• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fep Feo Nisbah %

HASIL DAN PEMBAHASAN Studi Pembungaan

Komposisi bunga

Sebelum program persilangan dilakukan, hal utama yang harus diketahui adalah biologi bunga dan karakter pembungaan dari lengkeng. Lengkeng memiliki bunga majemuk berbentuk malai (panicle) dengan tiga jenis bunga yaitu tipe jantan (M1), betina (F) dan pseudo-hermaprodit (M2) dengan fungsi masing-masing yaitu; M1 memiliki putik rudimenter dan berfungsi sebagai jantan; F memiliki putik berkembang penuh dan benang sari dengan sedikit serbuk sari viabel namun tidak pecah sehingga berfungsi sebagai betina; M2 memiliki putik yang menonjol dengann ukuran lebih kecil dibanding bunga tipe F namun lobe (cuping) pada kepala putik tidak membuka sehingga berfungsi sebagai jantan (Davenport dan Stern, 2005). Tidak semua aksesi lengkeng memiliki ketiga tipe bunga. Selarong, varietas lengkeng lokal di dataran rendah Yogyakarta, memiliki ketiga tipe bunga tersebut. Sebaliknya, pada lengkeng Diamond River dan Pingpong, hanya terdapat tipe M1 dan F (Supriyanto dan Mariana, 2007). Pada umumnya, dalam satu malai bunga betina mekar terlebih dahulu, disusul bunga jantan dengan komposisi (persentase) bunga betina dan jantan 30-40 : 60-70. Namun, pada beberapa kasus, bunga jantan dapat mekar terlebih dahulu jika malai didominasi bunga jantan dengan dominasi mencapai atau lebih dari 90% (Gambar 1).

Gambar 1. Malai bunga, kiri: dominan bunga betina, kanan: dominan bunga jantan

Tabel 1 menunjukkan hasil pengamatan bunga pada lima varietas/aksesi koleksi plasma nutfah lengkeng Balitjestro. Penghitungan bunga dilakukan dalam kurun waktu seminggu sejak bunga pertama mekar dalam malai untuk menghindari kerontokan bunga, sehingga tidak semua Tabel 1. Impor buah lengkeng

in vitro

BAHAN DAN METODE

bunga dapat didentifikasi jenis bunganya. Secara umum, semakin panjang malai, maka jumlah bunga semakin banyak. Namun jumlah bunga tidak hanya ditentukan oleh ukuran malai, tetapi juga kepadatan bunga dalam malai. Sebagai contoh, perbandingan antara jumlah bunga KL5 dan KL6 dimana ukuran rerata malai KL6 lebih pendek namun memiliki jumlah bunga lebih banyak daripada KL5.

Tabel 2. Hasil pengamatan bunga lengkeng

Varietas/Aksesi Variabel Malai 1 Malai 2 Malai 3 Rerata

Batu P/L 7/3 8/2,5 9/2,8 8/2,7 K 381 235 96 237 M 17 9 6 11 F 4 11 1 5 KL4 P/L 7,1/4,2 6,4/5 10,3,9 8/4,4 K 296 842 310 483 M 38 91 15 48 F 27 15 11 18 KL5 P/L 8,8/4,9 5,2/3,5 7,6/5,5 7/4,6 K 308 803 523 545 M 26 26 35 29 F 43 31 62 5 Diamond River P/L 11,5/8,5 10/9 9,5/7,4 10/8,3 K 496 628 998 707 M 26 39 18 28 F 18 25 10 18 Pingpong P/L 6,5/4,5 8,5/8 6,4/5,5 7/6 K 345 325 251 307 M 13 61 7 27 F 17 19 15 17

Keterangan: P: panjang (cm); L: lebar (cm); K: jumlah kuntum bunga; M; jumlah bunga jantan; F: jumlah bunga betina. Jenis bunga pada fase kuntum tidak dapat diidentifikasi. Karakter pembungaan

Terdapat tiga jenis karakter pembungaan lengkeng: mudah, moderat, dan sulit. Lengkeng dikategorikan mudah berbunga jika dapat berbunga tanpa perlakuan apapun dan tidak mengenal musim. Termasuk dalam kelompok ini adalah varietas Diamond River dan Pingpong. Kedua varietas ini dapat berbunga sepanjang tahun selama kondisi tanaman memungkinkan, dalam arti tanaman sehat dan nutrisinya terpenuhi dengan perawatan optimal. Kategori moderat merujuk pada kemampuan lengkeng berbunga secara alami setelah kondisi lingkungannya terpenuhi. Di daerah subtropika, lengkeng dapat berbunga jika mendapat suhu dingin saat musim dingin dan berbunga saat musim semi (Yang et al., 2010). Untuk lengkeng pada lingkungan tropika, diperlukan suhu dingin kurang dari 22°C selama 2 bulan (Sutopo, 2015). Di Batu kondisi ini terpenuhi saat musim kemarau antara Juli - September (Fanshuri dan Yenni, 2014). Lengkeng yang termasuk jenis ini adalah jenis lengkeng lokal, misalnya Selarong, Batu dan Mutiara Poncokusumo. Jenis ketiga termasuk sulit berbunga karena hanya dapat berbunga secara optimal dengan perlakuan pupuk dan hormon tertentu. Termasuk jenis ini adalah Itoh dan varietas lengkeng terbaru hasil seleksi populasi, varietas Kateki (P. Heryono, komunikasi personal). Itoh merupakan varietas introduksi dari daerah subtropika, adaptif dan dapat

berbunga secara alami di dataran tinggi. Kenyatannya, meskipun ditanam di daerah dataran tinggi seperti Tlekung (950m dpl), Itoh tidak dapat berbunga secara alami.

Peluang dan Kendala Perbaikan Varietas Lengkeng

Dengan memperhatikan karakter pembungaan tersebut beberapa peluang yang dapat dimanfaatkan serta kendala terkait perbaikan varietas diuraikan sebagai berikut:

1. Insensitivitas terhadap suhu, buah off season, dan perbaikan karakter buah

Lengkeng dengan karakter mudah berbunga dapat digunakan untuk memperbaiki lengkeng unggul yang sulit untuk berbuah secara alami, misalnya Itoh. Penggunaan tanaman yang tidak sensitif terhadap suhu seperti Diamond River dan Pingpong sebagai tanaman induk merupakan kunci untuk mendapatkan tanaman dengan tujuan tersebut. Sebuah studi dari Thailand menunjukkan adanya potensi tersebut. Di Thailand, agar dapat berbunga lengkeng membutuhkan paparan suhu di bawah 15°C selama 30-45 hari. Cutler

et al. (2007) menggunakan marker RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) untuk melihat perbedaan antara varietas lengkeng yang sensitif dan tidak sensitif terhadap suhu (Gambar 2). Salah satu varietas yang digunakan dalam studi tersebut adalah Pingpong yang merupakan varietas yang tidak sensitif terhadap suhu; dengan demikian Pingpong dapat berbunga meskipun suhu tidak turun dibawah 15°C.

Gambar 2. Hasil amplifikasi marker RAPD dengan pita unik (tanda panah) untuk aksesi lengkeng yang tidak sensitif terhadap suhu (Cutler et al., 2007)

Cutler et al. (2007) kemudian mendesain marker SCAR (Sequence Characterized Amplified Regions) dari pita unik yang diperoleh dari amplifikasi dengan RAPD. Marker SCAR ini bisa digunakan sebagai Marker Assisted Selection (MAS) untuk skrining populasi atau seleksi pada koleksi lengkeng Balitjestro untuk mendapatkan aksesi yang tidak sensitif terhadap suhu. Studi lain oleh Jia et al. (2014) menunjukkan kemungkinan beberapa gen homolog untuk SHORT VEGETATIVE PHASE (SVP), GIGANTEA (GI), F-BOX 1 (FKF1) dan EARLY FLOWERING 4 (ELF4) mempengaruhi karakter pembungaan dan ELF4 diasumsikan merupakan gen esensial dalam karakter tersebut.

Idealnya, aksesi/varietas yang tidak sensitif terhadap suhu dan berumur genjah seperti Diamond River atau Pingpong digunakan sebagai donor serbuk sari dan kemudian disilangkan dengan tetua betina yang memiliki karakter buah unggul seperti Itoh atau Kateki. Turunan F1nya kemudian dapat diskrining dengan menggunakan marker SCAR untuk mendapatkan aksesi mana saja yang memiliki karakter insensitivitas terhadap suhu. Deteksi dapat dilakukan sejak dini pada saat tanaman F1 masih pada fase bibit atau sebelumnya selama pengambilan daun sebagai sampel memungkinkan dan tidak mengganggu pertumbuhan tanaman. Penggunaan MAS pada program perbaikan varietas Tabel 2.

Karakter pembungaan

°

membantu mempercepat proses seleksi, mengurangi populasi yang harus dipelihara pada tahap selanjutnya sehingga dapat lebih menghemat sumber daya baik manusia, waktu dan biaya. F1 terseleksi kemudian dipelihara sehingga berbunga dan berbuah. Seleksi akhir yaitu menentukan aksesi yang mempertahankan karakter buah unggul tetua betina dan berumur genjah.

Hingga saat ini, belum tersedia teknologi khusus untuk lengkeng yang dapat mengurangi kerontokan bunga dan buah jadi. Dengan persilangan alami, buah yang dapat dipanen mencapai 10-40% dari jumlah bunga betina, tergantung genotipe dan cara budidaya. Dalam persilangan buatan, stress yang dialami bunga lebih tinggi akibat proses kastrasi dan pengurangan bunga yang tidak disilangkan dalam satu malai. Dengan demikian, kemungkinan rontok menjadi lebih tinggi.

Berdasarkan karakter pembungaan, terdapat peluang untuk memperoleh buah lengkeng off-season. Jika yang diinginkan adalah buah tersedia sepanjang tahun, maka sebagai sumber gen dapat digunakan varietas Diamond River dan Pingpong yang dapat berbunga sepanjang tahun.

Salah satu kendala utama pengembangan lengkeng yang mudah berbunga adalah karakter buahnya yang kurang menarik, antara lain biji besar, daging buah berair dan jumlah buah per dompol sedikit pada Pingpong, dan daging buah tipis dengan rasa sedikit hambar pada Diamond River. Dengan keunggulan kedua varietas ini dari segi kemudahannya berbunga, perbaikannya dapat dilakukan dengan menyilangkannya dengan varietas/aksesi yang memiliki karakter buah unggul semisal Itoh/Kateki.

Secara umum kendala utama yang mungkin dihadapi adalah induksi pembungaan Itoh/Kateki yang membutuhkan perhatian khusus dan dalam prakteknya sering tidak menghasilkan. Hal ini bisa menghambat program persilangan jika persilangan dilakukan di lapang, terutama saat kondisi cuaca sulit diprediksi karena induksi pembungaan dengan pupuk dan hormon membutuhkan cuaca kering sebelum dan sesudah perlakuan induksi. Alternatif yang dapat dilakukan adalah menggunakan tanaman dalam pot dan dilakukan dalam naungan untuk menghindari curah hujan langsung.

Kendala selanjutnya adalah tingkat kerontokan bunga yang tinggi. Tabel 2 menunjukkan hasil persilangan Itoh dan Pingpong yang telah dilakukan di Balitjestro di bulan September-Oktober 2016. Dengan tingginya tingkat kerontokan buah, akan sulit untuk mendapatkan buah yang bisa dipanen untuk selanjutnya bijinya dikembangkan menjadi tanaman F1. Kehilangan materi bunga hasil persilangan akibat rontok merupakan salah satu hambatan utama dalam perbaikan varietas dengan persilangan. Kerontokan bunga yang telah disilangkan ini terjadi baik pada tetua di lapang maupun tetua di screenhouse. Dengan demikian, diperlukan suatu teknologi yang mampu menanggulangi kerontokan bunga/buah agar tanaman F1 dapat diperoleh. Yang et al. (2010) merangkum beberapa penyebab kerontokan bunga/buah terutama pada tahap awal antara lain 1) polinasi tidak optimal, bunga tidak terserbuki akan rontok dengan sendirinya, 2) cuaca yang tidak mendukung, seperti curah hujan terus menerus saat pembungaan dan pembentukan fruitset berakibat pada gagalnya pembuahan. Saat persilangan dilakukan di KP Tlekung, curah hujan tinggi disertai kabut tebal menyebabkan bunga dan buah muda rontok terutama di lapang, sedangkan untuk tanaman dalam screenhouse, malai bunga mengalami serangan jamur yang parah akibat kelembaban tinggi dan tingginya kerapatan bunga yang pada akhirnya juga menyebabkan kerontokan.

Tabel 2. Persilangan lengkeng

Jenis Persilangan Jumlah bunga disilangkan

Hasil pada minggu 6

Itoh x Pingpong 83 (screenhouse) 0

Pingpong x Itoh 150 (lapang) 10 (fruitset)

2. Komposisi dan Dominansi bunga

Pada lengkeng, terdapat karakter dominansi bunga jantan dan betina baik dalam satu malai, sebagian maupun keseluruhan malai dalam satu tanaman. Jika mekanisme yang mengatur karakter ini dapat diketahui, maka pemulia dapat menggunakan informasi tersebut untuk mengembangkan tanaman lengkeng dengan produksi tinggi dengan meningkatkan rasio bunga betina terhadap bunga jantan, disertai dengan teknologi pengurangan/pencegahan kerontokan bunga dan buah.

Sayangnya, hingga saat ini, belum diperoleh informasi memadai yang dapat menjelaskan fenomena tersebut. Pertanyaan yang muncul terutama adalah 1) apakah jenis bunga, jantan atau betina, atau bahkan hermaprodit, sudah ditentukan mulai dari diferensiasi sel atau sejak fase awal primordia bunga terbentuk, 2) mekanisme penentuan jenis bunga, serta 3) faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan jenis bunga (genetik/lingkungan).

Ke depannya, diharapkan semakin banyak pihak yang tertarik untuk melakukan studi atau penelitian pada lengkeng sehingga lebih banyak perhatian dan usaha yang dicurahkan untuk mengungkapkan dan menyelesaikan persoalan terkait lengkeng baik dari segi teknologi, pengembangan varietas, fisiologi dan aspek-aspek penting lainnya.

KESIMPULAN

Perbaikan varietas lengkeng melalui persilangan didasarkan pada karakter pembungaan lengkeng. Dengan adanya karakter berbunga yang berbeda, tujuan perbaikan varietas seperti perbaikan karakter pembungaan dan karakter buah, serta peningkatan produksi dapat dilakukan dengan lebih terencana. Namun, sebelum melakukan upaya-upaya perbaikan varietas, infomasi pembungaan secara lebih detail terutaama penentuan jenis bunga dan dominansi bunga tertentu serta teknologi pencegahan/pengurangan kerontokan buah perlu diperoleh terlebih dahulu untuk menjamin keberhasilan program pemuliaan.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada Marry Selvawajayanti dan Ninik Sulastri atas bantuan teknis dalam pelaksanaan penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Cutler, R. W., S. Sitthiphrom, J. Marha, and S. Anuntalabhochai. (2007). Development of Sequence-characterized DNA Markers Linked to Temperature Insensitivity for Fruit Production in Longan (Dimocarpus longan Lour.) Cultivars. J. Agronomy & Crop Science 193, 74—78

Davenport, T.L., and R. A. Stern. (2005).Flowering. In: Menzel, C.M. and G.K. Waite (eds) Litchi and Longan. Botany, Production and Uses. Cabi Publishing. Cambridge, USA, p: 87-113

Fanshuri, B.A. dan Yenni. (2014). Faktor yang Mempengaruhi Fase Berbunga Tanaman Lengkeng. Diakses 17 November 2016. balitjestro.litbang.pertanian.go.id/faktor-yang-mempengaruhi-fase-berbunga-tanaman-lengkeng/

Jia, T., Wei, D., Meng, S., Allan, A. C., dan Zeng, L. (2014). Implicated in Continuous

Flowering of Longan (Dimocarpus longan L.). Plus One.

DOI:10.1371/journal.pone.0114568

Mariana, B.D. dan A. Sugiyatno. (2013). Keragaman Morfologi dan Genetik Lengkeng di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Informatika Pertanian 22(2):95-102

Tabel 2.

Supriyanto, A. dan B.D. Mariana. (2007). Studi Pembungaan Beberapa Varietas Lengkeng Dataran Rendah di Indonesia. Pros. Sem. Nas. Hort. hal 725-729. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Sutopo, (2015). Potensi Pengembangan Lengkeng Dataran Rendah. Diakses 15 November 2016. balitjestro.litbang.pertanian.go.id/potensi-pengembangan-lengkeng-dataran-rendah/.

Triwinata, M. R. (2006). Pengenalan dan Pengembangan Lengkeng Dataran Rendah di Indonesia. Makalah Workshop Lengkeng. Jakarta 23 Nopember 2006. 5 hal.

Usman, M. 2006. Sukses Membuahkan Lengkeng dalam Pot. Pt. Agromedia Pustaka. Jakarta. 74 hal.

Yang, W.H., Zhu, X.C., Deng, S.C., Wang, H.C, Hu, G.B., Wu, H. Huang, X.M., (2010). Developmental problems in over winter off-season longan fruit. I Effect of temperatures. Sci. Hortic. 126(3), 351-358

USAHA PENINGKATAN HASIL PADI MELALUI PERLAKUAN FREKUENSI