• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENETASAN TELUR CUMI-CUMI 5.1 Pendahuluan

6.3.4 Hasil Pemodelan dan Simulas

Pemodelan dilakukan untuk memprediksi peningkatan stok cumi-cumi, jumlah upaya tangkap, jumlah nelayan, produksi per trip, pendapatan per trip, biaya penangkapan per trip dan keuntungan per trip. Penempatan atraktor cumi pada perairan di zona 1 dan zona 2 akan menciptakan habitat baru bagi cumi-cumi. Pembentukan habitat baru tersebut akan meningkatkan kapasitas daya dukung perairan sehingga stok sumberdaya cumi-cumi akan meningkat. Persamaan model peningkatan stok cumi-cumi disajikan pada Lampiran 8 (skenario zona 1– hatching rate0,35) dan Lampiran 9 (skenario zona 2–hatching rate0,20).

Stok Sumberdaya Cumi-cumi

Penempatan atraktor cumi pada zona 1 sebanyak 4.875 paket dan pada zona 2 sebanyak 9.375 paket diprediksi akan meningkatkan stok cumi-cumi. Stok di zona 1 dengan asumsi HR 0,35 akan meningkat pada akhir periode simulasi antara 1.915,78 ton pada tingkat mortalitas alami 0,41 hingga 2.654,24 ton pada tingkat mortalitas 0,14. Prediksi peningkatan stok di zona 1 pada menurut tingkat mortalitas alami disajikan pada Gambar 46 (a).

(a)

(b)

Gambar 46 Prediksi stok cumi-cumi setelah penempatan atraktor cumi pada zona 1-HR 0,35 (a) dan pada zona 2-HR 0,20 (b) pada berbagai tingkat mortalitas alami (1 = kondisi awal; 2 = mortalitas alami 0,41; 3 = mortalitas alami 0,27; dan 4 = mortalitas alami 0,14)

Peningkatan stok pada zona 2 lebih besar dari hasil di zona 1 karena zona ini mencakup perairan pada kedalaman 3-10 m. Stok di zona 2 dengan asumsi HR 0,20 pada akhir periode simulasi akan meningkat antara 2.051,28 ton pada tingkat mortalitas alami 0,41 hingga 2.895,62 ton per tahun pada tingkat mortalitas 0.14. Prediksi peningkatan stok di zona 2 menurut tingkat mortalitas alami disajikan pada Gambar 46 (b). Peningkatan sediaan stok pada zona 1 dan zona 2 menurut tingkat mortalitas alami disajikan pada Tabel 20.

Tabel 20. Prediksi peningkatan stok sumberdaya cumi menurut zona, hatching ratedan mortalitas alami

Zona dan hatching rate

Mortalitas alami (M)

Stok (ton) % stok 2044 dari kondisi awal* 2017 2044 Zona 1 - HR 0.35 0,14 1.870,35 2.654,24 139,63 0,27 1.853,45 2.316,70 121,88 0,41 1.824,73 1.915,78 100,78 Zona 2 - HR 0,20 0,14 1.880,03 2.895,62 152,33 0,27 1.862,26 2.481,42 130,54 0,41 1.836,29 2.051,28 107,91 Kondisi awal* - 1.824,47 1.900,85 -

Keterangan: *) stok cumi-cumi pada kondisi awal 1.900,85 ton.

Upaya Tangkap dan Jumlah Nelayan

Meningkatnya sediaan stok sumberdaya cumi-cumi sebagai pengaruh penempatan atraktor cumi pada zona 1 dan zona 2 memiliki dampak yang sama dengan kondisi awal pada upaya tangkap. Pada kondisi awal sebelum dilakukan introduksi atraktor cumi diketahui bahwa jumlah upaya tangkap pada awal periode sebanyak 5.544 trip dan pada akhir periode naik menjadi 5.700 trip. Setelah dilakukan simulasi peningkatan sediaan stok pada zona 1 dan zona 2 menurut hatching rate dan mortalitas alami yang digunakan dalam simulasi didapat bahwa jumlah upaya tangkap pada berbagai skenario tersebut sama dengan kondisi awal. Prediksi upaya tangkap di zona 1 dan zona 2 disajikan pada Gambar 47.

Meningkatnya sediaan stok sumberdaya cumi-cumi sebagai pengaruh penempatan atraktor cumi pada zona 1 dan zona 2 juga memiliki dampak yang sama dengan kondisi awal terhadap jumlah nelayan. Pada kondisi awal sebelum dilakukan introduksi atraktor cumi diketahui bahwa jumlah nelayan pada awal periode sebanyak 4.998 orang dan pada akhir periode bertambah menjadi 5.111 orang. Setelah dilakukan simulasi peningkatan sediaan stok pada zona 1 dan zona 2 didapat bahwa jumlah nelayan pada kedua skenario tersebut sama dengan kondisi awal. Prediksi jumlah nelayan di zona 1 dan zona 2 disajikan pada Gambar 47.

(a)

(b)

Gambar 47. Prediksi upaya tangkap dan jumlah nelayan setelah penempatan atraktor cumi pada zona 1-HR 0.35 (a) dan zona 2-HR 0.2 (b) pada berbagai tingkat mortalitas alami (1 atau 5 = kondisi awal; 2 atau 6 = mortalitas alami 0,41; 3 atau 7 = mortalitas alami 0,27; dan 4 atau 8 = mortalitas alami 0,14)

Produksi per Trip

Meningkatnya stok sumberdaya cumi-cumi akibat penempatan atraktor cumi pada zona 1 dan zona 2 diprediksi akan meningkatkan produksi per trip armada penangkapan cumi-cumi yang beroperasi. Penempatan atraktor cumi apabila hanya dilakukan di zona 1 maka produksi per trip pada periode simulasi (2017 – 2044) akan meningkat dari 0,141 ton/trip menjadi 0,145 ton/trip pada mortalitas alami 0,41, dari 0,143 ton/trip menjadi 0,175 ton/trip pada mortalitas alami 0,27, dan dari 0,144 ton/trip menjadi 0,201 ton/trip pada mortalitas alami 0,14. Prediksi produksi per trip menurut tingkat mortalitas alami pada zona 1 disajikan pada Gambar 48 (a).

(a)

(b)

Gambar 48. Prediksi produksi per trip setelah penempatan atraktor cumi pada Zona 1-HR 0,35 (a) dan zona 2-HR 0,2 (b) pada berbagai tingkat mortalitas alami (1 = kondisi awal; 2 = mortalitas alami 0.41; 3 = mortalitas alami 0.27; dan 4 = mortalitas alami 0.14)

Penempatan atraktor cumi apabila dilakukan di zona 2 maka produksi per trip pada periode simulasi 2017-2044 akan meningkat dari 0,142 ton/trip menjadi 0,155 ton/trip pada mortalitas alami 0,41, dari 0,144 ton/trip menjadi 0,188 Tabel 21. Prediksi produksi per trip menurut zona, hatching rate dan mortalitas

alami

Zona dan HR Mortalitas alami

Produksi per trip (ton) % produksi/trip 2044 dari kondisi awal* 2017 2044 Zona 1 - HR 0,35 0,14 0,144 0,201 139,58 0,27 0,143 0,175 121,53 0,41 0,141 0,145 100,69 Zona 2 - HR 0,20 0,14 0,145 0,219 152,08 0,27 0,144 0,188 130,55 0,41 0,142 0,155 107,64 Kondisi awal* - 0,141 0,144 -

ton/trip pada mortalitas alami 0,27, dan dari 0,145 ton/trip menjadi 0,219 ton/trip pada mortalitas alami 0,14. Prediksi produksi per trip menurut tingkat mortalitas alami pada zona 2 disajikan pada Gambar 48 (b). Prediksi produksi per trip pada zona 1 dan zona 2 menurut tingkat mortalitas alami disajikan pada Tabel 21. Pendapatan Usaha Penangkapan Cumi

Peningkatan produksi per trip sebagai dampak penempatan atraktor cumi pada zona 1 dan zona 2 diprediksi akan meningkatkan pendapatan usaha penangkapan cumi-cumi yang dilakukan nelayan di perairan Kabupaten Bangka. Penempatan atraktor cumi apabila hanya dilakukan di zona 1 maka pendapatan per trip pada periode simulasi 2017– 2044 akan meningkat dari Rp 3,81 juta per trip menjadi Rp 5,13 juta per trip pada mortalitas alami 0,41, dari Rp 3,87 juta per trip menjadi Rp 6,20 juta per trip pada mortalitas alami 0.27, dan dari Rp 3,90 juta per trip menjadi Rp 7,11 juta per trip pada mortalitas alami 0,14. Prediksi pendapatan per trip menurut tingkat mortalitas alami pada zona 1 disajikan pada Gambar 49 (a).

(a)

(b)

Gambar 49. Prediksi pendapatan, biaya penangkapan dan keuntungan per trip pengaruh penempatan atraktor cumi pada zona 1; HR 0,35 (a) dan zona 2; HR 0,2 (b) pada berbagai tingkat mortalitas alami (1,5,9 = kondisi awal; 2,6,10 = mortalitas alami 0.41; 3,7,11 = mortalitas alami 0.27; dan 4,8,12 = mortalitas alami 0.14)

Penempatan atraktor cumi di zona 2 akan meningkatkan pendapatan per trip pada periode simulasi 2017–2044 dari Rp 3,83 juta per trip menjadi Rp 5,49 juta per trip pada mortalitas alami 0,41, dari Rp 3,89 juta per trip menjadi Rp 6,65 juta per trip pada mortalitas alami 0,27, dan dari Rp 3,92 juta per trip menjadi Rp 7,76 juta per trip pada mortalitas alami 0,14. Prediksi pendapatan per trip pada zona 2 disajikan pada Gambar 49 (b). Prediksi pendapatan per trip pada zona 1 dan zona 2 disajikan pada Tabel 22.

Tabel 22 Prediksi pendapatan per trip menurut zona,hatching rate dan mortalitas alami

Zona dan HR Mortalitas alami

Pendapatan per trip (Rp juta) % pendapatan/trip 2044 dari kondisi awal* 2017 2044 Zona 1 - HR 0,35 0,14 3,90 7,11 139,69 0,27 3,87 6,20 121,81 0,41 3,81 5,13 100,79 Zona 2 - HR 0,20 0,14 3,92 7,76 152,46 0,27 3,89 6,65 130,65 0,41 3,83 5,49 107,86 Kondisi awal* - 3,81 5,09 -

Keterangan: *) pendapatan/trip kondisi awal Rp 5,09 juta

Biaya penangkapan per trip nilainya tetap atau sama dengan simulasi awal yaitu pada awal periode sebesar Rp 1,50 juta per trip dan pada akhir periode naik menjadi Rp 2,21 juta per trip seperti terlihat pada Gambar 49. Nilai ini sesuai dengan prediksi jumlah upaya tangkap yang juga tidak mengalami perubahan pada simulasi awal yaitu sebelum ada skenario introduksi atraktor cumi.

Peningkatan produksi per trip sebagai dampak penempatan atraktor cumi pada zona 1 dan zona 2 diprediksi akan meningkatkan keuntungan usaha penangkapan cumi-cumi yang dilakukan nelayan di perairan Kabupaten Bangka. Penempatan atraktor cumi di zona 1 akan meningkatkan keuntungan per trip pada akhir periode simulasi dari Rp 2,12 juta per trip menjadi Rp 2,92 juta per trip pada mortalitas alami 0,41, dari Rp 2,18 juta per trip menjadi Rp 3,99 juta per trip pada mortalitas alami 0,27, dan dari Rp 2,21 juta per trip menjadi Rp 4,90 juta per trip pada mortalitas alami 0,14. Prediksi pendapatan per trip pada zona 1 disajikan pada Gambar 49 (a) dan Tabel 23.

Penempatan atraktor cumi apabila dilakukan di zona 2 maka keuntungan per trip pada periode simulasi 2017 – 2044 akan meningkat dari Rp 2,14 juta per trip menjadi Rp 3,28 juta per trip pada mortalitas alami 0,41, dari Rp 2,19 juta per trip menjadi Rp 4,43 juta per trip pada mortalitas alami 0,27, dan dari Rp 2,23 juta per trip menjadi Rp 5,54 juta per trip pada mortalitas alami 0,14. Prediksi keuntungan per trip menurut tingkat mortalitas alami pada zona 2 disajikan pada Gambar 49 (b) dan Tabel 23.

Tabel 23. Prediksi keuntungan per trip menurut zona,hatching ratedan mortalitas alami

Zona dan HR Mortalitas alami

Keuntungan per trip (Rp juta) % keuntungan/trip 2044 dari kondisi awal* 2017 2044 Zona 1 - HR 0,35 0,14 2,21 4,90 170,14 0,27 2,18 3,99 138,54 0,41 2,12 2,92 101,39 Zona 2 - HR 0,20 0,14 2,23 5,54 192,36 0,27 2,19 4,43 153,82 0,41 2,14 3,28 113,89 Kondisi awal* - 2,12 2,88 -

Keterangan: *) keuntungan/trip kondisi awal Rp 2,88 juta

6.4 Pembahasan

Hasil simulasi awal didapat bahwa stok cumi-cumi pada akhir periode simulasi mencapai 1.900,85 ton/tahun dengan tingkat upaya 5.700 trip/tahun dan jumlah nelayan 5.111 orang. Pada tingkat tersebut akan diperoleh produksi 144 kg/trip dan keuntungan Rp 2,88 juta/trip. Hal ini menunjukan bahwa apabila peri- kanan cumi-cumi di Kabupaten Bangka dikelola dengan baik akan menghasilkan tingkat produksi yang terus meningkat dan memberikan keuntungan usaha dalam jangka panjang. Pengelolaan yang dilakukan yaitu dengan membatasi jumlah upaya tangkap pada awalnya 5.544 trip/tahun, dan setiap tahun upaya tangkap bisa ditingkatkan dalam jumlah terbatas sehingga pada akhir periode simulasi total upaya tangkap meningkat menjadi 5.700 trip.

Biomassa atau stok cumi-cumi di perairan Kabupaten Bangka yang mengalami kelebihan tangkap dapat ditingkatkan dengan beberapa cara. Menurut Pauly et al. (2002) dan Hilborn (2007) upaya yang diperlukan untuk meningkatkan biomassa pemijahan dan meningkatkan pasokan larva yaitu melalui perlindungan dan perbaikan habitat ikan, selain pemberian insentif untuk mengurangi upaya dan kapasitas penangkapan. Penempatan atraktor cumi akan membentuk habitat baru bagi cumi-cumi. Keberadaan habitat baru ini dapat meningkatkan daya dukung dengan asumsi tersedia makanan alami untuk mendukung pertumbuhan. Berdasar gambaran tersebut maka penempatan atraktor cumi merupakan upaya yang sama dengan stock enhancement atau restocking tanpa menebar benih, tetapi hanya menyediakan habitat (atraktor cumi) yang akan menjadispawning grounddannursery groundcumi-cumi.

Mengacu pada uraian Bartley dan Leber (2004) peningkatan ketersediaan stok cumi-cumi dengan introduksi atraktor cumi lebih sesuai disebut dengan restocking, meskipun juvenilnya tidak dihasilkan dari kegiatan budidaya. Juvenil cumi-cumi pada model ini dihasilkan secara alamiah oleh cumi-cumi, dimana tindakan yang dilakukan oleh pengelola perikanan hanya menyediakan atraktor cumi cumi-cumi pada perairan yang sesuai serta menetapkan areal perairan tersebut sebagai kawasan lindung (sanctuary area) selama musim pemijahan cumi-cumi. Restocking mencakup penebaran benih ke dalam populasi untuk memperbaiki beberapa biomassa yang terkuras hingga ke suatu tingkat dimana

populasi tersebut dapat kembali lagi menghasilkan produksi secara teratur. Sedangstock enhancement dibuat untuk menambah produktivitas suatu perikanan dengan menambah asupan alami benih dan mengoptimalkan panen dengan mengatasi keterbatasan rekrutmen (Bartley dan Bell 2008). Namun dalam prakteknya, menurut Bartley dan Leber (2004), istilah-istilah marine stocking, marine stock enhancement, hatchery enhancement dan sea ranching tidak dibedakan dan digunakan untuk menjelaskan pelepasan benih ke alam.

Penyusunan model stok cumi-cumi menurut Anderson dan Seijo (2010) harus memperhatikan periode puncak bertelur, menetas dan rekrutmen. Hal ini karena cumi-cumi termasuk dalam kelompok spesies yang memiliki daur hidup pendek yaitu antara 1-3 tahun sehingga proses berelur, menetas dan rekrutmen bisa berlangsung secara sekuensial pada periode tersebut seperti terlihat pada Gambar 50. Berdasar hasil kajian penelitian ini diprediksi umur cumi-cumi P. chinensis yang dikaji dalam penelitian ini sekitar 13 bulan, meskipun untuk mencapai asimptot atau L∞ umur cumi-cumi bisa mencapai 49 bulan pada saat

panjang badanya mencapai 421.71 mm.

Gambar 50. Ilustrasi musim bertelur, penetasan telur dan rekrutmen spesies berdaur hidup pendek (1–3 tahun) (Sumber: Anderson dan Seijo 2010)

Upaya pemulihan stok melalui stock enhancement pertama kali diterapkan pada tahun 1762 untuk ikan air tawar dan tahun 1962 untuk perikanan laut, dimana keduanya dilakukan di Jepang (Masuda dan Tsukamoto 1998). Jepang telah menebar 35 jenis organisme akuatik pada tahun 1995. Jumlah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan ini terus meningkat dari US$ 850.000 pada tahun 1968 menjadi US$ 59 juta pada tahun 1996 (Saotome 1997). Upayastock enhancement ikan red sea bream yang dilakukan di Jepang mulai tahun 1977 berhasil mempertahankan produksi pada tingkat 20.000an ton sejak tahun 1986 sampai 1995 seperti disajikan pada Gambar 51.

Gambar 51 Perkembangan produksi dan stocking ikan red sea bream di Jepang tahun 1960-1995 (Masuda dan Tsukamoto 1998)

Pada tahun 1990an jumlah negara yang menerapkan stock enhancement bertambah (Bell et al. 2008). Diantara kegiatan ini yang berhasil yaitu pengka- yaan scallop di Selandia Baru (Lorenzen 2008), stock enhancement udang (Penaeus esculentus) di Australia Barat (Loneraganet al.2006), pengkayaan stok Salmon (Masuda dan Tsukamoto 1998) dan ikan lainnya (Kitada dan Kishino 2006) di Jepang. Hasil kajian Lorenzen (2005) terhadap kelayakan stock enhan- cement ikan North Sea sole menemukan secara keseluruhan hasilnya tidak memuaskan. Secara teknis kegiatan pengkayaan berjalan efektif, tetapi manfaat ekonominya kecil.

Stock enhancement juga menghadapi permasalahan yang terkait dengan pengetahuan, metodologi dan teknik yang digunakan (Bell et al. 2008). Permasalahan lain diantaranya yaitu masalah adaptasi ikan budidaya di habitat baru tempat pelepasan (Brown dan Day 2002), parasit yang terbawa dari fasilitas budidaya (Bartley et al. 2006) dan penangkapan stok yang dilepas sebelum mencapai ukuran layak jual (Liao 1997).

Pengkayaan stok cumi-cumi dengan teknologi atraktor cumi tidak akan menghadapi permasalahan seperti yang dihadapi model pengkayaan stok dengan benih dari hasil budidaya. Dengan model pengkayaan stok ini tidak akan ada masalah adaptasi dan masalah parasit karena tidak perlu ada upaya menghasilkan benih dari hasil budidaya. Benih cumi-cumi akan ada dengan cara alamiah, yang perlu diupayakan adalah 1) menyediakan atraktor cumi; 2) mencari lokasi perairan untuk penempatan atraktor cumi pada kedalaman 3–10 m yang berada di daerah tempat cumi-cumi menempelkan telur; dan 3) menempatkan atraktor cumi pada perairan tersebut. Perairan yang menjadi lokasi atraktor cumi sebaiknya ditetapkan sebagai kawasan lindung guna melindungi pertumbuhan telur dan proses penetasan cumi-cumi. Luas efektif perairan yang dapat dimanfaatkan pada zona 1 yaitu 1,95 km2dan pada zona 2 yaitu 3,75 km2.

Penempatan atraktor cumi merupakan upaya penyediaan atau perbaikan habitat lokasi tempat pemijahan cumi-cumi. Cumi-cumi akan beruaya ke perairan yang lebih dangkal atau ke pesisir pada saat akan memijah. Satu minggu setelah kawin, cumi-cumi betina akan mencari substrat untuk menempelkan kapsul- kapsul telur. Menurut Choe dan Oshima (1961) jenis substrat tempat penempelan kapsul telur cumi diantaranya yaitu batu kecil, kulit kerang dan alga coklat.

Kapsul telur cumi juga menempel pada koral atau tumbuhan lamun (Tsuchiya 1981). Jika atraktor cumi tersedia, maka tentunya kapsul telur akan ditempelkan pada atraktor cumi tersebut. Penyediaan atraktor cumi diduga akan meningkatkan jumlah kapsul telur yang menempel dan meningkatkan keberhasilan penetasan telur (hatching rate), apalagi jika perairan tersebut dijadikan kawasan lindung.

Berdasarkan hasil simulasi dengan introduksi atraktor cumi pada zona 1 (kedalaman perairan 3 – 7 m) sebanyak 4.875 paket atraktor cumi dan zona 2 (kedalaman perairan 3 – 10 m) sebanyak 9.375 paket rumpom akan diperoleh adanya peningkatan stok, produksi per trip, pendapatan per trip dan keuntungan per trip. Penempatan atraktor cumi pada zona 1 diprediksi akan meningkatkan ketersediaan stok antara 0,78% - 39,63% dan pada zona 2 peningkatannya antara 7,91% - 52,33% dari kondisi stok cumi-cumi awal yaitu 1.900,85 ton. Peningkatan stok yang dihasilkan dari penempatan atraktor cumi diduga akan menggeserkan kurva stok cumi-cumi ke sebelah kanan karena adanya peningkatan daya dukung perairan. Gambar pergeseran kurva stok pada zona 1 dan zona 2 disajikan pada Gambar 52.

(a)

(b)

Gambar 52. Prediksi pergeseran kurva stok cumi-cumi setelah penempatan atraktor cumi pada zona 1-HR 0,35 (a) dan pada zona 2-HR 0,2 (b) pada berbagai tingkat mortalitas alami ( --- = kondisi awal; --- = mortalitas alami 0,41; --- = mortalitas alami 0,27; dan---= mortalitas alami 0,14)

Peningkatan stok sebagai dampak penempatan atraktor cumi juga akan meningkatkan produksi cumi-cumi. Penempatan atraktor cumi di zona 1 akan meningkatkan produksi per trip antara 0,69 – 39,58%, sedang jika dilakukan di zona 2 produksi per trip akan meningkat antara 7,64–52,08%.

Penempatan atraktor cumi pada zona 1 dan zona 2 pada model yang dibuat menghasilkan jumlah upaya tangkap dan jumlah nelayan yang hasilnya sama dengan pada simulasi awal yaitu pada akhir periode simulasi upaya tangkap 5.700 trip dan jumlah nelayan 5.111 orang. Biaya operasi penangkapan juga nilainya tetap seperti pada simulasi awal tanpa introduksi atraktor cumi yaitu pada 2017 sebesar Rp 1,5 juta/trip dan pada 2056 menjadi Rp 2,21 juta/trip. Hal ini terjadi karena jumlah upaya penangkapan juga jumlah tetap sama dengan simulasi awal.

Penempatan atraktor cumi pada zona 1 diprediksi akan meningkatkan pendapatan per trip antara 0,79 – 39,69% dan keuntungan per trip antara 1,39 – 70,14%. Sedang jika dilakukan pada zona 2 diprediksi akan meningkatkan pendapatan per trip antara 7,86 –52,46% dan keuntungan per trip antara 13,89 – 92,36%. Baskoro dan Mustaruddin (2006) menyatakan bahwa penempatan atraktor cumi memiliki nilai potensi sebagai pengumpul cumi-cumi sekitar Rp 3,86 juta/atraktor cumi/tahun dan nilai sebagai ekosistem baru Rp 8,51 juta/atraktor cumi/tahun. Daerah penempatan atraktor cumi juga memiliki potensi sebagai kawasan wisata dan terumbu buatan.

6.5 Simpulan

Stok cumi-cumi di perairan Kabupaten Bangka dipengaruhi oleh faktor daya dukung lingkungan, tingkat pertumbuhan intrinsik, tingkat kematian alami dan tingkat eksploitasi. Pada kondisi awal pembatasan upaya penangkapan pada tingkat MEY dapat meningkatkan stok cumi-cumi dari 1.684,00 ton menjadi 1.900,85 ton atau meningkat 12,88% pada tahun 2044. Jumlah trip juga meningkat pada akhir periode sebesar 2,81% dari trip awal 5.544 trip. Produksi per trip juga meningkat dari 0,131 ton/trip menjadi 0,144 ton/trip pada akhir periode simulasi.

Penempatan atraktor cumi di perairan akan membentuk habitat baru bagi cumi-cumi sehingga memiliki potensi meningkatkan stok sebagaimana upaya pelepasan benih hasil budidaya ke alam melalui stock enhancement atau restocking. Introduksi atraktor cumi pada zona 1 dan zona 2 diprediksi meningkatkan stok cumi-cumi. Stok pada zona 1 diprediksi meningkat antara 0,78% - 39,63% dan pada zona 2 antara 7,91% - 52,33%.

Peningkatan stok juga akan meningkatkan produksi per trip, pendapatan per trip dan keuntungan per trip usaha penangkapan cumi-cumi. Produksi per trip diprediksi akan meningkat antara 0,69 – 52,08% dari tingkat produksi awal. Pendapatan per trip diprediksi akan meningkat antara 0,79 – 52,46% dari pendapatan awal. Keuntungan per trip diprediksi akan meningkat antara 1,39 – 92,36% dari keuntungan awal.

7.1 Pendahuluan

Tujuan umum penelitian ini yaitu untuk mengetahui model peningkatan stok sumberdaya cumi-cumi dengan introduksi atraktor cumi. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan kajian terhadap kondisi oseanografi, dinamika populasi cumi- cumi, kondisi stok sumberdaya cumi-cumi, potensi teknologi atraktor cumi bagi peningkatan stok dan daya dukung lingkungan.

Perairan Kabupaten Bangka memiliki kondisi SPL yang cocok untuk kehidupan cumi-cumi P. chinensis. Kisaran SPL daerah ini yaitu antara 27,1 – 31,70C, pada sisi lain cumi-cumi bisa hidup pada perairan dengan suhu antara 8– 320C. Nilai CPUE tertinggi cumi-cumi terjadi ketika kisaran suhu antara 29,58- 30,090C sehingga diduga cumi-cumi P. chinensis menyukai kisaran suhu antara 29-300C sebagai habitat hidupnya. Hal ini didukung oleh penelitian Segawa (1987) yang menemukan bahwa pemijahan cumi-cumi sirip besar di perairan Jepang yang terjadi pada saat musim panas yaitu pertengahan bulan Juni sampai akhir bulan Agustus. Danakusumah et al. (1996) juga melaporkan bahwa musim pemijahan cumi-cumi sirip besar terjadi pada bulan Juni–Juli.

Musim puncak penangkapan cumi-cumi di perairan Kabupaten Bangka terjadi pada bulan Juli, September, Oktober dan November. Bulan Juli merupakan musim Timur, sedang bulan September – Oktober sedang terjadi musim peralihan 2. Musim paceklik hanya terjadi pada bulan Januari. Indeks musim penangkapan cumi-cumi di perairan Kabuppaten Bangka ini sama dengan indeks musim penangkapan cumi-cumi nelayan Muara Angke yang menangkap cumi dengan jaring cumi di WPP 711 dimana musim puncak musim penangkapan terjadi pada bulan September, Oktober dan November. Perairan WPP 711 mencakup wilayah perairan Laut Jawa, Selat Karimata. Hasil penelitian Rosalina et al. (2010) menemukan bahwa musim puncak penangkapan cumi-cumi di perairan Kabupaten Bangka terjadi pada bulan April, Mei, Juni, Oktober dan November.

Perairan Natuna, yang mencakup Perairan Kabupaten Bangka, menurut Ilahude (1997) dan Suyarso (2003) kaya akan nutrisi karena merupakan kanal penghubung sirkulasi massa air oseanik yang mengalir dari Samudra Pasifik ke Samudra Hindia. Menurut Nababan dan Simamora (2012) perairan Natuna memiliki karakteristik dimana penyebaran konsentrasi klorofil-a secara umum semakin tinggi atau meningkat ke arah perairan pantai dibandingkan dengan di bagian tengah perairan. Hal ini mengindikasikan juga bahwa perairan pesisir Kabupaten Bangka memiliki kandungan klorofil-a yang cukup tinggi. Pada periode 2005-2013 diketahui bahwa sebaran klorofil-a perairan daerah ini setiap bulannya berkisar antara 0,27-1,21 mg/m3. Kandungan klorofil-a tinggi pada bulan Desember-Januari, saat musim Barat, dan bulan Juni-Juli, saat musim Timur. Kelimpahan stok cumi-cumi pada suatu perairan ditunjang oleh adanya zat hara yang terbawa oleh arus. Zat hara tersebut dimanfaatkan oleh fitoplankton yang selanjutnya dimanfaatkan oleh zooplankton, juvenil ikan atau ikan-ikan kecil yang merupakan makanan cumi-cumi (Tasywiruddin 1999). Hal ini yang

mengakibatkan sangat rendahnya korelasi antara sebaran klorofil-a dengan CPUE cumi-cumi, bahkan korelasinya berbanding terbalik.

Cumi-cumi P. chinensis di perairan Kab Bangka memiliki pertumbuhan yang bersifat allometrik negatif, baik untuk cumi-cumi jantan maupun betina,