• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENGGUNAKAN KOH DAN KATALIS BESI UNTUK MENDAPATKAN KARBON KONDUKTIF

D. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Analisis XRD

---RA Dimana :

l = ketebalan sampel (cm), A = luas permukaan sampel (cm2), R= resistensi ( )

D. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Analisis XRD

Hasil analisis XRD menunjukkan bahwa secara keseluruhan arang dan karbon yang dihasilkan bersifat amorf karena memiliki puncak (peak) melebar pada sudut 2 antara

10-30o (Gambar 2), tidak seperti grafit yang memiliki intensitas tinggi pada sudut disekitar 26,3o. Pada arang dan karbon terdeteksi peak lain selain karbon. Menurut Tampieri et al.(2009) peak tersebut merupakan kalsium yang terdapat pada bahan baku.

Karbonisasi pada suhu 500oC menghasilkan jarak antar lapisan aromatik karbon (d-spacing) tinggi yaitu sebesar 0,3750 nm (Tabel 2). Arang hasil karbonisasi juga telah membentuk peak pada sudut 2 di sekitar 43o

. Munculnya kedua peak tersebut mengindikasikan bahwa penyusunan karbon pada bidang vertikal belum tertata dengan baik sementara itu penataan lapisan aromatik karbon pada bidang

planar atau mendatar telah terbentuk. Kondisi ini merupakan ciri dari sifat turbostatik karbon (Sonibare et al. 2010).

Pada perlakuan pemanasan lanjutan menggunakan KOH (KTK0) dan pemanasan hingga suhu 900oC menghasilkan karbon dengan kristalinitas tertinggi dan d-spacing paling renggang. KOH menyebabkan turunnya intensitas peak yang merata pada setiap sudut difraksi dibandingkan dengan prekursornya (ATK). Pada perlakuan ini bagian amorf dari arang pada sudut 10-30o terdegradasi sehingga meningkatkan derajat kristalinitas. Pembertian uap air pada perlakuan KTK 0+S dapat meningkatkan aktivitas KOH sehingga terbentuk struktur karbon lebih amorf.

Gambar 2. Difraktogram sinar-X (a) ATK, (b) KTK3, (c) KTK2, (d) KTK1, (e) KTK0+S dan (f) KTK0

Pemanasan lanjutan dengan pemberian katalis besi (ferrocene) mampu menata pembentukan karbon lebih baik pada bidang vertikal. Katalis besi mampu merubah gas CO yang terbentuk menjadi karbon sebagaimana persamaan reaksi dibawah, sehingga d-spacing menjadi lebih rapat dan

a b c d e f

planar atau mendatar telah terbentuk. Kondisi ini merupakan ciri dari sifat turbostatik karbon (Sonibare et al. 2010).

Pada perlakuan pemanasan lanjutan menggunakan KOH (KTK0) dan pemanasan hingga suhu 900oC menghasilkan karbon dengan kristalinitas tertinggi dan d-spacing paling renggang. KOH menyebabkan turunnya intensitas peak yang merata pada setiap sudut difraksi dibandingkan dengan prekursornya (ATK). Pada perlakuan ini bagian amorf dari arang pada sudut 10-30o terdegradasi sehingga meningkatkan derajat kristalinitas. Pembertian uap air pada perlakuan KTK 0+S dapat meningkatkan aktivitas KOH sehingga terbentuk struktur karbon lebih amorf.

Gambar 2. Difraktogram sinar-X (a) ATK, (b) KTK3, (c) KTK2, (d) KTK1, (e) KTK0+S dan (f) KTK0

Pemanasan lanjutan dengan pemberian katalis besi (ferrocene) mampu menata pembentukan karbon lebih baik pada bidang vertikal. Katalis besi mampu merubah gas CO yang terbentuk menjadi karbon sebagaimana persamaan reaksi dibawah, sehingga d-spacing menjadi lebih rapat dan

a b c d e f

pergerakan elektron akan semakin mudah, namun konduktivitas karbon dipengaruhi juga oleh kristalinitas. Hal ini mengindikasikan bahwa karbon yang diperoleh bersifat amorf tetapi konduktivitas elektrik yang masih cukup tinggi yaitu diatas 100 S/m (Tabel 3.)

Hal ini mengindikasikan bahwa semakin rendah d-spacing maka pergerakan elektron akan semakin mudah sehingga bersifat lebih konduktif.

Tabel 2. Dimensi dan struktur karbon

No Sampel

Sudut d-spacing Sudut Kristalinitas (2) (nm) (2) Kristalin Amorf (%) 1. ATK 23,70 0,3750 43,84 0,7178 1,3861 34,12 2. KTK 0+S 23,66 0,3757 43,11 1,0837 2,4244 30,89 3. KTK0 23,48 0,3785 43,32 1,2667 1,2031 51,28 4. KTK1 25,31 0,3516 43,68 1,0357 1,3354 43,68 5. KTK2 26,50 0,3360 43,80 0,6573 1,0908 37,60 6. KTK3 26,59 0,3349 43,86 0,5993 1,2312 32,74

Penggunaan KOH dan katalis pada proses karbonisasi lanjutan adalah untuk menciptakan terjadinya interkalasi kalium pada struktur karbon sehingga terjadi pemecahan karbon menjadi ukuran yang lebih kecil (Yu Li, 2009). Selanjutnya Yu Li juga menjelaskan bahwa reaksi KOH dengan karbon akan membentuk CO dan dengan adanya katalis Fe diharapkan akan terbentuk C dalam jumlah lebih besar. Apabila dilakukan pada suhu dan tekanan tinggi karbon yang terbentuk tersebut diharapkan berupa carbon nanotube (CNT). Persamaan reaksinya adalah sebagai berikut :

4KOH + C … K2CO3+ K2O + 2H2 K2CO3+ 2C … 2K + 3CO

K2O + 2C … 2K + CO 2CO … CO2+ C (CNTs) 2. Analisis SEM dan EDX

Pemberian katalis sebesar 3% mulai menunjukkan adanya pembentukan carbon nano fiber berdiameter sekitar 60 nm (Gambar 3). Jumlah carbon nano fiber relatif sangat sedikit karena proses karbonisasi tidak dilakukan pada tekanan tinggi dan bahan baku tempurung kemiri memiliki struktur yang kuat akibat dominasi dari kandungan lignin sehingga sebagian besar berbentuk partikel.

ATK (5.000x) KTK0+S (5.000x)

KTK0 (10.000x) KTK1 (20.000x)

KATK2 (4.000x) KATK3 (20.000x) Gambar 3. Morfologi permukaan arang dan karbon

menggunakan SEM

Hasil analisis unsur secara kuantitatif menggunakan EDX (Gambar 4) pada contoh uji dengan perlakuan katalis Fe 3% diperoleh unsur karbon dalam jumlah lebih banyak dibandingkan karbon dengan katalis 2%, yaitu masing-masing sebesar 94,78% dan 91,38%. Hal ini menunjukkan bahwa katalis Fe mampu mensintesis lebih lanjut CO yang diperoleh menjadi karbon yang lebih murni. Selain karbon, pada contoh uji juga diperoleh unsur lain seperti oksigen, magnesium, kalsium, potasium dan besi yang merupakan karakter dari bahan baku dan hasil dari proses karbonisasi.

Gambar 4. Kandungan unsur karbon pada contoh uji KTK2 dan KTK3 menggunakan EDX

3. Konduktivitas

Konduktivitas arang tempurung kemiri (ATK) sangat rendah (Tabel 3). Pada karbonisasi suhu 500oC kandungan unsur karbon lebih kecil dan oksigen lebih besar dibandingkan

KTK3 KTK2

karbon yang dipanaskan pada suhu lebih tinggi. Unsur oksigen akan membentuk senyawa oksida dengan karbon dan hidrogen membentuk gugus fungsi seperti hidroksil, karbonil dan karboksil (Gomez-Serrano et al. 1996). Melalui pemanasan lanjutan gugus fungsi tersebut akan teruapkan menjadi gas diantaranya CO dan CO2 (Yang et al. 2006). Kemurnian karbon ini akan mempengaruhi sifat konduktivitas. Tabel 3. Konduktivitas dan persamaan regresi

No. Perlakuan Konduktivitas Persamaan

(S/m) Regresi*) 1. ATK 9,28x10-6 y= 2E-05x + 0,0002 0,1936 2. KTK0+S 11,2 y=0,6419x - 0,0263 0,9999 3. KTM0 172,5 y=1,3545x - 0,0429 0,9998 4. KTM1 158,1 y=1,3703x - 0,0390 0,9998 5. KTM2 141,4 y=1,3960x - 0,0060 0,9999 6. KTM3 116,4 y=1,3726x - 0,0227 0,9999

Keterangan *) y = arus dan x = tegangan Konduktivitas (S/cm)

Gambar 5. Konduktivitas karbon dengan penambahan katalis besi pada beberapa frekuensi

Frekuensi (Hz) KTK0 KTK1 KTK2 KTK3 KTK0+S

Apabila dihubungkan dengan hasil analisis XRD maka derajat kristalinitas memberikan pengaruh yang berkorelasi positif dibandingkan d-spacing. Nilai konduktivitas karbon mengalami penurunan dengan bertambah besarnya katalis Fe yang diberikan. Hal tersebut berkaitan dengan derajat kristalinitas yang lebih rendah (Tabel 2). Rendahnya derajat kristalinitas mengindikasikan bahwan susunan karbon bersifat lebih acak. Semakin tinggi derajat kristalinitas karbon maka nilai konduktivitas yang diperoleh semakin tinggi. Nilai konduktivitas elektrik optimal diperoleh pada pemberian frekuensi sebesar 1 kHz (Gambar 6).

mA

Gambar 6. Grafik hubungan antara tegangan (V) dan arus (A)

Pada Tabel 4 terdapat persamaan regresi yang menggambarkan hubungan antara arus dan tegangan (I-V), grafik selengkapnya disajikan pada Gambar 6. Keseluruhan karbon yang telah dipanaskan pada suhu 900oC memiliki bentuk kurva I-V yang linier dan perbedaan masing-masing perlakuan terjadi pada nilai kemiringan (slope). Kurva dalam bentuk linier tersebut menggambarkan bahan karbon memiliki sifat elektrik menyerupai logam (Rivera et al, 1995). Pada ATK yang hanya dikarbonisasi pada suhu 500oC, kurva I-V yang diperoleh tidak menunjukkan pola yang teratur dengan nilai keragaman yang sangat kecil sehingga persamaan regresi yang diperoleh tidak dapat digunakan sebagai acuan untuk menghitung nilai arus dan tegangan. Grafik yang diperoleh menjelaskan bahwa ATK tidak bersifat ohmik maupun sigmoid. Hal ini terjadi karena kemurnian karbon masih rendah.

mV mA

D. KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait