• Tidak ada hasil yang ditemukan

Harga Diri Rendah

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 38-42)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Konseptual Model Asuhan dan Pelayanan Keperawatan

2.2.1 Input

2.2.1.1 Harga Diri Rendah

Menurut Stuart dan Laraia (2005) faktor predisposisi adalah faktor risiko yang dipengaruhi oleh jenis dan jumlah sumber risiko yang dapat menyebabkan individu mengalami stres. Faktor ini meliputi biologis, psikologis, dan sosial budaya.

1) Faktor Biologis

Faktor predisposisi biologi merupakan karakteristik fisik seseorang yang berpengaruh dalam menghadapi stressor. Faktor predisposisi biologis meliputi struktur otak hipotalamus dan neurotransmiter. Struktur otak yang berhubungan dengan depresi yang mengakibatkan harga diri rendah adalah sistem limbik, lobus frontal, lobus temporal (Videbeck, 2008) dan hipotalamus (Yosep, 2007). Ketidakseimbangan neurotransmiter juga mendorong munculnya depresi (Niehoff, 2002; Hoptman, 2003 dalam Stuart & Laraia, 2005; Kaplan, 2007).

2) Faktor psikologis

Stuart (2009) mengatakan yang termasuk dalam faktor predisposisi psikologis diantaranya intelektualitas, kepribadian, moralitas, pengalaman masa lalu, konsep diri, motivasi, pertahanan psikologi, kemammpuan mengendalikan diri. Kepribadian merupakan faktor psikologis dari seseorang, seperti tipe kepribadian introvert, menutup diri dari kemungkinan orang-orang yang memperhatikannya, sehingga tidak memiliki orang terdekat atau orang yang berarti dalam hidupnya. Seseorang yang tidak dikenalkan dengan konsep moral baik dan buruk, misalnya terkait dengan keyakinan spiritual, menyebabkan seseorang tidak memiliki landasan yang kuat untuk membentuk mekanisme koping dalam menghadapi masalah dalam kehidupannya (Townsend, 2009).

3) Faktor sosial budaya

Faktor yang paling berpengaruh terhadap harga diri rendah menurut Keliat (2003) meliputi: riwayat pekerjaan, pendidikan terakhir dan status perkawinan. Menurut Sasmita (2007) meliputi usia, jenis kelamin, riwayat pekerjaan, pendidikan. Menurut Fauziah (2009) terdiri atas pendidikan terakhir dan lama sakit / riwayat gangguan jiwa, sedangkan menurut Wahyuningsih (2009) adalah frekuensi dirawat.

b. Faktor presipitasi

Faktor presipitasi terjadinya masalah harga diri rendah meliputi stresor biologis, stresor psikologis, dan stresor sosial budaya (Stuart, 2009). Sifat dari stresor yang tergolong komponen biologis, misalnya: penyakit infeksi, penyakit kronis atau kelainan struktur otak. Komponen psikologis, misalnya: stresor terkait dengan pertumbuhan dan perkembangan seperti adanya abuse dalam keluarga, atau adanya kegagalan-kegagalan dalam hidup. Komponen sosial budaya, misalnya: adanya aturan yang sering bertentangan antara individu dan kelompok masyarakat, tuntutan masyarakat yang tidak sesuai dengan kemampuan seseorang, ataupun adanya stigma dari masyarakat terhadap seseorang yang mengalami gangguan jiwa.

c. Penilaian terhadap stresor

Penilaian terhadap stresor menggambarkan arti dan makna sumber stres pada suatu situasi yang dialami individu (Stuart & Laraia, 2005). Penilaian terhadap stresor dapat dilihat melalui respon kognitif, afektif, fisiologis, perilaku, dan sosial. Setelah adanya stresor yang menjadi faktor presipitasi, individu akan melakukan penilaian dan mempersepsikan stresor sebagai suatu hal yang negatif yang dapat menyebabkan timbulnya harga diri rendah.

1) Respon kognitif

Penilaian kognitif merupakan tanggapan atau pendapat klien terhadap diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Stuart & Laraia, 2005). Masalah kognitif didominasi oleh evaluasi seseorang terhadap diri seseorang, dunia seseorang dan masa depan seseorang, apabila evaluasi tersebut ke arah negatif misalnya seseorang memandang dirinya negatif maka orang tersebut

akan mengalami harga diri rendah. Klien menjadi kebingungan, kurang perhatian, merasa putus asa, merasa tidak berdaya, dan merasa tidak berguna.

2) Respon afektif

Tanda dan gejala afektif terkait dengan respon emosi dalam menghadapi masalah (Stuart & Laraia, 2005). Respon emosi sangat bergantung dari lama dan intensitas stresor yang diterima dari waktu ke waktu. Afek / emosional klien harga diri rendah yang dapat diamati adalah kemarahan, rasa kesal, murung, ketidakberdayaan, keputusasaan, kesepian dan kesedihan, merasa berdosa, dan kurang motivasi, melebih-lebihkan umpan balik negatif, melihat dunia secara negatif, menyatakan kegagalan secara verbal

3) Respon fisiologis

Respon fisik terhadap perubahan harga diri adalah perasaan lemah, penurunan energi, penurunan libido, insomnia/hipersomnia, penurunan/peningkatan nafsu makan, anoreksia, sakit kepala, agitasi tidak berdaya, keluhan fisik, merusak diri sendiri, (Stuart, 2009), ekspresi rasa bersalah, ekspresi rasa malu, kontak mata kurang, konsentrasi menurun, penilaian negatif tentang tubuhnya (Herdman, 2009).

4) Respon perilaku

Tanda dan gejala perilaku dihubungkan dengan tingkah laku yang ditampilkan atau kegiatan yang dilakukan klien berkaitan dengan pandangannya terhadap diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Stuart & Laraia, 2005). Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoadmodjo, 2003). Pada klien harga diri rendah perilaku yang ditampilkan yakni mengkritik diri sendiri, menunda keputusan, hubungan yang buruk, merusak diri sendiri, bermusuhan, motivasi menurun, dan penurunan perawatan diri/kebersihan diri.

5) Respon sosial

Respon sosial klien harga diri rendah yang dapat diamati adalah berlebihan mencari penguatan, menolak umpan balik positif diri sendiri, pengurungan diri, sedikit atau tidak ada partisipasi, isolasi sosial, penilaian negatif terhadap orang lain, menolak kehadiran orang lain, keterasingan terhadap orang lain.

d. Sumber koping

Sumber koping merupakan pilihan atau strategi yang dapat membantu dalam menghadapi suatu masalah. Sumber koping dapat berasal dari dalam maupun dari luar diri. Sumber koping meliputi aset ekonomi, kemampuan dan ketrampilan, teknik pertahanan diri, dukungan sosial, dan motivasi (Stuart & Laraia, 2005).

Kemampuan individu merupakan hal-hal yang terkait individu itu sendiri dalam memecahkan masalah, seperti motivasi, pengetahuan, kemampuan memecahkan masalah dan lain-lain. Kemampuan yang diharapkan pada klien dengan harga diri rendah adalah kemampuannya mengenal aspek positif yang dimilikinya dan mampu melatih aspek tersebut sesuai dengan kemampuan yang dimiliki lansia saat ini. Kemampuan lanjutan yang harus dikuasai untuk mengatasi harga diri rendah adalah kemampuan mengungkapkan atau menyampaikan kenangan yang menyenangkan atau yang paling berkesan yang pernah dialami didalam kelompok.

e. Mekanisme koping

Mekanisme koping merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk mengatasi stres (Stuart & Laraia, 2005). Mekanisme koping adalah setiap upaya yang diarahkan pada tindakan untuk menghadapi stres, termasuk upaya penyelesaian masalah yang secara langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri dari pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan respons neurobiologik. Dalam menghadapi stresor, individu menggunakan berbagai mekanisme koping yang dapat digolongkan menjadi mekanisme koping jangka pendek dan mekanisme koping jangka panjang (Stuart & Laraia, 2005; Suliswati, 2005).

2.2.1.2 Isolasi sosial

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 38-42)

Dokumen terkait