(jam) Rapat arus (Ampere) Jarak lempeng (cm) Berat teoritis Cu terdeposisi pada katoda (gr) Berat nyata Cu terdeposisi pada katoda (gr) Persen kadar logam (%) Cu Fe 1 20,13 Temp.kamar 3 1 4 3,56 2,17 68,26 0,48 2 20,13 Temp.kamar 4 1 4 4,73 3,94 69,65 0,14 3 20,13 Temp.kamar 5 1 4 5,92 4,80 99,32 0,09 0 1 2 3 4 5 6 7 0 2 4 6 Ber at h asi l d e p o si t (g r) Waktu (jam)
Waktu vs Berat Hasil Deposit
Percobaan Teoritis
Prosiding Seminar Nasional Material dan Metalurgi (SENAMM VIII) Yogyakarta, 5 November 2015
Departermen Teknik Mesin dan Industri ISBN 978-602-73461-0-9
b. Pengaruh suhu elektrolisis
Hasil percobaan untuk mengetahui pengaruh suhu pada proses elektrolisis dapat dilihat pada Tabel 4
.
Tabel 4. Hasil proses elektrolisis dengan variasi waktuDari data percobaan pada tabel 4 dapat dilihat bahwa kenaikan temperatur larutan dari 40 o C menjadi
60 o C menyebabkan kenaikan berat nyata tembaga
yang mengendap pada katoda. Sebagaimana dikemukakan oleh Kohlrausch (Phyisical chemistry for Metaurgist, 2nd ed, George Allen and Unwin Ltd, 1966) bahwa konduktifitas larutan dipengaruhi oleh temperatur sesuai persamaan berikut:
‘kt = k25(1 + α(t-25) + β ( t-25) 2 (4)
Dimana:
kt = konduksitifitas pada temperatur t o C
k25 = konduktifitas pada temperaur 25 o C α, β = tetapan yang tergantung pada jenis
elektrolitnya. Untuk asam kuat α = 0.0164, untuk basa kuat α = 0,0190 dan untuk garam α = 0,0220 , sedangkan harga β tergantung pada persamaan berikut: β = 0,0163 (α – 0,0174) (5)
Dari persamaan 4 dapat diduga bahwa kenaikan temperatur menyebabkan kenaikan konduktifitas larutan dan berakibat lebih lanjut untuk meningkatnya daya hantar listrik. Sedangkan Menurut Nikolic, proses elektrolisis lebih efisien ketika dilakukan pada suhu yang tinggi11 dan perilaku ini dapat
dipelajari dari sifat termodinamikanya.12 Sehingga
dengan melihat Tabel 4 terbukti bahwa suhu berpengaruh pada hasil elektrolisis karena dengan dinaikkannya suhu maka energi kinetik dari sistem tersebut akan meningkat. Dengan meningkatnya energi
kinetik maka partikel – partikel akan bergerak lebih cepat dibandingkan dengan sistem yang energi kinetiknya lebih kecil, sehingga partikel – partikel tersebut akan lebih mudah terdifusi.
4. Kesimpulan
Recovery tembaga dari tembaga sulfat dengan
proses elektrolisis dipengaruhi oleh dua faktor yakni suhu dan waktu elektrolisis. Semakin tinggi suhu proses elektrolisis maka deposit tembaga yang dihasilkan akan semakin banyak, dan semakin murni serta semakin lama proses elektrolisis maka deposit tembaga yang dihasilkan akan semakin banyak dan semakin murni pula.
5. Saran
Untuk mengetahui lebih lanjut bagaimana pengaruh suhu dan temperatur terhadap proses elektrolisis, penulis menyarankan untuk melakukannya pada suhu di atas 600C dan lebih dari 5 jam. Selain itu
penulis juga menyarankan untuk menambahkan kontrol temperatur dan arus pada alat elektrolisis sehingga temperatur dan arus yang diberikan selama proses elektrolisis pada keadaan konstan.
6. Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Muhammad Yahya dan Bapak Yanuar sebagai para teknisi yang membantu peneliti dalam menyelesaikan penelitian mengenai ekstraksi tembaga dari larutan tembaga sulfat dengan cara elektrolisis ini. No Konsentrasi Larutan CuSO4 (mg/L) Temperatur (°C) waktu (jam) Rapat arus (Ampere) Jarak lempeng (cm) Berat teoritis Cu terdepos isi pada katoda (gr) Berat nyata Cu terdeposisi pada katoda (gr) Persen kadar logam (%) Cu Fe 1 20,13 40 1 1 4 3,56 2,62 63,00 0,03 2 20,13 50 1 1 4 4,73 2,74 74,27 0,09 3 20,13 60 1 1 4 5,92 2,75 74,63 0,04 57
Prosiding Seminar Nasional Material dan Metalurgi (SENAMM VIII) Yogyakarta, 5 November 2015
Daftar Pustaka
[1]. Allens, J.,2013, vibiz consulting.
(http://vibiznews.com/2013/02/17/kekuatan- raksasa-komoditi-indonesia/, diakses 23 Desember 2014)
[2]. H. Kokes, M. H, 2014, Dissolution of Copper and Iron From Malachite Ore And Precipitation Of Copper Sulphate Pentahydrate By Chemical Process. Engineering Science and Technology, an International Journal, 1 - 6.
[3]. N. Habbache, N. A,2009, Leaching of copper oxide with difbesirent acid solutions. Chemical Engineering Journal, 503 - 508.
[4]. Demir,F., O.Lacin, B.Donmez, 2006, Leaching kinetics of calcined magnesite in citric solutions". Ind. Eng. Chemical, 1307 - 1311
[5]. Halim, C.E., J.A.Scott, H. Natawardaya, R. Amal, D. Beydoun G, 2004, Low comparison between acetic acid and landfill leachates for the leaching of Pb(II), Cd(II), As(V), and Cr(VI) from cementitious wastes". Environment Science Technology, 3977 - 3983.
[6]. Alkan,M., M. Dogan, 2004, Dissolution kinetics of colemanite in oxalic acid solutions. Chemical Engineering Process. 867 - 872.
[7]. Haghighi, H. K., Davood Moradkhani, Behzad Sedaghat, Majid Rajaie Najafabadi, Ali
Behnamfard, 2012, Production of copper cathode from oxidized copper ores by acidic leaching and two – step precipitation followed by
electrowinning. Hydrometallurgy. 111 – 117.
[8]. Bingöl, D., M. Canbazoğlu, 2003, Dissolution kinetics of malachite in sulphuric acid.
Hydrometallurgy. 159 – 165.
[9]. Subagja, Rudi., Lia Andriyah, 2013, Kinetika Reaksi Pelarutan Tembaga dari Malachite ke dalam Larutan Asam Sulfat. Majalah Metalurgi 28(3):203 – 2011.
[10].Daryoko, Mulyono., Sutoto, Kuat Heriyanto, Suwardiyono. 2009. Optimasi Proses Reaksi Pembangkitan Ag2+ Pada Sel Elektrolisis
Berkapasitas Satu Liter. Seminar Nasional V SDM Teknologi Nuklir.
[11].Nikolic VM, Tasic GS, Maksic AD, Saponjic DP, Miulovic SM, Marceta Kaninski MP, 2010, Raising efficiency of hydrogen generation from alkaline water electrolysis – Energy saving. International Journal of Hydrogen Energy. 35(22):12369–73.
[12]. Mazloomi, S.K., Nasri Sulaiman, 2012, Influencing Factors of Water Electrolysis Electrical Efficiency. Renewable and Sustainable Energy Reviews, 4257 – 4263.
Prosiding Seminar Nasional Material dan Metalurgi (SENAMM VIII) Yogyakarta, 5 November 2015
Departermen Teknik Mesin dan Industri ISBN 978-602-73461-0-9
Analisis Pengaruh Konsentrasi Larutan FeCl
3dan Waktu Leaching
terhadapReduksi Logam Tembaga dari Bijih Chalcopyrite dengan Metode
Hydrometallurgy
Johny Wahyuadi Soedarsono
1, Erwin
2, M. Akbar Barrinaya
3, Yudha Pratesa
4 1, 2, 3, 4Universitas Indonesia,
Teknik Metalurgi dan Material, Depok,16424, Indonesiajwsono@metal.ui.ac.id
Abstract
The study was conducted to determine the reduction effectiveness of copper from chalcopyrite ore using hydrometallurgy method, the ferric chloride leaching, which was preceded by a classification process, as a mineral processing. Hydrometallurgy process is done by using variation of the FeCl3 concentration as lixiviant (0.5 M; 1M; 1.5 M; and 2M) and variation of leaching time (2, 3, 4, and 5 days). The result of this study is the increasing of the copper concentration that can be released from the chalcopyrite because of the higher concentration of lixiviant used and the longer leaching time applied.
Keywords: chalcopyrite, hydrometallurgy, ferric chloride leaching, classification, lixiviant concentration, leaching time
1. Pendahuluan
Tembaga (Cu) merupakan salah satu logam non-ferrous yang cukup banyak digunakan
di dunia karena memiliki sifat fisika dan kimia yang baik, terutama konduktivitas listrik, panas, keuletan, mampu bentuk, dan ketahanan korosi yang sangat baik[1]. Beberapa jenis bijih tembaga
sulfida adalah chalcopyrite (CuFeS2), bornite
(Cu5FeS4), covellite (CuS), dan chalcocite (Cu2S).
Sedangkan bijih tembaga dalam bentuk oksida adalah malachite (CuCO3.Cu(OH)2), azurite
(2CuCO3.Cu(OH)2), dan chrysocolla
(CuSiO3.nH2O). Disamping logam tembaga,
biasanya bijih tembaga juga berasosisasi dengan logam lain, seperti emas (Au), perak (Ag),
palladium (Pd), selenium (Se), dan lain-lain., yang
memiliki harga relatif tinggi.
Dewasa ini, metode pyrometallurgy
digunakan untuk memproduksi lebih dari setengah logam non-ferrous dan hampir 95% dari semua
jenis logam diproduksi dengan metode ini.[2] Pyrometallurgy menjadi metode yang dominan
digunakan karena prosesnya yang sederhana, laju reaksi yang cepat, dan kemudahan untuk mendapatkan logam berharga. Tetapi, ada beberapa masalah secara metalurgi dan lingkungan ketika metode ini diaplikasikan ke mineral sulfida. Selain masalah efisiensi dalam memproses mineral sulfida, ada beberapa kerugian lain seperti investasi modal yang sangat besar, biaya operasi yang besar, adanya polusi gas SO2 dalam volume yang besar sehingga
membutuhkan proses purifikasi, adanya polusi debu (berupa Pb, As, Sb, Cu, Zn, Hg, Bi, Se), dan terbentuknya gas dalam lingkungan kerja.[2]
Proses lain dalam produksi tembaga adalah proses hydrometallurgy. Proses ini memiliki
keunggulan, yaitu dapat memperkecil emisi gas SO2
ke lingkungan karena biji tembaga sulfida dalam proses ini dapat dikonversi menjadi unsur sulfur atau sulfat. Metode hydrometallurgy dilakukan
dengan cara melarutkan bijih tembaga (leaching) ke
dalam suatu larutan tertentu. Kemudian tembaga dibersihkan dari bahan pengotornya. Proses ini dapat dilakukan dengan metode sulphate leaching, chloride leaching, ammoniacal leaching, dan biological leaching (bioleaching).[3]
Penelitian akan dilakukan pada bijih tembaga sulfida yang memiliki kandungan sulfur cukup tinggi. Proses pyrometallurgy untuk bijih
dengan kandungan sulfur yang cukup tinggi menjadi kurang efektif karena akan menghasilkan emisi gas SO2 yang dapat merusak lingkungan.
Oleh karena itu, dalam penelitian ini, akan digunakan metode hydrometallurgy dalam
mengekstraksi tembaga, yang didahului oleh proses
classification yang akan membantu mengurangi
jumlah pengotor, terutama silika, pada sampel.[4] 2. Metode Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan meliputi persiapan sampel, proses klasifikasi, proses
leaching, dan pengujian menggunakan EDX dan
AAS.
2.1 Persiapan Sampel
Bijih tembaga chalcopyrite memiliki
ukuran diameter 5 hingga 10 cm, sehingga harus dihaluskan dan diayak terlebih dahulu untuk mendapatkan ukuran yang homogen, yaitu 70#, agar percobaan yang dilakukan tidak dipengaruhi oleh ukuran partikel.
Prosiding Seminar Nasional Material dan Metalurgi (SENAMM VIII) Yogyakarta, 5 November 2015
2.2 Proses Klasifikasi
Proses klasifikasi menggunakan wadah yang terdiri dari empat tingkat yang berbeda tinggi dan diameternya. Wadah pertama merupakan wadah yang paling tinggi dengan diameter terkecil, demikian seterusnya hingga wadah terakhir yang merupakan wadah terendah dengan diameter terbesar. Sampel dimasukkan ke wadah pertama, kemudian dialiri air secara perlahan dan terus diaduk agar terjadi aliran fluida yang baik. Setelah luapan memenuhi wadah terakhir, aliran air dihentikan dan sampel dibiarkan mengendap, lalu disaring dan dikeringkan dalam oven dengan temperatur 130°C selama 30 menit.
2.3 Proses Leaching
Proses leaching dilakukan terhadap sampel
hasil klasifikasi wadah 1 yang dibagi menjadi 2 bagian. Bagian pertama, yaitu sampel uji dengan variasi konsentrasi pelarut, dilakukan proses
leaching dengan cara melarutkan 4 sampel uji ke
dalam 4 larutan FeCl3 dengan konsentrasi yang
berbeda-beda, yaitu 0,5M; 1M; 1,5M; dan 2M, dan dibiarkan selama 5 hari. Bagian kedua, yaitu sampel uji dengan variasi waktu leaching,
dilakukan proses leaching dengan cara melarutkan
4 sampel uji ke dalam 4 larutan FeCl3 dengan
konsentrasi yang sama, yaitu 2M dan dibiarkan selama 2, 3, 4, dan 5 hari. Masing-masing sampel kemudian disaring untuk memisahkan larutan dengan endapannya.
2.4 Pengujian EDX (Energy Dispersive X-Ray)
Uji EDX dilakukan untuk mengetahui jenis dan besar konsentrasi tiap elemen dari sampel. Pengujian EDX dilakukan sebanyak dua kali, yaitu untuk sampel sebelum dan setelah proses klasifikasi.
2.5 Pengujian AAS (Atomic Absorbtion Spectroscopy)
Uji AAS dilakukan untuk mengetahui besar konsentrasi tembaga hingga level ppb (part per billion)setelah proses leaching. Pengujian AAS
dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode atomisasi flame technique with nebulizer dengan api dihasilkan dari campuran
asetilena dan udara.
3. Hasil dan Pembahasan
Pembahasan yang dilakukan meliputi analisis EDX awal dan setelah proses klasifikasi, serta analisis AAS setelah proses leaching.
3.1 Analisis EDX Awal Bijih Tembaga Chalcopyrite
Hasil pengujian EDX pada sampel awal dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Pengujian Awal Sampel Tembaga Chalcopyrite
Unsur Kadar (%) Rata-Rata (%)
1 2 3 Cu 16,18 10,45 12,84 13,16 Fe 8,02 5,15 4,50 5,89 S 5,79 3,12 2,28 3,73 Si 14,49 16,34 18,26 16,36 Al 13,50 15,08 13,01 13,86 Mg 1,77 1,02 1,55 1,45 Ca - 2,36 0,29 1,33 P - 1,45 - 1,45 C 6,16 4,19 4,17 4,84 O 34,10 40,85 43,10 39,35 Hasil pengujian awal sampel tembaga
chalcopyrite memperlihatkan bahwa unsur Si
merupakan unsur dengan kadar terbesar dalam sampel penelitian (16,36%), diikuti oleh Al (13,86%), Cu (13,16%), Fe (5,89%), C (4,84%), S (3,73%), Mg (1,45%), P (1,45%), dan Ca (1,33%). Unsur Cu, sebagai logam yang ingin diekstraksi, memiliki kadar sekitar 13,16%. Bila dibandingkan dengan literatur, yang menyebutkan bahwa kadar Cu dalam bijih chalcopyrite murni sekitar 34,63%,
maka dapat disimpulkan bahwa sampel
chalcopyrite yang digunakan dalam penelitian
merupakan bijih chalcopyrite berkadar rendah.
Unsur Ca dan P tidak terdeteksi di semua titik pengujian, hal ini disebabkan oleh sedikitnya kadar unsur Ca dan P, serta kecilnya spot size dari alat uji
EDX, sehingga pada saat elektron ditembakkan pada daerah yang tidak terdapat unsur Ca dan P, maka detektor tidak bisa mendapatkan signal dari kedua unsur tersebut.
Dari beberapa informasi di atas, dapat disimpulkan bahwa metode yang tepat untuk mengekstraksi bijih tembaga sulfida, yaitu
chalcopyrite dengan kadar rendah (13,16%) adalah
metode hydrometallurgy. Selain itu, karena adanya
unsur Si dalam jumlah besar yang merupakan pengotor dalam sampel, maka harus dilakukan pengolahan mineral terlebih dahulu untuk mengurangi kadar Si yang terdapat dalam sampel.[5] 3.2 Analisis EDX Terhadap Hasil Klasifikasi
Sampel Tembaga Chalcopyrite
Proses klasifikasi pada penelitian ini ditujukan untuk mengurangi kadar pengotor, terutama unsur Si. Pengujian EDX hanya dilakukan pada endapan hasil klasifikasi wadah pertama dan kedua, yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 2.
Prosiding Seminar Nasional Material dan Metalurgi (SENAMM VIII) Yogyakarta, 5 November 2015
Departermen Teknik Mesin dan Industri ISBN 978-602-73461-0-9
Tabel 2. Hasil pengujian EDX setelah klasifikasi
Unsur Wadah Kadar (%) Rata-Rata
(%) 1 2 3 Cu 1 35,72 11,25 20,80 22,59 2 13,76 15,59 14,91 14,75 Fe 1 6,72 7,88 11,21 8,60 2 7,63 7,62 7,31 7,52 S 1 7,86 4,08 10,48 7,47 2 4,33 3,79 3,63 3,92 Si 1 9,52 14,68 11,07 11,76 2 12,93 13,49 15,60 14,01 Al 1 11,78 13,02 9,06 11,29 2 11,18 10,67 10,98 10,94 Mg 1 1,69 3,38 2,27 2,45 2 2,14 2,26 2,68 2,36 C 1 4,49 4,45 4,55 4,50 2 9,85 7,98 4,69 7,51 O 1 22,21 41,26 30,56 31,34 2 38,19 38,60 40,21 39,00
Dari Tabel 2, hasil pengujian EDX sampel tembaga chalcopyrite setelah klasifikasi
memperlihatkan bahwa adanya penurunan kadar unsur-unsur utama (Cu dan Fe) dari wadah 1 ke wadah 2 dan adanya peningkatan kadar unsur pengotor Si, dari 11,76% di wadah 1 ke 14,01% di wadah 2. Dari beberapa informasi di atas, dapat disimpulkan bahwa peningkatan kadar pengotor Si terjadi akibat adanya unsur Si yang mengalir dari wadah 1 ke wadah 2.
Hal ini dapat terjadi akibat adanya perbedaan densitas logam pada suatu aliran fluida. Unsur Si memiliki densitas terendah, yaitu 2,75 g/cm3, sedangkan unsur Cu dan Fe memiliki
densitas yang lebih besar, yaitu 8,96 g/cm3 dan 7,87
g/cm3. Perbedaan densitas ini akan membuat
perilaku ketiga unsur menjadi berbeda di dalam aliran air. Partikel yang lebih ringan, yaitu Si akan terbawa aliran air sehingga kadarnya di wadah 1 akan berkurang. Sedangkan, partikel yang lebih berat akan tetap mengendap di wadah 1.
Hasil perbandingan kadar elemen Cu, Fe, S, dan Si saat awal penelitian dan setelah klasifikasi dapat dilihat pada Gambar 1. Jika dibandingkan dengan kadar awal sampel sebelum klasifikasi, kadar Cu mengalami peningkatan yang cukup berarti, yaitu dari 13,16% menjadi 22,59%. Sedangkan unsur Si, mengalami penurunan kadar dari 16,36% menjadi 11,76%.
Gambar 1. Perbandingan Kadar Elemen Awal dan Setelah Klasifikasi
Hal ini membuktikan bahwa proses klasifikasi dengan media air mampu mengurangi kadar pengotor yang terdapat pada sampel
chalcopyrite secara sederhana dan ekonomis.
Secara umum, proses klasifikasi dengan media air ini telah berfungsi dengan baik karena mampu memisahkan mineral berharga dari pengotornya (berdasarkan perbedaan densitas logam) dan mampu meningkatkan kadar mineral berharga karena berkurangnya pengotor pada sampel.
3.3 Analisis AAS Terhadap Hasil Leaching Sampel Tembaga Chalcopyrite dengan Variasi Konsentrasi Pelarut FeCl3
Hasil pengujian sampel tembaga
chalcopyrite variasi konsentrasi pelarut FeCl3
dengan metode pengujian AAS dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Konsentrasi Cu tiap Sampel
dengan Variasi Konsentrasi Pelarut FeCl3 Sampel (Variasi Konsentrasi) (ppm) [Cu] [Cu] sebelum pengenceran (ppm) CuFeS2 +FeCl3 0,5 M 26,652 266,520 CuFeS2 +FeCl3 1 M 28,229 282,290 CuFeS2 +FeCl3 1,5 M 28,945 289,450 CuFeS2 +FeCl3 2 M 29,189 291,890
Faktor Pengenceran: 10 kali
Jika hasil pengujian konsentrasi Cu dari Tabel 3 dibuat dalam grafik, maka hasilnya menjadi seperti pada Gambar 2.
0 5 10 15 20 25
Awal Wadah 1 Wadah 2
Ka da r (% ) Cu Fe S Si 61
Prosiding Seminar Nasional Material dan Metalurgi (SENAMM VIII) Yogyakarta, 5 November 2015
Gambar 2. Grafik Konsentrasi Cu dalam Berbagai Konsentrasi Pelarut FeCl3
Dari Tabel 3 dan Gambar 2, hasil pengujian AAS sampel tembaga chalcopyrite
setelah di-leaching dalam berbagai konsentrasi,
memperlihatkan bahwa semakin tinggi konsentrasi pelarut yang digunakan, maka semakin tinggi pula konsentrasi tembaga yang dapat dilepaskan dari mineral chalcopyrite dan konsentrasi Cu
maksimum didapat dari sampel tembaga
chalcopyrite yang dilarutkan ke dalam FeCl3
dengan konsentrasi 2M.
Dari beberapa informasi di atas, dapat disimpulkan bahwa larutan FeCl3 dapat digunakan
sebagai pelarut logam Cu karena adanya ion Fe3+
atau ion ferric sebagai oksidator yang kuat.[6] Selain
adanya ion ferric dari pelarut FeCl3, reaksi antara chalcopyrite dan ferric chloride juga akan
menghasilkan ion cupric (Cu2+) yang merupakan
oksidator yang lebih kuat dari ion ferric menurut
reaksi:[8]
CuFeS2 + 4FeCl3 ↔ CuCl2 + 5FeC
CuFeS2 + 4FeCl3↔ CuCl2 + 5FeCl2 + 2S
CuFeS2 + 3CuCl2↔ 4CuCl + FeCl2 + 2S
4CuFeS2 + 12FeCl3↔ 4CuCl + 16FeCl2 + 8S
Dengan adanya dua oksidator kuat tersebut, maka logam tembaga dapat dilarutkan dari mineral chalcopyrite.
Selain itu, dengan semakin bertambahnya kandungan ion ferric akibat kenaikan konsentrasi
FeCl3 di dalam proses leaching, maka akan
meningkatkan ratio ion ferric/ferrous di dalam
larutan yang akan mempercepat reaksi berlangsung. Dengan banyaknya ion ferric, maka reaksi akan
berusaha kembali ke keadaan yang setimbang dengan membuat reaksi bergeser ke kanan, prinsip ini disebut juga dengan asas Le Chatelier.[7] Asas Le Chatelier menyatakan bila pada sistem
kesetimbangan dikenakan suatu aksi, maka sistem akan mengadakan reaksi sedemikian rupa sehingga pengaruh aksi itu menjadi sekecil-kecilnya.
Perubahan dari keadaan kesetimbangan semula ke keadaan kesetimbangan yang baru akibat adanya aksi atau pengaruh dari luar itu dikenal dengan pergeseran kesetimbangan.
3.4 Analisis AAS Terhadap Hasil Leaching Sampel Tembaga Chalcopyrite dengan Variasi Waktu Leaching
Hasil pengujian sampel tembaga
chalcopyrite waktu leaching dengan metode
pengujian AAS dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Konsentrasi Cu tiap Sampel dengan
Variasi Waktu Leaching Sampel (Variasi Waktu Leaching) [Cu] (ppm) [Cu] sebelum pengenceran (ppm) 2 Hari 28,018 280,180 3 Hari 28,392 283,920 4 Hari 28,522 285,220 5 Hari 29,189 291,890
Faktor Pengenceran: 10 kali
Jika hasil perhitungan konsentrasi Cu dari Tabel 4 dibuat dalam grafik, maka hasilnya menjadi seperti pada Gambar 3.
Gambar 3. Grafik Konsentrasi Cu dalam Berbagai Waktu Leaching
Tabel 4 dan Gambar 3, hasil pengujian AAS sampel tembaga chalcopyrite setelah di- leaching dalam berbagai waktu, memperlihatkan
bahwa semakin lama waktu leaching yang
diaplikasikan, maka semakin tinggi konsentrasi tembaga yang dapat dilepaskan dari mineral
chalcopyrite dan konsentrasi Cu maksimum
didapatkan dari sampel tembaga chalcopyrite yang
dilarutkan ke dalam FeCl3 selama 5 hari.
Dari beberapa informasi di atas, dapat disimpulkan bahwa waktu leaching atau waktu
kontak antara sampel dengan pelarut FeCl3 dapat
250 255 260 265 270 275 280 285 290 295 0,5 M 1 M 1,5 M 2 M K ons ent ra si C u (pp m )
Konsentrasi Pelarut FeCl3
274 276 278 280 282 284 286 288 290 292 294
2 Hari 3 Hari 4 Hari 5 Hari
K on sentra si Cu ( pp m ) Waktu Leaching
Prosiding Seminar Nasional Material dan Metalurgi (SENAMM VIII) Yogyakarta, 5 November 2015
Departermen Teknik Mesin dan Industri ISBN 978-602-73461-0-9
memengaruhi konsentrasi tembaga yang dapat dilepaskan dari mineral chalcopyrite. Waktu leaching dapat memengaruhi hasil leaching karena
FeCl3 sebagai pelarut membutuhkan waktu untuk
dapat bereaksi dengan logam Cu untuk membentuk senyawa CuCl. Karena proses leaching chalcopyrite termasuk ke dalam tipe chemically controlled process, yang memiliki kecepatan reaksi
kimia (reaksi antar konsentrat dengan pelarut)jauh lebih lambat dibandingkan kecepatan difusi (kemampuan pelarut mencapai permukaan konsentrat), maka waktu kontak sangat dibutuhkan agar proses leaching dapat berlangsung optimal.[6]
Namun demikian, waktu kontak yang berlebihan antara pelarut FeCl3 dengan sampel
dapat menyebabkan peningkatan persentase pengotor yang ada di dalam larutan, sehingga harus diketahui waktu kontak optimum agar dapat memaksimalkan recovery logam tembaga dan
meminimalisasi pengotor yang larut.[9] 4. Kesimpulan
Hasil analisis pengaruh konsentrasi larutan FeCl3 dan waktu leaching terhadap reduksi logam
tembaga dari bijih chalcopyrite dengan metode hydrometallurgy memberikan beberapa kesimpulan,
antara lain:
1. Proses klasifikasi dengan menggunakan media air memanfaatkan adanya perbedaan densitas logam pada suatu aliran fluida, partikel dengan densitas besar akan tetap mengendap, sedangkan partikel dengan densitas ringan akan terbawa aliran fluida.
2. Larutan FeCl3 dapat digunakan sebagai pelarut
logam tembaga karena adanya ion Fe3+ atau ion ferric sebagai oksidator yang kuat.
3. Berdasarkan hasil pengujian AAS sampel tembaga chalcopyrite setelah di-leaching dalam
berbagai konsentrasi FeCl3 memperlihatkan
bahwa semakin tinggi konsentrasi pelarut yang digunakan, maka semakin tinggi pula konsentrasi tembaga yang dapat dilepaskan dari mineral chalcopyrite.
4. Berdasarkan hasil pengujian AAS sampel tembaga chalcopyrite setelah di-leaching dalam
berbagai waktu memperlihatkan bahwa semakin lama waktu leaching yang diaplikasikan, maka
semakin tinggi konsentrasi tembaga yang dapat dilepaskan dari mineral chalcopyrite.
5. Konsentrasi Cu maksimum, yaitu 291,890 ppm, didapatkan dari sampel tembaga chalcopyrite
yang dilarutkan ke dalam FeCl3 dengan
konsentrasi 2M selama 5 hari.
Daftar Pustaka
[1] Habashi, Fathi. 1997. Handbook of Extractive Metallurgy. Weinheim: Wiley-VCH.
[2] Harvey, Todd J., et al. 2002. Thermophilic Bioleaching of Chalcopyrite Concentrates with Geocoat® Process. Colorado: GeoBiotics.
[3] Prasad S. dan Pandey B. D. 1998. Alternative Processes For Treatment of Chalcopyrite - A Review. Jamshedpur: Non-Ferrous Process
Division, National Metallurgical Laboratory. 11, 763-781.
[4] Yavus A. Chemical Principles of Material Production. MetE 208.
[5] Wills, Barry A. dan Napier-Munn, Tim. 2006.
Mineral Processing Technology. Elsevier
Science and Technology Books.
[6] Al-Harahsheh, M. 2008. Ferric chloride leaching of chalcopyrite: synergetic effect of CuCl2, Elsevier, pp. 89-97, 2008.
[7] Kokes, H. 2014. Dissolution of copper and iron from malachite ore and precipitation of copper sulfate pentahydrate by chemical process, Elsevier, pp. 39-44.
[8] Wang, Shijie. 2005. Copper Leaching from Chalcopyrite Concentrates. Utah: Kennecott
Utah Copper Corporation. 48-51.
[9] F. O’Connor, W.H.Cheung, M.Valix. 2006.
Reduction Roasting of Limonite Ores: Effect of Dehydroxylation. Int. J. Miner. Process. pp.
88-99.
Prosiding Seminar Nasional Material dan Metalurgi (SENAMM VIII) Yogyakarta, 5 November 2015