• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Pb dan Cd dalam air dan sedimen

BIOAKUMULASI LOGAM BERAT PADA IKAN DI PERAIRAN TAWAR DAN LAUT

HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Pb dan Cd dalam air dan sedimen

Hasil pengukuran logam berat Pb dan Cd disajikan pada lokasi Situ Cisanti-daerah Batujajar di bawah ini, yang dibandingkan dengan baku mutu kandungan Pb dan Cd dalam air menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air yaitu kelas II dan kelas III dengan nilai Pb untuk kedua kelas adalah 0,03 mg/L (30 ppb) dan untuk Cd untuk kedua kelas adalah 0,01 mg/L (10 ppb). Baku mutu kandungan logam berat di dalam sedimen belum ada di Indonesia. Namun sebagai acuan dapat digunakan baku mutu yang dikeluarkan oleh IADC/CEDA (1997), mengenai kandungan logam berat yang dapat ditoleransi keberadaannya dalam sedimen berdasarkan standard kualitas sedimen Belanda, yaitu Cd 2 ppb dan Pb 530 ppb, Hg 0,5 ppb.

Hasil analisis menunjukkan bahwa rata-rata kadar Pb (timbal) lebih tinggi dibandingkan dengan logam Cd (kadmium) pada semua stasiun, yaitu masing-masing adalah Pb 23,3 ppb, Cd 6,8 ppb. Walaupun demikian, rata-rata konsentrasi Cd dan Pb apabila dibandingkan dengan baku mutu masih memenuhi baku mutu, hanya konsentrasi Pb di stasiun Cipatik-Batujajar telah melampaui baku mutu yaitu 33,3 ppb. Konsentrasi Pb pada stasiun Cipatik dan sebelum Batujajar sudah mendekati baku mutu yaitu 26,7 ppb dan 23,3 ppb. Hal ini berkaitan erat dengan sumber pencemar terbanyak industri tekstilyang membuang limbah ke sungai. Logam berat Pb dan Cd banyak digunakan dalam industri tekstil sebagai zat pengikat warna pada kain. Berdasarkan hasil pengamatan, dari stasiun Cipatik sampai 6 terdapat banyak industri tekstil. Dengan melihat data logam berat Pb di atas ternyata konsentrasi Pb pada stasiun Cipatik-Batujajar telah sedikit melampaui baku mutu Kelas II dan III yaitu 30,0 ppb. Kadar logam kadmium tertinggi didapatkan di stasiun hulu S. Citarum dengan nilai 7,3 ppb yaitu di daerah Situ Cisanti. Daerah ini merupakan daerah vulkanik, dimana terdapat Pusat Listrik Tenaga Panas Bumi Wayang Windu. Daerah vulkanik ini diduga merupakan sumber kadmium yang berasal dari lapisan bumi, juga merupakan pelapukan batuan yang keluar bersama mata air.

Di daerah Cibeureum lainnya, kadar kadmium dalam air masih di bawah nilai baku mutu untuk kelas II dan kelas III yang ditetapkan oleh PP RI No 82 tahun 2001 dengan nilai kadmium berkisar antara 6-7,3 ppb dan nilai kadmium terendah terdapat pada stasiun antara Cipatik-Batujajar dengan nilai 6 ppb. Parameter kualitas air yang memengaruhi kandungan logam berat Pb dan Cd adalah pH.

Kandungan logam berat Cd relatif tidak jauh berbeda antara stasiun pengambilan contoh air, yaitu berkisar antara 6,0-7,3 ppb. Kandungan kadmium pada stasiun antara Cipatik-Batujajar menunjukkan angka yang sama yaitu 6 ppb yang terletak di daerah Cipatik-Batujajar masih sedikit lebih rendah dibandingkan dengan baku mutu. Walaupun nilai kadmiumnya kecil, keberadaan kadmium tersebut dapat mempengaruhi mahluk hidup yang ada di sungai, dalam hal ini adalah ikan. Jika setiap hari limbah logam berat di buang ke sungai maka kemungkinan besar akan terjadi akumulasi di dalam tubuh ikan yang hidup di Sungai Citarum bagian hulu, yang akan dibahas selanjutnya pada makalah ini.

98

Batujajar merupakan lokasi yang paling ujung dan merupakan daerah dimana berbagai jenis sampah tertahan oleh trash boom, sebelum masuk ke Waduk Saguling sehingga kemungkinan terjadi penumpukan logam berat kadmium dalam air. Walaupun kadar logam berat dari hasil penelitian kecil nilainya dibandingkan dengan baku mutu yang ada, akan tetapi konsentrasi logam berat akan terus meningkat pada masa yang akan datang karena logam bersifat sulit didegradasi oleh lingkungan. Kadar logam yang berada dalam air akan mempengaruhi kadar logam dalam ikan yang hidup dalam air tersebut.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLHD) Propinsi Jawa Barat (2008), ternyata sungai-sungai di Jawa Barat yang bermuara ke Laut Jawa, termasuk Sungai Citarum, sudah tercemar logam berat Cd, Pb, dan As serta bahan anorganik berupa NO3, PO4 dan NH3 yang cukup tinggi (Dhahiyat, 2011).

Ikan merupakan hewan bertulang belakang yang hidup di air, salah satu habitatnya adalah sungai. Ikan berbahaya dikonsumsi oleh masyarakat, jika di dalam tubuh ikan telah terkandung kadar logam berat yang melebihi batas yang telah ditentukan dalam SK. Dirjen POM Depkes Rl No. 03725/B/SK/1989. Untuk biota konsumsi dengan nilai Pb maksimum sebesar 1000 ppb, nilai Cd maksimum 2000 ppb dan SNI 7389:2009 tentang Batas Maksimum Cemaran Logam dalam Pangan dengan nilai Pb 300 ppb dan Cd 100 ppb. Logam berat umumnya bersifat racun terhadap makhluk hidup, walaupun beberapa diantaranya diperlukan dalam jumlah kecil. Melalui berbagai perantara, seperti udara, makanan, maupun air yang terkontaminasi oleh logam berat, logam tersebut dapat terdistribusi ke bagian tubuh manusia dan sebagian akan terakumulasikan. Jika keadaan ini berlangsung terus menerus, dalam angka

Waktu lama dapat mencapai jumlah yang membahayakan kesehatan manusia. (Supriyanto 2007). Konsentrasi logam berat paling tinggi berada di dalam daging ikan daripada konsentrasi di dalam insang ikan, hal ini terjadi karena insang merupakan alat pertukaran gas pada organisme akuatik sehingga lebih sering tercuci air (Agustina, 2011). Dari pengamatan sebelumnya, masyarakat di sepanjang Sungai Citarum bagian hulu banyak memanfaatkan ikan dari sungai ini, sebagian besar ikan hasil tangkapan masyarakat dikonsumsi sendiri. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Balai Besar Sungai Citarum pada tahun 2011, terdeteksi logam berat berupa Cd dalam air sungai yang kadarnya masih memenuhi standar baku mutu yaitu sekitar 0,004-0,009 mg/L. Karena ikan hidup di air sungai yang terkontaminasi oleh logam berat, di khawatirkan terjadi bioakumulasi logam berat Cd dan Pb pada daging ikan yang berasal dari sungai tersebut.

Kandungan logam berat Cd dalam sedimen di empat stasiun pengambilan contoh berkisar antara 20-60 ppb, dengan rata-rata 35 ppb. Hal ini telah jauh melewati ambang batas yang ditetapkan oleh IADC/CEDA (1997) pemerintah Belanda yaitu 2 ppb. Sedangkan kandungan Pb dalam sedimen berkisar antara 70-230 ppb, dengan rata-rata 157,5 ppb, masih dibawah ambang batas IADC/CEDA (1997) yaitu 530 ppb. Dengan terlihat data di atas, kandungan logam berat Pb yang berada di sedimen jauh lebih tinggi dibandingkan dengan logam berat Cd, hal ini mengingat berat atom Pb yaitu 207,2, jauh lebih besar dari pada berat atom Cd yaitu 72.

Kandungan Pb dan Cd dalam Daging Ikan hidup di S. Citarum Hulu

Ikan merupakan organisme yang hidup di air. Jika ikan hidup pada perairan yang telah tercemar oleh logam berat maka akan terjadi akumulasi unsur-unsur pencemar dalam hal ini adalah logam berat di dalam tubuh ikan. Kandungan logam berat Cd diakumulasikan pada semua ikan yang tertangkap, sedangkan logam berat Pb hanya diakumulasikan oleh ikan sapu-sapu yaitu ikan yang hidup di dasar (demersal) perairan, dengan nilai yang sangat tinggi yaitu 20.000 ppb, melampaui baku mutu yang ditetapkan yaitu 300 dan 2.000 ppb. Ikan sapu-sapu tidak dimakan oleh

99

manusia, yang merupakan ikan yang tahan terhadap pencemaran logam berat. Di dalam sedimen terdapat kandungan logam berat yang relatif lebih tinggi apabila dibandingkan dengan pada air, yaitu berkisar antaia 70-230 ppb. Dengan melihat konsentrasi yang sangat tinggi pada ikan sapu-sapu, kemungkinan telah terjadi biomagnifikasi.

Akumulasi logam berat Cd pada jenis ikan lainnya telah terjadi, yaitu makin berat tubuh suatu ikan, makin banyak akumulasi logam berat Cd pada ikan tersebut. Sebagai contoh beberapa jenis ikan yang tinggi kandungan logam berat Cd adalah kandungan logam berat Cd pada daging ikan tawes, dengan berat 260,8 gram, mengakumulasi 137 ppb Cd, sedangkan pada ikan tawes seberat 23,0 gram mengakumulasi 3 ppb Cd. Contoh lainnya ikan mujair di stasiun sekitar Cipatik-Batujajar pada mujair seberat 22,2 gram, diakumulasikan 101 ppb Cd, sedangkan pada mujair seberat 40,9 gram, diakumulasikan logam Cd sebesar 149 ppb. Dengan melihat data tersebut terlihat jenis bahwa makin berat suatu jenis ikan makin banyak logam berat Cd yang diakumulasi, hal ini juga sesuai dengan umur ikan.

Selain itu dapat dilihat pula tingkat sensitifitas ikan terhadap logam berat Cd, ikan nila lebih banyak mengakumulasi logam Cd dibandingkan dengan lele, dan betok pada stasiun yang sama yaitu stasiun 2. Nila dengan berat 20,2 gram paling ringan dibandingkan dengan betok (22,9 gram), lele (36,9 gram), malahan mengakumulasi logam Cd lebih besar yaitu 105 ppb. Sedangkan betok dan lele masing-masing mengakumulasi 11 ppb dan 92 ppb. Menurut Palar (2008), bahwa kemampuan fisiologis ikan berbeda-beda terhadap paparan logam berat yang akan mempengaruhi kadar logam berat di dalam tubuh ikan. Toksisitas suatu logam berat berbeda-beda tergantung jenis logam berat, konsentrasi, jumlah dan lamanya pemaparan logam berat tersebut.

Bioakumulasi Logam Berat Pb pada Daging Ikan Nila di daerah KJA Jatiluhur

Konsentrasi/bioakumulasi logam berat Pb pada daging ikan kecil dan besar pada daerah Cilalawi dan sekitarnya Karamba Jaring Apung (KJA) yaitu tiga lokasi yaitu kecil 5,15 mg/kg, besar 2,35 mg/kg (lokasi 1), lokasi 2 ikan nila kecil 1,18 mg/kg, besar 0,767 mg/kg dan lokasi Cilalawi yaitu ikan kecil 1,13 mg/kg dan besar 0,775 mg/kg. Ada cenderung ikan kecil lebih akumulasi logam berat Pb daripada besar, atau besar mengeluarkan lagi logam berat.

Ikan merupakan organisme yang dapat dijadikan indikator tingkat pencemaran yang ada di suatu perairan.Hal ini dapat dibuktikan juga oleh keanekaragaman ikan yang ada di suatu perairan menurun. Penurunan tingkat keanekaragaman ikan pada suatu perairan dapat disebabkan karena adanya penurunan kualitas air akibat adanya pencemaran baik logam berat atau tidak. Selain itu, banyak tidaknya kandungan logam berat yang ada di dalam tubuh ikan dapat disebabkan oleh banyak tidaknya kandungan logam berat yang ada di perairan tempat ikan tinggal. Ikan yang sudah terakumulasi dengan logam berat, apabila dikonsumsi maka akan mengakibatkan penyakit baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang (Supriyanto, 2007).

Logam berat Pb dan Zn adalah logam berat yang bersifat akumulatif, artinya adalah logam Pb dan Zn yang masuk ke dalam tubuh organisme akan mengalami penambahan jumlah seiring dengan lama organisme berada di perairan yang tercemar logam berat tersebut. Dengan adanya permasalahan itu dalam ikan, maka sangat diperlukan pengetahuan akan dampak dan keamanan hasil pangan akan ikan yang memiliki kandungan logam berat baik melalui insang maupun dagingnya.

Konsentrasi Logam Berat Pb dan Cd pada air laut, sedimen dan kerang di Bondet.

Konsentrasi Pb dan Cd air laut di tiga lokasi masing masing Pb relatif lebih tinggi daripada Cd, walaupun masih dibawah Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut. Konsentrasi berkisar 0,48

100

ppm-0,53 ppm masing-masing stasiun 2 dan 1, stasiun 3 sebesar 0,50 ppm. Konsentrasi Cd berkisar antara 0,04 ppm-0,40 ppm, baku mutu hanya 0,001 ppm.

Konsentrasi Pb dan Cd pada sedimen di lokasi, logam berat Pb jauh lebih besar dibandingkan dengan Cd, akan tetapi logam berat baku mutu IADC/DECA 1997, Pb jauh lebih besar dibandingkan yaitu 0,008 ppm. Sedangkan konsentrasi Pb yaitu 5,95 ppm (II)-7,03 ppm (I), III yaitu 6,40 ppm. Konsentrasi Cd sekitar 0,07 ppm (II)-0,09 ppm (III), I yaitu 0,08 ppm, tetapi baku mutu besar yaitu 80 ppm.

Bioakumulasi logam berat Pb dan Cd pada kerang hijau (Perna viridis L.) yaitu logam berat Pb berkisar 4,3 ppm (III)-4,6 ppm (I), II yaitu 4,5 ppm, lebih besar batas maksimum SNI 7387:2009 dalam pakan yaitu Pb 1,5 ppm. Bioakumulasi Cd jauh lebih kecil yaitu 0,07 ppm (I dan III)-0,12 ppm (II), walaupun melampai batas maksimum yaitu 1 ppm, sehingga berbahaya kesehatan manusia, apabila kerang hijau sebagai makanan.

KESIMPULAN

1. Logam berat Cd bioakumulasi pada beberapa jenis ikan yaitu ar ar, sapu-sapu, mujaer, sepat dan gabus yang hidup di Sungai Citarum bagian hulu. Logam berat Pb hanya bioakumulasi pada ikan sapu-sapu berbesar yaitu 20.000 ppb melalui baku mutu.

2. Logam berat relatif tinggi Pab bioakumulasi pada daging ikan liar dan kultur pada ikan mas, patin, nila dan oskar. Sedangkan logam berat Hg relatif lebih rendah.

3. Konsentrasi Pb pada kerang besar dan kecil di laut Bondet, Cirebon, dengan SNI jauh lebih tinggi, sedangkan Cd masih memenuhi SNI.

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, N. 2011. Bioakumulasi Logam Berat Pb dan Cd dalam Daging dan Insang Ikan Nila di Danau Cikaro. Skripsi FPIK Unpad. Jatinangor, tidak dipublikasi.

Anindita, A.D. 2002. Kandungan Logam Berat Cd, Cu, Ni, Pb dan Zn Terlarut dalam Badan Air dan Sedimen pada Perairan sekitar Pelabuhan Perikanan Pelabuhan Ratu, Sukabumi. Skripsi. Program Studi Ilmu Kelautan. FPIK IPB, Bogor.

Arief HR., Masyamsir, dan Dhahiyat, Y. 2012. Distribusi Kandungan Logam Berat Pb dan Cd pada Kolom Air dan Sedimen Daerah Aliran Sungai Citarum Hulu. Jurnal Perikanan dan Kelautan. Vol. No. 3, September 2012: 175-182. ISSN: 2088-3137.

Budiman, BTP., Dhahiyat, Y dan Hamdani, H., 2012. Bioakumulasi Logam Berat Pb (Timbal) dan Cd (Kadmium) pada Daging Ikan yang Tertangkap di Sungai Citarum Hulu. Jurnal Perikanan dan Kelautan. Vol. 3 No. 4, Desember 2012:261-270. ISSN 2088-3137.

Brilliantsyah, B., Dhahiyat, Y., dan Mulyani, Y., 2015. Tingkat Akumulasi Logam Berat Pb dan Cd pada Kerang Hijau (Perna viridis L.) di Perairan Bondet Kabupaten Cirebon. Jurnal Perikanan Kelautan Vol. VI No.1 (2)/Juni 2015 (125-153). ISSN 2008-3137.

Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut, Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Dhahiyat, Y. 2011. Ekologi Perairan. Unpad Press. Bandung.

Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan No. 03725/B/SK/VII/89. IADC/CEDA.1997. Convencions, Codes, and Conditions: Marine Disposal Environmental Aspecs of Dredging. Hal 71.

101

Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut. Jakarta.

Pemerintah Kabupaten Cirebon, 2005. Potensi Desa. Cirebon: Badan Pemberdayaan Masyarakat. MENLH RI. 2001. Peraturan Pemerintah No. 82/2001, tentang Pengelolaan Kualitas Air dan

Pengendalian Pencemaran Air.

Priyanto, N., Dwiyanto, Ariyani, F. 2008. Kandungan Logam Berat (Hg, Pb, Cd dan Cu) pada Ikan, Air, dan Sedimen di Waduk Cirata, Jawa Barat. Jurnal Pascasarjana dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan.

Supriyanto, C., Samin, Kamal, Z. 2007. Analisis Cemeran Logam Berat Pb, Cu, dan Cd pada Ikan Air Tawar dengan Metode Spektrometri Nyala Serapan Atom (SSA). Seminar Nasional III SDM Teknologi Nuklir. Yogyakarta.

SNI 7387:2009, BSN, 2009. Batas Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Pangan, Jakarta. Tampubolon, AA., Dhahiyat, Y., Lili W., 2014. Pengaruh Kandungan Logam Berat Timbal (Pb)

dan Seng (Zn) terhadap Kondisi Histopatologi Ikan Nila (Oreochromis niloticus) di Waduk Jatiluhur. Jurnal Perikanan Kelautan Vol. V No. 2 (2)/Desember 2014 (202-209). ISSN: 2008-3137.

102 EK-3