• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEKNIK PENGOLAHAN BIOKEROSIN BERBAHAN BAKU NYAMPLUNG DAN KEPUH

D. Analisa Data

1. Proses Produksi Biokerosin

Proses produksi biokerosin berbahan baku nyamplung diawali dengan pengupasan kulit dan tempurung buah. Selanjutnya daging biji (kernel) yang telah diperoleh dikukus selama 1 jam.Setelah dikukus kernel dijemur hingga kering.Hal ini dilakukan untuk menghindari serangan jamur.Setelah kering kernel diproses menjadi biokerosin.Sebagian lainnya disimpan untuk tahapan penelitian selanjutnya. Alur kegiatan persiapan produksi biokerosin berbahan baku nyamplung disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Alur proses persiapan bahan baku nyamplung untuk biokerosi

Pada proses persiapan bahan baku untuk sampel kepuh, biji hanya dikeringkansaja.Untuk mempercepat pengeringan biji dapat dilakukan dengan menjemur dengan memanfaatkan panas matahari.Setelah kering biji digiling seperti halnya pada biji nyamplung.Proses selanjutnya bahan baku yang berbentuk serbuk dilakukan proses pengepresan. Pada penelitian ini pengepresan dilakukan dengan menggunakan kempa hidrolik bertekanan maksimal 32 ton dengan kapasitas ± 2,5 kg sampel/proses. Kempa ini dikombinasikan dengan panas. Tahapan pengepresan biji sebagai berikut:

a. Timbang 2,5 kg sampel lalu letakkan pada mal kempa yang telah dilapisi oleh kain

b. Panaskan alat hingga mencapai suhu 60oC c. Masukkan mal berisi sampel

e. Minyak yang keluar dikumpulkan pada wadah yang bersih.

Gambar 2. Proses pengepresan biji untuk menghasilkan crude oil

Crude oil (CO) atau minyak mentah yang dihasilkan dari nyamplung berwarna hijau kehitaman.Hal ini seperti yang diterangkan Sudrajat (2010) bahwa CO nyamplung berwarna hijau kehitaman, sedangkan kepuh menghasilkan CO yang berwarna kuning muda jernih. Perbedaan warna tersebut diakibatkan oleh kandungan getah pada kepuh relatif lebih sedikit dibandingkan pada nyamplung. Rendemen CO nyamplung yang dihasilkan dari ketiga lokasi penelitian disajikan pada Gambar 3.

e. Minyak yang keluar dikumpulkan pada wadah yang bersih.

Gambar 2. Proses pengepresan biji untuk menghasilkan crude oil

Crude oil (CO) atau minyak mentah yang dihasilkan dari nyamplung berwarna hijau kehitaman.Hal ini seperti yang diterangkan Sudrajat (2010) bahwa CO nyamplung berwarna hijau kehitaman, sedangkan kepuh menghasilkan CO yang berwarna kuning muda jernih. Perbedaan warna tersebut diakibatkan oleh kandungan getah pada kepuh relatif lebih sedikit dibandingkan pada nyamplung. Rendemen CO nyamplung yang dihasilkan dari ketiga lokasi penelitian disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Rendemen crude oil (CO) nyamplung dan kepuh

Pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa rendemen rata-rata CO nyamplung tertinggi adalah sampel yang berasal dari Sumbawa yaitu 47,05%, sedangkan terendah dihasilkan oleh sampel yang berasal dari Lombok yaitu 44%. Perbedaan kandungan minyak tersebut dapat dipengaruhi oleh lingkungan tempat tumbuhnya.Tumbuhan dan lingkungan merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan.Untuk berkembang dengan baik, tanaman membutuhkan keadaan lingkungan yang optimum untuk mengekspresikan program genetiknya secara penuh (Sitompul dan Guritno, 1995). Hal ini didukung pula oleh hasil penelitian Leksono, dkk. (2010) yang menyimpulkan bahwa terdapat keragaman antar provenan/ras lahan nyamplung terhadap rendemen minyak nyamplung. Kepuh memiliki rendemen rata-rata CO jauh lebih kecil dibanding nyamplung yaitu rata-rata 24,91%.

Proses degumming dilakukan dengan cara memanaskan 500 ml CO hingga mencapai suhu 80oC sambil terus diaduk danditambahkan H3PO432% sebanyak 1% v/v yaitu 5 ml suhu pemanasan diturunkan sehingga larutan tersebut stabil pada

0.00 20.00 40.00 60.00

Lombok Sumbawa Dompu Kepu h 44.00 47.05 45.47

24.91 Rendemen crude oil

Gambar 3. Rendemen crude oil (CO) nyamplung dan kepuh

Pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa rendemen rata-rata CO nyamplung tertinggi adalah sampel yang berasal dari Sumbawa yaitu 47,05%, sedangkan terendah dihasilkan oleh sampel yang berasal dari Lombok yaitu 44%. Perbedaan kandungan minyak tersebut dapat dipengaruhi oleh lingkungan tempat tumbuhnya.Tumbuhan dan lingkungan merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan.Untuk berkembang dengan baik, tanaman membutuhkan keadaan lingkungan yang optimum untuk mengekspresikan program genetiknya secara penuh (Sitompul dan Guritno, 1995). Hal ini didukung pula oleh hasil penelitian Leksono, dkk. (2010) yang menyimpulkan bahwa terdapat keragaman antar provenan/ras lahan nyamplung terhadap rendemen minyak nyamplung. Kepuh memiliki rendemen rata-rata CO jauh lebih kecil dibanding nyamplung yaitu rata-rata 24,91%.

Proses degumming dilakukan dengan cara memanaskan 500 ml CO hingga mencapai suhu 80oC sambil terus diaduk danditambahkan H3PO432% sebanyak 1% v/v yaitu 5 ml suhu pemanasan diturunkan sehingga larutan tersebut stabil pada

%crude oil

mengalami degumming dimasukkan ke corong pemisah. Didiamkan selama 12 jam agar minyak dan gum terpisah. Pada proses ini diketahui bahwa gum yang dihasilkan oleh minyak yang berasal dari Lombok berjumlah sangat sedikit bahkan ada yang tidak mengandung gum. Diduga ketika proses pengukusan, seluruh gum telah keluar sehingga pada saat degumming gum yang tersisa hanya sedikit.

Setelah proses degumming (Gambar 4.), warna minyak berubah menjadi lebih cerah dan jernih. Ini terjadi akibat reaksi antara minyak dan asam phospat sehingga memisahkan resin dan getah dengan minyak. Namun proses ini tidak menurunkan atau mempengaruhi kandungan asam lemak bebas dari minyak tersebut (A Suryani., 2012).

Gambar 4. Crude oil (kiri) nyamplung dan degummed oil (kanan)

Tahapan selanjutnya adalah netralisasi.Netralisasi bertujuan untuk memisahkan asam lemak bebas dari minyak dengan mereaksikan FFA dengan alkali sehingga terbentuk sabun. Langkah-langkah pada proses netralisasi adalah sebagai berikut:

a. Minyak hasil degumming dipanaskan kembali hingga suhu 60oC.

b. Tambahkan NaOH teknis yang telah dilarutkan dalam methanol teknis sebanyak 0,3-0,6%.

c. Panaskan stabil pada suhu 60oC selama 30 menit

d. Masukkan minyak ke dalam corong pemisah hingga minyak dengan sabun terpisah.

e. Pisahkan sabun dan minyak

Pada saat penambahan NaOH, persen penambahannya sangat tergantung pada kondisi minyak asalnya. Sebagai contoh, proses degumming minyak kasar yang berasal dari Lombok membutuhkan NaOH mencapai 0,6%. Sedangkan degumming yang berasal dari Sumbawa hanya membutuhkan 0,3% NaOH. Bila penambahan NaOH berlebihan maka minyak akan mengalami pengentalan. Sedangkan bila NaOH kurang maka reaksi trigliserida yang terjadi sedikit sehingga netralisasi tidak tercapai sempurna.Pada penelitian ini basa yang digunakan adalah NaOH. Reaksi yang terjadi pada proses netralisasi disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Reaksi yang terjadi pada proses netralisasi

Tahapan terakhir dari proses pembuatan biokerosin adalah pencucian dan pengeringan. Proses ini bertujuan untuk menghasilkan minyak yang bersih. Proses pengeringan bertujuan untuk mengeluarkan sisa-sisa air yang terdapat pada minyak. Kadar air dari biokerosin akan sangat tergantung dari proses ini. Proses pencucian dilakukan dengan menambahkan air hangat dengan suhu 40-50oC pada minyak sebanyak 30% v/v. Kocok campuran tersebut lalu didekantasi. Pencucian dapat dilakukan 2-3 kali untuk memperoleh minyak yang bersih. Setelah minyak terpisah dengan air dapat dilanjutkan dengan proses pengeringan.

Proses pengeringan dilakukan dengan memanaskan minyak pada suhu 110-120oC agar semua air dalam minyak dapat diuapkan. Proses ini dilakukan hingga seluruh air teruapkan. Bila minyak yang dipanaskan tersebut telah bening berarti sebagian besar air telah menguap.Minyak yang telah dikeringkan selanjutnya disimpan dalam kondisi tertutup untuk menghindari terjadinya oksidasi oleh udara bebas.

Dokumen terkait