SPIRITUALITAS ISLAM A Elemen Tasawuf dan Sejarahnya
D. Thar ī qah Dalam Tasawuf
2. Thar ī qah Mu’tabarah dan Ghairu Mu’tabarah
Dalam tasawuf, jumlah tharīqah sangat heterogen, tetapi Ulama Sufi mengelompokkan tharīqah menjadi dua jenis, yaitu tharīqah mu'tabar
100
Aboebakar Atjeh, Sejarah Sufi Dan Tasawwuf, h. 36. 101 Mulyadhi Kartanegara, Menyelami Lubuk Tasawuf, h. 241.
102 Seyyed Hossein Nasr, “Daftar Isi,” dalam Seyyed Hossein Nasr, ed., Ensiklopedi Tematis Spiritualitas Islam: Manifestasi. Penerjemah Tim Penerjemah Mizan (Bandung: Mizan, 2003), h. ix-x.
(tharīqah yang muttashil (tersambung) sanadnya kepada Nabi Muhammad SAW), dan tharīqah ghairu mu'tabarah (tharīqah yang munfashil (tidak tersambung) sanad-nya kepada Nabi Muhammad SAW). Doktrin final-nya
tharīqah dituntut mempunyai sumber dari al-Qur'ān dan Sunnah Rosulallah
SAW. Mempunyai rantai (silsilah) bai’at dengan Sahabat Abū Bakar as-
Shiddiq r.a., dan Sahabat ‘Alī bin Abi Thalib k.w. Kedua Shahabat secara
kusus mendapat rekomendasi (talqin) langsung dari Rasulallah SAW perantara Malaikat Jibril bermuara pada Allah SWT.103
Jaringan silsilah tharīqah dikembangkan dengan pertimbangan logis. Diantaranya akibat banyak dan tumbuh tharīqah di dunia dengan resiko kesukaran mengontrol ajaran dan prilaku komunitas tharīqah dari aturan al- Qur'ān dan Hadīts. Sehingga dengan batasan klasifikasi tharīqah mu’tabarah dan ghairu mu’tabarah adalah cara efektif mempromosikan antara tharīqah heterodoks dan tharīqah ortodoksi. Pengetatan tharīqah mu’tabarah dari segi sanad Mursyid, aspek syarī’ah, dan ritual adalah tujuan meneguhkan konsistensi tharīqah terhadap syarī’ah Islam.104 Menurut Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Hisyam bin Yahya, yang akrab disapa Habib Luthfi,105 penegasan mu’tabarah atau tidaknya sebuah tharīqah meliputi, pertama, dilihat dari ajaran di dalamnya tidak melanggar isi al-Qur'ān dan Hadīts.
Kedua, wiridnya tergolong matsur dari Rasulallah SAW. Ketiga, memiliki jalur sanad jelas, mulai dari Mursyid, Ulama, para Wali, dan Shahabat
103
Totok Jumantoro dan Samsul Munir, Kamus Tasawuf (Wonosobo: Amzah, 2005), h. 243.
104 Hamid Nasuhi, Serat Dewaruci: Tasawuf Jawa Yasa Dipura I, h. 220.
105 Rais ’Am Jam’iyyah Ahli ath-Thariqah al-Mu’tabarah an-Nahdliyyah, atau kumpulan Jam’iyyah Ahli ath-Thariqah al-Mu’tabarah Nahdlatul Ulama “JATMAN.”
sinkron pada Nabi SAW hingga bermuara pada Allah SWT.”106 K.H. Shohibulwafa Tajul Arifin menyampaikan hubungan salīk tidak kenal ayah dan nenek moyangnya dalam tharīqah adalah ditolak dan tidak diakui. Perkataan darinya tidak diterima, eksistensinya bukan keturunan ayahnya dan dilaknat Allah SWT.107
Dalam organisasi Nahdlatul Ulama didirikan lembaga khusus sebagai kontrol kelompok
tharīqah, yaitu Jami’iyah ahl Tharīqah Mu’tabarah
dengan Rais ‘Am Habib Luthfi bin Ali bin Hisyam bin Yahya Pekalongan. Jami’iyah ahl Tharīqah Mu’tabarah didirikan pada tahun 1957M. Pada tahun
1979M. kembali dilakukan kongres dengan memberikan tambahan kata Nahdliyin pada akhir kata Jami’iyah Ahl Tharīqah Mu’tabarah, menjadi
Jami’iyah ahl Tharīqah Mu’tabarah Nahdliyin dengan 45 tharīqah valid
baik ajaran dan mursyid-nya muttashil sampai Nabi Muhammad SAW.108 Empat puluh lima Tharīqah Mu’tabarah Nahdliyin adalah:
Rumiyyah Rifa’iyyah Sa’diyyah Ghazaliyyah Bakriyyah Justiyyah Umariyyah Madbuliyyah Alawiyyah Abbasiyyah Zainiyyah Usmaniyyah Dasuqiyyah Akbariyyah Bayumiyyah Qalqasyaniyyah Malamiyyah Ghaiyyah Tijaniyyah Khalwatiyyah
106
Mehdy Zidane, ed., Mengenal Tharekat Ala Habib Lutfi Bin Yahya (Bekasi: Hayat Publising, 2009), h. 69. Lihat pula di Wahid Institute Networks, “Mursyid Musisi Pangawal Tarekat.” Artikel diakses pada tangga 4 April 2010 dari http://www.wahidinstitute.org/Jaringan/ Detail/?id=8/hl=id/Mursyid _Musisi_Pangawal _Tarekat
107 Shohibulwafa Tajul Arifin, Miftahus Shudur: Kunci Pembuka Hati. Penerjemah Aboebakar Atjeh (Tasikmalaya: Mudawamah Warakhmah, 2005), h. 32.
108 Martin Van Bruenessen, Kitab Kuning: Pesantren Dan Tarekat Tradisi Islam Di Indonesia, h. 313.
Uwaiysiyyah Idrisiyyah Samaniyyah Ahmadiyyah Buhuriyyah Usyaqiyyah Kubrawiyyah Hamzawiyyah Mawlawiyyah Jalwatiyyah Bairumiyyah Sumbuliyyah
Syadliliyyah Al-Awaliyyah Syathariyyah Sya’baniyyah Qadliriyyah Haddadiyyah Shyuriwiyyah Isawiyyah Bakdasyiyyah Idrusiyah Thuruk al-Khabir
Khalidiyah wa Naqsyabandiyyah Qādiriyyah wa Naqsyabandiyyah
Tharīqah tersebut dianggap mu’tabarah bagi Nahdlatul Ulama. Sebab dari seleksi paling ketat tharīqah tersebut memenuhi kriteria sebagai
tharīqah mu’tabarah.109 Langkah pemilahan ini adalah bentuk aktualisasi sesuai dengan garis haluan Ahl al-Sunnah wa al-Jamā’ah, sebab merupakan salah satu platform jaringan mata rantai hingga Nabi Muhammad SAW.110
Simak peraturan dasar tharīqah mu’tabarah dalam pasal ke- 4: 1. Menyiarakan ajaran agama Islam terutama mu’taqad Islam
(aqidah/ keyakinan) menurut faham Ahl al-Sunnah wa al-
Jamā’ah dengan cara sebaik-baiknya.
2. Mengemabangkan ma’rifah pada Allah SWT beserta mendidik tercapainya akhlāq baik dalam masyarakat.
3. Memperkuat dan memper erat persatuan guru-guru tharīqah
mu’tabarah serta pengikut-pengikutnya.
4. Mengikhtiyarkan terlaksananya Asy-Syariatul Bathiniyah (syariat/ peraturan batin) yang menjadi jiwa bagi Asy-
Yariatil Hahiriyah (syariat lahir).
5. Mempergiat amar ma’ruf nahi munkar dengan cara sebaik- baiknya.111
109 Said Aqil Siradj, Tasawuf: Sebagai Kritik Sosial, h. 98. 110 Said Aqil Siradj, Tasawuf: Sebagai Kritik Sosial, h. 428.
111 Ahmad Syafi’i Mufid, Tangklukan, Abangan dan Tharikat: Kebangkitan Agama- agama Di Jawa (Jakarta: Yayasan Obor, 2006), h. 71.
Penerimaan sebuah tharīqah mu’tabarah ataupun ghairu mu’tabarah ditentuan oleh sebuah forum diskusi dalam pemecahan sebuah masalah, jika dalam konteks fiqh dengan bahsul masail fiqhiyyah, maka dalam tharīqah adalah bahsul masail tharīqiyyah, yaitu forum untuk memecahkan masalah- masalah seputar tharīqah. Seperti tharīqah Tijaniyyah, tharīqah Tijaniyah
dinyatakan mu’tabarah dari hasil bahsul masail tharīqiyyah pada muktamar ke-7 di Mranggen Jawa Tengah pada November 1989M.112
E. Zikir (Arti Kata, Ajarannya dalam al-Qur'ān dan Hadīts)
Al-Qur'ān dan Hadīts banyak memberi informasi kepada manusia
tentang hakikat dan arti zikir. Selain kata adz-Dzikr adalah salah satu nama al-Qur'ān, “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan (adz-Dzikr) Al-Qur'ān,
dan Sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya (Q.s. Al-Hijr: 9),” dan
di ayat lain adz-Dzikr diidentikkan dengan kapasitas manusia sebagai makhluk pelupa, “al-insān mahalul khatha wa an-nisyān.” Ayat-ayat informasi agar manusia ingat pada Allah SWT banyak disebutkan, terhitung lebih dari seratus ayat dalam al-Qur'ān.113
Kata zikir dalam al-Qur'ān disebutkan manifesto dari sholat.114 Q.s.
Al-Jumu‘ah: 9:
112 Ahmad Syafi’i Mufid, Tangklukan, Abangan dan Tharikat: Kebangkitan Agama- agama Di Jawa, 71.
113 Muhammad Hisyam Kabbani, Energi Zikir Dan Shalawat. Penerjemah Zaimul Am (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2007), h. 10.
114 ‘Abdul Qādir ‘Isā, Hakeket Tasawuf. Penerjemah Khairul Amru Harahap dan Afrizal Lubis (Jakarta: Qiathi Press, 2005), h. 89.
$pκš‰r'‾≈tƒ tÏ%©!$# (#þθãΖtΒ#u #sŒÎ) š”ÏŠθçΡ Íο4θn=¢Á=Ï9 ÏΒ ÏΘöθtƒ Ïπyèßϑàfø9$# (#öθyèó™$$sù 4’n<Î) Ìø.ÏŒ «!$# ( #ρâ‘sŒuρ y ìø‹t7ø9$# 4
Artinya: “Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk
menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah kamu berzikir kepada Allah dan tinggalkanlah jual beli.”
Kata zikir dalam al-Qur'ān disebut pula sebagai ilmu,115 Q.s. Al-
Anbiyā’: 7: !!$tΒuρ $uΖù=y™ö‘r& š n=ö6s% āωÎ) Zω%y`Í‘ ûÇrθœΡ öΝÍκös9Î) ( (#þθè=t↔ó¡sù Ÿ≅÷δr& Ìò2Ïe%!$# βÎ) óΟçFΖä. Ÿω š χθßϑn=÷ès?
∩∠∪
Artinya : “Kami tiada mengutus Rasul-rasul sebelum kamu
(Muhammad), melainkan beberapa orang-laki-laki yang kami beri wahyu kepada mereka, Maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada Mengetahui.”
Selain ayat di atas, mayoritas ayat al-Qur'ān dan Hadīts mengartikan
zikir adalah seruan melafalkan kalimat tasbih (Q.s. Al-Fusshilat: 38), bacaan tasbih “Subhanallah, wal hamdu lillāh, walā ilāha illallāh, wAllāhu akbar.” Tahlil, seperti sabda Nabi, “Afdolu adz-zikr lā ilāha illallāh,” dan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW (Q.s. Al-Ahzab: 56), “Allāhumma shalli ‘alā
syyidina Muhammad ‘abdika wa rasūlikanan-nabiyī al-ummī wa ‘alā ālihi
wa sahbihi wa sallim,” dan bacaan-bacaan lain untuk mengingat Allah
SWT seperti istighfar dan takbir.116
Para Sufi menyebutkan Nabi Muhammad SAW penggemar zikir, Nabi menggambarkan zikir layaknya predikat menonjol diantara ibadah universal, “Siapa mengingat Tuhan di tengah-tengah kaum yang lupa, ia
115 ‘Abdul Qādir ‘Isā, Hakeket Tasawuf, h. 88. 116 ‘Abdul Qādir ‘Isā, Hakeket Tasawuf, h. 88.
seumpama prajurit ditengah-tengah tentara yang melarikan diri, seperti pokok hijau diantara pohon yang kering.”117
Ayat di atas bisa kita tarik sebuah generelesasi, bahwa kata zikir bisa berarti sebagai kegiatan sholat, kegiatan belajar, dan secara lisan mengagungkan asma Allah SWT dengan melafalkan kalimat tasbih, tahlil, sholawat dan membaca al-Qur'ān.118
Anjuran berzikir diseru oleh al-Qur'ān, diantaranya pada surah Q.s.
Al-Baqarah: 152: þ’ÎΤρãä.øŒ$$sù öΝä.öä.øŒr& ( #ρãà6ô©$#uρ ’Í< Ÿ ωuρ Èβρãà(õ3s?
∩⊇∈⊄∪
Artinya: “Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku
ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.”119
Nabi bersabda, “Jika hatimu senantiasa mengingat Allah SWT, maka
malaikat akan menemuimu dengan sedemikian rupa sehingga dia akan mengucapkan salam padamu di tengah jalan.”120
Dalam Hadīts lain:
ﻢﻜﺗﺎﺟرد ﰱ ﺎﻬﻌﻓرأو ﻢﻜﻜﻴﻠﻣ ﺪﻨﻋ ﻩﺎﻛزأو ﻢﻜﻟﺎﻤﻋأ ﲑﲞ ﻢﻜﺌﺒﻧأ ﻻا
ﺔﻀﻔﻟاو ﺐﻫﺬﻟا قﺎﻔﻧإ ﻦﻣ ﻢﻜﻟ ﲑﺧو
)
قرﻮﻟا
(
نا ﻦﻣ ﻢﻜﻟ ﲑﺧو
اﻮﻘﻠﺗ
،ﻢﻜﻗ ﺎﻨﻋأ اﻮﺑﺮﻀﺘﻓ ﻢﻛوﺪﻋ
اﻮﻟﺎﻗ
:
لﺎﻗ ،ﻰﻠﺑ
:
ﺮﻛذ
ﱃﺎﻌﺗ ﷲا
.
Artinya : “Inginkah kamu aku beritahu beberapa amal yang
lebih baik dan lebih bersih menurut Tuhanmu dan juga amal yang lebih mengangkat derajatmu, dan amal yang lebih baik bagimu dari menyedekahkan emas dan perak (uang), amal yang juga lebih baik dari pada kamu berperang melwan
117 Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik Dalam Islam. h. 215. 118
Muhammad Hisyam Kabbani, Energi Zikir Dan Shalawat, h. 15.
119 Ayat-ayat lain bisa dilihat seperti surah Q.s. Al-Rad: 28, Q.s. Al-Ahzab: 41-44, Q.s. Toha: 124, Q.s. Al-Zuhruf: 36, Q.s. Al-a’raf: 205, Q.s. Al-Isra’: 44, dan ayat lainnya. M. Hanif Muslih, Kesahihan Dalil Tahlil: Dari al-Qur'ān dan Sunnah (Surabaya: Santri, 1887), h. 8-11.
musuh, dimana kamu akan membunuh mereka dan merekapun membunuhmu, para Sahabat menjawab: silahkan ya Rasulallah. Rasul berkata, “yaitu zikir kepada Allah.”121
Dalam Hadīts Qudsī diriwayatkan Imam ‘Alī Ridha Nabi bersabda,
“Kalimat Lā ilāha illallāh itu benteng-Ku. Barang siapa mengucapkan
kalimat Lā ilāha illallāh berarti orang itu masuk dalam pengayoman-Ku,
dan barang siapa yang masuk ke dalam benteng-Ku, berarti amanlah mereka dari siksa-Ku.”122