• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil dan pembahasan 1 Hasil metode imers

Reza Aghla Ardyan, Marlina Siagian

3. Hasil dan pembahasan 1 Hasil metode imers

Laju korosi metode imersi diperoleh melalui data berat spesimen yang hilang setelah pengujian [3]. Pada larutan tunggal H2SO4, HCl,

dan HNO3, laju korosi meningkat seiring dengan

meningkatnya konsentrasi larutan, seperti ditunjukkan pada Gambar 1. Sementara itu, laju korosi campuran larutan H2SO4-HCl dan H2SO4-

HNO3 juga menunjukkan kenaikan seiring dengan

meningkatnya variasi konsentrasi larutan, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 1 Laju korosi H2SO4, HCl, dan HNO3

Prosiding Seminar Nasional Material dan Metalurgi (SENAMM VIII) Yogyakarta, 5 November 2015

Departermen Teknik Mesin dan Industri ISBN 978-602-73461-0-9

Jika laju korosi pada larutan asam tunggal dan campuran asam ditinjau, maka ada beberapa hal yang dapat dianalisa. Gambar 3 menunjukkan laju korosi pada larutan H2SO4-HCl secara rinci. Pada

campuran larutan H2SO4-HCl, ketika konsentrasi

H2SO4 di bawah 1 M, nilai laju korosinya berada di

atas nilai laju korosi masing-masing komponen pencampurnya yang menunjukkan adanya efek sinergi. Pada campuran asam dengan konsentrasi H2SO4 1 M, nilai laju korosinya berada di antara

nilai laju korosi masing-masing komponen pencampurnya. Namun, nilai laju korosi pada campuran asam lebih mendekati nilai laju korosi pada larutan H2SO4. Hal ini menunjukkan bahwa

peran larutan H2SO4 lebih dominan dalam

mengkorosikan spesimen.

Gambar 3 Laju korosi H2SO4-HCl

Laju korosi pada larutan H2SO4-HNO3

secara rinci ditunjukkan pada Gambar 4. Pada campuran larutan H2SO4-HNO3, ketika salah satu

asam ditahan 1 M dan asam lainnya divariasikan pada kondisi 0,1 M, maka laju korosi campuran larutan asam lebih tinggi dari laju korosi larutan asam tunggal pada 0,1 M. Namun, laju korosi campuran asam pada kondisi tersebut nilainya tetap di bawah laju korosi larutan asam tunggal pada 1 M. Sementara itu, pada campuran larutan asam yang keduanya berada di kondisi 1 M, laju korosinya lebih rendah dibandingkan dengan laju korosi larutan asam tunggal pada 1 M.

Gambar 4 Laju korosi H2SO4-HNO3

Secara umum, ketika dua larutan asam dicampurkan, maka konsentrasi dari masing-masing larutan asam akan mengalami penurunan. Hal ini terjadi berdasarkan prinsip kelarutan. Secara kimia, ketika suatu larutan asam dicampurkan dengan larutan asam lainnya, sulit untuk menentukan penurunan konsentrasi yang terjadi secara pasti. Tetapi nilai penurunan konsentrasi dapat diprediksi dengan menggunakan prinsip kelarutan dalam air. Penurunan konsentrasi ini yang menyebabkan laju korosi pada campuran asam di kondisi 1 M nilainya lebih rendah dibandingkan laju korosi masing- masing asam pada kondisi 1 M.

3.2 Hasil metode polarisasi

Kurva polarisasi menunjukkan bahwa nilai potensial korosi (Ecorr) semakin meningkat seiring

meningkatnya variasi konsentrasi campuran asam. Melalui Gambar 5 dapat disimpulkan bahwa lapisan oksida paling mudah terbentuk pada campuran larutan H2SO4 1 M + HCl 1 M. Sementara itu,

melalui Gambar 6 dapat disimpulkan bahwa lapisan oksida paling mudah terbentuk pada campuran larutan H2SO4 1 M + HNO3 1 M. Hal tersebut

membuktikan bahwa baja karbon lebih tahan terhadap korosi pada campuran larutan asam dengan konsentrasi masing-masing asam sebesar 1 M.

Gambar 5 Kurva polarisasi H2SO4-HCl

Gambar 6 Kurva polarisasi H2SO4-HNO3

Metode polarisasi dilakukan pada larutan asam tunggal dan nilai laju korosinya diperoleh

Prosiding Seminar Nasional Material dan Metalurgi (SENAMM VIII) Yogyakarta, 5 November 2015

dengan teknik Tafel extrapolation. Pada larutan

H2SO4 dan HNO3, laju korosi meningkat seiring

dengan meningkatnya konsentrasi larutan. Sebaliknya, pada larutan HCl, laju korosi menurun seiring meningkatnya konsentrasi larutan. Hal ini dapat terjadi karena terbentuknya lapisan oksida stabil pada waktu tertentu dan pada konsentrasi tertentu dari HCl.

Tabel 3 Data polarisasi Larutan Ecorr terhadap SCE (V) icorr (μA/cm2) Laju Korosi (mpy) H2SO4 0.1 M -0,529 116,95 53,66 H2SO4 0.5 M -0,480 526,02 241,35 H2SO4 1 M -0,409 1049,54 481,56 HCl 0.1 M -0.517 99,54 45,67 HCl 0.5 M -0.489 89,33 40,99 HCl 1 M -0.436 45,92 21,07 HNO3 0.1 M -0,504 724,44 332,39 HNO3 0.5 M -0,347 4709,77 2160,98 HNO3 1 M -0,335 7516,23 3448,67 H2SO4 1 M + HCl 0.1 M -0,497 106,66 48,94 H2SO4 1 M + HCl 0.5 M -0,480 228,56 104,87 H2SO4 0.1 M + HCl 1 M -0,477 70,79 32,48 H2SO4 0.5 M + HCl 1 M -0,474 66,37 30,45 H2SO4 1 M + HCl 1 M -0,406 64,42 29,56 H2SO4 1 M + HNO3 0.1 M -0,451 3427,68 1572,72 H2SO4 1 M + HNO3 0.5 M -0,399 3828,25 1756,51 H2SO4 0.1 M + HNO3 1 M -0,428 3784,43 1736,41 H2SO4 0.5 M + HNO3 1 M -0,405 3872,58 1776,85 H2SO4 1 M + HNO3 1 M -0,397 4753,35 2180,98

Laju korosi pada campuran larutan H2SO4-

HCl dengan konsentrasi H2SO4 ditahan 1 M dan

konsentrasi HCl divariasikan, memiliki nilai yang fluktuatif. Laju korosi naik pada konsentrasi HCl 0,5 M, lalu menurun pada konsentrasi HCl 1 M. Hal ini dapat disebabkan karena lapisan oksida yang terbentuk pada konsentrasi HCl 0,5 M tidak stabil sedangkan pada konsentrasi HCl 1 M lebih stabil. Namun, ketika konsentrasi HCl ditahan 1 M dan konsentrasi H2SO4 divariasikan, nilai laju korosinya

cenderung turun namun tidak signifikan. Hal ini dapat terjadi karena pada konsentrasi HCl 1 M lapisan pasif yang terbentuk stabil. Nilai laju korosi secara rinci ditunjukkan pada Tabel 3.

Sementara itu, laju korosi pada campuran larutan H2SO4-HNO3 meningkat seiring

meningkatnya variasi konsentrasi larutan, namun nilai laju korosinya lebih dekat ke larutan HNO3.

Tabel 3 menunjukkan bahwa pada pengujian dengan waktu yang singkat, laju korosi tahap awal pada larutan tunggal HNO3 jauh lebih tinggi

dibandingkan pada larutan tunggal H2SO4. Hal ini

menyebabkan campuran asam yang mengandung larutan tunggal HNO3 nilai laju korosinya jauh lebih

tinggi pula. Dapat disimpulkan bahwa penambahan HNO3 dengan konsentrasi yang sedikit (0,1 M)

berpengaruh sangat signifikan terhadap kenaikan nilai laju korosi tahap awal.

3.3 Pemotongan penampang melintang

Pada spesimen imersi dilakukan pemotongan penampang melintang dan penampang tersebut diamati dengan mikroskop optik. Gambar 7 dan Gambar 8 menunjukkan titik pengamatan (gambar kiri) dan penampang melintangnya (gambar kanan). Garis kuning pada gambar kanan menunjukkan ketebalan awal spesimen.

Gambar 7 Penampang melintang H2SO4 1 M + HCl 1 M

Gambar 8 Penampang melintang H2SO4 1 M + HNO3 1 M

Melalui Gambar 7 diketahui bahwa campuran larutan H2SO4-HCl menyebabkan korosi

seragam dan korosi sumuran. Sementara itu, melalui Gambar 8 diketahui bahwa campuran larutan H2SO4-HNO3 menyebabkan korosi seragam saja.

Pada penelitian ini, pemotongan penampang melintang dilakukan pada spesimen yang menggunakan campuran larutan asam dengan masing-masing konsentrasi asam 1 M.

3.4 Hasil X-Ray Diffraction (XRD)

Prosiding Seminar Nasional Material dan Metalurgi (SENAMM VIII) Yogyakarta, 5 November 2015

Departermen Teknik Mesin dan Industri ISBN 978-602-73461-0-9

Pada campuran asam H2SO4 1 M + HCl 1

M, larutan hasil pengujian disaring dan dikeringkan sehingga diperoleh produk korosi berupa bubuk berwarna abu-abu kehitaman. XRD dilakukan untuk menentukan senyawa dari produk korosi sehingga diketahui senyawanya adalah besi (Fe), hematite

(Fe2O3), dan magnetite (Fe3O4). Mekanisme

terbentuknya produk korosi tersebut adalah sebagai berikut [7,8]:

Fe(OH)3 FeO(OH) + H2O (1)

2FeO(OH)  Fe2O3 + H2O (2)

3Fe2O3 (s) + H2 2Fe3O4 (s) + H2O (3)

Fe(OH)3 merupakan hasil reaksi oksidasi

dari Fe(OH)2 [9]. Fe(OH)2 tersebut terbentuk dari

produk korosi FeCl2 yang mengalami reaksi

hidrolisis [9]. Fe(OH)3 kemudian bereaksi menjadi

FeO(OH), lalu bereaksi kembali menghasilkan produk korosi Fe2O3 dan Fe3O4.

Gambar 10 Hasil XRD H2SO4 1 M + HNO3 1 M

Pada campuran asam H2SO4 1 M + HNO3

1 M, larutan hasil pengujian disaring dan dikeringkan sehingga diperoleh produk korosi berupa bubuk berwarna coklat kekuningan. Melalui hasil XRD, diketahui bahwa senyawa dari produk korosi tersebut adalah iron sulfate hydrate

[Fe3(SO4)2(OH)5.2H2O]. Produk korosi ini dapat

terbentuk dari reaksi sebagai berikut [10]:

6Fe2+ + 4SO42- + 9H2O + 5/2 O2 2Fe3(SO4)2(OH)5.2H2O (4)

Pada produk korosi tidak ditemukan adanya kandungan nitrogen. Hal ini dapat terjadi karena ketika ion besi (Fe2+) bereaksi dengan ion

nitrat (NO3-), maka akan terbentuk besi (II) nitrat

[Fe(NO3)2] yang memiliki kelarutan sangat tinggi di

fasa cair [11]. Hal ini menyebabkan besi (II) nitrat terlarut kembali dan tidak dapat ditemukan pada produk korosi. Selain itu, hasil reaksi reduksi dari larutan HNO3 adalah gas NO [12]. Hasil yang

berupa gas ini membuat kandungan nitrogen tidak dapat ditemukan dalam produk korosi berupa bubuk.

4. Kesimpulan

 Melalui metode imersi, laju korosi pada larutan asam tunggal dan campuran larutan asam nilainya meningkat seiring dengan peningkatan variasi konsentrasi larutan.

 Melalui metode polarisasi, secara umum laju korosi pada larutan asam tunggal dan campuran

larutan asam nilainya meningkat seiring dengan peningkatan variasi konsentrasi larutan, kecuali pada larutan tunggal HCl dan seluruh campuran larutan asam yang mengandung larutan HCl.

 Campuran larutan H2SO4-HCl menyebabkan

korosi seragam dan korosi sumuran pada spesimen baja karbon, sementara campuran larutan H2SO4-HNO3 hanya menyebabkan

korosi seragam. Hal ini dibuktikan melalui pengamatan penampang melintangnya.

 Produk korosi dari campuran larutan H2SO4 1

M + HCl 1 M adalah besi (Fe), hematite

(Fe2O3), dan magnetite (Fe3O4), sementara

produk korosi dari campuran larutan H2SO4 1

M + HNO3 1 M adalah iron sulfate hydrate. Daftar Pustaka

[1] Ducting Hose Oregon, Hydralink, available at:

hydralink.hydrasun.com/specification_sheets/E OS05007.pdf, diakses 6 Juni 2015.

[2] Krakatau Steel, Cold rolled coil and sheet products, available at: www.krakatausteel.com/ pdf/CRC_KS.pdf, diakses 27 November 2014. [3] ASTM G31-72, 2004, Standard practice for

laboratory immersion corrosion testing of metals.

[4] ASTM G5-94, 1999, Standard reference test method for making potentiostatic and potentiodynamic anodic polarization measurements.

[5] ASTM G1-03, 2003, Standard practice for preparing, cleaning, and evaluating corrosion test specimens.

[6] ASTM G59-97, 2004, Standard test method for conducting potentiodynamic polarization resistance measurements.

[7] Rust, 2015, available at:en.wikipedia.org/wiki/ Rust, diakses 22 Mei 2015.

[8] Iron (II,III) oxide, 2014, available at: en.wikip edia.org/wiki/Iron%28II,III%29oxide, diakses 22 Mei 2015.

[9] Revie, R. Winston dan Uhlig, Herbert H., 2008, Corrosion and Corrosion Control, an Introduction to Corrosion Science and Engineering, Fourth Edition, John Wiley &

Sons, Inc., New Jersey.

[10] Lunar and Planetary Institute, Sampling the oxidative weathering products and the potentially acidic permafrost on mars, 1988, available at: adsabs.harvard.edu/full/1988msrs .work...46B, diakses 23 Maret 2015.

[11] Wattanaphan, Pathamaporn, 2012, Studies and Prevention of Carbon Steel Corrosion and Solvent Degradation during Amine-based CO2 Capture from Industrial Gas Streams, Thesis, Faculty of Graduate Studies and Research,

University of Regina, Regina.

[12] Wiersma, B. J. dan Subramanian, K. H., 2002, Corrosion Testing of Carbon Steel in Acid Cleaning Solutions (U). Westinghouse Savannah River Company, South Carolina.

Prosiding Seminar Nasional Material dan Metalurgi (SENAMM VIII) Yogyakarta, 5 November

Departermen Teknik Mesin dan Industri

B

Polimer

Prosiding Seminar Nasional Material dan Metalurgi (SENAMM VIII) Yogyakarta, 5 November 2015

Departermen Teknik Mesin dan Industri ISBN 978-602-73461-0-9