• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 74-82)

BAB 4 MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA KLIEN

4.1.2 Identifikasi

Pada tahap ini perawat berusaha menggali faktor-faktor biopsikososial untuk menjelaskan respon destruktif dan konstruktif dari klien sehingga pada akhirnya perawat dan klien dapat menyimpulkan kebutuhan belajar untuk mengatasi masalah yang dihadapi klien.

4.1.2.1 Hasil Pengkajian Klien dengan Harga Diri Rendah dan Isolasi Sosial di Ruang Saraswati

Kegiatan pelaksanaan manajemen kasus spesialis diawali dengan pengkajian. Pengkajian klien dengan HDR dan Isos yang terdiri dari pengkajian karakteristik klien (data demografi) dan pengkajian kondisi klinis klien. Pengkajian kondisi klinis klien dilakukan menggunakan model stress adaptasi Stuart. Model ini terdiri dari pengkajian faktor presdisposisi, presipitasi, peniliaian terhadap stressor, sumber koping, dan mekanisme koping.

a. Karakteristik Klien

Karakteristik klien harga diri rendah dan isolasi sosial di ruang Saraswati dikelompokkan berdasarkan usia, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, onset dan frekuensi dirawat.

Tabel 4.1

Karakteristik Usia Klien dengan Harga diri rendah dan Isolasi sosial di Saraswati, Periode 19 September-15 November 2013 (n = 10)

Variabel N Mean Median SD Min-Maks Usia 10 66,2 67.00 5,731 58 – 74 tahun

Onset 10 3,50 3,50 1.900 1 – 7 tahun

Frek. Dirawat 10 2,30 2,00 1,337 1 – 5 kali

Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa rata-rata usia klien secara keseluruhan adalah 66,20 tahun dengan nilai mediannya adalah 67 tahun sedangkan standar deviasi pada keseluruhan responden adalah

adalah 74 tahun. Onset gangguan jiwa yang terjadi pada pasien rata-rata 3,5 tahun dengan onset terendah adalah 1 tahun dan yang tertinggi adalah 7 tahun sedangkan rata-rata frekuensi dirawat adalah 2.30 kali.

Tabel 4.2

Distribusi Karakteristik Klien dengan Harga diri rendah dan Isolasi sosial di Saraswati, Periode 13 September-15 November 2013 (n = 10)

No Variabel Jumlah Presentase

1. Jenis Kelamin a. Laki-laki b. perempuan 4 6 40% 60% 2. Pendidikan a. SD/SR b. SMP c. SMA 6 3 1 60% 30% 10% 3. Pekerjaan a. Tidak bekerja 10 100% 4. Status Perkawinan a. Menikah (pasangan masih ada) b. Janda/duda 4 6 40% 60%

Klien yang berjenis kelamin paling banyak adalah perempuan sebanyak 6 orang (60%). Tingkat pendidikan klien yang paling banyak adalah SD sebanyak 6 orang (60%). Klien seluruhnya tidak bekerja sebanyak 10 orang (100%). Sebagian besar status perkawinan klien adalah janda/duda sebanyak 6 orang (60%).

b. Faktor Predisposisi

Menurut Stuart (2009) faktor predisposisi adalah faktor yang melatarbelakangi masalah yang mempengaruhi tipe dan sumber dari individu untuk menghadapi stres baik biologis, psikososial dan sosial kultural (Tabel 4.3).

Tabel 4.3

Distribusi Faktor Predisposisi pada Klien Harga diri rendah dan isolasi sosial di Saraswati, Periode 13 September-15 November

2013 (n = 10)

No Faktor Predisposisi Jumlah Persentase 1. Biologis a. Genetik b. Riwayat gangguan jiwa sebelumnya c. Penyakit fisik 6 8 3 60% 80% 30% 2. Psikologis a. Introvert b. Riwayat kekerasan c. Kehilangan / kegagalan 7 2 6 70% 20% 60% 3. Sosial a. Ekonomi menengah b. Pendidikan rendah c. Jarang terlibat kegiatan sosial 8 9 5 80% 90% 50%

Hasil pengkajian menunjukkan bahwa klien mempunyai beberapa faktor predisposisi yang dapat menyebabkan klien mengalami gangguan jiwa. Pada faktor biologis yang banyak teridentifikasi pada masalah HDR dan Isos yaitu riwayat gangguan jiwa sebelumnya sebanyak 8 orang (80%). Faktor psikologis ditemukan 7 orang (70%) memiliki kepribadian introvert. Sikap ini ditemukan pada klien saat menghadapi masalah. Sedangkan pada faktor Faktor sosial budaya yang melatarbelakangi klien dengan HDR dan Isos adalah status ekonomi menengah kebawah yaitu sebanyak 8 orang (80%).

c. Faktor presipitasi

Faktor presipitasi merupakan stressor yang dihadapi klien yang mencetuskan perilaku kekerasan. Stuart (2009) menyatakan faktor presipitasi ini meliputi empat hal yaitu sifat stresor, asal stresor, lamanya stresor yang dialami, dan banyaknya stresor yang dihadapi oleh seseorang (tabel 4.4).

Tabel 4.4

Distribusi Faktor Presipitasi pada Klien Harga Diri Rendah dan Isolasi Sosial di Saraswati, Periode 13 September-15 November

2013 (n = 10) N

o Faktor Presipitasi Jumlah Persentase

1. Sifat a. Biologis

- Putus obat b. Psikologis

- Keinginan tidak terpenuhi - gagal bekerja

- Merasa tidak berguna c. Sosial budaya - Masalah ekonomi - Konflik lingkungan/tetangga - Konflik keluarga 7 5 5 6 6 2 3 70% 50% 50% 60% 60% 20% 30% 2. Asal Stresor a. Internal b. Eksternal 10 9 90% 100% 3. Waktu a. ≤ 6 bulan b. > 6 bulan 4 6 40 % 60 % 4. Jumlah Stresor a. 1-2 Stresor b. > 2 Stresor 3 7 30 % 70 %

Tabel 4.3 memaparkan data tentang faktor presipitasi gangguan jiwa pada klien HDR dan isos, sama halnya dengan faktor predisposisi, klien juga memiliki beberapa faktor presipitasi. Data menunjukkan berdasarkan sifat stressor ditemukan bahwa faktor presipitasi biologis adalah karena putus obat sebanyak 7 orang (70%). Klien merasa jenuh dan bosan meminum obat. Stresor psikologis disebabkan karena adanya perasaan yang tidak berguna sebesar 60%. Stresor sosial budaya sebagian karena adanya masalah sosial ekonomi yang rendah yaitu sebesar 60%. Sumber permasalahan pada klien sebagian besar berasal dari individu (internal), sebesar 90%. Lama klien terpapar stresor sebagaian besar lebih dari dari 6 bulan yaitu 6 orang (60%) dan sebesar 70% klien mempunyai lebih dari 2 stressor.

d. Penilaian Terhadap Stresor

Respon klien terhadap stressor dapat dilihat dari aspek kognitif, afektif, fisiologis, perilaku, dan sosial (Stuart, 2009). Penilaian terhadap stresor merupakan suatu proses evaluasi secara menyeluruh yang dilakukan individu terhadap sumber stres.

Tabel 4.5

Distribusi Penilaian Terhadap Stresor pada Klien Harga Diri Rendah dan Isolasi Sosial di Saraswati, Periode 13 September-15

November 2013 (n = 10)

No

Penilaian Terhadap Stresor

Isolasi Sosial Harga diri rendah n Mean Mean 1 Respon Kognitif 10 26,25 27,14 2 Respon Afektif 10 24,87 25,57 3 Respon Perilaku 10 26,66 27,83 4 Respon Sosial 10 27,33 30 5 Respon Fisiologis 10 25,37 28,6 Jumlah 10 130.48 139.14

Berdasarkan tabel 4.4 dapat dijelaskan bahwa rata-rata penilaian terhadap stressor pada 10 klien isolasi sosial pada respon kognitif 26,25, respon afektif sebesar 24,87, respon perilaku sebesar 26,66, respon sosial sebesar 27,33, respon fisiologis sebesar 25,37 dan secara keseluruhan respon klien isolasi sosial sebesar 130,48. Sedangkan penilaian stresor pada masalah harga diri rendah didapatkan gambaran rata-rata respon kognitif klien sebelum diberikan terapi reminiscence sebesar 27,14 respon afektif sebesar 25,57, respon perilaku sebesar 27,83, respon sosial sebesar 30, respon fisik sebesar 28,6 dan secara komposit didapatkan respon klien harga diri rendah sebesar 139,14. Secara rinci tanda yang muncul pada masing-masing respon klien dapat dilihat pada lampiran 4 dan 5.

e. Sumber Koping

kemampuan individu, dukungan sosial, ketersediaan materi, dan keyakinan positif (Tabel 4.6)

Tabel 4.6

Distribusi Sumber Koping pada Klien Harga Diri Rendah dan Isolasi Sosial di Saraswati, Periode 13 September-15 November

2013 (n = 10)

No Sumber Koping Jumlah Persentase

1. Kemampuan Personal

a. Tidak tahu dan tidak mampu cara mengatasi Isos dan HDR

a. Tahu dan mampu cara mengatasi Isos dan HDR 7 3 70 % 30 % 2. Dukungan Sosial a. Dukungan keluarga - Ada, mampu merawat - Ada, tidak mampu merawat b. Dukungan kelompok - Tidak ada c. Dukungan masyarakat - Tidak ada 4 6 10 10 40 % 60 % 100 % 100 % 3. Ketersediaan Aset a. Pembayaran Jamkesmas/Jamkesda

b. Jangkauan ke Pelayanan Kesehatan - Jauh - Dekat/Terjangkau 10 3 7 100 % 30 % 70 % 4. Keyakinan Positif

a. Yakin akan sembuh 10 100 %

Sebanyak 7 orang (70 %) klien HDR dan Isos yang tidak tahu cara mengatasi masalah yang dialami oleh klien. Dukungan sosial yang didapatkan pada klien diantaranya sebagian besar memiliki dukungan keluarga tetapi tidak mengetahui perawatan klien yaitu sebesar 60%. Klien tidak mendapat dukungan kelompok dan dukungan masyarakat, masing-masing sebesar 100%. Semua klien mendapatkan fasilitas jamkesmas atau jamkesda dari pemerintah. Jarak rumah dan yankes terjangkau (70%). Pelayanan kesehatan jiwa yang dimaksud adalah rumah sakit, baik rumah sakit jiwa ataupun rumah sakit umum yang menyediakan pelayanan kesehatan jiwa. Keyakinan positif yang

dimiliki oleh klien dengan HDR dan Isos yaitu seluruh klien yakin akan kesembuhan penyakitnya sebesar 100%.

f. Koping mekanisme

Koping mekanisme merupakan cara yang dilakukan klien saat menghadapi masalah (Tabel 4.7).

Tabel 4.7

Distribusi Koping Mekanisme pada Klien Harga Diri Rendah dan Isolasi Sosial di Saraswati, Periode 13 September-15 November

2013 (n = 10)

No Koping Mekanisme Jumlah Persentase

1. 2. 3.

Diam/memendam masalah Marah-marah

Menceritakan kepada orang lain

7 6 4 70% 60 % 40 % Koping mekanisme klien Harga diri rendah dan isolasi sosial sebagian besar klien menggunakan koping mekanisme memendam masalah, diam (represi, supresi, regresi) sebesar 70%.

4.1.2.2 Diagnosis Keperawatan dan Medik a. Diagnosa keperawatan

Klien yang dikelola penulis memiliki diagnosa yang lain selain diagnosa HDR dan Isolasi sosial (Tabel 4.8), diketahui diagnosa penyerta yang paling banyak ditemukan adalah Defisit Perawatan diri sebesar 60% disusul Halusinasi sebesar 50%.

Tabel 4.8

Distribusi Diagnosis Keperawatan yang Menyertai Klien Harga Diri Rendah dan Isolasi Sosial di Saraswati Periode

13 September-15 November 2013 (n = 10) Diagnosis

Utama

Diagnosis penyerta Jumlah Persentase

Harga diri rendah Isolasi sosial

Halusinasi 5 50% Defisit perawatan diri 6 60% Risiko perilaku kekerasan 2 20% Ketidakberdayaan 3 30 %

b. Diagnosis dan Terapi Medis

Berikut akan dipaparkan diagnosis medis pada klien HDR dan Isos di Ruang Saraswati RSMM Bogor.

Tabel 4.9

Diagnosis Medis Pada Klien Klien Harga Diri Rendah dan Isolasi Sosial di Saraswati, Periode 13 September-15 November 2013

(n = 10) Aspek Medis n (10) Perse ntase (%) Diagnosis Medis: - Skizoprenia paranoid - Psikotik Kronis 7 3 70% 30% 4.1.2.3 Rencana Penatalaksanaan Klien dengan Diagnosa Keperawatan Harga

Diri Rendah dan Isolasi Sosial

Rencana penatalaksanaan pada klien dengan isolasi sosial dan harga diri rendah meliputi pemberian tindakan keperawatan terapi generalis dan spesialis, baik kepada individu maupun kepada keluarga yang disesuaikan berdasarkan standar asuhan keperawatan hasil workshop keperawatan jiwa FIK UI (2011). Klien yang diberikan tindakan keperawatan bukan hanya pada masalah isolasi sosial dan harga diri rendah, tetapi juga diagnosis lain yang didapatkan pada klien tersebut. Hal ini dikarenakan pada keperawatan jiwa, masalah klien saling berkaitan dan saling berpengaruh. Penulis selanjutnya akan menyampaikan penjelasan penatalaksanaan keperawatan yang telah diberikan kepada klien isolasi sosial dan harga diri rendah

a. Rencana Tindakan 1) Terapi Generalis

a) Tindakan keperawatan untuk klien isolasi sosial

Tujuan: klien mampu membina hubungan saling percaya, klien mampu menyadari penyebab isolasi sosial, klien mampu berinteraksi dengan orang lain, klien mampu melakukan hubungan sosial.

Tindakan: membina hubungan saling percaya, membantu klien menyadari penyebab perilaku isolasi sosial, dan melatih klien berkenalan dengan orang lain secara bertahap, mampu melakukan interaksi dalam hubungan sosial.

b) Tindakan keperawatan untuk klien harga diri rendah

Tujuan: klien mampu membina hubungan saling percaya, klien mampu mengenal penyebab harga diri rendah, klien mampu mengidentifikasi aspek positif dan kemampuan yang dimiliki, klien dapat memilih 1 kemampuan yang dimiliki untuk dilakukan di rumah sakit, klien dapat melakukan 2 kemampuan positif pada pertemuan berikutnya, klien dapat mengetahui manfaat melakukan kemampuan yang dilakukan.

Tindakan: membina hubungan saling percaya, membantu klien mengidentifikasi penyebab harga diri rendah dan mengidentifikasi aspek positif dan kemampuan yang dimiliki, klien dapat memilih 1 kemampuan yang dimiliki untuk dilakukan di rumah sakit, klien dapat melakukan 2 kemampuan positif pada pertemuan berikutnya, klien dapat mengetahui manfaat melakukan kemampuan yang dilakukan.

2) Terapi spesialis

Terapi spesialis diberikan berdasarkan analisis masalah yang ditemukan pada klien. Terapi spesialis diberikan sesuai dengan kebutuhan klien. Terapi spesialis yang dilakukan pada klien lansia dengan isolasi sosial dan harga diri rendah adalah terapi reminiscence.

4.2 Proses

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 74-82)

Dokumen terkait