• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Responden

Dalam dokumen k7KqcIv6saiH8Ifu prosiding forum iptekin 2015 (Halaman 125-130)

Latar belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Responden

Jumlah laki-laki 43%, perempuan 57%. 57% lulus SD. 20% lulus SMP, 17% lulus SLA, 5% sarjana, dan 1% lulusan perguruan tinggi (diploma). 36% berpengalaman menjalankan usaha batik tidak lebih dari 10 tahun, 16% berpengalaman lebih dari 10 tahun sampai dengan 15 tahun, 48% mempunyai pengalaman lebih dari 15 tahun. 95% memproduksi Batik Tulis, 5% memproduksi jenis Batik Tulis dan Batik Cap. 61% mengalami pertumbuhan laba tidak lebih dari 5%, kemudian 24% mengalami pertumbuhan laba usaha 5% sampai 10%, dan 10% mengalami pertumbuhan laba usaha lebih dari 10% sampai 15%. Jumlah responden yang mengalami pertumbuhan laba usaha lebih dari 15% sampai dengan 20% sebanyak 3%, dan 2% mengalami pertumbuhan laba usaha lebih dari 20%. 97% berkeluarga dan 3% belum berkeluarga.

Pembahasan Hasil Studi

Temuan studi menunjukkan sumber daya yang dipunyai responden memberi kontribusi yang berarti terhadap kemajuan atau kinerja usaha. Sumbangsih terbesar diberikan oleh kapabilitas mereka memanfaatkan sumber daya alam nabati (mengkudu dan tanaman lainnya) sebagai zat pewarna disamping zat kimia, telah melahirkan kain batik khas Madura yang mampu membangun image

tersendiri di benak masyarakat. Selain itu, kemampuan responden memanfaatkan jaringan kekerabatan telah membuat mereka eksis sampai sekarang. Dari sudut sumber daya berwujud, biaya produksi yang murah membuat harga jual kain batik Madura relatif mampu bersaing dengan batik dari wilayah lain,yang ongkos produksinya relatif lebih mahal.

Pada konteks kewirausahaan, orientasi kewirausahaan responden saat ini belum bisa memberi kontribusi yang lebih besar lagi terhadap kondisi usaha sekarang. Ini bukan berarti tidak ada sama sekali nilai-nilai orientasi kewirausahaan di mereka. Berdasarkan pengamatan di lapangan,

112

Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015

sebagian besar responden belum memanfaatkan semua sumber daya yang ada secara optimal, misalnya berbagai tanaman yang dapat dijadikan zat perwarna atau potensi sumber daya alam yang menginspirasi membuat pola, motif, atau desain batik. Mereka sepertinya cukup puas dengan apa yang telah diperoleh sekarang. Begitu pula meski mereka memiliki jaringan di berbagai kota, belum banyak yang memanfaatkan jaringan tersebut untuk kepentingan usaha mereka.

Fenomena tersebut ditengarai karena orientasi kewirausahaan responden belum kuat. Lemahnya orientasi kewirausahaan responden boleh jadi karena sebagian besar usaha responden adalah usaha sampingan yang dijalankan oleh ibu-ibu rumah tangga (57%). Namun ada yang menarik, usaha sampingan tersebut telah dijalankan bertahun-tahun (sebagian besar minimal 10 tahun), yang logikanya akumulasi pengalaman belajar dari responden bisa membentuk orientasi kewirausahaan mereka bertambah kuat dan mereka menjelma menjadi wirausahawan sejati. Namun ini belum terbentuk atau masih dalam proses. Indikasinya, responden masih menggunakan manajemen keluarga dan belum menggunakan manajemen modern atau professional dalam mengelola usaha.

Memang, sebagian diantara responden memiliki jiwa atau orientasi kewirausahaan yang kuat. Namun jumlah mereka jauh lebih kecil dibanding dengan yang memiliki orientasi kewirausahaan lemah. Setidaknya derajat orientasi kewirausahaan diantara mereka bervariasi mulai yang rendah sampai yang tinggi. Visi usaha responden umumnya untuk memenuhi kebutuhan jangka pendek dan belum memikirkan untuk jangka panjang. Responden umumnya belum dilengkapi dengan perangkat manajemen modern yang mendukung kemajuan usaha seperti perencanaan usaha, pembukuan, pemasaran, strategi bersaing dan seterusnya. Dengan kata lain, responden masih lemah di corporate entrepreneurship.

Adanya visi usaha, berani mengambil risiko untuk hal-hal baru yang dilakukan, penerapan manajemen modern, merupakan sebagian ciri-ciri dari orientasi kewirausahaan. Bila hal ini masih lemah bahkan belum dimiliki responden maka tentu belum bisa memberi kontribusi berarti terhadap kemajuan usaha. Dari analisis statistik deskriptif menunjukkan lebih dari separuh jumlah responden belum kuat mencirikan jiwa kewirausahaan. Detilnya hanya 47% responden berani mengambil risiko mengenalkan pola baru menghasilkan produk baru, 45% responden berusaha menjadi market leader, 47% responden menganggap ide baru sangat penting untuk diwujudkan, dan 48% responden mencari pasar baru untuk produk barunya.

Temuan ini mengkonfirmasi kebenaran konsep Ireland et al., (2007) bahwa perusahaan yang berorientasi kewirausahaan sangat berkaitan dengan orientasi strategis perusahaan atau perusahaan yang berorientasi kewirausahaan sesungguhnya identik dengan orientasi strategis perusahaan, dan ini bidang

“garapan” pimpinan usaha. Hanya pimpinan yang

visioner saja yang mampu membangun orientasi kewirausahaan perusahaan. Ini juga senada dengan yang dinyatakan Barney & Wright (1998) dan Hayton (2005) dalam Lee et al., (2011) bahwa wirausahawan harus bisa mengeksploitasi pengetahuan untuk menemukan peluang baru, inovatif, proaktif, dan berani mengambil risiko. Belum bisa disebut sebagai wirausahawan sejati karena responden menempatkan kegiatan usahanya sebagai aktifitas sambilan semata, sangat sedikit dari mereka yang memikirkan ekspansi usaha ataupun mendambakan pertumbuhan usaha yang sangat berarti melalui pengembangan usaha sebagaimana esensi teori kewirausahaan atau orientasi kewirausahaan (misalnya Miller, 1983; Drucker, 1986; Ireland et al., 2007). Mereka beranggapan kalau usaha batiknya berkembang patut disyukuri akan tetapi kalau belum berkembang belum menjadi masalah besar yang mendorong mereka mencari solusi-solusi baru, karena sebagai usaha sampingan atau sekadar menyalurkan

“warisan keterampilan yang mereka terima” namun

menghasilkan uang.

Selain itu, pada usaha sampingan ada kecenderungan responden tidak melihat pelaku lain

sebagai pesaing melainkan sebagai “mitra kerja”. Ini

sebuah “nilai” atau pandangan yang baik untuk tumbuh bersama meskipun sebenarnya mereka

“bersaing” dalam membangun kemitraan pasar untuk memperoleh pesanan maupun ketika menjual hasil produksi di pasar lokal. Orientasi kewirausahaan yang lemah telah menyebabkan responden belum menyadari tentang arti membangun keunggulan bersaing untuk berkinerja lebih baik lagi.

Fakta tersebut sesuai dengan temuan Runyan et al., (2008) yang menyimpulkan orientasi kewirausahaan 267 perusahaan kecil di Amerika Serikat sebagai prediktor yang signifikan terhadap kinerja perusahaan yang berusia kurang dari 11 tahun namun menjadi prediktor yang tidak signifikan pada perusahaan yang berusia di atas 11 tahun. Ini juga sama dengan temuan studi Chaston (2008) yang menyimpulkan orientasi kewirausahaan 107 perusahaan kecil seni dan kraf di Inggris hanya dilandasi menghasilkan uang semata, bukan membangun kinerja usaha. Ini menyiratkan perusahaan kecil tersebut hanya berorientasi jangka pendek (short term) bukan jangka panjang (long

113

Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015 term) sebagaimana yang telah disinyalir oleh

Kelliher et al., (2009), dan ini terjadi pula pada usaha responden.

Temuan riset Anderson et al., (2011) memperlihatkan orientasi kewirausahaan berhubungan positif ke pertumbuhan perusahaan kecil dan menengah yang belum lama beroperasi daripada yang sudah lama beroperasi. Temuan Anderson et al., (2011) mendukung temuan sebelumnya dari Runyan et al., (2008) yang menyatakan orientasi kewirausahaan perusahaan kecil yang berusia di atas 11 tahun bukan sebagai prediktor yang signifikan pada kinerja perusahaan dan sebaliknya orientasi kewirausahaan menjadi prediktor yang signifikan pada kinerja perusahaan yang berusia di bawah 11 tahun. Apabila temuan Anderson et al., (2011) dan Runyan et al., (2008) dikaitkan dengan studi penulis, diketahui 64% usaha responden beroperasi lebih dari 11 tahun dan hanya 36% beroperasi kurang dari 11 tahun.

Temuan studi Frank et al., (2010) memperlihatkan orientasi kewirausahaan tidak memberi kontribusi yang berarti pada kinerja usaha dalam keadaan lingkungan stabil dan akses tinggi ke modal dan atau lingkungan dinamis dan akses rendah ke modal finansial. Apabila temuan Frank et al., (2010) dihubungkan ke studi penulis, diperoleh fakta lingkungan usaha responden diwarnai persaingan yang rendah dan akses modal ke dunia perbankan tinggi. Pasar usaha responden adalah

pasar “kemitraan dan kekerabatan” yang telah

terbangun, disisi lain, sangat sedikit yang memanfaatkan dana pinjaman dari pihak perbankan karena faktor sistem nilai atau budaya responden. Ini juga selaras dengan temuan Chaston (2008).

Temuan Chaston menunjukkan orientasi kewirausahaan belum memberi kontribusi pada kinerja usaha kecil seni dan kraf di Inggris sebab tujuan perusahaan tersebut didorong terutama oleh keberhasilan memperoleh dana bukan pada kinerja usaha. Jelas disini orientasi perusahaan adalah jangka pendek bukan orientasi jangka panjang yang lajimnya menjadi karakteristik orientasi kewirausahaan dengan tujuan utama ekspansi usaha.

Inovasi responden yang diekspresikan oleh adanya produk baru dengan memanfaatkan tumbuhan mengkudu maupun tumbuhan lainnya sebagai zat pewarna belum mampu mendongkrak kinerja usaha lebih baik lagi, terlebih untuk ekspansi. Ini sejalan dengan temuan Cillo et al., (2012), dan Wright et al., (2005). Studi Cillo et al., (2012) pada 143 perusahaan “fashion” di Itali.

Kinerja usaha dalam studi Cillo dan koleganya diukur dari sisi kinerja berdasarkan subyektif perusahaan, dan kinerja obyektif yang dilihat dari

return on sales (ROS), dan return on investment

(ROI). Pada kinerja subyektif perusahaan, produk baru memberi kontribusi namun pada konteks kinerja obyektif, tidak. Studi Wright et al., (2005) yang dilakukan pada 178 perusahaan di Indianapolis AS, menunjukkan produk baru atau layanan tidak berhubungan dengan kinerja keuangan perusahaan dalam konteks lingkungan yang bersahabat, sebaliknya, terdapat hubungan positif antara produk baru atau layanan ke kinerja usaha dalam konteks lingkungan yang sangat kompetitif. Usaha responden berada dalam lingkungan yang relatif bersahabat. Pemasaran produk lebih banyak diwarnai oleh hubungan kemitraan atau sistem order. Kalaupun ada produk baru yang dijual di

pasar, inipun adalah “produksi lebih” dari sistem

order yang diterima dan jumlahnya sangat sedikit.

PENUTUP

Sumber daya organisasi yang nirwujud seperti kapabilitas atau keterampilan membatik memberi sumbangsih yang berarti bagi kemajuan usaha responden. Ketersediaan yang cukup atas sumber daya alam nabati seperti buah mengkudu maupun tanaman lain yang tersebar di Pulau Madura, yang digunakan sebagai zat pewarna telah menjadikan batik Madura mudah dikenali oleh masyarakat. Walaupun responden belum bisa disebut sebagai wirausahawan sejati karena orientasi kewirausahaannya belum kuat, produk baru pun sebatas incremental, apa yang ada sekarang ini, tetaplah berarti, walau kemajuan usaha dirasa lamban.

Saran untuk mendongkrak orientasi kewirausahaaan dan produk baru yang dapat memberi kontribusi lebih berarti lagi ialah perlu adanya program pelatihan peningkatan kapasitas kewirausahaan dan orientasi kewirausahaan responden secara berkelanjutan oleh dinas-dinas pemerintah daerah yang bertanggung jawab pada pengembangan usaha mikro. Tujuannya, agar mereka tumbuh menjadi wirausahawan sejati dengan memanfaatkan semua sumber daya alam yang ada selain mengkudu di Pulau Madura.

DAFTAR PUSTAKA

Amit, Raphael, & Schoemaker, Paul, J.H., 1993, Strategic Assets and Organizational Rent,

Strategic Management Journal 14: 33-46. Anderson, Brian S.,; Eshima, Yoshihiro., 2011, The

influence of firm age and intangible

resources on the relationship between

entrepreneurial orientation and firm growth

among Japanese SMEs, Journal of Business Venturing, 05599: 17

Auh, Seigyoung; Menguc, Bulent, 2009, Broadening the scope of the resource-based

114

Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015

view in marketing: The contingency role of institutional factors, Industrial Marketing Management, 38: 757-768

Barney, Jay., 1991, Firms Resources and Sustained Competitive Advantage, Journal of Management 17 (1): 99-120.

Barney, Jay B., Arikan, Asli M., 2006, The Resource-based View: Origins and Implications, dalam The Blackwell Handbook of Strategic Management, Edited by: Michael A. Hitt, R. Edward Freeman and Jeefrey S. Harrison, Blackwell Publishing, USA.

Barney, Jay B., Clark, Delwyn N., 2007, Resource-Based Theory: Creating and Sustaining Competitive Advantage, Oxford University Press.

Bhardwaj, B.R.; Sushil; Momaya K., 2011, Drivers and enablers of corporate entrepreneurship,

Journal of Management Development 30 (2): 187-205.

Certo, S. Trevis; Moss, Todd W.; Short, Jeremy C., 2009, Entrepreneurial orientation: An applied perspective, Business Horizons 52: 319-324

Chaston, Ian., 2008, Small creative industry firms: a development dilemma?, Management Decision 46 (6): 819-831.

Cillo, Paola; De Luca, Luigi; Troilo, Gabriele., 2010, Market information approaches,

product innovativeness, and firm

performance: An empirical study in the fashion industry, Research Policy 39: 1242-1252.

Clulow, Val; Barry, Carol; Gerstman, Julie, 2007, The resource-based view and value: the customer-based view of the firm, Journal of European Industrial Training 31 (1): 19-35.

Davila, Tony; Epstein, Marc J; Shelton, Robert.; 2006, Profit Making Innovation, Terjemahan, Penerbit PT. Bhuana Ilmu Populer, Jakarta.

Drucker, Peter F., 1985, Inovasi dan Kewiraswastaan: Praktek dan Dasar-dasar, terjemahan, Penerbit Erlangga, Jakarta. Fontana, Avanti, 2011, Innovate We Can:

Manajemen Inovasi dan Penciptaan Nilai Individu, Organisasi, Masyarakat, Penerbit Cipta Inovasi Sejahtera, Bekasi.

Frank, Herman, Kessler, Alexandes, Fink, Matthias, 2010, Entrepreneurial Orientation and Business Performance – A Replication Study, Strategic Business Review 62: 175-198.

Gurbuz, Gulruh; Aykol, Sinem, 2009,

Entrepreneurial management,

entrepreneurial orientation and Turkish small firm growth, Management Research News 32 (4): 321-336

Hitt, Michael A., Ireland R. Duane, Hoskisson, Robert, 2001, Strategic Management:

Competitiveness and Globalization

Concepts, Thomson Learning Asia 60 Albert Complex, Singapore.

Ireland, R. Duane., Webb, Justin W., 2007, Strategic entrepreneurship: Creating competitive advantage throught streams of innovation,

Business Horizons 50: 49-59.

Kasali, Rhenald, 2010, Meylin: Mobilisasi Intangibles Menjadi Kekuatan Perubahan, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Kelliher, Felicity; Reinl, Leana., 2009, A resource-based view of micro-firm management practice, Journal of Small Business and Enterprise Development 16 (3):521 - 532 Landroguez, Silvia Martelo; Castro, Carmen

Barroso, 2010, Creating Dynamic Capabilities to Increase Customer Value,

download, 2011.

Lee, Sang M; Ortiz Marta Peris; Guerrero, Rafael Fernandes, 2011, Corporate entrepreneurship and human resource management: theoretical background and a case study, International Journal of Manpower 32 (1): 48-67.

Leiblein, Michael J., Madsen, Tammy L., 2009, Unblunding Competitive Heterogeneity: Incentive on Technological Innovation,

Strategic Management Journal, 30: 711-735. Lumpkin, G.T., Dess, G.G., 1996, Clarifying the

Entrepreneurial Orientation Construct and Linking It to Performance, The Academy of Management Review 21 (1):135-172.

..., 2001, Linking two dimensions of entrepreneurial orientation to firm performance: the moderating role of environment and industry life cycle, Journal of Business Venturing 16: 429-451.

Mata, F. J., Fuerst, W. L., & Barney, J. B., 1995, Information technology and sustained competitive advantage: A resource-based analysis, MIS Quarterly, pp. 487-505. Neely, Andy., Kennerly, Mike., Adam, Chris., 2007,

Performance Measurement Framework: Review, dalam Andy Neely, 2007, Business Performance Measurement: Unifying Theory and Integrating Practice, Cambridege University Press, New York.

Penrose, E. T., 1959, The Theory of the Growth of the Firm. Oxford: Oxford University Press.

115

Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015

Peteraf, M. A., 1993, The cornerstones of competitive advantage: A resource-based view, Strategic Management Journal 14:

179-191.

Runyan, Rodney., Droge, Cornelia., and Swinne, Jane., 2008, Entrepreneurial Orientation versus Small Business Orientation: What Are Their Relationships to Firm Performance?,

Journal of Small Business Management 46 (4): 567–588.

Stam, Erik, 2008, Entrepreneurship and Innovation Policy, The Jena Economic Research Papers

is a joint publication of the Friedrich Schiller University and the Max Planck Institute of Economics, Jena, Germany.

Teece, David J., 2007, Explicating Dynamic Capabilities: The Nature and Microfoundations of (Sustainable) Enterprise Performance, Strategic Management Journal

28: 1319-1350.

Teece, D. J., Pisano, G., & Shuen, A., 1997, Dynamic capabilities and strategic Management, Strategic Management Journal

18 (7): 509-534.

Tirta, Iwan, 2009, Batik Sebuah Lakon, Penerbit PT Gaya Favorit Press, Jakarta.

Valencia, Julia C. Naranjo, 2010, Organizational culture as determinant of product innovation,

European Journal of Innovation Management

13 (4): 466-480.

Wernerfelt, Birger, 1984, A Resource-based View of the Firm, Strategic Management Journal

5: 171-180.

Wright, Robert E., Palmer, John C., Perkins, Debra, 2005, Type of Product Innovations and Small Business Performance in Hostile and Benign Environments, Journal of Small Business Strategy 15 (2): 33-44.

Zubac, Angelina; Hubbard, Graham; Johnson, Lester W., 2010, The RBV and value creation: a managerial perspective, European Business Review 22 (5): 515-538.

.

116

Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015

Komparabilitas Proyeksi Produksi dan Konsumsi Energi Baru dan

Dalam dokumen k7KqcIv6saiH8Ifu prosiding forum iptekin 2015 (Halaman 125-130)

Dokumen terkait