A. Hasil Penelitian
3. Hasil Uji Hipotesis
Berdasarkan uji prasyarat analisis, diperoleh hasil pretest dan posttest tidak berdistribusi normal. Oleh karena itu, pengujian hipotesis dapat dilakukan dengan menggunakan uji nonparametrik yaitu uji Wilcoxon menggunakan bantuan
software SPSS.22. Alasan lain digunakannya uji wilcoxon karena data dalam
penelitian ini merupakan dua kelompok data yang saling berhubungan. Hasil perhitungan uji hipotesis dengan menggunakan uji wilcoxon dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut.
Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Uji Hipotesis
Uji Hipotesis
Wilcoxon Posttest-Pretest
Sig. 0,000
Sig. < 0,05 HO ditolak < 0,05
Keputusan H0 ditolak
Untuk mengetahui diterima atau ditolaknya Ho adalah dengan melihat nilai pada kolom Sig.(2-tailed). Taraf signifikansi yang digunakan adalah 5%. Pengambilan keputusan didasarkan pada kriteria pengujian, yaitu jika nilai
Sig.(2-tailed) < 0,05, maka dinyatakan . Ha diterima dan Ho ditolak. Sementara, jika
Sig.(2-tailed) > 0,05, makadinyatakanHa ditolak dan Ho diterima. Berdasarkan tabel 4.4 di atas terlihat bahwa nilai Sig.(2-tailed)yang didapatkan dari analisis menggunakan software SPSS.22. adalah 0,000 , sedangkan taraf signifikansi pada tabel adalah 5% atau 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa nilai Sig < 0,05 atau 0,00 < 0,05, sehingga hipotesis Ha diterima dan hipotesis Ho ditolak. Dengan diterimanya alternatif (Ha), dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode eksperimen berorientasi penilaian kinerja berpengaruh terhadap keterampilan proses sains siswa.
B. Pembahasan
Berdasarkan pengolahan data, didapatkan nilai rata-rata pretest sebesar 28,23 dan nilai rata-rata posttest sebesar 73,28. Jika ditintau dari rata-rata nilai siswa, maka terlihat bahwa hasil posttest memiliki nilai rata-rata yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai rata-rata pretest dengan selisih sebesar 45,05. Hal ini menunjukkan bahwa keterampilan proses sains siswa sebelum digunakannya metode eksperimen berorientasi penilaian kinerja (pretest) lebih rendah jika dibandingkan dengan keterampilan proses sains siswa setelah digunakannya metode eksperimen berorientasi penilaian kinerja selama pembelajaran (posttest). Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Dharmawan
Susanto yang menunjukkan bahwa terdapat pengaruh metode eksperimen terhadap keterampilan proses sains siswa.1
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijabarkan sebelumnya, pada saat
pretest dan posttest menunjukkan bahwa data berdistribusi normal. Sedangkan
untuk uji homogenitas, dalam penelitian ini tidak dilakukan karena data dalam penelitian ini berasal dari dua kelompok data yang saling berhubungan. 2 Setelah itu, dilakukan uji hipotesis dan dapat disimpulkan bahwa keterampilan proses sains siswa pada saat pretest dan posttest menunjukkan perbedaan.
Uji hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu uji Wilcoxon dengan bantuan software SPSS.22. Hasil pengujian diperoleh nilai Sig.(2-tailed) sebesar 0,00 dan nilai taraf signifikansi sebesar 0,05. Artinya, nila Sig.(2 tailed) nilai taraf signifikansi, dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa metode eksperimen berorientasi penilaian kinerja ini terbukti berpengaruh terhadap keterampilan proses sains siswa. Hasil ini juga didukung oleh hasil observasi terhadap kinerja siswa selama kegiatan eksperimen menggunakan rubrik penilaian kinerja, yang menunjukkan aspek keterampilan proses sains siswa berada pada kategori baik.
Tes keterampilan proses sains sebelum diberi perlakuan (pretest) maupun setelah diberikan perlakuan (posttest) menunjukkan persentase yang bervariasi pada tiap aspeknya. Persentase rata-rata pretest yang didapatkan berkisar pada kategori kurang sampai sangat kurang. Sedangkan hasil tes keterampilan proses sains saat posttest menunjukkan peningkatan rata-rata persentase yang berkisar pada kategori cukup sampai sangat baik. Peningkatan persentase rata-rata ini disebabkan karena melalui eksperimen siswa akan lebih aktif dalam pembelajaran sehingga keterampilan proses yang dimiliki siswa juga meningkat. Hal ini sejalan dengan ungkapan Widayanto dalam penelitiannya yang menyatakan bahwa semakin tinggi keterlibatan siswa dalam kegiatan eksperimen maka semakin
1
Dharmawan Susanto, Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah Melalui Metode Eksperimen Terhadap Keterampilan Proses Sains Fisika Siswa SMA Negeri 1 Selong Tahun Ajaran 2014/2015, 2015, Jurnal Pendidikan Fisika dan Teknologi, Vol. 1, h. 160.
2
Budi Susetno, Statistik Untuk Analisis Data Penelitian, (Bandung: PT Refika Aditama, 2010), h.228.
tinggi pencapaian pemahaman dan keterampilan proses sains.3 Selain keaktifan siswa yang meningkat, siswa juga lebih termotivasi untuk melakukan kegiatan eksperimen karena kinerja mereka dinilai menggunakan rubrik penilaian kinerja.
Penilaian kinerja merupakan salah satu penilaian yang dapat digunakan untuk menilai keterampilan proses sains. Penilaian kinerja dipilih karena dapat menilai pembelajaran secara lebih utuh. Hal ini sejalan dengan ungkapan Stanford dan Reeves dalam penelitiannya yang menyatakan bahwa guru perlu melakukan penilaian dengan cara yang berbeda agar bisa mendapatkan informasi yang lebih utuh tentang siswa.4 Selain itu, Zainul Arifin juga mengungkapkan bahwa penilaian kinerja lebih mengharuskan siswa untuk menunjukkan kinerja yang mereka miliki, bukan memilih salah satu jawaban dari pilihan yang tersedia, sehingga penilaian kinerja dapat membantu menilai keterampilan proses sains siswa secara lebih adil.5
Jika dilihat lebih rinci berdasarkan kategori setiap aspek keterampilan proses sains, nilai pada saat posttest lebih unggul dibanding pada saat pretest pada aspek mengamati (K1) dan aspek merencanakan percobaan (K3). Kedua aspek KPS ini termasuk dalam kategori sangat baik. Hasil posttest ini juga didukung oleh hasil penilain kinerja siswa yang menunjukkan bahwa aspek mengamati (K1) berada pada kategori sangat baik dan aspek merencanakan percobaan (K3) berada pada kategori baik.
Keterampilan proses sains pada saat posttest meningkat karena siswa turut aktif selama pembelajaran dengan metode eksperimen dan siswa lebih termotivasi karena kinerjanya dinilai selama pembelajaran. Hal ini sejalan dengan pernyataan Lesmono dalam penelitiannya yang menyatakan bahwa metode eksperimen sesuai dengan performance assessmet dan keduanya diperlukan dalam proses
3
Widayanto, Pengembangan Keterampilan Proses dan Pemahaman Siswa Kelas X Melalui Kit Optik, Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, 5, 2009, h. 7.
4
Pokey Stanford and Stacy Reever, Assesment That Drives Instruction, Teaching Exceptional Children, Vol.37 No. 4, p. 18.
5
Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran Prinsip dan Teknik Prosedur, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya), h. 9.
pembelajaran.6 Melalui metode eksperimen, siswa diberikan kesempakan untuk mencari dan menemukan sendiri berbagai jawaban atas persoalan-persoalan yang dihadapinya dengan mengadakan percobaan sendiri melalui cara berpikir yang ilmiah (scientific thinking). Keterampilan menerapkan metode ilmiah inilah yang menuntun siswa melatih keterampilan proses sainsnya.7
Persentase hasil pretest maupun posttest dapat dikelompokkan berdasarkan aspek keterampilan proses sains dengan persentase tertinggi dan terendah. Pada hasil pretest, aspek keterampilan proses sains yang memiliki persentase tertinggi adalah aspek berhipotesis (K2), hal ini dikarenakan soal yang mewakili aspek berhipotesis berupa soal-soal yang berkaitan dengan pengalaman yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari sehingga pengalaman tersebut dapat dikonstruk dan digunakan sebagai pengetahuan untuk menjawab soal-soal tersebut. Hal ini seperti yang dinyatakan Wina Sanjaya melalui teori konstruktivisme, pengalaman siswa dalam proses pembelajaran akan menjadi pengetahuan yang bermakna, karena siswa mengkonstruk pengetahuannya melalui pengalaman. 8 Sedangkan aspek keterampilan proses sains yang memiliki persentase terendah adalah aspek melaksanakan percobaan/eksperimentasi (K4). Hal ini dikarenakan soal yang mewakili aspek melaksanakan percobaan/eksperimentasi adalah soal-soal yang menuntut siswa membayangkan jalannya eksperimen dan variabel yang berkaitan dengan eksperimen. Selain itu, belum ada perlakuan berupa metode eksperimen pada saat pretest, sehingga siswa merasa sulit untuk menjawab soal tersebut karena tidak memiliki bayangan tentang jalannya kegiatan praktikum.
Berbeda dengan pretest, persentase rata-rata tertinggi pada saat posttest adalah aspek mengamati (K1). Hal ini dikarenakan siswa sudah terlatih melakukan pengamatan selama praktikum berlangsung. Hasil ini juga didukung dengan hasil penilaian kinerja pada aspek mengamati (K1) yang termasuk dalam
6
Albertus D. Lesmono, Pengembangan Instrumen Performance Assessment Praktikum Pada Pembelajaran Fisika di SMA, Jurnal Pembelajaran Fisika, Vol. 1 No. 1, 2012, h. 88.
7
Susanto, Op.cit., h. 164.
8
Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), h. 164.
kategori sangat baik. Adapun aspek keterampilan proses sains yang memiliki persentase rata-rata terendah adalah aspek menerapkan konsep (K6). Hasil itu didukung oleh kinerja siswa pada apek menerapatkan konsep yang memiliki persentase rata-rata lebih kecil jika dibandingkan aspek KPS yang lain. Rendahnya aspek menerapkan konsep ini dikarenakan selama kegiatan pembelajaran siswa tidak diberi contoh terlebih dahulu. Keadaan tersebut sejalan dengan ungkapan Siti Ipah Latifah dalam penelitiannya yang menyatakan bahwa soal dengan aspek menerapkan konsep berupa soal dengan bentuk hitungan tanpa diberi contoh terlebih dahulu, hal ini dianggap sulit bagi siswa karena siswa terbiasa mengerjakan soal bentuk hitungan dengan contoh yang sama.9
Adapun observasi keterampilan proses sains siswa selama pembelajaran berlangsung dapat diamati dan dinilai menggunakan rubrik penilaian kinerja. Observasi ini dapat ditinjau berdasarkan tiap aspek keterampilan proses sains yang menunjukkan adanya peningkatan dari pertemuan pertama hingga keempat. Namun pada aspek berhipotesis (K2) dan aspek menerapkan konsep (K6) pada pertemuan kedua mengalami penurunan jika dibandingkan dengan pertemuan pertama. Penurunan pada aspek berhipotesis ini dikarenakan pada pertemuan kedua (eksperimen gerak menggelinding), siswa masih salah dalam menghubungkan alasan mengapa kelereng berukuran besar jatuh di dasar bidang miring terlebih dahulu. Sedangkan pada aspek menerapkan konsep (K6), siswa masih salah dalam melakukan perhitungan energi mekanik yang dimiliki kelereng. Pada pertemuan pertama, kedua dan ketiga yang memiliki persentase rata-rata tertinggi adalah aspek melaksanakan percobaan/eksperimentasi (K4) yang termasuk pada kategori sangat baik, hal ini dikarenakan sebelum praktikum dilaksanakan terlebih dahulu guru mendemonstrasikan langkah kerja dari praktikum yang akan dilakukan. sedangkan pada pertemuan keempat adalah aspek mengamati (K1) yang juga temasuk pada kategori sangat baik.
Disisi lain, persentase rata-rata keterampilan proses sains siswa terendah yang dinilai menggunakan rubrik penilaian kinerja dari pertemuan pertama
9Siti Ipah Latifah, “Pengaruh Metode Eksperimen Diskusi (ED) Terhadap Keterampilan Proses Sains Siswa Pada Konsep Gerak Harmponik Sederhana”, Skripsi pada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015, h. 65, tidak dipublikasikan.
sampai keempat berkisar pada kategori baik. Pada pertemuan pertama adalalah aspek menginterpretasi data (K7). Pada pertemuan kedua dan keempat adalah aspek menerapkan konsep (K6). Sedangkan pada pertemuan ketiga adalah aspek berkomunikasi (K5). Hal ini dilatar-belakangi oleh beberapa faktor. Pertama, keterampilan siswa dalam mengubah data dalam tabel tabel ke dalam bentuk grafik masih rendah, keadaan ini dapat terlihat pada jawaban siswa dalam LKS yang salah dalam membuat grafik bahkan masih ada beberapa siswa yang tidak mengerjakannya. Kedua, kemampuan siswa dalam menafsirkan grafik tergolong rendah karena siswa terampil dalam membaca grafik, keadaan ini juga dapat terlihat pada jawaban siswa dalam LKS yang masih salah dalam menafsirkan grafik. Hal ini serupa dengan penelitian Nengsih Juanengsih bahwa rendahnya skor pencapaian untuk kemampuan mengkomunikasikan disebabkan siswa belum menguasai pengetahuan prasarat terutama langkah-langkah menafsirkan grafik dan tidak terbiasa dilatihkan dalam hal kemampuan tersebut sebelumnya sehingga ketika diminta untuk menafsirkan grafik siswa merasa kesulitan.10
Hasil penilaian kinerja yang dilakukan menunjukkan bahwa ketercapaian keterampilan proses sains (KPS) selama kegiatan eksperimen bervariasi pada setiap pertemuannya. Penerapan metode eksperimen dapat melibatkan pengalaman dalam proses pembelajaran, hal ini dikarenakan pada setiap langkah-langkah metode eksperimen dapat melatihkan keterampilan proes sains yang pada hakekatnya merupakan keterampilan yang penting untuk dikkembangkan. Hal ini sejalan dengan ungkapan Zulfiani bahwa melalui metode eksperimene siswa dirangsang untuk mempunyai keterampilan proses sains (KPS).11 Hal ini dibuktikan oleh hasil posttest keterampilan proses sains (KPS) siswa yang meningkat setelah menyelesaikan proses pembelajaran melalui metode eksperimen dan diobservasi menggunakan rubrik penilaian kinerja.
10
Nengsih Juanengsih, Perbandingan Pembelajaran Inkuiri Terbimbing dan Inkuiri Terstruktur Terhadap Peningkatan Penguasan Konsep dan Kemampuan Kerja Ilmiah Siswa Kelas x Pada Konsep Bioteknologi, Metamrfosa, Vol. 1 No. 2, hal. 32.
11
Zulfiani, dkk., Strategi Pembelajaran Sains, (Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Jkarta, 2009), h. 104.
68
A. Kesimpulan
Hasil penelitian telah memperlihatkan bahwa metode eksperimen berorientasi penilaian kinerja terbukti berpengaruh terhadap keterampilan proses sains siswa pada konsep rotasi benda tegar. Hal ini terlihat dari hasil uji hipotesis melalui uji Wilcoxon yang menunjukkan nilai Sig.(2-tailed) < nilai taraf signifikansi. Persentase nilai rata-rata tes keterampilan proses sains (KPS) saat
posttest (setelah perlakuan) lebih tinggi dari pretest (sebelum perlakuan).
Pengaruh ini juga dapat terlihat pada observasi keterampilan proses sains (KPS) menggunakan rubrik penilaian kinerja yang menunjukkan peningkatan persentase setiap aspek keterampilan proses sains (KPS) siswa yaitu mengamati, berhipotesis, merencanakan percobaan, melaksanakan percobaan/eksperimentasi, menerapkan konsep dan menafsirkan data/interpretasi. Hanya pada pertemuan kedua mengalami penurunan pada aspek berhipotesis dan menerapkan konsep.
B. Saran
Setelah penelitian dilakukan, saran yang dapat penulis sampaikan adalah sebagai berikut:
1. Dibutuhkan waktu yang relatif lama untuk melaksanakan pembelajaran disertai kegiatan eksperimen, sehingga diperlukan rencana pelaksanaan pembelajaran yang baik agar pembelajaran dapat berjalan secara efektif. 2. Sebaiknya lebih memahami setiap indikator keterampilan proses sains yang
akan dinilai dalam penelitian agar mudah dalam pembuatan intrumen sehingga instrumen yang dibuat sesuai dengan indikator keterampilan proses sains.
3. Sebelum pembelajaran dilakukan, sebaiknya menyiapkan dan memeriksa alat dan bahan praktikum yang akan digunakan.
4. Sebaiknya deskriptor setiap indikator pada rubrik penilaian kinerja dirancang secara jelas sehingga memudahkan dalam pemberian skor kepada siswa.