk dari Gus Miek?. Secara lahiriah Gus Miek tidak pernah ikut gerakan tharīqah, sehingga diyakini isi dari Dzikrul Ghōfilīn murni atas prakarsa Gus Miek tanpa pengaruh ajaran tharīqah. Jika dikaitkan memiliki atau ada pengaruh dalam tharīqah tidak dalam rumusan zikir, tetapi berdasarkan dampak sosial fenomena tharīqah di Indonesia. Hanya saja Gus Miek pernah membantu penyebaran Sholawat Wahidiyah prakarsa K.H. ‘Abdul Majid Ma’rouf. Saat deklarasi Sholawat Wahidiyah Gus Miek dengan umur dua puluh tahun menjadi pengamal sekaligus duta khusus menyampaikan ceramah, sedangkan K.H. ‘Abdul Majid Ma’rouf saat itu berumur sekitar empat puluh tahun.16 Perkembangan terakhir justru Gus Miek dikaitkan sebagai ketua ketiga perjuangan shalawat Wahidiyah menggantikan K.H. Ahyat yang memimpin sekitar tahun 1968-1970M.17

Ajaran tasawuf Gus Miek sangat unik dan berani, ditengah-tengah mulai naik daunnya zikir tharīqah di Indonesia Gus Miek mampu menyajikan ajaran Dzikrul Ghōfilīn sebagai konstruksi amalan tasawuf, dan bukan pada bentuk lain seperti mengembangkan sistematika maqāmat. Gus

15

“KH. ACHMAD SHIDDIQ,” artikel diakses pada 13 Agustus 2011 dari http://www.pondokpesantren.netponprenindex.phpoption=com_content&task=view&id=35&Itemi d=71

16

Wawancara Pribadi dengan K.H. Agus Sabut Panoto Projo.

17 Isyarat tentang sholawat Wahidiyah telah diterima ibunda Gus Miek, kemudian menyuruh putra-putranya mencari kabar tersebut, stelah petunjuk diperoleh, ternyata isyarat itu adalah Sholawat Wahidiyah prakarsa K.H. ‘Abdul Majid Ma’rouf Walīallāh Kedunglo. Sokhi Huda, Tasawuf Kultural: Fenomena Sholawat Wahidiyah (Yogyakarta: LKiS, 2008). h. 320.

Miek mejelaskan bahwa tharīqah di dunia sifatnya majemuk, ada tharīqah

mu’tabarah dan ada tharīqah ghairu mu’tabarah, sedang pengamalannya ada yang inklusif dengan memagari pengikutnya supaya tidak ikut dan mengamalkan ajaran dari tharīqah lain, namun ada juga tharīqah yang terbuka mempersilahkan santrinya ikut tharīqah manapun. Kesimpulannya, banyaknya tharīqah di dunia dan Indonesia khususnya justru tidak membuat persatuan umat, eksistensinya menjadikan umat tersekat-sekat dengan adanya

tharīqah inklusif. Strategi Dzikrul Ghōfilīn dengan memasukkan hampir dipastikan semua mursyid tharīqah di dunia dalam satu gerakan zikir dengan tujuan jama’ah tharīqah semakin bersatu. Karena Dzikrul Ghōfilīn bisa dianggap sebagai ringkasan dari banyaknya tharīqah dan sebagai sarana saling mengingatkan antar satu dan yang lain dengan tujuan tidak merasa lebih baik dan unggul.18 Sesuai pesan Gus Miek pada komunitasnya, jika berhubungan dengan kebaikan harus sering mengucapkan, “Saya ini hanya

salah satu, dan jangan mengucapkan saya ini satu-satunya,” mementingkan

jama’ah adalah prioritas daripada egois untuk diri sendiri.19

Keberadaan Dzikrul Ghōfilīn tidak sama dengan zikir tharīqah, tujuan utamanya bukan sebagai zikir waib seperti ajaran zikir pada

tharīqah. Karena sama-sama memiliki prospek utama penyakit hati, jadi keutamaan Dzikrul Ghōfilīn sama dengan zikir-zikir biasa tanpa terikat oleh kondisi apapun, yaitu untuk mendekatkan diri dan rohaniah pada Allah SWT, sebagai obat penentram hati, obat hati dari dasarnya manusia

18 Wawancara Pribadi dengan Mas Nur.

19 Rekaman Ceramah Gus Miek dalam Semaan al-Qur’ān Jantiko Mantab Ahad Pahing. Jember, 5 November 1989M.

makhluk kontradiktif, seperti lebih banyak mengeluh daripada keharmonisan. Dengan Dzikrul Ghōfilīn dan semaan al-Qur'ān Jantiko Mantab insyallāh dilimpahkan kelapangan hati.20

Tujuan lain Dzikrul Ghōfilīn secara sosial adalah zikir pemersatu ukhuwah jama’ah berbagai tharīqah di dunia, pengamalannya sesuai pesan Gus Miek untuk mengutamakan amalan tharīqah daripada Dzikrul Ghōfilīn, terlebih tharīqah Mu’tabarah.21 Jadi Dzikrul Ghōfilīn adalah zikir pelengkap dari macam-macam amalan zikir pada tharīqah, sehingga adanya tidak mengikat, pengamalannyapun sangat sederhana dan bisa diangsur.

Pembagian angsuran zikir dikonsentrasikan pada bacaan sūrah al-

tihah berjumlah seratus kali. Jumlah bacaan sūrah al-Fātihah dapat diangsur dengan lima kali sholat fardhu:

Subuh dengan membaca 21 kali Dzuhur membaca 22 kali Ashar membaca 23 kali Maghrib membaca 24 kali Isya’ membaca 10 kali.

Sempurnanya diteruskan dengan membaca tawasul bil al-Fātihah pada Ulama tharīqah yang tertera dalam daftar tawasul, tetapi jika merasa sibuk tawasul bisa dibaca seminggu sekali, sebulan sekali, setahun sekali atau seumur hidup sekali, sebab Dzikrul Ghōfilīn bukan wirid wajib dan

20 Wawancara Pribadi dengan K.H. Agus Sabut Panoto Projo.

21 Rekaman Ceramah Gus Miek dalam Semaan al-Qur’ān Jantiko Mantab di Kediaman Hj. Fatimah. Jember, t.t.

mengikat.22 Penekanan bacaan pada sūrah al-Fātihah adalah hasil bergaul Gus Miek sejak kecil pada Ulama-ulama berpengaruh. Jika individu menginginkan kualitas sepiritualnya sama dengan kekasih Allah SWT, dari sekarang dekatkanlah dengan ikatan batin lewat fadilah sūrah al-fātihah. Kita sebagai manusia secara kualitas sulit menjangkau dan berhubungan dengan Allah SWT dari berbagai factor, salah satunya dosa, untuk itu lewat jembatan tawasul sūrah al-fātihah pada Rasulallah dan Walīallāh adalah instrumen ideal menuju ridho Allah SWT.23