Pengaruh Kecepatan Putaran Tool Terhadap Struktur Mikro, Kekerasan dan Kekuatan Tarik Pada Sambungan Las FSW Tak Sejenis Antara
2. Prosedur Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian sambungan las tak sejenis ini ialah pelat paduan aluminium seri 5083 dan seri 6061-T6. Komposisi kimia dari kedua paduan tersebut ditunjukkan pada Tabel 1. Pelat yang yang digunakan dipotong dengan dimensi 150 x 100 mm dan tebal 3 mm, dimana pengelasan FSW dengan bentuk butt joint dilakukan
pada sisi 100 mm dengan posisi AA 6061-T6 berada pada sisi advancing, sedangkan AA 5083 berada
pada sisi retreating.
Tabel 1. Komposisi kimia paduan aluminium yang digunakan (% berat). Paduan Mg Mn Cu Cr Si Fe Al AA5083 4.3 0.50 0.04 0.06 0.11 0.30 Sisa AA6061- T6 1.20 0.15 0.20 0.04 0.6 0.75 Sisa Gambar 2. Tool FSW
Proses FSW ini dilakukan menggunakan
mesin milling dengan variasi kecepatan putaran tool
910 , 1500 dan 2280 rpm, kecepatan gerak pengelasannya tetap 30 mm/min dan sudut kemiringan 3o. Pengelasan dilakukan menggunakan
mesin milling dan tool yang digunakan adalah baja AISI H13 yang memiliki ketahanan yang tinggi terhadap thermal fatigue dengan bentuk pin silinder
dan perbandingan D/d sama dengan 3 [12] seperti yang terlihat pada Gambar 2.
Pengamatan struktur mikro dilakukan untuk melihat zona-zona yang terbentuk dan batasan zona akibat pengelasan FSW dan karakteristik metalurgi dengan menggunakan mikroskop optik, SEM dan EDS. Zona-zona tersebut ialah logam induk, HAZ, TMAZ dan NZ. Preparasi sepesimen untuk pengamatan tersebut menggunakan prosedur metallograpic standar yang terdiri dari grinding, polishing dan etching menggunakan reagen Keller terbuat dari 5ml HNO3 (konsentrasi 95%), 2ml HF,
3ml HCl, 190 ml H2O. Pemeriksaan difokuskan pada
penampang tegak lurus ke pusat las.
Pengamatan juga dilakukan terhadap sifat mekanik hasil lasan seperti kekerasan dan kekuatan
Prosiding Seminar Nasional Material dan Metalurgi (SENAMM VIII) Yogyakarta, 5 November 2015
Departermen Teknik Mesin dan Industri ISBN 978-602-73461-0-9
tarik. Pengujian kekerasan dilakukan dengan metode indentasi (Vickers microhardness) di seluruh zona
lasan danuntuk pengujian tarik menggunakan mesin
servopulser. Bentuk spesimen yang digunakan
mengikuti standar ASTM E8, seperti pada Gambar 3. Permukaan patahan diamati dengan menggunakan mikroskop elektron (SEM).
Gambar 3. Spesimen uji tarik berdasarkan ASTM E8
3.
Hasil dan Pembahasan3.1. Analisa visual permukaan lasan
Profil permukaan atas lasan yang dihasilkan dari proses pengelasan dengan variasi kecepatan putaran tool ditunjukkan pada Gambar 4. Pengaruh putaran tool terlihat dari permukaan yang berbeda dimana rigi-rigi las (ripples) lebih jelas terbentuk
pada putaran tinggi disertai dengan akumulasi massa di bagian retreating side. Akhir lasan terdapat
lubang pin dari tool yang digunakan, ini merupakan kekurangan dari pengelasan FSW.
Gambar 4. Permukaan sambungan las FSW pada kecepatan putaran tool (a) 910 rpm, (b) 1500 rpm
dan (c) 2280 rpm.
3.2. Struktur Makro dan Mikro
Foto makro penampang lintang sambungan las FSW dengan variasi putaran tool terlihat pada
Gambar 5. Terlihat bahwa pola zona-zona yang terbentuk akibat proses pengelasan dapat diamati. Daerah lasan (NZ) dari ketiga variasi sambungan memiliki bentuk yang berbeda. Profil ketiga hasil las menunjukkan bentuk trapesium terbalik yang tak simetris dengan bagian ujung pada arah advancing side. Kesamaan dari ketiganya adalah bagian atas
membentuk permukaan yang lebih luas dibanding
bagian tengah dan bawah, hal ini disebabkan gesekan shoulder dengan permukaan pelat.
Gambar 5 juga memperlihatkan pola pencampuran material pada daerah nugget sangat
jelas terlihat, semakin tinggi putaran tool
menyebabkan aliran massa kedua jenis material (AA5083 dan AA6061-T6) dapat bercampur secara sempurna. Pada sisi advancing (AA6061-T6) lebih
mendominasi daerah nugget dibandingkan dengan
material dari sisi retreating (AA5083) seiring
meningkatnya kecepatan putaran tool dan terlihat
semakin merata pencampuran antara material AA6061-T6 dan AA5083, sehingga batas daerah TMAZ baik pada sisi advancing maupun retreating
semakin tersamarkan.
Gambar 5. Struktur makro sambungan tak sejenis las FSW pada putaran tool (a) 910 rpm, (b) 1500
rpm dan (c) 2280 rpm
Pengamatan struktur mikro las di daerah BM, HAZ, TMAZ dan NZ untuk las FSW dengan variasi putaran tool terlihat pada Gambar 6. Gambar
6 menunjukkan bahwa struktur mikro dari AA5083 terdiri dari Al dan Al3Mg2 sedangkan AA6061-T6 memiliki struktur mikro α - Al dan Mg2Si.
Gambar 6. Struktur mikro base material
(a) AA5083 dan (b) AA6061-T6
Bentuk butir pada BM AA6061-T6 terlihat lebih besar dan memanjang dengan panjang rata-rata sekitar 29 µm dan lebar rata-rata 16 µm daripada AA5083 yang memiliki panjang rata-rata sekitar 10 µm dan lebar rata-rata 8 µm. Gambar 7 memperlihatkan struktur mikro daerah HAZ dimana besar butir mengalami perubahan bentuk dan ukuran jika dibandingkan pada daerah base material. Hal ini
diakibatkan oleh siklus termal yang berasal dari proses pengelasan. Daerah HAZ AA6061-T6 dan AA5083, mengalami perubahan bentuk dan ukuran
Prosiding Seminar Nasional Material dan Metalurgi (SENAMM VIII) Yogyakarta, 5 November 2015
butir yang sedikit membesar dibandingkan dengan daerah base material. Namun jika dibandingkan
antar kecepatan putaran tool (910, 1500, dan 2280
rpm), daerah HAZ AA6061-T6 pada ketiga putaran tersebut cenderung memiliki karakteristik bentuk dan ukuran yang sama. Sedangkan daerah HAZ AA5083, bentuk dan ukuran butir sedikit membesar seiring kenaikan kecepatan putaran tool.
Gambar 7. Struktur mikro HAZ pada sisi
advancing dan retreating.
Struktur mikro pada daerah TMAZ terlihat seperti butiran pada HAZ yang mengalami siklus termal dan deformasi plastis, namun tidak terjadi rekristalisasi. Daerah ini disebut juga daerah transisi antara logam induk dan daerah las. Gambar 8 menunjukkan perbedaan bentuk TMAZ pada variasi putaran 910 rpm, 1500 rpm dan 2280 rpm, antara TMAZ sisi advancing dengan retreating.
Pada tiap putaran tool, daerah TMAZ
memiliki beberapa perbedaan yakni, luasan daerahnya. Semakin tinggi kecepatan putaran maka akan semakin luas daerah yang terdeformasi akibat putaran tool. Sedangkan perbedaannya antara sisi advancing dan retreating adalah pada sisi advancing, pola TMAZ dengan NZ batasnya terlihat
jelas, namun pada sisi retreating batas
pencampurannya terlihat seperti membentuk aliran material ke arah atas bagian las.
Variasi putaran tool saat melakukan proses
pengelasan sangat berpengaruh terhadap struktur mikro nugget zone tersebut. Pada nugget zone
terdapat butiran lembut yang merupakan akibat adanya rekristalisasi. Ukuran butir semakin bertambah seiring dengan tingginya kecepatan putaran tool. Hal ini dikarenakan bertambahnya
masukan panas serta waktu laju pendinginan seperti yang dipelihatkan Gambar 9.
Gambar 8. Struktur mikro TMAZ pada sisi
advancing dan retreating.
Pada kecepatan putaran 2280 rpm ukuran butir bertambah secara signifikan dibanding variasi putaran tool yang lebih rendah. Besar butir pada
daerah nugget yang didominasi oleh AA6061-T6
dengan kecepatan putaran tool 910 rpm memiliki
ukuran rata-rata sekitar 6 µm, sedangkan pada putaran tool 1500 dan 2280 rpm memiliki ukuran
rata-rata masing-masing sekitar 8 µm dan 14 µm.
Gambar 9. Struktur mikro NZ pada kecepatan putaran tool (a) 910 rpm, (b) 1500 rpm dan
(c) 2280 rpm.
Gambar 10 memperlihatkan karakteristik
nugget zone pada sambungan tak sejenis las FSW,
dimana material pada sisi advancing dan retreating
tidak dapat seutuhnya menyatu atau dapat dikatakan tidak homogen. Pada kecepatan putaran tool 910 dan
Prosiding Seminar Nasional Material dan Metalurgi (SENAMM VIII) Yogyakarta, 5 November 2015
Departermen Teknik Mesin dan Industri ISBN 978-602-73461-0-9
nugget zone AA6061-T6 dengan AA5083 terlihat
jelas, sedangkan pada putaran tool 2280 rpm
karakteristik batasnya tidak beraturan akibat deformasi putaran pin yang tinggi. Batas lapisan
massa AA5083 dan AA6061-T6 di NZ terlihat dari hasil SEM dan EDS (Gambar 11).
Gambar 10. Struktur mikro NZ pada kecepatan putaran tool (a) 910 rpm, (b) 1500 rpm dan
(c) 2280 rpm
Gambar 11. Analisa SEM dan EDS
3.3 Sifat Mekanik Las Uji kekerasan
Distribusi kekerasan mikro padasambungan las FSW untuk berbagai variasi kecepatan putaran ditunjukkan pada Gambar 12. Kekerasan mikro pada setiap kecepatan putaran tool menunjukkan grafik
distribusi kekerasan yang identik, yakni pada sisi advancing (AA 6061-T6) nilai kekerasan tertinggi terdapat pada zona base material, sedangkan nilai
kekerasan terendah terletak pada daerah sekitar HAZ dan TMAZ. Kemudian dari zona HAZ-TMAZ sisi
advancing (AA 5083) nilai kekerasan mengalami
kenaikan pada nugget zone, lalu turun kembali pada
zona HAZ-TMAZ. Sementara itu, grafik pada zona HAZ-base material sisi retreating lebih cenderung
mendatar, tidak seperti sisi advancing. Ini
dikarenakan perbedaan jenis material, dimana AA 6061-T6 termasuk dalam paduan aluminium heat- treatable sementara AA 5083 merupakan paduan non heat-treatable, yang artinya nilai kekerasannya
tidak terpengaruh oleh perlakuan panas dari proses pengelasan FSW.
Gambar 12. Perbandingan grafik distribusi kekerasan pada putaran tool 910 rpm, 1500 rpm dan
2280 rpm sambungan tak sejenis las FSW 6061-T6 dan 5083
Pada Gambar 13 tampak bahwa kekutan tarik dan kekuatan luluh untuk semua kecepatan putaran tool lebih rendah dari kekuatan tarik dan
kekuatan luluh material induk (BM). Dari data pengujian diperoleh hasil bahwa variasi kecepatan putaran tool 1500 rpm dan 2280 rpm memiliki
kekutan tarik yang relatif sama, sedangkan yang terendah pada putaran 910 rpm. Kekuatan tarik dan kekuatan luluh tertinggi jika dibandingkan dengan kekuatan base material AA6061-T6 masing-masing
sebesar 62,8% dan 59,79%. Sedangkan jika dibandingkan dengan kekuatan base material
AA5083, yakni sebesar 70,85% dan 71,87%.
Gambar 13. Kekuatan tarik dan kekuatan luluh sambungan las FSW dengan berbagai variasi
kecepatan putaran tool.
Prosiding Seminar Nasional Material dan Metalurgi (SENAMM VIII) Yogyakarta, 5 November 2015
Proses pengelasan FSW menghasilkan samgbungan las yang bersifat ulet yang ditandai dengan adanya necking pada patahan spesimen uji.
Gambar 15 menunjukkan pengelasan dengan putaran tool 2280 rpm menghasilkan necking yang
paling terlihat jelas, sementara pada putaran lainnya menghasilkan necking tidak terlalu signifikan.
.
Gambar 15. Struktur makro hasil patahan uji tarik, (a) putaran tool 910 rpm, (b) putaran tool 1500 rpm
dan (c) putaran tool 2280 rpm
Semua daerah patahan terletak pada sisi
advancing (AA 6061-T6), pada daerah di sekitar
nilai kekerasan yang terendah. Patahan pada putaran 910 rpm dan 1500 rpm terletak pada daerah sekitar TMAZ yang cenderung mendekati nugget zone.
Pada putaran tool 2280 rpm, patahan terletak pada
daerah HAZ, sesuai dengan hasil uji kekerasan mikro. Hal ini membuktikan bahwa kekutan tarik berhubungan dengan nilai kekerasan
4.
KesimpulanPada proses FSW parameter pengelasan mempengaruhi sifat mekanis dan mikrostruktur hasil lasan. Dalam penelitian ini ketika kecepatan putaran
tool semakin tinggi maka pencampuran material
antara AA6061-T6 dan AA5083 pada daerah nugget zone akan semakin merata dengan ukuran butir yang
semakin besar. Kekerasan di daerah lasan terbaik terjadi pada putaran tool 2280 rpm. Semua sambungan dengan berbagai variasi kecepatan putaran tool memiliki kekuatan tarik dan kekuatan luluh yang lebih rendah dari logam induknya dengan letak patahan terdapat pada daerah advancing
(6061).
Daftar pustaka
[1] S. Ferraris and L. M. Volpone, “Aluminium Alloys In Third Millennium Shipbuilding : Materials ,” pp. 1–11, 2005.
[2] R. S. Mishra and Z. Y. Ma, “Friction stir welding and processing,” Mater. Sci. Eng. R Reports, vol. 50, no. 1–2, pp. 1–78, Aug.
2005.
[3] R. Palanivel, P. Koshy Mathews, I.
Dinaharan, and N. Murugan, “Mechanical
and metallurgical properties of dissimilar friction stir welded AA5083-H111 and AA6351-T6 aluminum alloys,” Trans. Nonferrous Met. Soc. China, vol. 24, no. 1,
pp. 58–65, Jan. 2014.
[4] I. Shigematsu, Y. Kwon, K. Suzuki, T. Imai,
and N. Saito, “Joining of 5083 and 6061 aluminum alloys by friction stir welding,”
pp. 353–356, 2003.
[5] H. Jamshidi Aval, S. Serajzadeh, N. a.
Sakharova, a. H. Kokabi, and a. Loureiro, “A
study on microstructures and residual stress distributions in dissimilar friction-stir welding of AA5086–AA6061,” J. Mater. Sci., vol. 47, no. 14, pp. 5428–5437, Apr.
2012.
[6] M. Ghaffarpour, S. Kolahgar, B. M. Dariani,
and K. Dehghani, “Evaluation of Dissimilar
Welds of 5083-H12 and 6061-T6 Produced
by Friction Stir Welding,” Metall. Mater. Trans. A, vol. 44, no. 8, pp. 3697–3707, Apr.
2013.
[7] V. RajKumar, M. VenkateshKannan, P. Sadeesh, N. Arivazhagan, and K. D.
Ramkumar, “Studies on Effect of Tool
Design and Welding Parameters on the Friction Stir Welding of Dissimilar Aluminium Alloys AA 5052 – AA 6061,” Procedia Eng., vol. 75, pp. 93–97, 2014.
[8] M. Ilangovan, S. R. Boopathy, and V.
Balasubramanian, “Microstructure and
tensile properties of friction stir welded dissimilar AA6061–AA5086 aluminium
alloy joints,” Trans. Nonferrous Met. Soc. China, vol. 25, no. 4, pp. 1080–1090, 2015.
[9] N. T. Kumbhar, K. Bhanumurthy, M. S.
Division, and B. Atomic, “Friction Stir Welding of Al 6061 Alloy,” vol. 22, no. 2,
2008.
[10] a. Gerlich, P. Su, and T. H. North, “Tool
penetration during friction stir spot welding
of Al and Mg alloys,” J. Mater. Sci., vol. 40,
no. 24, pp. 6473–6481, Oct. 2005.
[11] I. Dinaharan, K. Kalaiselvan, S. J. Vijay, and
P. Raja, “Effect of material location and tool
rotational speed on microstructure and tensile strength of dissimilar friction stir
welded aluminum alloys,” Arch. Civ. Mech. Eng., vol. 12, no. 4, pp. 446–454, Dec. 2012.
[12] P. Sadeesh, M. Venkatesh Kannan, V. Rajkumar, P. Avinash, N. Arivazhagan, K. Devendranath Ramkumar, and S.
Narayanan, “Studies on Friction Stir
Welding of AA 2024 and AA 6061
Dissimilar Metals,” Procedia Eng., vol. 75,
Prosiding Seminar Nasional Material dan Metalurgi (SENAMM VIII) Yogyakarta, 5 November 2015
Departermen Teknik Mesin dan Industri ISBN 978-602-73461-0-9