• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEKNIK PENGOLAHAN BIOKEROSIN BERBAHAN BAKU NYAMPLUNG DAN KEPUH

D. Analisa Data

2. Sifat Fisiko-Kimia Biokerosin

Sifat fisiko-kimia minyak nyamplung yang telah dianalisis diantaranya FFA crude oil, densitas, kadar air, viskositas, bilangan asam, bilangan penyabunan, bilangan iod, bilangan peroksida dan bilangan ester. Sedangkan untuk minyak kepuh sifat fisiko-kimia yang dianalisis adalah densitas, kadar air, viskositas dan bilangan asamnya saja. Hasil analisis asam lemak minyak nyamplung disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi asam lemak minyak nyamplung

No. Jenis asam lemak Nilai (%)

(a) (b) 1 Laurat 0,178 -2 Miristat 2,450 0,09 3 Palmitat 15,977 14,6 4 Stearat 12,363 19,96 5 Oleat 42,671 37,57 6 Linoleat 23,667 26,33 7 Linolenat 1,399 0,27

Keterangan: (a) Hasil analisis

(b) Departemen Kehutanan

Asam lemak yang terbanyak pada minyak nyamplung adalah asam oleat dan linoleat. Keduanya mengambil porsi 65% dari total asam lemak yang terkandung dalam minyak nyamplung. Total asam lemak pada minyak nyamplung asal NTB adalah 98,70%. Nilai tersebut mirip dengan minyak sawit dan minyak jarak dimana kedua komoditi ini telah dimanfaatkan sebagai bahan bakar. Sifat fisiko-kimia dari biokerosin yang dihasilkan dari biji nyamplung dan kepuh disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Sifat fisiko kimia biokerosin nyamplung dan kepuh Jenis sampel Lama simpan (bln) *Den sitas 20oC (kg/m3) *Kadar air (%) *Visko sitas 40oC (dPa's) *Bila ngan asam (mg NaOH/g) Bila ngan iod (% massa) Bila ngan pero ksida Bila ngan penya bunan N y am p lu n g Lo m b o k 0 0,949 0,93 0,81 26,28 7,35 0,56 166,54 1 0,945 1,06 0,84 22,06 5,94 0,77 165,95 2 0,940 0,88 0,72 20,78 5,32 0,45 154,62 3 0,939 0,59 0,73 20,75 6,06 0,88 163,14 N y am p lu n g S u m b aw a 0 0,940 1,30 0,64 28,45 10,60 3,52 210,61 1 0,936 2,46 0,66 28,46 9,83 2,56 211,39 2 0,937 0,71 0,64 29,17 9,34 1,36 209,08 3 0,935 0,61 0,68 32,75 9,51 2,04 204,06 N y am p lu n g D o m p u 0 0,944 0,73 0,67 29,19 9,15 1,42 203,04 1 0,939 1,26 0,63 26,96 9,82 0,88 196,51 2 0,939 0,94 0,67 26,73 8,63 0,71 202,10 3 0,941 1,16 0,68 28,88 10,14 0,97 208,09 K ep u h 0 0,920 - 0,50 2,034 - -

-*) rata-rata hasil analisa 3 ulangan

Sifat-sifat fisik minyak yang ada dalam Tabel 4 adalah densitas, kadar air dan viskositas. Densitas adalah perbandingan massa jenis minyak dengan massa jenis air. Hasil analisis menunjukkan bahwa biokerosin nyamplung memiliki densitas rata-rata 0,94. Namun berdasarkan analisis ragam pada tingkat kepercayaan 95% terhadap nilai densitas biokerosin lokasi asal buah nyamplung mempengaruhi nilai densitasnya.Pada uji lanjut Duncan diketahui bahwa biokerosin asal Sumbawa memiliki densitas yang lebih rendah dibandingkan dengan asal Lombok dan Dompu.Hasil uji

varian untuk nilai densitas biokerosin (Tabel 5), sedangkan hasil uji lanjut Duncan disajikan pada Tabel 6.

Tabel 5. Hasil analisis ragam nilai densitas biokerosin

Source Type III Sum of Squares Df Mean Square F Sig. Intercept Hypothesis 31,843 1 31,843 3661015,195 ,000 Error 1,74E-005 2 8,70E-006(a) Asal Hypothesis ,000 2 ,000 4,714 ,017 Error ,001 28 2,69E-005(b)

Simpan Hypothesis ,000 3 6,37E-005 2,368 ,092 Error ,001 28 2,69E-005(b)

Ulangan Hypothesis

1,74E-005 2 8,70E-006 ,323 ,726

Error ,001 28 2,69E-005(b)

Tabel 6. Hasil uji lanjut Duncan pada nilai densitas biokerosin Asal N Subset 1 2 1 Duncan(a,b) Sumbawa 12 ,9369 Dompu 12 ,9414 Lombok 12 ,9432 Sig. 1,000 ,388

Hasil analisis ragam terhadap kadar air biokerosin menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata baik dari asal maupun waktu simpan bahan baku biokerosin terhadap kadar air minyak yang dihasilkan. Pada dasarnya kadar air minyak sangat tergantung pada proses produksi minyak itu sendiri. Kadar air biji yang dipres hingga proses pengeringan

merupakan bagian yang dapat mempengaruhi kadar air minyak. Apabila kadar air bahan baku tinggi maka minyak yang dihasilkan akan berkadar air tinggi. Begitu pula jika dalam proses pengeringan minyak, apabila kurang sempurna akan mengakibatkan naiknya kadar air minyak tersebut.

Minyak yang digunakan sebagai bahan bakar biasanya mensyaratkan nilai kekentalan (viskositas) yang rendah. Nilai viskositas biokerosin nyamplung yang diperoleh berkisar pada 0,63-0,84 dPa†s. Hasil analisis ragam (Tabel 7.) terhadap viskositas biokerosin nyamplung menunjukkan bahwa asal biji berpengaruh nyata terhadap nilai viskositas minyak.

Tabel 7. Hasil analisis ragam viskositas biokerosin Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Intercept Hypothesis 17,389 1 17,389 1974,142 ,001 Error ,018 2 ,009(a) Asal Hypothesis ,116 2 ,058 14,634 ,000 Error ,111 28 ,004(b) Simpan Hypothesis ,005 3 ,002 ,385 ,765 Error ,111 28 ,004(b) Ulangan Hypothesis ,018 2 ,009 2,217 ,128 Error ,111 28 ,004(b)

Viskositas minyak terkait erat dengan laju alirnya dalam mesin.Biokerosin sebagai salah satu jenis minyak yang digunakan pada kompor tentu membutuhkan kekentalan yang rendah mudah mengalir.Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa biokerosin asal Sumbawa dan Dompu memiliki viskositas

yang lebih rendah dibandingkan dengan biokerosin asal Lombok.Leksono (2010) mengatakan bahwa viskositas dipengaruhi oleh suhu, komposisi dan tekanan fluida.Pada analisis yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa komposisi biokerosin asal Sumbawa dan Dompu berbeda dengan komposisi biokerosin asal Lombok.

Bilangan asam biokerosin menunjukkan tingkat keasaman kadar FFA biokerosin. Pada minyak yang digunakan dalam mesin bilangan asam dapat menentukan sukses atau gagalnya pembuatan minyak dan dapat menghindari terjadinya korosi pada mesin.Untuk biokerosin nilai ini juga dibutuhkan utnuk menjaga keawetan kompor yang digunakan.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95% asal biji berpengaruh nyata terhadap bilangan asam biokerosin.Sementara itu, pada uji lanjut Duncan Tabel 8 diketahui bahwa biokerosin asal Lombok menunjukkan perberbedaan bilangan asam dengan biokerosin asal Sumbawa dan Dompu.

Tabel 8. Uji lanjut Duncan pada nilai bilangan asam Asal N Subset 1 2 1 Duncan (a,b) Lombok 12 22,4676 Dompu 12 27,9371 Sumbawa 12 29,7095 Sig. 1,000 ,207

Makin kecil bilangan asam maka makin baik kualitas suatu minyak. Dari ketiga asal minyak jika dilihat dari nilai bilangan asam, maka yang terbaik adalah yang berasal dari

dan berat jenisnya yang tinggi. Bilangan asam ini dapat diturunkan dengan melakukan proses transesterifikasi. Hal ini biasanya dilakukan pada minyak yang diperuntukkan untuk biodiesel.Untuk biokerosin sendiri nilai bilangan asam diperlukan untuk menjaga alat agar tidak mudah mengalami korosi.

IV. KESIMPULAN

1. Tahapan pembuatan biokerosin berbahan baku crude oil nyamplung adalah degumming dengan H3PO4 32% sebanyak 1% (v/v) dan netralisasi dengan NaOH teknis 0,3-0,6% (b/v).

2. Beberapa sifat fisiko kimia biokerosin yang dipengaruhi oleh asal lokasi adalah densitas, viskositas dan bilangan asam, sedangkan lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap sifat-sifat tersebut.

3. Biokerosin yang berasal dari Sumbawa memiliki densitas terendahsebesar 0,935 kg/cm3 dengan perlakuan penyimpanan 3 bulan dan tertinggi sebesar 0,945 kg/cm3 terdapat pada biokerosin yang berasal dari daerah Lombok, dengan perlakuan penyimpanan 1 bulan.

4. Viskositas terendah terdapat pada biokerosin yang berasal dari daerah Dompu sebesar 0,63 dPa†s, dengan perlakuan penyimpanan 1 bulan dan tertinggi sebesar 0,84 dPa†s terdapat pada biokerosin yang berasal dari daerah Lombok, dengan perlakuan penyim-panan 1 bulan.

5. Nilai bilangan asam tertinggi terdapat pada biokerosin yang berasal dari daerah Sumbawa yaitu sebesar 29,17 mg KOH/g dengaan perlakuan penyimpanan 1 bulan dan

terendah sebesar 20,75 mg KOH/g terdapat pada biokerosin yang berasal dari daerah Lombok, dengan perlakuan penyimpanan 3 bulan.

6. Biokerosin yang berasal dari biji kepuh memiliki sifat-sifat: bilangan asam 2,034 mg KOH/g; densitas 0,92kg/cm3dan viskositas 0,5 dPa†s.

Daftar Pustaka

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.2008. Mengenal Ki Pahang (Pongamia pinnata) Sebagai Bahan Bakar Alternatif Harapan Masa Depan.Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. Vol.14 No.1, April 2008. Balitbang Pertanian. Deptan. BPK Mataram. 2010. Uji Coba Model Wanatani Kayu Bakar

di Lombok Timur. Laporan Hasil Penelitian. Balai Penelitian Kehutanan Mataram. Tidak dipublikasikan. BPK Mataram 2010.Kajian Kesesuaian Jenis-jenis HHBK

Penghasil Energi Nabati untuk Rehabilitasi Lahan Kritis di Bali dan NTB. Laporan Hasil Penelitian Insentif KNRT. Balai Penelitian Kehutanan. Tidak dipublikasikan.

Bustomi, S. dkk. 2008. Nyamplung (Caloghyllum inophyllum L.) Sumber energy biofuel yang potensial.Balitbang Kehutanan. Dephut. Jakarta.

Leksono B, AYPBC Widyatmoko, S. Pudjiono, E. Rahman dan K.P. Putri.2010. Pemuliaan Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.) untuk Bahan Baku Biofuel.Laporan Penelitian Program Insentif Ristek. Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan

Siahaan S, D. Setyaningsih dan Hariyadi.2011. Potensi Pemanfaatan Biji Karet (Hevea brasiliensis MuelLArg) Sebagai Sumber Energi Alternatif Biokerosin. (http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnaltin/article/viewFile/ 1777/753, diakses tanggal 27 Januari 2011)

Sitompul, S.M. dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gajah Mada University Press. Yogyakarta Sudrajat R., S. Yogie., D. Hendra & D. Setiawan. 2010.

Pembuatan Biodiesel Biji Kepuh dengan Proses Transesterifikasi. Jurnal Penelitian Hasil Hutan28(2):145-155

Suryani A. 2012. Reaksi Kimia pada Proses Pengolahan Minyak dan Lemak Nabati.Handout Pelatihan Biodiesel tanggal 9 April 2012. Bogor.

INDUKSI GAHARU DENGAN INOKULASI DUA

Dokumen terkait